Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medula spenalis. Selaput otak terdiri atas tiga
lapisan dari luar kedalam yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter. Durameter terdiri atass
lapisan yang berfungsi kecuali diladalm tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat
pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falx serebri adalah lapisan vertikal durameter yang
memisahkan kedua humisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang
horizontal dari durameter yang memisahkan lobus oksifitalis dari serebellum. Araknoid
merupakan membran lembut yang bersatu di tempatnya dengan diameter, diantaranya terdapat
ruang subaraknoid dimana terdapat arteri dan vena serebri dan dioenugi oleh cairan
serebrosvinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subaraknoid disebelah belakang
otak belakang, memenuhi celah diantara serebellum dan medulla oblongata. Diameter
merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak
dalam jumlah yang banyak. Secara ringkas pengertia dari meningitis adalah radang pada
meningen atau membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis.penyakit ini
mempunyai insiden tertinggi pada anak dibawah usia 5 tahun,dengan puncak insiden pada anak
usia 3-5 bulan (speer, 2007)

B. Rumusan masalah

1. Apa definisi meningitis ?


2. Etiologi terjadinya meningitis ?
3. Patofisiologi meningitis ?
4. Klasifikasi meningitis ?
5. Maninfestasi meningitis ?
6. Pemeriksaan diagnosa meningitis ?
7. Komplikasi meningitis ?
8. Penatalaksanaan meningitis ?

1
9. Pathway meningitis ?
10. Askep meningitis ?

C. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami pengertian meningitis


2. Mahasiswa mampu memahami etiologi meingitis
3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi meningitis
4. Mahasiswa mampu memahami Klasifikasi meningitis
5. Mahasiswa mampu memahami maninfestasi meningitis
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnosa meningitis
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan meningitis
8. Mahasiswa mampu memahami komplikasi meningitis
9. Mahasiswa mampu membuat & mengaplikasikan askep meningitis

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Defenisi

1.1 Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus

merupakan penyebab utama dari meningitis.

1.2 Meningitis adalah peradangan pada selaputmeningen , cairan serebrospinal dan spinal collum

yang menyebabkan proses infeksi pada system syaraf pusat. ( Suriadi dan RitaYuliani, 2001)

1.3 Meningitis adalah Peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column

yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (yuliani, 2010).

1.4Meningitis adalah peradangan pada susunan saraf, radang umum pada araknoid dan piameter,

disebabkan oleh bakteri, virus, rikersia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis

(arif mansjoer, 2000).

3
1.5Mmeningitis adalah peradangan selaput, semsum tulang belakang, atau keduanya penyebabnya

adalah bakteri atau virus, miningitis sering didahului oleh infeksi pernafasan, tenggorok atau

tanda dan gejala flulike. Sejumlah kuman neisseria meningitidis merupakan penyebab meningitis

yang sering. Penyakit ini mempunyai insiden tertingi pada anak dibawah usia 5 th, dengan

puncak insidensi pada anak usia 3-5 bulan. Bentuk meningitis yang berat, yaitu

meningokoksemia yang memiliki serangan cepat dan dapat menyebabkan kematian. Tanda dan

gejala meliputi demam tinggi, letargi, menggigil, dan timbul ruam pada kulit (kathleen, 2008)

2. Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme,

2.1 Bakteri : Haemophilus Influensa ( tipe B), Streptococcus pneumonie, Neiserria Meningitis, β -

Haemolitic streptococcus, Staphilacoccus aureu, E. colli.

2.2 Faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang

belakang, jenis kelamin lki-laki lebih sering dibandingkan dengan perempuan.

2.3 Factor Maternal : Ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terahir kehamilan.

2.4 Fakter Imunologi : Defisiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobulin, anak yang

mendapatkan imunusupresi.

2.5 Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan

system persarafan.

Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu banyak disebabkan oleh virus dan bakteri, maka

meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.

Meningitis Bakteri

4
Pada meningitis bakteri ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam

cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebruspinal.

Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,

Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli,

Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan

berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan

eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan

terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi

tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan

menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

Meningitis Virus

disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang

disebabkan oleh virus, seperti; mump, meales, gondok, herpez simplek dan herpez zoster.

Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan

tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks

cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi

tergantung pada jenis sel yang terlibat.

3. Patofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak

dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam

sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi

arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.

5
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak

melaui aliran darah merah pada blood brain barrier, masuknya dapat melalui trauma penetrasi,

prosedur pembedahan atau pecahnya abses serebral atau kelainan system saraf pusat. Otorrea

atau rhinhorea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi

hubungan antar CSF dan dunia luar.

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan serebrospinal yang dapat

menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hedrosefalus dan peningkatan intra cranial. Efek

patologi dari peradangan tersebut adalah Hiperemi pada meningen.

Masuknya mikro organisme ke susunan saraf pusat melelui ruang sub arachnoid dan

menimbulkan respon peradangan pada arachnoid, CSF dan ventrikel.

4. Klasifikasi Meningitis
dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a) Meningitis serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak
yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b) Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa

5. Manifestasi Klinik

Tergantung pada luasnya penyebaran dan umur anak

Dipengaruhi oleh type dari organisme keefektifan dari terapi

6
5.1 Bayi

 Sukar untuk diketahui  manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik

 ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:

 Menolak untuk makan

 Kemampuan menelan buruk

 Muntah dan kadang-kadang ada diare

 Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah

 Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang, RR yang tidak

teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.

 Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak

 Leher fleksibel

Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak diobati/ditangani

5.2 Bayi dan anak

 Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun

 Adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, iritabel, mudah lelah dan kejang-kejang,

dan menangis dg merintih.

 Frontanel menonjol

 Nuchal Rigidity  tanda-tanda kaku kuduk,brudzinki dan kernig dapat terjadi namun

lambat

7
5.3 Anak-anak dan remaja

 Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-kejang

 Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium, halusinasi,

tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma

 Gejala pada respiratory atau gastrointestinal

 Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan

 Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)

 Tanda kernig dan brudzinki (+)

 Kulit dingin dan sianosis

 Peteki/adannya purpura pada kulit  infeksi meningococcus (meningo cocsemia)

 Keluarnya cairan dari telinga  meningitis peneumococal

 Congenital dermal sinus  infeksi E. Colli

6. Pemeriksaan Diagnosis

6.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal

punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa

cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.

Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas

nilai normal.

8
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya

ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.

Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar

glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa

cairan otaknya menurun dari nilai normal.

6.2 Pemeriksaan Radiografi

CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf

lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

6.3 Kultur darah

6.4 Kultur swab hidung dan tenggorokan

7. Komplikasi

7.1 Dapat dikurangi dikurangi dengan diagnosis yang awal dan pemberian terapi antimikrobial

dengan cepat.

8.2 Bila infeksi meluas ke ventrikel, pus yang banyak (kental), adanya penekatan pada bagian yang

sempit  obstruksi cairan cerebrospinal  hydrocephalus obstruktif

7.3 Perubahan yang dekstruktif ada pada kortex serebral dan adanya abses otak  infeksi langsung.

Atau melalui penyebaran pembuluh darah.

7.4 Ketulian, kebutaan, kelemahan/paralysis dari otot-otot wajah atau otot-otot yang lain pada kepala

dan leher  penyebaran infeksi pada daerah syaraf cranial

7.5 Kompl;ikasi yang serius biasanya diakibatkan oleh infeksi : meningococcal sepsis atau

meningococcemia

7.5 Syndrom water haouse-Friderichsen ( Overwhelming septic shock, DIC, Perdarahan, Purpura)

9
7.7 SIADH, subdural effusion, kejang-kejang, edema serebral, herniasi dan hydrocephalus.

7.8 Komplikasi post meningitis pada neonatus:

 Ventriculitis (yang menghasilkan kista, daerah yang dibatasi oleh akumulasi cairan dan tekanan

pada otak)

 Gangguan yang menetap dan penglihatan, pendengaran dan kelemahan nervus yang lain

 Cerebral palsy, cacat mental, gangguan belajar, penurunan perhatian, gangguan hiperaktivitas dan

adanya kejang.

