Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

MAKALAH DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA


KEPALA

Fasilitator : Nur Hidayati, S. Kep., Ns., M. Kep

Kelas 7C Keperawatan
Nama kelompok
1. Eka Devy Nurlina (1702012447)
2. Nurul Faizah (1702012470)
3. Melida Avsah (1702012463)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Hipertensi”. Penulisan makalah ini sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Keluarga pada Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Lamongan.
Makalah ini dapat penulis selesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Drs. H. Budi Utom,o S.Kep., Ns., M. Kes, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Lamongan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk
menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Lamongan.
2. Suratmi, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku Ketua Program Studi Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Lamongan yang telah
bersedia memberi arahan, perhatian, memberikan fasilitas dan motivasi dalam
menyelesaikan makalah ini.
3. Nur Hidayati, S.Kep., Ns., M. Kes, selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah yang
senantiasa memberi inspirasi, motivasi, bimbingan, dan penguatan dalam mengerjakan
makalah ini.
4. Karsim S.Kep., Ns., M. Kep, selaku Dosen Fasilitator yang senantiasa memberi inspirasi,
motivasi, bimbingan, dan penguatan dalam mengerjakan makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala semua kebaikan yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Besar harapan penulis semoga
tesis ini dapat membawa manfaat.

Lamongan, 23 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. L
atar Belakang....................................................................................................... 1
1.2. T
ujuan Umum........................................................................................................ 3
1.3. T
ujuan Khusus....................................................................................................... 3
BAB II KONSEP MEDIS
2.1. Pengertian............................................................................................................. 4
2.2. Manifestasi Klinis................................................................................................ 5
2.3. Klasifikasi............................................................................................................. 6
2.4. Patofisiologi......................................................................................................... 7
2.5. Penatalaksanaan.................................................................................................... 8
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian........................................................................................................... 10
3.2. Dia
gnosa Keperawatan......................................................................................... 15
3.3. Ko
nsep Keperawatan............................................................................................ 15
3.4. Im
plementasi........................................................................................................ 17
3.5. Eva
luasi................................................................................................................. 18
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.......................................................................................................... 19
4.2. Saran.................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan terjadinya gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa pendarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Price, 2012). Secara umum cedera kepala diklasifikasifan menurut
skala Gasglow Coma Scale (GCS) dikelompokkan menjadi tiga : (1) Cedera Kepala
Ringan (GCS 13-15) dapat terjadinya kehilangan kesadaran atau amnesia selama kurang
dari 30 menit, tidak ada kontusio tengkorak, tidak adanya fraktur serebral, hematoma (2)
Cedera Kepala Sedang (GCS 9-12) hilangnya kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30
menit namun kurang dari waktu 24 jam, bisa mengalami terjadinya fraktur tengkorak,
(3) Cedera Kepala Berat (GCS 3-8) dapat kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
apabila lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial
(Amien & Hardhi, 2016).

Cedera Kepala Sedang (CKS) adalah cedera kepala yang kemungkinan mengalami
fraktur tengkorak, kontusio sereberal, laserasi, hematoma serebral, hematoma
intrakranial, kehilangan kesadaran selama 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Secara
umum pasien CKS memiliki Gasglow Coma Scale 9-13.
Penyebab CKS meliputi cedera akselerasi, deselerasi,coup-countree coup, dan cedera
rotasional (Satyanegara, 2010). Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak misalnya
alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2013) 50% kematian akibat kecelakaan
lalu lintas mengalami cedera kepala. Cedera kepala merupakan masuk dalam 3 penyakit
penyebab kematian terbanyak di Indonesia juga masuk kedalam 5 penyakit terbanyak
dirawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2007). Menurut Riset Kesehatan Dasar
2013 prevalansi cedera mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 dari 7,5%
menjadi 8,2 % (Riskesdas Indonesia, 2013). Advance Life Trauma Support (ATLS) tahun
2004 menunjukkan dari 500.000 kasus pasien cedera setiap tahunnya sebanyak 80%
mengalami CKS dan 20% lagi mengalami CKS dan CKB. Menurut Riset Kesehatan
Dasar Provinsi Bali angka cedera tertinggi yaitu tertinggi di Kabupaten Bangli yaitu
13,4% disusul oleh kabupaten Klungkung dan Badung masing-masing sebanyak 12,6%
daan 11,7% (Riskesdas Bali, 2013).

1
Menurut studi pendahuluan yang dilakukan pada 1 Februari 2018 di Ruang Nusa
Indah RSU Bangli pasien yang mengalami CKS dan semuanya mengeluh nyeri

Indonesia penyebab CKS terbayak karena kecelakaan lalu lintas berkisar 17,63-42,20 %
yang menduduki urutan tertinggi kemudian disusul yang kedua yaitu cedera ekstremitas
mencapai 11,8 % (Slamet, 2012). Data kecelakaan di Indonesia yang berasal dari
kepolisian yang menyebutkan pada tahun 2007, jumlah korban meninggal sebanyak
16,548 jiwa. Dominan terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah dialami oleh pengemudi
sepeda serta cedera kepala yang dialami merupakan urutan pertama disemua jenis cedera
yang dialami korban kecelakaan lalu lintas.

