DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1:
A. Konsep Medis
1. Definisi Penyakit
Enssefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen karena virus
bakteri, jamur dan parasit. Ensefalitis karena bakteri dan masuk melalui fraktur
tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk
yang kemudian masuk ke susunan syaraf pusat melalui peredaran darah
Ensefalitis adalah peradangan otak yang disebabkan oleh infeksi virus, dan
terkadang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis atau
komplikasi pada penyakit lain, jadi, ensefalitis merupakan inflamasi jaringan otak
yang melibatkan meningen yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme.
2. Klasifikasi
Ensefalitis diklasifikasikan menjadi:
a. Ensefalitis Supurativa
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis, atau dari piema yang berasal dari radang, abses di dalam paru,
bronkiektasis, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang
menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak
terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.
b. Ensefalitis Siphylis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan
tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium
yang terluka, kuman tiba di sistem limfatik, melalui kelenjar limfe kuman
diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa
waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat. Treponema pallidum akan
tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-bagian lain susunan saraf pusat.
c. Ensefalitis Virus
Virus RNA, Virus DNA, Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes
simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-barr Poxvirus : variola, vaksinia.
Retrovirus: AIDS.
d. Ensefalitis karena Parasit
Malaria Serebral, Plasmodium falsifarum, Toxoplasmosis, Toxoplasma gondi,
Amebiasis, Amuba genus Naegleria, Sistiserkosis, Cysticercus
3. Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya
bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab
ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan
T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut
(Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan
reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab
encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena
virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu.
4. Tanda dan Gejala
Penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala
berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun,
sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen dapat
terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan.Adapun tanda dan gejala ensefalitis
sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
b. Kesadaran dengan cepat menurun.
c. Muntah.
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-
kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
Sesudah masa inkubasi yang bervariasi antara 4 dan 14 gejala- gejala pada
ensefalitis yang muncul dibagi ke dalam 4 fase :
1) Sakit prodromal (2-3) hari
2) Dengan gejala nyeri mendadak, anoreksia, mual, nyeri perut, muntah dan
perubahan sensori.
3) Fase akut
Ditujukan dengan demam tinggi, kejang (10-20 % terjadi pada anak),
tremor tidak disadari seperti pada parkinson sedang kekakuan jarang
terjadi.
4) Fase sub akut
Adanya pneumonia ortostatik, infeksi sel kencing atau dekubitus, adanya
defisit fungsi saraf seperti paralisis spastik, lemah, fasikulasi, kelainan
traktusextra piramidalis.
5) Konvalesen
Adanya kelemahan, lesu, inkordinasi, tremor dan neurosis, frekuensi
sekuele dilaporkan berkisar dari 5-7 % dengan adanya pemburukan mental,
ketidakstabilan emosi berat, perubahan kepribadian, kelainan motorik dan
gangguan bicara sekuele paling sering pada anak dibawah 10 tahun dan
pada bayi lebih berat daripada anak yang lebih tua. Inti dari sindrom
ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan
gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis
dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter,
ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
5. Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna,
setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan secara
lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ
tertentu, penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut dan menyebar melalui
saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui
sistem persarafan. Setelah terjadi penyebaran ke otak, timbul manifestasi klinis
ensefalitis, Masa Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan
demam, sakit kepala, sulit mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga
penurunan kesadaran, paralisis, dan afasia.
6. Pathway
Peradangan otak
Kesulitan
Edema serebral Suhu tubuh Kejang, nyeri kepala Sulit makan
mengunyah
Kesadaran
7. Gangguan
mobilitas fisik
Penumpukan sekret
8. Gangguan persepsi
sensori
1. Gangguan bersihan
jalan nafas
9. Koping individu
tidak efektif
10. kecemasan
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lumbal fungsi (pemeriksaan CSS)
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu
membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi
limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih
dalam batas normal, leukosit akan meningkat, serta tekanan intracranial akan
meningkat .
b. Pemeriksaan serologis
Uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi, pada
pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibody tubuh, igM dapat
dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c. Gambaran EEG
Memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat
tanda klinis lokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat
dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis
flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya
menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
d. CT scan/MRI
Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran atau letak ventrikal, hematoma,
daerah cerebral, hemoragic, atau tumor
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis antara lain :
a. Isolasi : isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh
dokter : Ampicillin, Kemicetin bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV),
agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan
dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan.
c. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
d. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak.
e. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
f. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa
giving set untuk menghilangkan edema otak.
g. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
h. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas
kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
i. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
j. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bila diulang dengan dosis yang sama.
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium
drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
k. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur (ensefalitis bisa terjadi pada semua kalangan usia tetapi lebih
sering ditemukan pada anak-anak karena kekebalan tubuh belum terbentuk
sempurna), alamat, tempat tanggal lahir, pendidikan, suku, agama, diagnosa medis,
jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, dan identitas keluarga yang
bertanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama :
Penderita dengan ensefalitis biasanya akan mengeluh mengalami suhu badan
yang meningkat (hiperpireksia), kejang, adanya kaku kuduk, kesadaran
menurun.
