Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

DISUSUN OLEH

Nama : Bagus Prasyo

NIM : P07120419041

Tingkat : IIIB

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA BERAT

I. Konsep Cedera Kepala


A. Definisi
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta mengakibatkan
gangguan neurologis (Putri, Rahayu, & Sidharta, 2016).
Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis, yaitu fungsi
fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporal maupun permanen (Atmadja, 2016).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang dapat
menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis pada tulang
tengkorak dan disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam subtansi otak tanpa
Diikuti terputusnya kongtinuetias otak (Ristanto, Indra, Pueranto, & Styorini, 2017).
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah
trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun
tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran
bahkan dapat menyebabkan kematian.
B. Klasifikasi
Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa
dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan
sel otak akibat benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman
pathogen memiliki abses langsung ke otak.
Cedera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak di dalam tengkorak ialah
goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat,
kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup
meliputi: kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.
a. Berdasarkan keparahan cedera :
a) Cedera kepala ringan (CKR)
a) Tidak ada fraktur tengkorak
b) Tidak ada kontusio serebri,hematoma
c) GCS 13 -15 d) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi< 30 menit
b) Sedang Cedera kepala sedang (CKS)
a) Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30 menit tapi< 24 jam
b) Muntah
c) GCS 9 – 12
d) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorentasi ringan
e) (bingung)
c) Cedera kepala berat (CKB)
a) GCS 3 – 8
b) Hilang kesadaran> 24 jam
c) Adanya kontosio serebri, laserasi/ hematoma intracranial
b. Menurut Jenis Cedera
1) Cedera Kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan
jaringan otak.
2) Cedera Kepala tertutup dapat disamakan dengan Keluhan geger otak ringan dan
odema serebral yang luas.
C. Etiologi
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat&menimbulkan cedera
lokal. Kerusakan local meliputi Contusio serebral, hematoma serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul&menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
Kerusakannya menyebar secara luas&terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, keruskan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak
koma terjadi karena cedera kepala menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau
keduaduanya.
1. Akibat Trauma Tergantung Pada :
a) Kekuatan benturan menyebabkan parahnya 9 kerusakan
b) Akselerasi dan decelerasi.
c) Cup dan kontra cup
2. Cedera cup menyebabkan kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
3. Cedera kontra cup menyebabkan kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan.
a) Lokasi benturan.
b) Rotasi merupakan pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma
regangan dan robekan substansia alba dan batangotak.
c) Depresi fraktur merupakan kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun
menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar ke hidung, kuman
masuk ke telinga berkontaminasi dengan GCS menyebabkan infeksi dan
kejang.
D. Tanda dan Gejala Cidera Kepala
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku Gejala-
gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan Kebinggungan atau
bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba Defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motoric tidak aktual, adanya Cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
E. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatife tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan
diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bias dikombinasi dengan pengubahan posisi
rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba
dan batangotak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat
atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.
Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bias kita lakukan kecuali
membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bias mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bias
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh system dalam tubuh. Sedangkan cedera
otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan
dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-
menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasidilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intracranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bias terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas
(Brain, 2009).

