Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

OLEH :

YERI DWI ASTUTI

1490123150

PROGAM PROFESI NERS

INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang menakutkan karena
menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama di negara berkembang
sehingga diperlukan pengenalan dan penanganan medis yang serius untuk mencegah
kematian (Addo, 2018). Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang terjadi
pada lapisan yang membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum
tulang belakang yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan jamur.
Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang parah dan berakibat fatal
pada 50% kasus jika tidak diobati (Speets et al., 2018). Meningitis meningokokus, yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis (atau N. meningitidis), memiliki potensi
untuk menyebabkan epidemi yang besar. Dua belas jenis dari bakteri tersebut, yang
disebut serogroup, telah diidentifikasi, dan enam diantaranya (jenis A, B, C, W, X dan
Y) dapat menyebabkan epidemi (WHO, 2018). Gejala yang paling umum pada pasien
dengan meningitis adalah leher kaku, demam tinggi, sensitif terhadap cahaya,
kebingungan, sakit kepala, mengantuk, kejang, mual, dan muntah. Selain itu pada bayi,
fontanelle menonjol dan penampilan ragdoll juga sering ditemukan (Piotto, 2019).

B. Pengertian
Meningitis adalah peradangan pada jaringan di sekitar otak dan sumsum tulang
belakang. Biasanya disebabkan oleh infeksi. Ini bisa berakibat fatal dan memerlukan
perawatan medis segera. Meningitis dapat disebabkan oleh beberapa spesies bakteri,
virus, jamur dan parasit. Kebanyakan infeksi dapat ditularkan dari orang ke orang
(WHO, 2023)
Meningitis adalah suatu penyakit yang terjadi karena peradangan atau infeksi
pada sistem selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis atau
radang selaput otak dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur atau parasite
(KEMENKES, 2022)
C. Anatomi Fisiologi

Menurut Susanta (2019), Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti dengan
meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :

1. Lapisan Luar (Durameter)

Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,


sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) yang meliputi permukaan
tengkorak untuk membentuk falkas serebrum, tentorium serebelum dan diafragma
sella.

2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)

Lapisan tengah ini disebut juga selaput otak. Lapisan tengah merupakan selaput
halus yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau
balon yang berisi cairan otak dengan meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan
diantara duramater dan arachnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih yang menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi
oleh cairan serebrospinal.