8. Penatalaksaan

8.1 Penatalaksanaan terapeutik

 Isolation precautions

 Pemberian terapi antimikroba

 Mempertahankan hidrasi yang optimum

 Mempertahankan ventilasi

 Mengurangi peningkatan TIK

 penatalaksaan dari shock bakterial

 Mengontrol kejang dengan pemberian anti epilepsi

 Mengontrol temperatur pada ekstrimitas

 Memperbaiki anemia

 Perawatan dari komplikasi

8.2 Pengobatan

Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai.

10
Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :

Antibiotik Organisme

Penicilin G Pneumoccocci Terapi TBC Micobacterium Tuber culosis

Meningoccocci  Streptomicyn

Streptoccocci  INH

 PAS

Gentamicyn Klebsiella

Pseudomonas

Proleus

Bakteri

Chlorampeniko Haemofilus

Ampisillin, Influenza

sefotaksim S. Pneumonia

N. meningitis Virus

Sefotaksim, Gram negatif

amikasin

11
9. Pathway

12
BAB III

Askep meningitis

1. Prognosa

Usia anak, kecepatan diagnosa setelah timbulnya gejala dan terapi yang adekwat penting

dalam prognosa meningitis bakteri. Mortalitas miningitis neonatus kira-kira 50 % meskipun

gejala yang timbul terlambat, sedangkan meningitis streptokokus β hemolitikus menimbulkan 15

– 20 % kasus fatal. Bila penyebabnya hemofilus influensya dan miningitis meningokokus, angka

mortalitas 5 – 10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anak-anak kira-kira 20

%.

Gejala sisa miningitis bacteri paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 tahun pertama

dan sangat sedikit pada anak-anak dengan miningitis meningokokus. Gejala sisa pada bayi

terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan efek-efek yang lebih besar berupa

cerebritis pada otak yang belum matang. Pada anak-anak yang lebih besar gajala sisa

dihubungkan dengan proses peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis (radang pembuluh

darah) yang menyertai penyakit ini. Evaluasi saraf N VIII penting atau sekurang-

kurangnya follow up 6 bulan untuk mengkaji kemungkinan hilangnya pendengaran.

2. Pengkajian

1.1 Biodata

Insiden tertinggi pada anak usia 2 bulan sampai 2 tahun ( Nelson:1993:33)

13
Laki-laki lebih banyak dari perempuaan

1.2 Keluhan Utama

kejang dan sakit kepala

1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

a. pada neonatus : kaji adnya perilaku menolak untuk makan, reflek mengisap kurang, muntah atau

diare, tonus otot kurang, kurang tegak, dan menangis.

b. pada bayi dan anak-anak ( usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan,

muntah, mudah terstimulasi, kejang menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku

kuduk dan tanda kernig dan budzinsky positif.

c. pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi sakit kepala, muntah yang di ikuti dengan

perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, foto fobia, delirium, halusinasi,

perilaku agresif, penurunsn kesadaran, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinsky, reflek

fisiologis hiperaktif, pruritus.

d. Gejala tekanan intra kranial: anak sering muntah, nyeri kapala (pada orang dewasa), pada

neonatus kesadaran menurun dari apatis sampai koma, kejang

1.4 Riwayat Penyakit Dahulu

a. Antenatal: adanya defisiensi konginental 3 kelas imunoglobin utama yaitu fungsi limfosit T,

Kelainan gabungan dari sel T dan B (Nelson:1993:34)

b. Natal: -

c. Post natal : anak yang mempunyai antibodi terhadap polibosefosfat mempunyai kekebalan

terhadap infeksi H, influensa yang biasanya terbentuk pada anak berusia dibawah 1 tahun

(Nelson:1993:35)

1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

14
Dalam keluarga ada yang menderita penyakit tuberkulosis paru pada meningen tuberkulosis

1.6 ADL

Nutrisi : menurunnya nafsu makan, mual, muntah dan klien mengalami kesukaran/tidak dapat menelan,

dampak dari penurunan kesadaran

Aktivitas : mengalami kelumpuhan dan kelemahan yang mengakibatkan gerak serta ketergantungan dalam

memenuhi kebutuhan

Istirahat : terdapat gangguan akibat nyeri kepala yang dialami.