F. Pathway
G. Komplikasi
1. Epilepsi Pasca
Trauma Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa
waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang terjadi pada
sekitar 10% penderita yang mengalami cedera hebat tanpa adanya luka tembus di
kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. Obat-
obat anti kejang (misalnya feniton, karbamazepinatau valproate) biasanya dapat
mengatasi kejang pasca trauma.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya
cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau
mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah
lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan
atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh
kerusakan pada lobus parietalis ataulobus frontalis.
4. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya
masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Amnesia hanya berlangsung selama
beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan
menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bias bersifat
menetap.
5. Fistel Karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera
atau beberapa hari setelah cedera.
6. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormone antidiuretik.
7. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu).
8. Kebocoran cairan serebrospinal
Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan
cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah
beberapa hari pada 85 % pasien.
9. Edema serebral & herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72 jam setelah
cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala
klinis adanya peningkatan TIK
10. Defisit Neurologis & Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis :perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala
hebat, Mual atau Muntah proyektil (tanda dari peningkatan TIK).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan
CT scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoragig ,ukuran ventrikuler ,
infark pada jaringan mati.
2. Foto tengkorak atau cranium
Foto tengkorak atau cranium digunakan untuk mengetahui adanya fraktur pada
tengkorak.
3. MRI
MRI digunakan sebagai penginderaan yang menggunakan gelombang
elektomagnetik.
4. Laboratorium
a. Kimia darah : Untuk mengetahui keseimbangan elektrlit
b. Kadar elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial.
c. Screen toksikologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
5. Serebral angiographi
Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral ,seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
6. Serial EEG
Serial EEG digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis.
7. X-ray
Digunakan untuk mendeteksi perubahan struktur tulang , perubahan truktur garis
(perdarahan atau edema), frakmen tulang.
8. BAER
BAER digunakan untuk mengoreksi batas fungsi kortek dan otak kecil.
9. PET
PET digunakan untuk mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
10. CSF & lumbalpungsi
CSF & lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subaracnoid.
11. ABGs
ABGs digunakan untuk mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan intracranial.
I. Penatalaksanaan
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma
2. Therapihiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barrier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerobdi berikan metronidazole.
6. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
7. Tidur tanpa bandal atau diganjal dengan bantal (kurang lebih 30o)
8. Pembedahan.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan cedera kepala difokuskan pada penilaian
terhadap status neurologis pasien cedera kepala merupakan tindakan utama yang
harus dilakukan sebelum pengobatan diberikan.
1) Anamnesa
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no. register, tanggal masuk
rumah sakit, diagnose medis
2) Keluhan Utama
Pada klien dengan cedera kepala biasanya mengalami penurunan kesadaran
3) Riwayat Penyakit Sekarang
yang mungkin didapatkan meliputi penurunan kesadaran, lateragi, mual muntah,
sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang
keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias
beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan menciumbau, sulit mencerna
atau
menelan makanan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan, riwayat trauma masa lalu,
riwayat penyakit systemic atau pernafasan,cardiovaskuler dan metabolik
5) Nutrisi
Mengalami penurunan berat badan karena adanya penurunan intake nutrisi akibat
mual/muntah. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan AGD, Elektrolit
serum, Hematologi, CSS, pemeriksaan toksikologi, kadar anti konvulsan darah.
Membran mukosa kering pucat, turgor kulit buruk, kering,tampak kusut,
conjungtiva pucat. Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan asupan nutrisi
dipengaruhi adanya mual/muntah, dyspepsia dan annoreksia.
6) Eliminasi
Gangguan ginjal, hematemesis ,feses dengan darah segar, melena, diare,
konstipasi, distensi abdomen
7) Aktivitas Diri
Keletihan, kelemahan, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk istirahat
lebih banyak, takikardia, takipnea, kelemahan otot dan penurunan kekuatan
8) Persepsi Kognitif
Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan
9) Hubungan terhadap lingkungan
lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
10) Seksualitas
Perubahan pada fungsi seksual pada saat sakit
11) Toleransi stress/ koping stress
Interaksi sosial: stress karena keadaannya, kesulitan biaya
ekonomi, kesulitan koping dengan stressor yang ada
12) Perlindungan keamanan diri
Bebas dari cedera fisik atau gangguan system imun.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Kaji GCS
a. Cidera kepala ringan (CKR) jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan
kesadaran kurang lebih 30 menit.
b. Cidera kepala sedang (CKS) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau
amnesia antara 30 menit-24 jam.
c. Cidera kepala berat (CKB) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam.

2) Disorientasi tempat atau waktu


Kehilangan kesadaran, amnesia, perubahan kesadaran sampai koma,
penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
3) Refleksi patologis dan fisiologis
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan reflex patologis.
4) Perubahan status mental
Cedera kepala dapat menyebabkan cacat permanen, gangguan
mental, dan bahkan kematian. Gegar otak menyebabkan perubahan
status mental seseorang dan dapat mengganggu fungsi otak dari otak
5) Status motoric
Skala kelemahan otot
0 : tidak ada kontrak
1 : ada kontraksi
2 : bergerak tidak bias menahan gravitasi
3 : bergerak mampu menahan gravitasi
4 : normal
6) Perubahan pupil atau penglihatan kabur, diplopia, foto pobhia,
kehilangan sebagian lapang pandang.
7) Perubahan tanda – tanda vital
8) Gangguan pengecapan dan penciuman serta pendengaran
9) Peningkatan TIK
Tekanan Intra Kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan
otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam
tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK
bergantung pada posisi pasien dan berkisar ±15 mmHg. Karena
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya
peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan
pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang
otak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian
10) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
11) Respons menarik diri pada rangsangan nyeri yang hebat
C. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan


2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
4. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
6. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
7. Resti injury b.d kejang.
8. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
9. Resti gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
10. Resti kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.
D. Intervensi keperawatan

NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


.
1 Setelah dilakukan 1. Kaji kepatenen jalan - Ronki, mengi
asuhan keperawatan napas menunjukan aktivitas
selama 3X24 jam, sekret yang dapat
diharapkan klien menimbulkan
dapat penggunaan otot-otot
mempertahanakan asesoris dan
meningkatkan kerja
patensi napas dengan
pernapasan.
kriteria hasil :
2. Beri posisi - Membantu
a. Bunyi napas semifowler. memaksimalkan
vesikuler ekspansi paru dan
b. Tidak ada spuntum menurunkan upaya
c. Masukan cairan pernapasan.
adekuat.
3. Lakukan - Pengisapan dan
penghisapan lendir membersihkan jalan
dengan hati-hati napas dan akumulasi
selama 10-15 menit. dari sekret. Dilakukan
Catat sifat-sifat, dengan hati-hati untuk
warna dan bau menghindari
sekret. Lakukan bila terjadinya iritasi
tidak ada retak pada saluran dan reflek
tulang basal dan vagal.
robekan dural. - Posisi semi prone
dapat membantu
4. Berikan posisi semi keluarnya sekret dan
pronelateral/miring mencegah aspirasi.
atau terlentang setiap Mengubah posisi
dua jam. untuk merangsang
mobilisi sekret dari
saluran pernapasan.
- Membantu
mengencerkan sekret,
meningkatkan
pengeluaran sekret.
- Meningkatkan
5. Pertahankan
ventilasi dan
masukan cairan
membuang sekret
sesuai kemampuan
serta relaksasi otot
klien.
halus/spsponsne
bronkus.
6. Berikan
bronkodilator IV dan
aerosol sesuai
indikasi.
2 Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi, - Perubahan dapat
asuhan keperawatan irama dan kedalaman menandakan awitan
selama 3X24 jam, pernapasan. Catat komplikasi pulmo
diharapkan klien ketidakteraturan atau menandakan
mempunyai pola pernapasan. luasnya keterlibatan
pernapasan yang otak. Pernapasan
lambat, periode aprea
efektif dengan kriteria
dapat menandakan
hasil:
perlunya ventilasi
a. Pola napas nomal 2. Catat mekanis.
kompetensi
(irama teratur, RR = reflek GAG dan - Kemampuan
16-24 x/menit). kemampuan untuk mobilisasi penting
b. Tidak ada melindungi jalan untuk pemeliharaaan
pernapasan cuping napas sendiri. jalan napas.
hidung. Kehilangan reflek
c. Pergerakan dada batuk menandakan
simetris. perlunya jalan napas
d. Nilai GDA normal. 3. Tinggikan kepala buatan/intubasi.
PH darah = 7,35- tempat tidur sesuai - Untuk memudahkan
7,45. indikasi. ekspansi paru dan
PaO2 = 80-100 menurunkan adanya
mmHg. kemugkinan lidah
jatuh menutupi jalan
PaCO2 = 35-45 4. Anjurkan kllien napas.
mmHg. untuk bernapas
dalam dan batuk - Mencegah atau
HCO3 -
= 22-26 efektif. menurunkan
m.Eq/L atelektasis.
5. Beri terapi O2
tambahan. - Memaksimalkan O2
pada darah arteri dan
membantu dalam
mencegah hipoksia.
6. Pantau analisa gas - Menentukan