3. Lapisan Dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat
erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid
dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.
Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
D. Etiologi
Penyebab terjadinya meningitis menurut KEMENKES (2022) antara lain :
1. Meningitis virus adalah jenis meningitis yang paling umum, virus dalam
kelompok enterovirus ini lebih sering terjadi selama musim panas dan musim
gugur.
2. Meningitis bakteri, Jenis bakteri yang paling umum menyebabkan meningitis
bakteri adalah Streptococcus pneumoniae yang biasanya ditemukan di saluran
pernafasan, sinus, rongga hidung dan dapat menyebabkan apa yang disebut
“Meningitis pneumokokus” Neisseria meningitis yang menyebar melalui air liur
dan cairan pernafasan lainnya.
3. Meningitis parasit lebih jarang terjadi, dan disebabkan oleh parasit yang dapat
ditemukan di tanah, feses dan pada beberapa hewan dan makanan.
4. Meningitis jamur, penyakit ini cukup langka dan berkembang saat jamur
memasuki aliran darah, siapa saja beresiko terserang meningitis jamur apalagi
dengan daya imun yang rendah, penyakit ini bisa timbul karena adanya spora
jamur dari tanah dan kotoran burung yang terhirup oleh tubuh.
E. Patofisiologi
Mulanya, mikroorganisme masuk melalui inhalasi dan menetap di alveolus
paru. Selanjutnya, hal ini memicu respon imun tubuh dan sel natural killer serta
antibody berusaha untuk memberantas jamur tersebut. Ketika imunitas lemah, maka
jamur ini masuk ke pembuluh darah hingga ke sistem saraf pusat melalui barrier
darah-otak (Islam & Ashraf, 2018). Selanjutnya, mikroorganisme tersebut mengitari
seluruh sistem saraf pusat melalui ruang subarachnoid dan menyebabkan respon
inflamasi pada lapisan piamater, arachnoid, cairan serebrospinal dan ventrikel. Ketika
mikroorganisme
masuk ke cairan serebrospinal dan memperbanyak diri, maka sel darah putih akan
meningkat di cairan serebrospinal yang selanjutnya menarik cairanlebih banyak dan
meningkatkan kadar protein di cairan serebrospinal. Selanjutnya, eksudat yang
terbentuk dari hasil inflamasi menyebar ke saraf kranial dan spinal yang
menyebabkan kerusakan neurologis lebih lanjut dan menyebabkan edema serebral.
Peningkatan tekanan intrakranial terjadi karena adanya sumbatan aliran cairan
serebrospinal, perubahan aliran darah otak, atau pembentukan thrombus (Islam &
Ashraf, 2018).
Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien meningitis, yaitu :
1. Lumbal Pungsi : dilakukan dengan memeriksa cairan serebrospinal. Penderita
meningitis umumnya memiliki kadar gula rendah, serta jumlah sel darah putih
dan protein yang meningkat dalam cairan serebrospinalnya.
2. CT scan atau MRI dilakukan untuk mendeteksi pembengkakan atau peradangan
di sekitar kepala.
3. Tes darah bertujuan untuk melihat tanda infeksi berupa peningkatan kadar sel
darah putih. Tes darah juga dapat mengetahui jenis kuman yang menyebabkan
meningitis.
G. Penatalaksanaan
1. Pasien di isolasi
2. Pasien di istirahatkan/bedrest
3. Kontrol hipertermi dengan kompres, pemberian antipiretik seperti ; parasetamol,
asam salisilat
4. Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital
5. Kontrol peningkatan tekanan intracranial : Manitol, kortikosteroid
6. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
7. Pengobatan suportif : cairan intravena & pemberian O2 konsitrasi O2 berkisar
antara 30 –50%
H. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
a. Data Biografi meliputi: identitas pasien meliputi: Nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku atau bangsa, satatus perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan catatan kedatangan.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama : Pasien akan mengalami demam tinggi,mengeluh sakit kepala,
penurunan kesadaran (Tiara, 2022).
 Riwayat kesehatan sekarang: Pasien akan mengeluh gejala awal berupa sakit
kepala, demam, dan keluhan kejang perlu mendapatkan perhatian untuk lebih
dilakukan pengkajian lebih mendalam. Mengalami penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran, tidak responsive dan koma (Tiara, 2022).
 Riwayat penyakit dahulu: Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit
seperti ini atau sudah pernah sebelumnya
 Riwayat kesehatan keluarga: Apakah ada riwayat penyakit yang turun temurun
atau penyakit tidak menular
c. Genogram
Genegram dibuat 3 generasi
d. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spritual
Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spritual meliputi: bernafas, makan, minum,
eliminasi, gerak dan aktifitas, istirahat tidur, kebersihan diri, pengaturan suhu, rasa
aman dan nyaman, sosialisasi dan komunikasi, presatasi, dan produktivitas,
pengetahuan, rekreasi, dan ibadah.
e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum :
Keadaan umum pasien sewaktu di lakukan pengkajian, biasanya pasien lemah,
kesadaran menurun, sering ditemukan yaitu di mulai dari apatis, sammolen,
sopor, sampai koma, dinilai dengan GCS.
2. Tanda- tanda vital: biasanya untuk pasien meningitis itu mengalami perubahan
tekanan darah, penigkatan suhu tubuh, respirasinya menigkat dan nadinya
menurun.
3. Head to toe
1. Pemeriksaan kepala:
Pada kepala yang dapat kita lihat adalah bentuk kepala, kesimetrisan,
penyebaran rambut, adakah lesi, warna, keadaan rambut.
2. Pemeriksaan wajah
Inspeksi: adakah sianosis, bentuk, dan struktur wajah
3. Pemeriksaan mata
Pada pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil mungkin akan ditemukan, dengan alasan yang tidak
diketahui, pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive
yang berlebihhan terhadap cahaya (Tiara, 2022)
4. Pemeriksaan hidung
Biasanya pada pasien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman,
terdapat pernafasan cuping hidung, ada massa atau tidak
5. Pemeriksaan telinga
Inspeksi: keadaan telinga apakah ada serumen, adakah lesi inspeksi yang akut,
atau kronis
6. Pemeriksaan leher
Inspeksi: adakah kelainan pada kulit leher
Palpasi: palpasi trache, posisi trachea, adakah pembesaran kelenjar tiroid,
adakah pemendungan vena jugularis, Didapatkan tanda rangsang meningeal
berupa kaku kuduk (+).
7. Pemeriksaan integument
Bagaimanakah keadaan tugor kulit, adakah lesi, kelainan pada kulit, tekstur,
warna kulit.
8. Pemeriksaan thorax dan jantung :
a. Paru
I Biasanya pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan
pola nafas
Pa Biasanya pada pasien dengan meningitis fremitus kiri dan
kanan sama
pe Biasanya pada pasien meningitis tidak kelainan
A Biasanya pada pasien dengan meningitis bunyi tambahan
seperti rochi pada pasien dengan meningtis tuberkulosa
b. Jantung
I Biasanya pada pasien dengan meningitis ictus tidak teraba
Pa Biasanya pada pasien dengan meningitis ictus teraba 1 jari
medial midklavikula sinistra RIC IV
pe Biasanya bunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung
II RIC 4-5 midklavikula
A Biasanya jantung murni,tidak ada mur-mur
9. Pemeriksaan abdomen:
I Perut buncit atau tidak, adanya pendarahan atau tidak
Pa Apakah ada massa atau tidak
pe Apakah terdapat suara timpani didaerah perut atau tidak
A Ada bising usus/tidak
10.Ekstermitas
Biasanya pada pasien dengan meningitis adanya bengkak dan nyeri pada
sendi-sendi (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Gerakan lemah,
perhatikan adanya kelumpuhan pada saraf dan keadaan jari-jari tangan dan
kaki.
4. Pemeriksaan saraf karnial
Berikut ialah pemeriksaan saraf kranial;
a. Saraf I ( Olfaktoris )
Biasannya pada pasien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.
b. Saraf II ( Optik )
Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papila
edema mungkin didapatkan terutama pada menigitis suparatif disertai abses
serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
berlangsung lama.