Hal yang sering dilaporkan oleh pasien CKS adalah nyeri pada bagian kepala.
Menurut penelitian sebanyak 82 % pasien CKS mengalami nyeri akut dengan skala
nyeri ringan sampai nyeri berat (Wijayasakti, 2010) Nyeri kepala pada pasien CKS
disebabkan oleh perubahan neurokimia yang terdiri dari depolarisasi saraf ,pengeluaran
asam amino pada neurotransmiter yang berlebihan,serotogenik, gangguan opiate
endogen.
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dengan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri tersebut pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan respon jika
adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti
histamine, bradikidinin, prostglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila
terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Nyeri dapat dirasakan jika
reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut saraf perifer aferen yaitu serabut A delta dan
serabut saraf C. Serabut A delta memiliki nyelin, berururan sangat kecil, menyampaikan
impils yang terlokalisasi buruk (Potter&Perry 2010)

2
1.2 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep asuhan
keperawatan pada pasien dengan cedera kepala

1,3 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala
b. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera kepala
c. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala
d. Untuk mengetahui patofisiologi cedera kepala
e. Untuk mengetahui penatalksanaan medis dan pembedahan cedera
kepala

3
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kapala
merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan
otak.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka
di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan
kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan
selama transpotasi korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal
di ruan gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan
fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak.Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan
terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedara kepala
menjadi ringan segera di tentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema
serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan
fungsi otak normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk).
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia
dan pengaruh masa karena hemoragi, serta edema serebral disekitar
jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio, kontusio

4
serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural,
dan fraktur tengkorak.

2.2 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan
distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap
setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan
cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu
atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebingungan atau hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan
pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala,
vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan
sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya
cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area


tersebut

2.3 Klasifikasi

5
Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung trauma pada
fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap
trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera
robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi
hyperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera
otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma
Scale (GCS) nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang
dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam.

6
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.

2.4 Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma,
dan merupakan suatu fenomena mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil,
sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan
yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang
bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi
kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2010).

2.5 Penatalaksanaan

7
A. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah
mencegahterjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder
disebabkan oleh faktorsistemik seperti hipotensi atau hipoksia
atau oleh karena kompresi jaringan otak. (Tunner, 2010)
Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia
cedera kepala (Turner, 2010) Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya :
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosissesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk
mengurangivasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atauglukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah
tidakdapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus

B. Penatalksanaan Pembedahan
a. Luka Kulit kepala
Hal penting pada cedera kepala adalah mencukur rambut disekitar luka dan
mencuci bersih sebelum dilakukan penjahitan. Penyebab infeksi adalah pencucian
luka dan debridement yang tidak adekuat.
Perdarahan pada cedera kepala jarang mengakibatkan syok,perdarahan dapat
dihentikan dengan penekanan langsung, kauteraisasi atau ligasi pembuluh besar
dan penjahitan luka.

8
Lakukan insfeksi untuk fraktur dan adanya benda asing, bila ada CSS pada luka
menunjukan adanya robekan dura. Consult ke dokter ahli bedah saraf, Lakukan
foto teengkorak / CT Scan, tindakan operatif
b. Fractur depresi tengkorak
Tindakan operatif apabila tebal depresi lebih besar dari ketebalan tulang di
dekatnya CT Scan dapat menggambarkan beratnya depresi dan ada tidaknya
perdarahan di intra kranial atau adanya suatu kontusio
c. Lesi masa Intrakranial
Trepanasi dapat dilakukan apabila perdarahan intra kranial dapat mengancam jiwa
dan untuk mencegah kematian. Prosedur ini penting pada penderita yang
mengalami perburukan secara cepat dan tidak menunjukan respon yang baik
dengan terapy yang diberikan
Trepanasi dilakukan pada pasien koma, tidak ada respon pada intubasi
endotracheal , hiperventilasi moderat dan pemberian manitol

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir,
agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
2. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,
pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat
B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah,
dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise,
akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan
kejang

9
2. Riwayat penyakit dahulu : haruslah diketahui baik ada atau tidak adanya penyakit
yang pernah di alami dulu, baik berhubungan dengan sistem persarafan maupun
penyakit sistem sistemik lainnya.
3. Riwayat penyakit keluarga : ada atau tidaknya keluarga yang mempunyai penyakit
menular.
4. Pengkajian persistem
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis, ataksia cara berjalan
tak tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik
b. Sirkulasi
Gejala: perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi). Perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi bradikardi,
disritmia)
c. Integritas Ego
Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda: cemas, mudah tersinggung, derilium, agitasi, bingung, depresi,
impulsif
d. Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan
fungsi makanan/ cairan.