darah, tekanan kecukupan
oksimetri. pernapasan,
keseimbangan asam
basa.
3 Setelah dilakukan 1. Kaji status - Hasil dari pengkajian
asuhan keperawatan neurologis yang dapat diketahui secara
selama 3X24 jam, berhubungan dengan dini adanya tanda-
diharapkan klien tanda-tanda tanda peningkatan
mempunyai perfusi peningkatan TIK, TIK sehingga dapat
jaringan adekuat terutama CGS. menentukn arah
tindakan selanjutnya
dengan kriteria hasil:
serta manfaat untuk
a. Tingkat kesadaran menentukan lokasi,
normal perluasan dan
(composmetis). perkembangan
b. TTV Normal. keruskan SSP.
(TD: 120/80 mmHg, - Dapat mendeteksi
suhu: 36,5-37,50C, 2. Monitor TTV; TD, secara dini tanda-anda
Nadi: 80-100 denyut nadi, suhu,
peningkatan TIK,
x/menit, RR: 16-24 minimal setiap jam
misalnya hilangnya
sampai klien stabil.
x/m) autoregulasidapat
mengikuti kerusakan
vaskularisasi selenral
lokal. Napas yang
tidak teratur dapat
menunjukkan lokasi
adanya gangguan
serebral.
3. Tingggikan posisi
kepala dengan sudut - Posisi kepala dengan
15-45o tanpa bantal sudut 15-45o dari
dan posisi netral. kaki akan
meningkatkan dan
memperlancar aliran
balik vena kepala
sehingga mengurangi
kongesti cerebrum,
dan mencegah
penekanan pada saraf
medula spinalis yang
4. Monitor suhu dan menambah TIK.
atur suhu lingkungan
sesuai indikasi. - Deman menandakan
adanya gangguan
Batasi pemakaian
hipotalamus:
selimut dan kompres
peningkatan
kebutuhan metabolik
akan meningkatkan
TIK.
- Mencegah kelibahan
cairan yang dapat
bila de mam. menambah edema
serebri sehingga
terjadi peningkatan
5. Monitor asupan dan TIK.
keluaran setiap - Mengurangi
delapan jam sekali. hipokremia yang
dapat meningkatkan
vasoditoksi cerebri,
volume darah dan
6. Berikan O2 tambahan TIK.
sesuai indikasi.
- Manitol/gliserol
merupakan cairan
hipertonis yang
berguna untuk
menarik cairan dari
7. Berikan obat-obatan intreseluler dan
antiedema seperti ekstraseluler. Lasix
manito, gliserol dan untuk meningkatkan
losix sesuai indikasi. ekskresi natrium dan
air yang berguna
untuk mengurangi
edema otak.
4 Setelah dilakukan 1. Kaji respon sensori - Informasi yang
asuhan keperawatan terhadap panas atau penting untuk
selama 3X24 jam, dingin, raba atau keamanan kllien ,
diharapkan klien sentuhan. Catat semua sistem sensori
mengalami perubahan perubahan- dapat terpengaruh
persepsi sensori perubahan yang dengan adanya
terjadi. perubahan yang
dengan kriteria hasil:
melibatkan
a. Tingkat kesadaran kemampuan untuk
normal. E4 M6V5. menerima dan
b. Fungsi alat-alat berespon sesuai
indera baik. stimulus.
c. Klien kooperatif - Hasil pengkajian
kembali dan dapat 2. Kaji persepsi klien, dapat
berorientasi pada baik respon balik dan menginformasikan
orang, waktu dan koneksi kemampuan susunan fungsi otak
tempat. yang terkena dan
membantu intervensi
sempurna.
- Merangsang kembali
kemampuan persepsi-
klien beroerientasi sensori.
terhadap orang, - Gangguan persepsi
tempat dan waktu. sensori dan buruknya
keseimbangan dapat
3. Berikan stimulus meningkatkan resiko
yang berarti saat terjadinya injury.
