Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABSES OTAK

A. PENGERTIAN
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak. Abses ini
dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intracranial atau pembedahan,
penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis
media, dan sepsis gigi), atau melalui penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru-paru,
endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk
meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang mningkat pada pasien yang system imunnya
disupresi baik karena terapi atau penyakit (Brunner & Suddart,edisi 8, vol 3, 2002).
Abses otak adalah proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak
yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungi dan protozoa.

B. ETIOLOGI
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu bakteri, jamur dan parasit.
 Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus
beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh
Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila
infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob,
Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus
sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik
umumnya oleh Streptococcus anaerob.
 Jamur penyebab abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan
spesies Candida dan Aspergillus.
 Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan abses
otak secara hematogen.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
 Penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik( empyema, abses paru,
bronkhiektase,pneumonia)
 Penyakit immunologik (AIDS, pemberian steroid dalam jangka lama)
 Infeksi pada sinus (paranasalis, ethoidalis, sphenoidalis dan maxilaris)
 Infeksi pada telinga tengah dan mastoid.
 Trauma intracranial atau pembedahan (luka tusuk pada otak)
 Penyakit jantung bawaan Tetralogy of Fallot
D. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala Infeksi pada umumnya : Demam, malaise, muntah nyeri kepala
2. Terjadi peningkatan tekanan intracranial : nyeri kepala hebat, muntah-muntah, penglihatan
kabur dan pada pemeriksaan funduskopi tampak adanya papil edema
3. Kejang – kejang
4. Gejala fokal yang terlihat pada abses otak Lobus :
 Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan,
Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejang
 Temporalis tidak mampu menyebut objek; tidak mampu membaca, menulis atau,
mengerti kata-kata; hemianopia.
 Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik, kejang fokal,
hemianopia homonim, disfasia, akalkulia, agrafia. Serebelum sakit kepala
suboksipital, leher kaku, gangguan koordinasi, nistagmus, tremor intensional.

E. PATOFISIOLOGI
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau
melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal
terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur
maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala
dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian
otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit
jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak
jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-
emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat
trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt
kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung
ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2
tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel. Pada
tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit
disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan.
Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi
sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan
yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang
progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel
sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel


nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis.
Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan serebelum,
sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
F. WOC

Faktor predisposisi; invasi bakteri ke otak langsung,


penyebaran infeksi dari daerah lain, penyebaran infeksi
dari organ lain

Infeksi/septikemia jaringan otak Hipertermia

Proses Supurasi dari meningen

Pembentukan Eksudat Peningkatan TIK Penekanan Area fokal


dan transudat

Edema serebral Penekanan area pengatur kesadaran Kejang dan nyeri kepala

Gangguan perfusi Perubahan tingkat kesadaran; letargi; Nyeri


jaringan serebral perubahan perilaku; disorientasi dan fotofobia Resiko tinggi Cidera

Kesadaran  Koma Kematian

Koping keluarga tidak efektif


Kecemasan keluarga

Perubahan Intake nutrisi tidak Pemenuhan nutrisi


pemenuhan nutrisi adekuat kurang dari kebutuhan

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan persepsi sensorik

Penumpukan secret, Bersihan jalan nafas tidak


kemampuan batuk menurun efektif
G. KLASIFIKASI
1. Stadium serebritis dini/ CEREBRITIS EARLY (hari ke 1-3)
2. Stadium serebritis lambat/ CEREBRITIS LATE (hari ke 4-9)
3. Stadium pembentukan kapsul dini/ EARLY CAPSULA FORMATION (hari ke 10-14)
4. Stadium pembentukan kapsul lambat/ LATE CAPSULA FORMATION (setelah hari ke 14)