e. Nutrisi
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
f. Neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitius, kehilangan pendengaran, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, Fotopobia.
Tanda: perubahan kesadaran dari biasa sampai koma, perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku, memori). Perubahan pupil(respon

10
terhadap cahaya, simetri). Deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti penciuman, pengcapan dan
pendengaran, wajah tidak simetris, genggaman lemah, apraksia, sangat
sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian
anggota tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas, lokasi yang berbeda, biasanya
lama
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih

h. Pernapasan
Gejala: perubahan pola napas(apnea yang diselingi hiperventilasi), napas
berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi)
i. Keamanan
Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Tanda: fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi, perubahan
warna seperti racoon eye, tanda bale disekitar telinga, demam gangguan
regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda: afasia motorik/sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang.
5. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing)
Perubahan pada system pernafasan ini tergantung pada gradasi dari
perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala. Adapun hasil yang
didapatkan yaitu :
1. inspeksi : klien batuk , produksi sputum meningkat, sesak nafas,
dan peningkatan frekuensi pernafasan, terdapat retraksi klavikula
/dada ,pengembangan paru tidak simetris.
2. palpasi :fremitus menurun dibandingkan dengan sisi lain yang akan
didaptkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
3.perkusi : adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada thoraks atau hemathoraks

11
4. auskultasi: bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor,
ronkhi pada klien dengan peningkatanm produksi secret, dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien yang
penurunan tingkat kesadaran/koma.
b. B2 (Blood)
Pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik
yang sering terjadi pada klien cedera kepalapada beberapa keadaan
dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,
takikardi, dan aritmia.
c. B3 (brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh pengaruh peningkatan tekanan inkranialakibat
adanya perdarahan baik bersifat intrasebral hematoma, dan epidural
hepatoma,subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi system persyarafan.
Pemeriksaan saraf kranial
1. saraf 1 : saraf ini akan mengalami kelainjan pada fungsi
penciuman/anosmia unilateral dan bilateral.
2. saraf II : hematoma palpebral pada klien cedera kepala akan
menurunkan penglihatan dan mengganggu fungsi dari nervus optikus.
Perdarahan diruang intraknial terutaa hemoragia subarakhnoidal,
dapat disertai dengan perdarahan retina. Anomali pembuluh darah
didalam otak dapat berminefestasi juga didalam fundus. Tetapi, dari
segala macam kelainan diruang intracranial dapat dicerminkan pada
fundus.
3.saraf III,IV,VI : gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada
klien dengan trauma yang merusak rongga orbital. Pada kasus-kasus
trauma kepala dapat dijumpai anisokoria.gejala ini harus dianggap
serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran . tanda awal
hemiasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot-otot akan menyesal pada tahap berikutnya.
Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria dimana bukannya
midriasis yang ditemuykan, melainkan miosis yang bergandengan
12
dengan pupil yang normal pada sis yang lain, maka pupil yang
miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi dilobus
frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal . hilangnya
fungsi seperti itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif,sehingga
pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
4.saraf V : pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan
paralisis nervus trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan
gerakan koordinasi mengunyah
5.saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan
6. saraf VIII : perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala
ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak
melibatkan saraf vestibulokoklearis.
7. saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
8. saraf XI : Biala tidak melibatkan trauma padaleher, mobilitas klien
cukup baik dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus.
9. saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan.
d. B4 (bladder)
Kaji keadaan urin meliputi warna,jumlah, dan karakteristik.
Penurunan jumlah urin peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibatnya penurunan perfusi ginjal. Setelah cedera kepala mungkin
klien mungkin mengalami inkotinensia urine karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinarial karena kerusakan
control motoric dan postural.
e. B5 (Bowel)
1.pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi.
2.pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya kualitas,
bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising
usus menurun atau hilang dapat terjadi pada parilitik ileus dan
peritonitis.
f. B6 (Bone)
13
Kaji warna, kulit, suhu, kelembaban dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit, warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis.
Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan
kadar rendahnya kadar hemoglobin atau syok
C. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan,
trauma
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya
fragmen tulang.
e. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan
dapat meningkatkan TIK.