c. Saraf III, IV dan VI ( Okulomotor, Troklearis, Abdusen )

Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.Pada tahap lanjut
meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui,
pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihhan terhadap cahaya.

d. Saraf V ( Trigeminus )
Pada pasien meningitis pada umumnya tidak didapatkan paralisisi pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.

e. Saraf VII ( Fasialis )

Persepsi pengecapan dalam batas normal,wajah simetris

f. Saraf VIII ( Vestibulokoklearis )

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

g. Saraf IX dan X ( Glosofaringeus, Vagus )

Kemungkinan menelan baik

h. Saraf XI ( Aksesorius )

Tidak ada atrofi otot trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.

i. Saraf XII ( Hipoglossus )

Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi
serta indra pengecap normal.
b) Analisa Data
NO Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Data Subjektif : Metabolisme bakteri Risiko perfusi serebral
- tidak efektif
Data Objektif : ↑ vaskolitis darah
- Penurunan kesadaran
- Suhu tubuh
meningkat Penurunan perfusi jaringan
- TD tidak normal serebral

Risiko perfusi serebral tidak


efektif
2. Data Subjektif : Metabolisme bakteri Bersihan jalan nafas
- Dispnea tidak efektif
- Sulit bicara ↑ vaskolitis darah
Data Objektif :
- Sputum berlebih Kebocoran cairan intravaskuler
- Pola nafas berubah
- Gelisah ↑ volume cairan diinterstitial &
- Frekuensi edema serebral
nafas berubah
Postulat kelien monroe
Mesenpalon

Sel neuron pada RAS tidak


dapat melepaskan ketokolamin

Penurunan reflek batuk

Penumpukan secret pada saluran


nafas

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

3. Data Subjektif : Metabolisme bakteri Pola nafas tidak


- Mengeluh sesak efektif
Data Objektif : ↑ vaskolitis darah
- Penggunaan otot
bantu pernafasan Kebocoran cairan intravaskuler
- Fase
ekspirasi ↑ volume cairan diinterstitial &
memanjang edema serebral
- Pola nafas abnormal
Postulat kelien monroe
Mesenpalon

Sel neuron pada RAS tidak


dapat melepaskan ketokolamin

Pola nafas tidak efektif


4. Data Subjektif : Reaksi imflamasi Nyeri akut
- Mengeluh nyeri Vasodilatasi pembuluh
Data Objektif :
darah
- Tampak meringis
- Bersikap protektif ↑ permeabilitas kapiler
(mis. waspada, posisi
menghindari nyeri) Sel darah merah ke intestinal
- Gelisah
- Frekuensi Menekan syaraf
nadi
meningkat Nyeri akut
- Sulit tidur
5. Data Subjektif : Metabolisme bakteri Hipertermia
- Mengeluh
peningkatan suhu ↑ vaskolitis darah
tubuh
Data Objektif : Kebocoran cairan intravaskuler
- Suhu tubuh diatas
normal ↑ volume cairan diinterstitial &
- Kulit merah edema serebral