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemantauan nilai Glasgow Coma Scale/ GCS
2. Foto rontgen untuk mencari kemungkinan fokus infeksi foto tengkorak untuk mencari tanda-
tanda TIK juga mencari sumber infeksi
3. USG
4. Angiografi, menentukan lokalisasi abses
5. EEG. Memperlihat tanda-tanda fokal sloding disekitar abses
6. CT Scan
7. MRI
8. Laboratorium :
Jumlah Leukosit 10.000 – 20.000/cm3 (60-70 %)
LED meningkat ; 45 mm/jam (75-90%)
Pemeriksaan CSS/ Lumbal punksi tidak boleh dilakukan, karena dapat menyebabkan herniasi
otak secara cepat.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
 Menghilangkan proses infeksi, effek massa dan oedema terhadap otak
 Pemberian Antibiotik yang tepat sesuai uji kultur selama 6-8 minggu untuk mengecilkan
abses dan 10 minggu untuk menghilangkan effek massa dari abses otak.
 Pemberian kortikosteroid dapat diberikan untuk merununkan peradangan edema serebri.
 Obat-obatan antikonvulsan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya kejang.
 Tindakan pembedahan (aspirasi maupun eksisi)

J. KOMPLIKASI
1. Robeknya kapsula abses kedalam ventrikel atau ruangan sub arachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang dapat menyebabkan hydrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi tentorial oleh massa abses otak
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata :
 Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl
MRS, askes, jamsostek dst.
2. Riwayat Penyakit :
 Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran dan mengalami kejang
serta muntah.
 Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, penurunan penglihatan,
kelemahan ekstermitas, peninggian tekanan intrakranial serta gejala neurologik fokal .
 Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung
( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
 Riwayat penyakit keluarga : apakah dalam keluarga ada atau tidak yang mempunyai
penyakit infeksi paru – paru, jantung, AIDS
3. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum pasien : apakah ada penurunan tk. Kesadaran secara drastis, TTV; TD, N, RR, S.
(Suhu badan mengalami peningkatan 38-41C)
b) Kepala : bentuk kepala simetis/tidak, ada ketombe/tidak, pertumbuhan rambut, ada lesi/tidak,
ada nyeri tekan/tidak. Apakah pernah mengalami cidera kepala
c) Kulit : Warna kulit, turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan ada/tidak, adanya
lesi/tidak, oedema/tidak.
d) Penglihatan : Bola mata simetris/tidak, gerakan bola mata, reflek pupil thd cahaya ada/tidak,
kornea benik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, sclera ada ikterik/tidak, ketajaman penglihatan
normal/tidak, (pupil terlihat unisokor tanda adanya peningkatan TIK, oedema pupil, terdapat
fotophobia )
e) Penciuman : Bentuk simetris/tidak, fungsi penciuman baik/tidak, peradangan ada/tidak, ada
polip/tidak, pemeriksaan sinus maxilaris kemungkinan ada peradangan.
f) Pendengaran : Bentuk daun telinga (simetris/tidak), letaknya(simetris/tidak), peradangan
(ada/tidak), fungsi pendengaran(baik/tidak), ada serumen/tidak, ada cairan purulent /tidak.
g) Mulut : Bibir (warnanya pucat/cyanosis/merah),kering/tidak,pecah/tidak,
Gigi(bersih/tidak),gusi(ada berdarah/peradangan/tidak),tonsil(radang/tidak),
lidah(tremor/tidak,kotor/tidak),fungsi pengecapan(baik/tidak), mucosa mulut(warnanya),ada
stomatitis/tidak.
h) Leher : Benjolan/massa(ada/tidak),ada kekakuan/tidak,ada nyeri tekan/tidak,pergerakan
leher(ROM):bisa bergerak fleksi/ tidak,rotasi/tidak,lateral fleksi/tidak, hiperekstension/tidak,
tenggorokan: ovula(simetris/tidak),kedudukan trachea(normal/tidak),gangguan
bicara(ada/tidak).
i) Dada : Bentuk(simetris/tidak),bentuk dan pergerakan dinding dada (simetris/tidak), ada
bunyi/irama pernapasan seperti:teratur/tidak,ada cheynes stokes/tidak,ada irama
kussmaul/tidak, stridor/tidak, wheezing ada/tidak, ronchi/tidak, pleural friction-Rub/tidak, ada
nyeri tekan pada daerah dada/tidak, ada/tidak bunyi jantung seperti:
BJ I yaitu bunyi menutupnya katup mitral dan trikuspidalis,
BJ II yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan pulmonalis,Bising jantung/Murmur
j) Abdomen : Bentuk(simetris/tidak),datar/tidak,ada nyeri tekan pada epigastrik/tidak,ada
peningkatan peristaltic usus/tidak,ada nyeri tekan pada daerah suprapubik/tidak,ada
oedem/tidak
k) Genetalia : Ada radang pada genitalia eksterna/tidak,ada lesi/tidak,siklus menstruasi
teratur/tida,ada pengeluaran cairan/tidak.
l) Ekstremitas atas/bawah : Ada pembatasan gerak/tidak,ada odem/tidak,varises ada/tidak,
tromboplebitis ada/tidak,nyeri/kemerahan(ada/tidak),tanda-tanda infeksi(ada/tidak),ada
kelemahan tungkai/tidak. (Terdapat penurunan dalam gerakan motoric, kekuatan otot menurun
tidak ada koordinasi dengan otak, gangguan keseimbangan otot)
4. Pola fungsi kesehatan :
a) Aktivitas/istirahat :
Tanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.
b) Personal Higiene
Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)
c) Nutrisi
Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
d) Eliminasi
Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi
e) Seksualitas
Tanda : terdapat gangguan pemenuhan kebutuhan seksual, penurunan tingkat kesadaran.
f) Psikososial
Observasi terhadap perilaku dan penampilan diri pasien, pantau setiap aktivitas motorik,
hubungan dengan keluarga mengalami penurunan juga hubungan dengan masyarakat.
g) Spiritual
Melaksanakan kegiatan keagamaan secara rutin dan taat.
5. Prosedur diagnostic
 Pemeriksaan laboratorium
 LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis.
 CT Scan
 Angiografi
 MRI