3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d cedera pada medula spinalis
2. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit

3.3. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


(SLKI) (SIKI)
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
efektif b.d cedera keperawatan selama 2x24 O:
pada medulla spinalis jam diharapkan status  Monitor pola nafas
neurologis membaik
Tanda dan gejala dengan kriteria hasil : (frekuensi,kedalaman,
mayor  Tingkat kesadaran
14
S :dipsnea meningkat (5) usaha nafas )
O : Penggunaan otot  Fungsi sensorik
bantu pernafasan, spinal meningkat  Monitor bunyi nafas
fase ekspirasi (5) tambahan (mis
memanjang,pola  Fungsi sensorik
nafas abnormal (mis gurgling,mengi dll)
kranial (5)
takipnea,bradipnea  Sakit kepala T:
dll) menurun (5)
 Frekuensi kejang  Pertahankan kepatenan
Tanda dan gejala menurun (5) jalan nafas dengan head-
minor  Tekanan darah
S : ortopnea sistolik membaik tilt dan chin-lift
O : pernafasan (5)  Posisikan semi fowler atau
pursed-lip,  Frekuensi nadi
pernafasan cuping membaik (5) fowler
hidung, tekanan  Frekuensi nafas E:
ekspirasi menurun dll membaik (5)  Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari,jika tidak ada
kontraindikasi
K:
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik jika perlu

Setelah dilakukan tindakan


2. Gangguan rasa keperawatan selama 2x24 Manajemen Nyeri
nyaman b.d gejala jam diharapkan tingkat O:
penyakit nyeri aktivitas meningkat  Identifikasi
menurun dengan kriteria lokasi,durasi,frekuensi,kual
Tanda dan gejala hasil : ias,intensitas nyeri
mayor  Kemampuan  Identifikasi skala nyeri
S : mengeluh tidak  Identifikasi respon nyeri
nyaman menuntaskan
verbal
O : gelisah aktivitas meningkat T :
 Berikan teknik
(5)
nonfarmakologis utuk
 Keluhan nyeri mengurangi rasa nyeri
Tanda dan gejala  Kontrol lingkungan yang
minor menurun (5) memperberat nyeri
S : mengeluh sulit  Pertimbangkan jenis dan
tidur,tidak mampu  Diaforesis menurun
sumber nyeri dalam
rileks, mengeluh (5) pemilihan stategi untuk
mual,mengeluh lelah meredakan nyeri
dll  Perasaan takut
E:
mengalami cedera  Jelaskan penyebab,periode
berulang menurun dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
(5) meredakan nyeri

15
 Pupil dilatasi  Ajurkan menggunakan
analgetik secara tepat
menurun (5) K;
 Muntah menurun Kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
(5)
 Mual menurun (5)
 Frekuensi nadi
membaik (5)
 Tekanan darah
membaik (5)

3.4.IMPLEMENTASI
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI
1. Pola nafas tidak efektif b.d 1. Memonitor pola nafas
cedera pada medulla spinalis
(frekuensi,kedalaman,
usaha nafas )
2. Memonitor bunyi nafas tambahan
3. Mempertahankan kepatenan jalan
nafas dengan head- tilt dan chin-lift
4. Memposisikan semi fowler atau
fowler
5. Menganjurkan asupan cairan
2000ml/hari,jika tidak ada
kontraindikasi
6. Mengkolaborasikan pemberian
bronkodilator,ekspektoran,mukolitik
jika perlu

2. Gangguan rasa nyaman b.d 1. Mengidentifikasi


gejala penyakit lokasi,durasi,frekuensi,kualias,intensi
tas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri verbal
4. Memberikan teknik nonfarmakologis
utuk mengurangi rasa nyeri
5. Mengontrol lingkungan yang

16
memperberat nyeri
6. Memperrtimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan stategi
untuk meredakan nyeri
7. Menjelaskan penyebab,periode dan
pemicu nyeri
8. Menjelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
10. Mengkolaborasikan pemberian
analgetik,jika perlu

3.5. EVALUASI
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data
subyektif, namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data
subyektif langsung dari respon klien.

17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil
CT Scan dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat
dipengaruhi oleh efek buruk cedera kepala karena melalui mekanisme
langsung dan tidak langsung. Pengaruh secara langsung terjadi beberapa
saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara tidak langsung
merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah
kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera
otak sekunder terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga
terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena meningkatnya volume isi
kepala. Kedua mekanisme tersebut memperberat cedera otak yang sudah
ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik, kognitif, emosi dan
sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh
total sampai cacat menetap bahkan kematian.

4.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian
hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.

18
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Berman dan Audrey. 2010. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis.
Edisi 5. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Diagnosa Medis: Mediaction Publishing
Wijaya,Andra saferi, 2013, KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah,
Nuha Medika, yogyakarta
Depkes RI, 2013, Profil Kesehatan DI Indonesia Pada Kasus Cedera Kepala,
Jakarta

Krisandi,Andi Abiet, 2013, Jurnal Gambaran Status Kognitif Cedera Kepala


yang Telah Diizinkan Pulang, Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

19

Anda mungkin juga menyukai