Postulat kelien Monroe

Desensepalon

Penekanan pada hipotalamus

↑ rangsangan pada hipofise


posterior

Hipertermia
6. Data Subjektif : Metabolisme bakteri Deficit
- Nafsu nutrisi
makan ↑ vaskolitis darah
menurun
- Nyeri abdomen Kebocoran cairan intravaskuler
Data Objektif :
- Bising usus hiperaktif ↑ volume cairan diinterstitial
- BB menurun
- Membrane mukosa Ketidakseimbangan ion
pucat
Hiperaktifitas neuron

Kejang

↑ muatan listrik pada sel – sel


saraf motoric

Aliran darah ke otak ↑

Peningkatan TIK

Merangsang saraf simpatis


Penurunan intake makanan

Deficit nutrisi
c) Diagnose Keperawatan
1. Risiko perfusi cerebral tidak efektif (D.0017)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
3. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
4. Nyeri akut (D.0077)
5. Hipertermia (D.0130)
6. Deficit nutrisi (D.0019)
d.) Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil
1. Risiko perfusi Tupan : Pencegahan Syok (I. 02068) Pencegahan Syok (I. 02068)
cerebral tidak Setelah di lakukan Observasi Observasi
efektif (D.0017) tindakan keperawatan, 1. Pantau status kardiopulmonal (frekuensi 1. Untuk mengetahui tanda-tanda syok
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, 2. Untuk penurunan atau pemenuhan
selama 3 x 24 jam di
MAP) oksigenasi
harapkan perfusi cerebral 2. Pantau status oksigenasi (oksimetri nadi, 3. Untuk mengetahui volume input
mengalami peningkatan. AGD) output
Tupen : 3. Pantau status cairan (masukan dan 4. Agar mengetahui kesadaran pasien
Setelah di lakukan haluaran, turgor kulit, CRT) Teraputik
tindakan keperawatan, 4. Memantau tingkat kesadaran dan respon 1. Untuk pemenuhan cairan
selama 1 x 24 jam di pasien 2. Untuk pemenuhan eliminasi urin
Teraputik Kolaborasi
harapkan perfusi serebral
1. Pasang jalur IV, jika perlu 1. Untuk mengatasi infeksi
meningkat Dengan 2. Pasang kateter urin untuk menilai produksi
kriteria hasil : (L.02014) urin, jika perlu
1. Tingkat kesadaran Kolaborasi
meningkat 1) Kolaborasi memberikan
2. Tekanan intrakranial antiinflamasi, jika perlu
menurun
3. Sakit kepala menurun
4. Demam menurun
5. Tekanan darah
sistolik
6. membaik
7. Tekanan darah normal
8. diastolik membaik
9. Refleks saraf
membaik.
2. Bersihan jalan Tupan Latihan batuk efektif (I.01006) Latihan batuk efektif (I.01006)
nafas tidak Jalan Napas Setelah Observasi Observasi
efektif (D.0001) dilakukan intervensi 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Untuk mengetahui sputum
keperawselama 3 x 24 2. Monitor adanya retensi sputum 2. Mengetahui produksi sputum yang
jam, maka bersihan jalan 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran berlebihan
napas meningkat napas 3. Mengetahui perkembangan penyakit
Terapeutik pasien
Tupen 1. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler Terapeutik
Jalan Napas Setelah 2. Buang sekret pada tempat sputum 1. Untuk memperlancar proses
dilakukan intervensi Edukasi bernafasnya pasien
selama 1 x 24 jam, maka 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 2. Untuk menjaga kebersihan pasien
bersihan jalan napas 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung dan menunda penyebaran penyakit
meningkat dengan selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, Edukasi
kriteria hasil : (L.01001) kemudian keluarkan dari mulut dengan 1. Agar memahami tujuan batuk
1. Batuk efektif bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik efektif
meningkat 3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam 2. Untuk mempermudah dalam
2. Produksi sputum hingga 3 kali bernafas dan pengeluaran sputum
menurun 4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung 3. Agar proses pengeluaran sputum
3. Dispnea menurun setelah tarik napas dalam yang ke-3 lebih maksimal
4. Frekuensi Kolaborasi 4. Agar proses pengeluaran sputum
napas membaik 1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau lebih maksimal
5. Pola napas membaik ekspektoran, jika perlu Kolaborasi
1. Mengurangi pembentukan sumbatan
mucus yang kental di bronkiolus.

3. Pola nafas Tupan : Manajemen jalan nafas (I. Manajemen jalan nafas (I.
tidak efektif 01011) Observasi 01011) Observasi
Setelah di lakukan
(D.0005) 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, 1. Mengetahui frekuensi, kedalaman
tindakan keperawatan,
usaha nafas) usaha nafas
selama 3 x 24 jam di
2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis, 2. Mengetahui bunyi nafas tambahan
harapkan pola nafas
Wheezing, ronkhi kering) (mis, Wheezing, ronkhi kering)
menjadi efektif.
3. Monitor sputum (jumlah,warna, aroma) 3. Mengetahui jumlah,warna, aroma
Tupen :
Terapeutik sputum
Setelah di lakukan
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan Terapeutik
tindakan keperawatan,
selama 1 x 24 jam di head-tilf dan chin-lift 1. Memudahkan pasien dalam
harapkan Pola nafas 2. Posisikan semi-fowler atau fowler mempertahankan jalan nafas
membaik dengan kriteria 3. Berikan minum hangat 2. Memberikan kenyamanan pada
hasil : (L. 01004) 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 pasien saat bernafas
1. Tekanan ekspirasi detik 3. melegahkan saluran nafas
meningkat Edukasi 4. mempertahankan pola nafas tetap
2. Tekanan inspirasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika efektif
meningkat tidak kontraindikasi Edukasi
3. Pernafasan cuping 2. Ajarkan teknik batuk efektif 1. kebutuhan cairan yang terpenuhi
hidung menurun membantu membantu meningkatkan
4. Frekuensi nafas proses penyembuhan pasien
membaik
2. untuk mempertahankan pola nafas
efektif

4. Nyeri akut Tupan : Manajemen nyeri (I. 08238) Manajemen nyeri (I. 08238)
(D.0077) Observasi Observasi
Setelah di lakukan
1. Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi, 1. Mengetahui lokasi, karakterisitik,
tindakan keperawatan,
frekuensi, intensitas nyeri durasi, frekuensi, intensitas nyeri
selama 3 x 24 jam di
2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui skala nyeri
harapkan tingkat nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal 3. Dapat mengidentifikasi respons
teratasi.
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan nyeri non verbal oleh pasien
Tupen :
memperingan nyeri 4. Memahami faktor yang
Setelah dilakukan
5. Monitor efek samping penggunaan analgetik memperberat dan memperingan
tindakan keperawatan
Terapeutik nyeri
selama 1 x 24 jam
1. Berikan teknik non farmakologis untuk 5. Untuk mengantisipasi efek samping
diharapkan tingkat nyeri
mengurangi rasa nyeri obat yang digunakan
menurun dengan kriteria
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa Terapeutik
hasil : (L. 08006)
nyeri 1. Agar pasien dapat mengantisipasi
1. Keluhan nyeri Edukasi nyeri secara mandiri
menurun 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu 2. Untuk mengurangi penyebab nyeri
2. Kesulitan tidur nyeri Edukasi
menurun 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 1. Meningkatkan pemahaman
mengenai pemicu nyeri
3. Pola nafas membaik 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 2. Memahami strategi mengatasi nyeri
4. Frekuensi nadi 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara 3. Untuk pemantauan perkembangan
membaik tepat penyakit
Kolaborasi 4. Agar menunjang proses pemulihan
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Kolaborasi
1. Untuk mendapatkan terapi yang tepat

5. Hipertermia Tupan : Manajemen Hipertermia (I. 15506) Manajemen Hipertermia (I. 15506)
(D.0130) Observasi Observasi
Setelah di lakukan 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis 1. Untuk mengetahui penyebab
tindakan keperawatan, : dehidrasi, terpapar lingkungan panas, terjadinya hipertermia
selama 3 x 24 jam di penggunaan incubator) 2. Untuk mengetahui kenaikan ataupun
harapkan hipertermia 2. Monitor suhu tubuh menurun suhu tubuh
teratasi. 3. Monitor kadar elektrolit 3. Untuk mengetahui kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urine 4. Untuk mengetahui volume urine
Tupen :
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia yang keluar
Setelah dilakukan Terapiutik 5. Untuk mengetahui adanya
tindakan keperawatan 1. Sediakan lingkungan yang dingin komplikasi akibat hipertermia
selama 1 x 24 jam 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian Terapiutik
thermoregulasi membaik 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 1. Untuk memberikan lingkungan
dengan kriteria hasil : (L. 4. Berikan cairan oral yang nyaman bagi pasien
14134) Edukasi hipertermia
1. Anjurkan tirah baring 2. Untuk membantu proses penurunan
1. Kulit merah menurun 2. Berikan oksigen jika perlu suhu tubuh
2. Suhu tubuh membaik Kolaborasi 3. Untuk menurunkan suhu tubuh
3. Suhu kulit membaik 1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit 4. Agar kebutuhan cairan pasien tetap
intravena, jika perlu terjaga
Edukasi
1. Agar tidak terjadi syok
2. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
Kolaborasi
1. Untuk pemenuhan cairan elektrolit
yang hilang
6. Deficit nutrisi Tupan Manajemen Nutrisi (I. Manajemen Nutrisi (I.
(D.0019) Setelah dilakukan asuhan 03119) Observasi 03119) Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui status nutrisi atau
3x24 jam diharapkan 2. Monitor asupan makanan keadaan nutrisi pasien
Nutrisi pasien meningkat 3. Monitor berat badan 2. Untuk mengetahui porsi makanan
Terapeutik pasien yang sudah dihabiskan
Tupen 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika 3. Mengetahui ada atau tidaknya
Setelah dilakukan asuhan perlu penurunan berat badan
keperawatan selama 2. menarik dan suhu yang sesuai Terapeutik
1x24 jam diharapkan 3. Berikan makanan tinggi serat 1. Mulut bersih dapat
Nutrisi pasien dengan 4. Berikan suplemen makanan, jika perlu meningkatkan nafsu makan
kriteria hasil : Edukasi 2. Agar pasien tertarik untuk makan
1. Porsi makan 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 3. Untuk mencegah konstipasi
dihabiskan meningkat 2. Ajarkan diet yang diprogramkan 4. Untuk meningkatkan nafsu makan
2. Kekuatan otot Kolaborasi pasien
menelan meningkat 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum Edukasi
3. Kekuatan makan (misal pereda nyeri, antiemetik),jika 1. Mencegah terjadinya refluks atau
otot perlu berbaliknya makanan dari lambung
mengunyah ke kerongkongan.
meningkat 2. Agar pasien mengetahui diet yang
4. Frekuensi makan sedang dijalani
membaik
5. Nafsu
makan
membaik
Kolaborasi
1. Membantu pasien untuk makan
dengan nafsu makan yang baik
DAFTAR PUSTAKA

Islam, A., & Ashraf, I. (2018). Cryptococcal meningitis: A deadly fungal disease of peoples
living with HIV/AIDS: Improving access to essential antifungal medicines: A review
study. Journal of Prevention and Infection Control, 4(1), 1–9.
https://doi.org/10.21767/2471-9668.100037
Kementerian Kesehatan. 2022. Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta Selatan : Pusdik SDM
Kesehatan. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/164/meningitis.
Marpaung, S. H. S. (2019). Penerapan Penatalaksanaan Proses Keperawatan
Pada Pasien Diabetes Mellitus.
https://doi.org/10.31227/osf.io/68w4y
Nanda (2015) Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klarifikasi. Jilid 3 Jakarta:egc Nanda
Internasional.2015-2017. Diagnosis Keperawatan.Jakarta:EGC. Hal 3 – 4
PPNI, P. N. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat. (Hal 18, 26, 51, 56, 172)
PPNI, P. N. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat. ( Hal 142, 181, 187, 200, 201, 285)
PPNI, P. N. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat. ( Hal 20, 97, 88, 123, 131, 147)
Sutanta (2019). Anatomi Fisiologi. Hal 83 - 95
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Tindakan Keperawatan (SIKI).Jakarta: PPNI.
Tiara oktoviana, (2022) Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Meningitis Di Ruang Akut
Irna Kebidanan Dan Anak Rsup Dr. M. Djamil Padang
WHO (2022). Meningitis. https://www-who int.translate.goog/?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc&_x_tr_hist=true#t b=tab_1. Diakses
31 Oktober 2023

Anda mungkin juga menyukai