2) Riwayat penyakit sekarang :
Pada pengkajian klien dengan ensefalitis Biasanya penderita pada masa
prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas, dan pucat.
Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari
distribusi dan luas lesi pada neuron, gejala tersebut berupa gelisah, irritable,
screaning attack, perubahan prilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-
kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia,
attaksia,dan paralisi saraf otak, sehingga membuat penderita harus ke
pelayanan kesehatan.
3) Riwayat penyakit dahulu :
Biasanya pada penderita ensefalitis penyakit yang pernah di alami yang
memungkinkan ada hubungannya dengan penyakit sekarang yaitu apakah
pasien sebelumnya pernah menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita peyakit herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan
tenggorokan.
4) Riwayat penyakit keluarga :
Apakah pada pasien dengan ensefalitis memiliki riwayat penyakit yang sama
yang diturunkan dari keluarga ataupun keluarga ada yang menderita penyakit
yang disebabkan oleh virus (herpes) dan Bakteri (Staphylococcus aureus
Streptococcus, E. coli, dan lain-lain).
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada penderita ensefalitis Adanya tindakan medis dan perawatan di
rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Dan
tidak begitu memperhatikan kesehatan tetapi klien juga tidak melakukan
kebiasaan yang bertentangan dengan kesehatanya. Jika penderita sakit
biasanya pasien minum obat dan apabila penyakitnya tidak sembuh pasien
pergi ke pelayanan kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya pada penderita ensefalitis nafsu makannya terganggu karena penyakit
yang diderita yang biasanya membuat nafsu makan turun terutama ketika
keluhan yang dirasakan disertai dengan mual muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam lambung..
3) Pola eliminasi
Biasanya pada penderita ensefalitis juga ditemukan gangguan pola eliminasi
terutama ketika syaraf terganggu karena kepala syaraf merupakan bagian
terpenting untuk mengontrol terjadinya proses BAK atau BAB. Selain itu
pasien dengan ensefalitis biasanya mengalami inkontinensia dan/atau retensi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada penderita ensefalitis tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari
diakibatkan karena keluhan-keluhan yang di rasakan seperti sakit kepala
ataupun demam tinggi, sehingga penderita akan lebih banyak beristirahat.
Akibat ensefalitis pasien akan memiliki perasaan tidak enak (malaise). Dan
untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pola istirahat penderita ensefalitis juga dapat terganggu karena
keluhan yang di alami terus menerus kambuh, tergantung kapan waktu keluhan
dirasakan. Terdapat gangguan pola tidur pada pasien ensefalitis karena adanya
rasa sakit pada kepala.
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya penderita akan kesulitan menjalankan peran seperti biasa karena
kondisi yang dialami sehingga hubungan peran bisa terganggu..
7) Pola sensori dan kognitif
Biasanya pada penderita ensefalitis pola persepsi bisa saja terganggu
tergantung dari lokasi syaraf yang bermasalah sehingga penderita bisa
berhalusinasi.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pada penderita ensefalitis sering mengalami tingkat kesadaran
menurun terutama saat keluhan yang dirasakan kambuh.
9) Pola reproduksi dan seksual
Biasanya penderita ensefalitis juga bisa mengalai perubahan seksual terutama
ketika penderita berada dalam perawatan dan harus di rumah sakit.
10) Pola penanggulangan stress
Biasanya pada penderita ensefalitis mangatasi rasa sakit kepala dengan
mengkonsumsi obat sakit kepala dan karena nyeri yang dirasakan biasanya
akan meningkatkan emosi dan rasa khawatir klien.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada penederita ensefalitis menyebabkan nyeri kepala sehingga bisa
membuat rutinitas ibadah penderita terganggu.
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien biasanya ditemukan tingkat kesadaran menurun, terjadinya
perubahan tanda-tanda vital yang bisa menyertai.
1) Pengkajian Saraf Kranial pada Ensefalitis
a) Saraf I. Biasanya pada pasien ensefalitis ditemukan tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II. Biasanya pada penderita ensefalitis Tes ketajaman penglihatan
pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan
terutama pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
c) Saraf III, IV, VI. Biasanya pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
penderita ensefalitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya
tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, pasien ensefalitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap
cahaya
d) Saraf V. Biasanya pada enderita ensefalitis didapatkan paralisis pada otot
sehingga mengganggu proses mengunyah.
e) Saraf VII. Biasanya pada ensefalitis ditemukan persepsi pengecapan dalam
batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis unilateral.
f) Saraf VIII. Biasanya penderita ensefalitis bisa ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X. Biasanya pada penderita ensefalitis kemampuan menelan
kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
h) Saraf XI. Biasanya penderita ensefalitis tidak ditemukan atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
i) Saraf XII. Biasanya pada ensefalitis ditemukan lidah simetris, tidak ada
deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
2) Pemeriksaan fisik secara umum menurut persystem pada ensefalitis
diantaranya :
a) Keadaan umum.
Penderita ensefalitis biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran
dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang
berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
b) Gangguan sistem pernafasan.
Pada penderita ensefalitis biasanya akan ditemukan perubahan-perubahan
akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabkan kompresi pada
batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan
intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan
c) Gangguan sistem kardiovaskuler.