Eleminasi : terjadi obstipasi

Personal hygiene : tergantung perawatan diri sehubungan dengan penurunan kesadaran dan kelumpuhan.

1.7. Pemeriksaan

A. pemeriksaan umum

Suhu : lebih dari 38 ° C

Nadi : tachicardi, tetapi jika terjadi peningkatan intrakranial nadi menjadi cepat .

Pernapasan : lebih dari 24 x/ menit

B. pemeriksaan fisik

Kepala dan leher : ubun-ubun besar dan menonjol, strabismus dan stignasmus, pada wajah

terdapat ptichiae, lesi purpura, bibir kering, sianosis dan pada leher terjadi kaku kuduk.

Thorak/ dada : bentuk simetris, pernapasan tachipnue, bila koma pernapasan chyne stroke,

adanya tarikan otot-otot pernapasan, jantung S1-S2

Abdomen : turgor kulit menurun, peristaltik usus menurun

kstremitas : pada kulit petiachae, lesi purpura

netalia : inkontensia urie pada stadium lanjut

15
C. pemeriksaan penunjang

a. Fungsi Lumbal

b. kultur darah

c. CT scan

d. Kultur swab hidung dan tenggorokan

3. Diagnosa Keperawatan

1. perubahan perfusi serebral berhubungan dengan proses inflamasi.

2. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra kranial

3. tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernafasan,

ketidak mampuan untuk batuk, dan penurunan kesadaran.

4. tidak efektif pola nafas berhubungan dengan menurunnya kemampuan untuk bernafas.

5. resiko injury berhubungan dengan disorentasi, kejang, gelisah.

6. perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesdaran.

7. kurang volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan cairan

abnormal.

8. kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adequatnya sekresi hormon anti

deuretik.

9. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anaoreksia, mual muntah

dan lemah.

10. kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancaam.

16
4. Intervensi

1. anak akan mempertahankan perfusi serebral yang adequat.

2. 3 dan 4 anak akan menunjukkan status pernafasan adequat yang di tandai dengan jalan

nafas laten dan bersih, pola nafas efektif dan pernafasan normal.

3. anak-anak akan mengalami injury.

4. anak akan mempertahankan kontak dengan lingkungan sekitar.

5. anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membran

mukusa lembab dan tugor kulit elastis.

6. anak akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adequat.

7. anak akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adequat.

8. orang tua akan mengekspresikan ketakutan / kecemasan, dan mengidentifikasi situasi

yang mengancam, dan mengatasi kecemasan.

5. Implementasi

1. mempertahankan perfusi serebral yang adequat

 pastikan anak tidak akan mengalami injury

 mengobsevasi dan mencatat tingkat kesadaran ( kewaspadaan, orentasi, mudah terstimulasi,

letargi,respon yang tidak cepat).

17
 Menilai status neurologi setiap 1-2 jam ( gerakan simetris, reflek-reflek infratil, respon pupil,

kemampuan mengikuti perintah, ketajaman penglihatan, reflek tendon dalam, kejang, respon

verbal.

 Memonitor adanya tekanan intrakranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel menonjol,

meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernafasan tidak teratur, menangis merintih,

gelisah, bingung, kejang)

 Catat setiap kejang yang terjadi, anggota tubuh yang kena, lamanya kejang dan aura

 Meninggikan bagian kepala tempat tidur 30 derajat

 Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return

 Memberikan antibiotik sesuai order, mempertahankan lingkungan yang tenang, menghindari

rangsang yang berlebih

 Mengajarkan kepada anak untuk menghindari valsava monuver ( mengedan, batuk, bersin) dan

jika merubah posisi anak lakukan secara bertahan

 Melakukan latihan pasif/ aktif (ROM)

 Memonitor tanda-tanda septik syok ( hipotensi, meningkatnya temperatur, meningkatnya

pernafasan, kebigungan, disorentasi, vasokontriksi perifer)