penurunan
kesadaran.
4. Berikan keamanan - Pendekatan antar
klien dengan disiplin dapat
pengamanan sisi menciptakan rencana
tempat tidur, bantu penatalaksanaan
latihan jalan dan terintregasi yang
lindungi dari cidera. berfokus pada
peningkatan evaluasi,
5. Rujuk pada ahli dan fungsi fisik,
fisioterapi , terapi kognitif dan
deuposi, wicara, ketrampilan
terapi kognitif. perseptual.
5. Setelah dilakukan 1. Tentukan riwayat - Informasi akan
asuhan keperawatan nyeri, lokasi, memberikan data
selama 3X24 jam, intensitas, keluhan dasar untuk
nyeri berkurang atau dan durasi. membantu dalam
terkendali dengan menentukan
kriteria hasil: 2. Monitor TTV. pilihan/keeferktifan
intervensi.
a. Pelaporan nyeri - Perubahan TTV
terkontrol. 3. Buat posisi kepala merupakan indikator
b. Pasien tenang, tidak lebih tinggi (15-45o). nyeri.
gelisah. - Meningkatkan dan
c. Pasien dapat cukup melancarkan aliran
istirahat. balik darah vena dari
kepala sehingga dapat
4. Ajarkan latihan mengurangi edema
teknik relaksasi dan TIK.
seperti latihan napas
- Latihan napas dapat
dalam.
membantu pemasukan
O2 kebih banyak ,
terutama untuk
oksigenasi otot.
5. Kurangi stimulus
yang tidak - Respon yang tidak
menyenangkan dari menyenangkan
luas dan berikan menambah
tindakan yang ketegagngan saraf dan
menyenangkan mamase akan
seperti masase. mengalihkan
rengsang terhadap
nyeri.
6. Setelah dilakukan 1. Periksa kembali - Mengidentifikasi
asuhan keperawatan kemampuan dan kemungkinan
selama 3X24 jam, keadaan secara kerusakan yang terjadi
diharapkan klien fungsional pada secara fungsional dan
mampu melakukan kerusakan yang mempengaruhi pilihan
aktifitas fisik dan terjadi intervensi yang akan
dilakukan
ADL dengan kriteria
hasil: - Seseorang dalam
setiap kategori
a. Klien mampu pulih 2. Kaji tingkat mempunyai resiko
kembali pasca akut kemampuan kecelakaan, namun
dalam mobilitas dengan dengan kategori nilai
mempertahankan skala 0-4 2-4 menpunyai resiko
fungsi gerak. 0: Klien tidak yang terbesar untuk
b. Tidak terjadi bergantung orang terjadinya bahaya.
komplikasi , seperti lain.
dekubitus,
bronkopnemonia 1: Klien butuh
tromboplebitis dan sedikit bantuan.
kontraktur sendi.
c. Mampu 2: Klien butuh
mempertahankan bantuan
keseimbangan sederhana.
fungsi tubuh.
3: Klien butuh
bantuan atau
peralatan yang - Dapat meningkatkan
banyak. sirkulasi seluruh
tubuh dan mencegah
4: Klien butuh sangat adanya tekanan pada
bergantung pada organ yang menonjol.
orang lain.
- Mempertahankan
fungsi sendi dan
mencegah resiko
tromboplebitis.
3. Atur posisi klien dan - Meningkatkan
ubah posisi secara sirkulasi dan
teratur tiap dua jam meningkatkan
sekali bila tidak ada elastisitas kulit dan
kejang atau setelah menurunkan resiko
empat jam pertama. terjadinya ekskariasi
4. Bantu klien kilit
melakukan gerakan - Mempertahankan
sendi secara teratur. mobilisasi dan fungsi
sendi/posisi normal
ekstremitas dan
5. Pertahankan linen
menurunkan
tetap bersih dan
terjadinya vena statis
bebas kerutan
- Meningkatkan
kesembuhan dan
membentuk kekuatan
otot

6. Bantu untuk
melalukan latihan
rentang gerak
aktif/pasif

7. Anjurkan klien untuk


tetap ikut serta dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL
sesuai kemampuan

7 Setelah dilakukan 1. Observasi tanda- - Mengetahui saat


asuhan keperawatan tanda kejang, waktu terjadinya kejang
selama 3X24 jam, untuk antisipasi
diharapkan klien tidak 2. Pertahankan - Menurunkan
mengalami cedera penghalang tempat terjadinya trauma
dengan kriteria hasil: tidur terpasang
3. Jauhkan benda-benda - Menurunkan
yang dapat melukai terjadinya trauma
a. Pernyataan klien
pemahaman faktor 4. Pertahankan agar - Menurunkan
yang trlibat dalam lidah tidak tergigit terjadinya trauma
kemungkinan 5. Berikan obat sesuai - Mengendalikan
cedera. dengan indikasi, kejang
b. Menunjukkan misal antikonvulsan
perilaku , gaya
hidup untuk
menurunkan faktor
resiko dan
melindungi dari
cedera
c. Mengubah
lingkungan sesuai
indikasi untuk
meningkatkatkan
keamanan

8 Setelah dilakukan 1. Pertahankan teknik - Menurunkan resiko


asuhan keperawatan aseptik dan teknik terjadinya infeksi dan
selama 3X24 jam, cuci tangan yang kontaminasi silang
diharapkan klien tidak tepat bagi pasien,
mengalami infeksi pengunjung maupun
dengan kriteria hasil: staf.
2. Pantau suhu secara - Peningkatan suhu
a. Tidak ada tanda- teratur merupakan salah satu
tanda infeksi, rubor, indikator terjadinya
kalor, dolor. infeksi
b. Suhu tubuh 36,5- 3. Ubah posisi klien - Mencegah kerusakan
37,5 oC dengan sering. kulit
c. Mencapai Pertahankan linen
penyembuhan tepat tetap kering dan
waktu bebas dari kerutan.
d. Berpartisipasi 4. Batasi/hindari - Menurunkan resiko
dalam intervensi prosedur invansif kontaminasi
dalam pencegahan 5. Beri antibiotik sesuai - Mengidentifikasi
infeksi indikasi infeksi

9 Setelah dilakukan 1. Inspeksi seluruh area - Kulit biasanya


asuhan keperawatan kulit. Catat adanya cenderung rusak
selama 3X24 jam, kemerahan karena perubahan
diharapkan klien tidak sirkulasi perifer,
mengalami infeksi tekanan
dengan kriteria hasil: 2. Lakukan perubahan - Meningkatkan
posisi sesering sirkulasi pada kulit
a. Mengidentifikasi mungkin dan mengurangi
faktor resiko tekanan pada daerah
individual. tulang yang menonjol
b. Mengungkapkan 3. Pertahankan linen - mengurangi/mencegah
pemahaman tentang tetap kering, bersih adanya iritasi kulit
kebutuhan tindakan dan bebas kerutan
c. Berpartisipasi pada 4. Tinggikan - Meningkatkan arus
tingkat kemampuan ekstremitas bawah balik vena,
untuk mencegah secara periodik mencegah/mengurangi
kerusakan kulit. pembentukan edema
5. Masase penonjolan - Meningkatkan
tulang dengan sirkulasi ke jaringan,
lembut menggunakan meningkatkan tonus
krim/lotion vaskuler dan
mengurangi edema
jaringan
10 Setelah dilakukan 1. Ukur haluaran dan - Penurunan haluaran
asuhan keperawatan BJ urin. Catat urin dan BJ akan
selama 3X24 jam, ketidakseimbangan menyebabkan
diharapkan klien tidak input dan output. hipovolemia.
mengalami infeksi 2. Dorong masukan - Memperbaiki
dengan kriteria hasil: cairan peroral sesuai kebutuhan cairan
toleransi
a. TTV dalam batas 3. Pantau tekanan darah - Pengurangan dalam
normal dan denyut jantung sirkulasi volume
TD 120/80 mmHg, cairan dapat
nadi 60-100x/menit, mengurangi tekanan
suhu 36,5-37,5 oC, darah, mekanisme
RR 16-24x/menit kompensasi awal
takikardi untuk
b. Nadi perifer teraba meningkatkan curah
kuat jantung dan tekanan
c. Haluaran urin darah sistemik
adekuat 4. Palpasi denyut - Denyut yang lemah,
perifer mudah hilang dapat
menyebabkan
hipovolemi
5. Kaji membran - Merupakan indikator
mukosa, turgor kulit, dari kekurangan
dan rasa haus volume cairan dan
sebagai pedoman
untuk penatalaksaan
rehidrasi
6. Berikan tambahan - Memperbaiki
cairan parenteral kebutuhan cairan
sesuai indikasi
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan,
pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas
perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan
menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap
proses keperawatan berikutnya (Wilkinson, 2012).
Komponen tahap implementasi antara lain: 1. Tindakan keperawatan mandiri. 2.
Tindakan keperawatan edukatif 3. Tindakan keperawatan kolaboratif. 4.
Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.
F. Evaluasi Keperawatan
Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan
tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Terdapa dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah
semua aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed. Philadelpia :
F.A. Davis Company.

Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.

Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita


dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.

Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press

Saanin, S dalam Neurosurgeon. mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id

Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC.

Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto

Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC

Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya : Airlangga
Univ. Press.

Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.

Vincent, J. 1996. Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germany

Anda mungkin juga menyukai