Pada penderita ensefalitis biasanya akan ditemukan adanya kompresi pada
pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini
akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
d) Gangguan sistem gastrointestinal.
Pada penderita ensefalitis baiasanya akan merasa mual dan muntah karena
peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior
dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat
pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme.
3) Pemeriksaan head to toe dengan cara Inspeksi (Melihat), Auskultasi
(Mendengar), Palpasi (Meraba), Perkusi (Mengetuk) mulai dari :
a) Kepala : biasanya bersih, tidak ada benjolan, adanya luka atau
lesi tergantung dari riwayat penyakit pasien, bisa disertai dengan adanya
nyeri tekan pada kepala.
b) Rambut : biasanya berwarna hitam tergantung tingkatan usia
c) Wajah : kebersihan, ada lesi/tidak ada edema/tidak, dan
apakah tidak pucat/sianosis
d) Mata : Konjungtiva pucat/tidak dan sklera ikterus/tidak
adanya kelainan/ tidak ataupun nyeri tekan
e) Mulut dan gigi : Bersih/tidak, warna bibir, ada stomatitis/tidak, gigi
tidak berlubang, gusi tidak berdarah. Biasanya pada herpes terdapat lesi
pada bagian bibir akibat infeksi
f) Leher : ada kelainan atau tidak, adanya nyeri tekan/tidak
g) Thorak : Irama cepat/ tidak, suara jantung normal/tidak, ada
tidak bunyi tambahan nafas. Tidak ada masa/ benjolan, ada nyeri tekan
atau tidak.
h) Abdomen : Ada atau Tidak luka bekas operasi, distensi abdomen
atau tidak, kembung atau tidak, warna, kebersihan.
i) Genetalia : Apakah ada varises, bersih, adanynya nyeri tekan atau
tidak, edema/tidak.
j) Rectum : Bersih/tidak, tidak ada edema, ada atau tidak tanda-
tanda insfeksi).
k) Ekstrimitas : Edema/tidak, adanya varises/tidak, sianosis, CRT
kembali normal/tidak
l) Integumen : biasanya pada penderita ensefalitis kulit akan teraba hangat
akibat peningkatan suhu tubuh yang juga bisa membuat kulit mejadi
kering.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul pada penyakit ensefalitis
diantaranya :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan kesadaran.
b. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d peningkatan tekanan intrakranial
c. Risiko ketidakseimbangan cairan dan hipovolemik
d. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan dalam menelan, keadaan hipermetabolik.
e. Risiko cedera b/d adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat
kesadaran
f. Nyeri akut b/d iritasi lapisan otak
g. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot,
penurunan kesadaran, kerusakan persepsi / kognitif
h. Gangguan persepsi sensori b/d kerusakan penerima rangsang sensori, transmisi
sensori, dan integrasi sensori.
i. Koping tidak efektif b/d kondisi kritis, prognosis penyakit yang tidak jelas,
ketidakmampuan dalam mengambil koping yang efektif
j. Ansietas b/d krisis keluarga, prognosis penyakit.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
4. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun
5. Evaluasi
Hasil akhir setelah proses keperawatan dilaksana
a. Bersihan jalan napas klien kembali efektif dengan frekuensi pernapasan dalam
batas normal (16-20x/menit), irama pernapasan normal, kedalaman
pernapasan normal, klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif, tidak
ada akumulasi sputum
b. Gangguan serebral fungsi jaringan serebral kembali optimal Kesadaran pasien
composmentis, Ttv dalam batas normal, pasien tanpak rileks
c. Defisit ketidaksembangan cairan tidak terjadi dengan frekwensi BAB normal
1x sehari, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit membaik, membrane mukosa lembab, tidak
ada nyeri perut, kekurangan volume cairan dapat di pertahankan dalam batas
normal, klien akan mempertahankan tingkan hidrasi yang adekuat
d. Defisit nutrisi bisa teratasi dengan mendapatkan nutrisi yang adekuat sesuai
dengan kebutuhan, menunjukakan BB tetap, klien menunjukan peningkatan
BB ideal.
e. Resiko cedera tidak terjadi, klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh
kejang dan penurunan kesadaran. Klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan
kejang, menghindari stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk
menurunkan intensitas kejang, Tidak ada cedera fisik, Pasien dalam kondisi
aman, tidak ada memar dan tidak jatuh.
f. Nyeri teratasi, pasien tampak rileks, pasien mampu tidur/istirahat dengan
tenang, pasien tidak gelisah, tidak merintih
g. Pasien mampu mobilitas fisik yaitu meningkatkan mobilitas fisik, klien
mampu melakukan ADL secara mandiri
h. Gangguan persepsi sensori persepsi sensori kembali normal, mampu
mengenali lingkungan sekitar, mengakui adanya dalam kemampuanya
i. Koping individu tidak efektif Koping individu kembali efektif klien
menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah, klien menunjukkan
kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya
j. Ansietas teratasi. pasien tidak cemas lagi, pasien rileks dan tidak bingung
lag, pasien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi. Jogjakarta:Mediction.