 Memonitor hasil analisa gas darah

 Memberikan terapi untuk mengurangi odem sesuai order

 Memberikan oksigen sesuai order

2. 3 dan 4 mempertahankan oksigenasi yang adequat

 auskultasisuara pernafasan setiap 4 jam laporkan adanya bunyi tambahan

18
 memonitor frekwensi pernafasan, pola, inspirasi dan ekspirasi, obsevasi kulit, kuku, membran

mukosa terhadap adanya sianosis

 memonitor analisa gas darah terhadap adanya hipoxia

 melakukan rontgen dada untuk mengetahui infiltrat

 ganti posisi tiap 2 jam, anjurkan anak untuk melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi

 mempertahankan kelatenan jalan nafas; melakukan pengisapan lendir, mengatur posisi tidur

dengan kpala ekstensi

 menilai adanya hilangnya reflek muntah

 memberi oksigen sesuai order dan memonitor ke efektifannya pemberian oksigen tersebut

 obsevasi meningkatnya kebingungan, mudah terstimulasi, gelisah, laporkan setiapperubahan

kepada dokter

5. mencegah injury

 kaji tanda-tanda komplikasi

 kaji status neurologis secara ketat

 kaji status pernapasan

 hindari peningkatan intra kranial, yang dapat menimbulkan valsava monuver, batuk mengejan,

bersin, rangsang dari prosedur ; menghisapan lendir

6. mempertahankan fungsi sensori

 bertingkah laku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas untuk meningkatkan pemahaman anak

 mengajak anak bicara ketika melakukan tindakan, menggunakan sentuhan terapeutik

 mengorentasi secara verbal kepada orang tempat, waktu, situasi; menyediakan mainan, barang

yang disukai, radio, televisi

19
7. dan 8 mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adequat

 mengukur tanda-tanda vital paling sedikit 4 jam

 memonitor hasil laboratorium

 mrengobservasi tanda-tanda dehidrasi

 mengobservasi adanya tanda-tanda retensi cairan dan cairan hipotonik yang menunjukkan SIADH

( menurunnya output urine, meningkatnya Bj urine, menurunnya konsentrasi sodium, anoreksia,

mual)

 menimbang berat badan tiap hari dengan skala yang sama dan waktu yang sama

 memastikan jumlah cairan yang masuk tidak berlebih

9. mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adequat

 ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki

kualitas gizi anak saat selera makan anak meningkat

 berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi

 menganjurkan orang tua untuk memberikan makanan kecil tapi sering

 menganjurkan anak untuk makan secara perlahan, dan menhindari posisi berbaring satu jam

setelah makan

 menimbang berat badan tiap hari dengan skala yang sama dan waktu yang sama

 mempertahankan kebersihan mulut anak

 menjelaskan pentingnya intake nutrisi adequat untuk penyembuhan penyakit

 membatasi intake cairan selama makan, yaitu menhindari minum setelah satu jam sebelum dan

sesudah makan untuk mengurangi distensi lambung

20
10. orang tua akan mengekspresikan ketakutan / kecemasan

 mengkaji perasaan dan persepsi orang tua terhadap situasi atau masalah yang dihadapi

 menfasilitasi orang tua untukmengekspresikan kecemasan dan tentukan hal yang paling membuat

keluarga / anak merasa terancam

 mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi yang sederhana

 membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan adaptasi terhadap krisis

yang diderita anak

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Meningitis adalah Peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column
yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (suriadi, rita yuliani, 2010).

Meningitis adalah peradangan pada susunan saraf, radang umum pada araknoid dan piameter,
disebabkan oleh bakteri, virus, rikersia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis
(arif mansjoer, 2000).

Penyakit meningitis mempunyai insiden tertinggi pada anak dibawah usia 5 tahun,dengan puncak
insiden pada anak usia 3-5 bulan (speer,2007)

B. Saran

21
Dalam pembuatan makalah ini agar lebih diperdalam, dengan tambahan beberapa sumber buku
lagi, untuk menambah dan melengkapi makalah ini

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Suriadi & Yuliani, Rita. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. (Edisi pertama).

KDT. jakarta

2. Kapita Selekta Kedokteran FKUI, (1999) Media Aesculapius, Jakarta

3. Brunner / Suddarth,( 2000). Buku saku keperawatan medikal bedah,EGC, Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai