Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO PERFUSI SEREBRAL TIDAK EFEKTIF

PADA ANAK DENGAN MENINGITIS

OLEH :
Felisitas Eci Nguru
NPM : 22201311

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

a. Definisi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
Meningen (Tarwoto, 2013). Meningitis adalah peradangan pada selaput yang melapisi
otak dan medulla spinalis dan dapat menginfeksi system saraf pusat (Ferasinta,2022).
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus seperti streptococcus pneumoniae,
neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae, Listeria monocytogenes,
staphylococcus aureus dan diplococcus pneumonia (CDC, 2019; Nurarif dan Kusuma,
2016).
Meningitis adalah infeksi pada cairan dan selaput yang menutupi otak dan
sumsum tulang belakang. Ini dapat disebabkan oleh tiga jenis kuman : bakteri, virus,
atau jamur (Meningitis. Paediatr Child Health. 2001). Bakteri atau virus dapat
memasuki tubuh melalui hematogen atau trauma kepala terbuka yang dapat menembus
selaput otak. Masuknya bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan.

b. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme. Penyebab
meningitis adalah virus, bakteri, ataupun jamur, meskipun jamur jarang terjadi. Paling
sering klien memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur tengkorak, infeksi,
pembedahan otak atau spinal, dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis
(Widagdo et al, 2013).
Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis ada 2 yaitu:
a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah diplococus pneumonia
dan neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah hemophylus influenza, neiseria
meningitidis dan diplococcus pneumonia.

c. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada
bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam
piamater. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui beberapa
cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada CSF
dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan.
Netropil bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan
eksudat dalam ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan
pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat
yang terkumpul juga akan dapat meningkatkan tekanan intracranial (Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura mater, araknoid
dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel yang mengalir melalui
ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF
diabsorbsi melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningitis. Organisme penyebab
meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Cara masuknya
dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses
serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan serebrospinal
dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat melalui ruang
subarakhoid dapat menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid, cairan
serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui saraf
kranial dan spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat
aliran normal cairan serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013)

d. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada meningitis diantaranya:
a. Demam
b. Perubahan tingkat kesadaran
c. Nyeri kepala parah, kaku kuduk
d. Kejang focal atau kejang umum
e. fotophobia
f. mual dan muntah, lemah dan lesu
g. perubahan pola napas
h. gangguan pendengaran
i. Tanda Brundzinki’s dan kernig’s positif (Tarwoto, 2013)
j. leher kaku dan tonjolan ubun-ubun (titik lunak di atas tengkorak) dapat terjadi
pada bayi muda dengan meningitis, tetapi biasanya tanda-tanda ini tidak muncul
pada awal penyakit (Meningitis. Paediatr Child Health. 2001).
e. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis meningitis menurut (Harsono, 2015) dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan diagnostik diantaranya adalah :
a. Laboratorium
Pemeriksaan Darah : pemeriksaan darah lengkap, peningkatan sel darah putih
(10.000-40.000/mm3), pemeriksaan koagulasi, kultur adanya mikroorganisme
pathogen.
Urine : protein, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine.
b. Radiografi
Untuk menentukan adanya sumber infeksi misalnya rontgen dada untuk
menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru, pneumonia, abses paru.
c. Pemeriksaan lumbal pungsi : untuk membandingkan keadaan CSF normal
dengan meningitis.
d. CT Scan.
Scan otak untuk menentukan kelainan otak.
Sedangkan pemeriksaan penunjang menurut (Hudak dan Gallo, 2012) adalah :
a. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar
b. glukosa darah menurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
a. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
b. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
c. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun
d. MRI, CT-scan/ angioraf.

f. Komplikasi
a. Peningkatan tekanan intracranial
b. Hydrosephalus : penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga meningkatkan
tekanan pada otak.
c. Infark serebral: kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai oksigen,
karena terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
d. Ensepalitis: peradangan pada jaringan otak dan meningen akibat virus, bakteri,
dan jamur.
e. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
f. Abses otak : infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah didalam
otak serta pembengkakkan.
g. Kejang: gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan tubuh yang
tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
h. Endokarditis: infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam jantung.
i. Pneumonia: infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah
satu atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
j. Syok sepsis: infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan
darah yang sangat rendah (Widagdo et al, 2013).
BAB II
PATOFLOW DIAGRAM ATAU WOC
Agen
(Bakteri, Virus, Jamur)

Hematogen Secara Langsung Trauma

Infeksi

Peradangan meningen, lapisan korteks, sub arachnoid


Hipertermi
Eksudat meningkat, trombosit

Hidrosefalus/oedema otak Peningkatan TIK Tanda kernig dan brunzinki(+)

Resiko perubahan perfusi Sakit kepala, mual, muntah Kejang


Serebral

Depresi sum-sum tulang Nyeri Akut Resiko Cidera

Eritrosit Menurun Leukosit Meningkat

Anemia Pertahanan Tubuh Menurun

O2 Menurun Resiko Infeksi

kelemahan

Intoleransi Aktivitas
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari seluruh proses keperawatan dengan tujuan
mengumpulkan informasi dan data-data pasien. Diperlukan pengkajian cermat
untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian (Nurarif & Hardhi, 2016).
3.1.1. Identitas
a. Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, pekerjaan dan alamat.
3.2.2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam,
sakit kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat
kesadaran.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan
fisik pasien secara PQRST.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien
yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang, meliputi : pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas bagian
atas, otitis media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala, riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada orang
tua pasien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami
pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk mengidentifikasi
meningitis tuberkulosa.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya
apakah ada di dalam keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan yang
dapat memacu terjadinya meningitis.

3.1.3. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum. Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien
meningitis biasanya bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
b. Tanda- Tanda Vital
i. TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau
meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N =
90- 140 mmHg).
ii. Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya.
iii. Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal.
iv. Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal antara 38-41°c (N = 36,5°c – 37,4°c).
c. Pemeriksaan Head To Toe
i. Kepala : Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
ii. Mata : Nerfus II, III, IV, VI : kadang reaksi pupil pada pasien meningitis
yang tidak sama disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
iii. Hidung : Nerfus I : biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman.
iv. Telinga : Nerfus VIII : kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya
tuli konduktif dan tuli persepsi.
v. Mulut : Nerfus VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris. Nerfus XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
vi. Leher Inspeksi : biasanya terlihat distensi vena jugularis. Palpasi :
biasanya teraba distensi vena jugularis. Nerfus IX dan X : biasanya pada
pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik. Nerfus XI :
biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk.
vii. Dada
Paru
I: Pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola nafas .
P: Pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama .
Pa : biasanya pada pasien meningitis tidak teraba.
A : pada pasien meningitis terdapat bunyi tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan meningitis tuberkulosa.
Jantung
I : pada pasien meningitis ictus tidak teraba.
Pa : pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial midklavikula
sinistra RIC IV.
P : Bunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-5
midklavikula.
A : Jantung murni, tidak ada mur-mur.
viii. Ekstremitas
Pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi
(khusunya lutut dan pergelangan kaki). Klien sering mengalami
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga
menggangu ADL.
ix. Rasangan Meningeal
Kaku kuduk : Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan
karena adanya spasme otot-otot. Fleksi menyebabkan nyeri berat. Tanda
Kernig positif: Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
Tanda Brudzinski: Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan,
terjadi fleksi lutut dan pinggul: jika dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada
sisi ekstermitas yang berlawanan.
3.1.4. Pola Kehidupan Sehari-hari
a. Aktivitas / istirahat Pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh.
b. Eliminasi : pasien didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
c. Makanan / cairan
Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah
disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien
meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
d. Hygiene
Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri karena
penurunan kekuatan otot, ketergantungan terhadap semua perawatan diri.
3.2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : pemeriksaan darah lengkap, serum elektrolit, dan urine.
b. Pemeriksaan lumbal pungsi
c. CT Scan
d. Radiografi

3.3. Analisis Data


Analisa data merupakan metode yang dilakukan perawat untuk mengaitkan data
dan menghubungkan data yang diperoleh, dengan konsep dan teori yang relevan untuk
membuat kesimpulan dalam menentukan masalah dan untuk merencanakan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya.
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Riwayat kejang. Hydrosephalus/ Perfusi serebral
DO : kesadaran menurun, bingung, oedema serebri tidak efektif
gelisah, bradikardi, respon pupil
melambat atau tidak sama.
2. DS : Sakit kepala, nyeri tengkuk, Peningkatan TIK Nyeri akut
nyeri sendi, mual.
DO : Tampak meringis, gelisah,
muntah.
3. DS : Anak Demam Peradangan Hipertermi
DO : kulit merah, napas cepat, suhu Meningen
tubuh melebihi nilai normal.

4. DS : - Peningkatan TIK Resiko Cedera


DO : Kejang, kaku kuduk tanda
kernig dan brundzinkis (+)
5. DS : - Kelemahan, Intoleransi
DO : Tampak lemah dan lesu. dyspnea Aktivitas
6. DS : - Trauma kepala Resiko infeksi
DO : Hasil lab.menunjukkan
peningkatan leukosit, demam.

3.4. Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang alaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017).
Diagnosa 1 : Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
a. Defenisi
Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
b. Faktor Resiko
1) Keabnormalan masa prothrombin dan/atau masa tromboplastin parsial
2) Penuruna kinerja ventrikel kiri
3) Aterosklerosis aorta
4) Diseksi arteri
5) Fibrilasi atrium
6) Tumor otak
7) Stenosis karotis
8) Miksoma atrium
9) Aneurisma serebri
10) Koagulapati
11) Embolisme
12) Cedera kepala
13) Hipertensi
14) Trombolitik
c. Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Cedera kepala
3) Aterosklerotik aortik
4) Infark miokard akut
5) Diseksi arteri
6) Embolisme
7) Fibrilasi atrium
8) Hipertensi
9) Hiperkolesteronemia
10) Dilatasi kardiomiopati
11) Hidrosefalus
12) Infeksi otak (mis ; Meningitis, ensefalitis, abses serebri)
Diagnosa 2 : Nyeri Akut
a. Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi, iskemis,neoplasma).
2) Agen pencedera kimiawi (mis.terbakar,bahan kimia iritan).
3) Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma).
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif :Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur.
d. Kondisi Klinis Terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut.
Diagnosa 3 : Hipertermia
a. Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
b. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
c. Gejala dan tanda mayor
Subyektif : tidak tersedia
Objektif : suhu tubuh diatas nilai normal
d. Gejala dan tanda minor
Objektif :
1) Kulit merah
2) Kejang
3) Takikardi
4) Takipnea
5) Kulit terasa hangat
e. Kondisi klinis terkait
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas.

Diagnosa 4 : Resiko Cidera


a. Definisi
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang
tidak lagi penuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
b. Faktor Resiko
Eksternal :
1) Terpapar pathogen
2) Terpapar zat kimia toxic
3) Terpapar agen nosocomial
4) Ketidakamanan transportasi.
Internal :
1) Ketidaknormalan profil darah
2) Perubahan orientasi efektif
3) Perubahan sensasi
4) Disfungs autoimun
5) Disfungsi biokimia
6) Hipoksia jaringan
7) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8) Malnutrisi
9) Perubahan fungsi psikomotor
10) Perubahan fungsi kognitif.
c. Kondisi klinis terkait
1) Kejang
2) Sinkop
3) Vertigo
4) Ganggun penglihatan
5) Gangguan pendengaran
6) Penyakit Parkinson
7) Hipotensi
8) Kelainan nervus vestibularis
9) Retardasi mental.

Diagnosa 5 : Intoleransi Aktivitas


a. Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
c. Gejala dan tanda mayor
Subyektif : mengeluh Lelah.
Objektif : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.
d. Gejala dan tanda minor
Subyektif :
1) Dispnea saat/setelah aktivitas
2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3) Merasa lemah.
Objektif :
1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktiivitas
3) Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4) Sianosis
e. Kondisi klinis terkait
1) Anemia
2) Penyakit jantung koroner
3) Gagal jantung kongestif
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit paru obstruktif kronis
7) Gangguan metabolik
8) Gangguan musculoskeletal.

Diagnosa 6 : Risiko Infeksi


a. Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
b. Faktor risiko :
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogenik lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
c. Kondisi klinis terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) DM
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum waktunya
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukosit.

3.5. Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan
komunitas (SIKI, 2018).
DIAGNOSA Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi (SIKI,2018)
(SDKI,2017) (SLKI,2019)
Resiko Perfusi Setelah dilakukan intervensi Manajemen TIK
serebral keperawatan selama ..x..jam Observasi
tidak efektif diharapkan : 1) Identifikasi penyebab
Luaran Utama : Perfusi peningkatan TIK (mis.lesi
serebral menempati ruang, gangguan
Ekspetasi : Meningkat metabolisma, edema
dengan kriteria hasil : serebral, peningkatan tekanan vena,
a.Tingkat kesadaran obstruksi cairan
meningkat serebrospinalis, hipertensi
b.Kognitif meningkat intrakranial idiopatik).
c.Tekanan intra cranial 2) Monitor peningkatan tekanan
menurun darah
d.Sakit kepala menurun 3 )Monitor penurunan frekuensi
e.Gelisah menurun jantung
f.Agitasi menurun 4) Monitor ireguleritas irama nafas
g.Demam menurun 5 )Monitor penurunan tingkat
h.Tekanan darah kesadaran
membaik 6) Monitor perlambatan atau
i.Reflek saraf membaik. kesimetrisan respon pupil
7) Monitor efek stimulus lingkungan
terhadap TIK
8) Monitor MAP (Mean Arterial
Pressure)
9) Monitor CVP (Central Venous
Pressure)
10) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
1) Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
2) Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
3) Dokumentasi hasil pemantauan
4) Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan
yang tenang
5) Berikan posisi semi fowler
6) Hindari maneuver Valsava
7) Cegah terjadinya kejang
8) Hindari menggunakan cairan IV
hipotonik
9) Atur ventilator agar PaCO2
optimal.
10) Pertahankan suhu tubuh
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu .
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian sedasi dan
anti konvulsan
2) Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis
3) Kolaborasi pemberian pelunak
tinja.
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
keperawatan selama ..x.. Observasi
jam, maka diharapkan 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
Luaran Utama : Nyeri Akut durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Ekspetasi : Menurun nyeri.
dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi skala nyeri
a. Tidak mengeluh nyeri 3) Identifikasi respon nyeri non
b. Tidak meringis verbal
c. Tidak bersikap protektif 4) Identifikasi pengaruh nyeri pada
d. Tidak gelisah kualitas hidup
e. Tidak mengalami Terapeutik
kesulitan tidur 1) Berikan teknik non farmakologis
f. Frekuensi nadi membaik untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
g. Tekanan darah membaik Terapi pijat, kompres hangat/dingin,
hypnosis, relaksasi napas dalam).
2) Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri.
2) Jelaskan strategi mengatasi nyeri
3) Anjurkan untuk memonitor nyeri
secara mandiri
4) Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik

Hipertermia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia


selama .. x .. jam, Observasi
diharapkan 1) Identifikasi penyebab hipertermia
Luaran Utama : 2) Monitor suhu tubuh
Termoregulasi 3) Monitor kadar elektrolit
Ekspetasi : Membaik, Terapeutik
dengan kriteria hasil: 1) Longgarkan atau lepaskan pakaian
a.Kulit merah menurun 2) Lakukan pendinginan eksternal
b. Kejang menurun (mis. Selimut hiportermia, kompres
c. Pucat menurun dingin pada dahi, leher, dada,
d. Takipneu menurun abdomen, aksila)
e. Hipoksia menurun Edukasi
f. Suhu dalam batas normal. 1) Anjurkan tirah baring
g. Tekanan darah membaik Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu.

Resiko Cedera Setelah dilakukan intervensi Manajemen Kejang


selama ..x..jam, diharapkan : Observasi
Luaran Utama : Tingkat 1) Monitor terjadinya kejang
cedera berulang
Ekspetasi : Menurun 2) Monitor karakteristik kejang
dengan kriteria hasil : 3) Monitor tanda-tanda vital
a.Suhu tubuh normal 36- Terapeutik
37,5°c 1) Baringkan klien agar tidak terjatuh
b.Nadi dalam batas normal 2) Perthanakan kepatenan jalan
c.Kesadaran compos mentis. napas
3) damping selama periode kejang
4) Catat durasi kejang
Edukasi
1) Anjurkan keluarga mengghindari
apapun kedalam mulut klien pada
periode kejang
2) Anjurkan keluarga tidak
menggunakan kekerasan untuk
menahan gerakan klien
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
antikonvulsan jika perlu.
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
aktifitas keperawatan ..x..jam. Observasi
diharapkan: 1) Identifikasi gangguan fungsi
Luaran Utama : Respon tubuh yang mengakibatkan kelelahan
fisiologis terhadap aktifitas 2) Monitor kelelahan fisik dan
yang membutuhkan tenaga emosional
Ekspetasi : Meningkat 3) Monitor pola dan jam tidur
dengan kriteria hasil : 4) Monitor lokasi dan
1. Kemudahan dalam ketidaknyamanan selama melakukan
melakukan aktivitas sehari- aktivitas
hari meningkat Terapeutik
2. Kekuatan tubuh bagian 1) Sediakan lingkungan nyaman dan
atas meningkat rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
3. Kekuatan tubuh bagian kunjungan).
bawah meningkat 2) Lakukan latihan rentang gerak
4. Keluhan lelah menurun. pasif/aktif (ROM)
3) Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
4) Fasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan.
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan.
Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
intervensi keperawatan Observasi :
selama ..x.. jam diharapkan : 1) Monitor tanda dan gejala infeksi
Luaran Utama : infeksi tidak local dan sistemik
terjadi Terapeutik:
ekspetasi : membaik 1) Batasi jumlah pengunjung
dengan kriteria hasil : 2) Berikan perawatan kulit pada area
a. Kebersihan tangan edema.
meningkat 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah
b. Kebersihan badan kontak dengan pasien dan
meningkat lingkungan pasien.
c. Nafsu makan meningkat 4) Pertahankan teknik aseptik pada
d. Demam menurun pasien beresiko tinggi
e.Kemerahan menurun Edukasi:
f. Nyeri menurun 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
g. Bengkak menurun 2) Ajarkan cara mencuci tangan yang
h. Vesikel menurun benar
i. Cairan berbau busuk 3) Ajarkan etika batuk
menurun 4) Ajarkan cara memeriksa kondisi
j. Sputum berwarna hijau luka atau luka operasi
menurun 5) Ajarkan meningkatkan asupan
k. Drainase purulen nutrisi
menurun 6) Anjurkan meningkatkan asupan
l. Gangguan kognitif Cairan.
menurun Kolaborasi:
m. Kadar sel darah putih 1) Kolaborasi pemberian imunisasi,
membaik jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif & Hardhi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC,NOC Dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Meningitis. Paediatr Child Health. 2001 Mar;6(3):126-7. doi: 10.1093/pch/6.3.126.
PMID: 20084221; PMCID: PMC2804524.
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. CV Sagung Seto.
Widagdo, W., Suharyanto, T., & Aryani, R. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Katalog Dalam Terbitan (KDT). Wirastri, U.
(2014). Aplikasi Teori Comfort Kolcaba Dalam Asuhan Keperawatan.
Tim Pokja PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2nd ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.).
DPP PPNI
Ferasinta, dkk. (2022). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Aceh: Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini.

Anda mungkin juga menyukai