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dibuktikan dengan
batuk tidak efektif, ronchi
3. Nyeri bd. iritasi selaput dan jaringan otak
4. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pola nafas abnormal
5. Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan dengan
kekuatan otot menurun
7. Defisit perawatan diri b.d kelemahan dibuktikan dengan tidak mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri.
8. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
KESIMPULAN

Abses otak adalah proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang
disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungi dan protozoa.
Penyebab dari penyebaran infeksi dapat berupa bakteri, fungi bahkan protozoa dimana kasusnya
jarang terjadi namun angka kematian yang tinggi.

Abses otak timbul akibat dari penyebaran secara langsung dari penyakit infeksi telinga tengah, mastoid,
sinusitis, penyakit infeksi paru, penyakit gangguan imunologi seperti AIDS, penggunaan steroid yang
lama, penyakit pada rongga mulut, penyakit jantung tetralogy of fallot dan juga akibat trauma
intracranial atau pembedahan. Proses pembentukan abses otak memerlukan waktu selama 2 minggu
dan terdiri 4 tahap.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada data yang ditemukan saat pengkajian, yang meliputi gejala
peningkatan TIK, pemeriksaan rontgen, CT Scan, dan laboratorium.

Dalam melakukan pengkajian pada pasien di fokuskan pada masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang diderita.

Dalam merencanakan tindakan keperawatan dilakukan sesuai prosedur keperawatan.

Pengobatan pada umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotic yang tepat sesuai uji kultur dan
tindakan pembedahan (proses aspirasi dan eksisi)

Prognosis pada penyakit ini tergantung dari, cepatnya diagnosis ditegakkan,usia penderita, derajat
perubahan patologis,soliter atau multiple (soliter lebih baik) dan penanganan yang adekuat. Namun
dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis
sehingga prognosis lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adril Arsyad Hakim; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 no.4. Desember 2005;
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15591

http://medicastore.com/penyakit/337/Abses_Otak.html

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta :
Salemba Medika

Judith M. Wilkinson, 2007, Buku saku diagnosis keperawatan, Jakarta: EGC

http://www.scribd.com/mobile/documents/53417817

http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/03/brain-abscess-ira-wahyuni-asrul.html

Kamaluddin, M. Totong, Abses Otak,


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.html

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.


MINGGU 1
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
ABSES OTAK

OLEH :

ATIK KARYONO
201000414901001

CI AKADEMIK CI KLINIK

Ns. Elfira Husna,M,Kep Tirta Sari S.Kp.M.Kep

PROGRAM STUDI NERS INSTITUT KESEHATAN


PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

Anda mungkin juga menyukai