1.1 Defenisi
Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau
serigala,sedangkan erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-
merahan. Istilah lupus erythematosus pernah digunakan pada zaman Yunani
kuno untuk menyatakan suatu penyakit kulit kemerahan di sekitar pipi yang
disebabkan oleh gigitan anjing hutan.
1.2 ETIOLOGI
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa
faktor predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini.
Diantara beberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui
faktor yangpaling dominan berperan dalam timbulnya penyakit ini.Berikut ini
beberapa faktor predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit SLE:
1. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga
timbul produk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk
menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak
kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko menderita SLE,
sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah 58%.
Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan
penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum.
2. Faktor Imunologi
Pada LE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun,
yaitu :
a. Antigen
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B
akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor
untuk autoantigen dan memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga
akan sulit mengalami apoptosis sehingga menyebabkan produksi
imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.
b. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti
substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan
memicu limfosit T untuk memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi
terjadinya peningkatan produksi autoantibodi, dan kompleks imun lebih
mudah mengendap di jaringan.
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan
tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa
metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan sebagai faktor
resiko terjadinya SLE.
4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
1.3 PATOFISIOLOGI
Menurut Wijaya (2019), patogenesis Systemic Lupus Erythematosus
bersifat multifaktorial yang merupakan interaksi dari faktor genetik, faktor
lingkungan dan faktor hormonal yang menghasilkan respon imun yang
abnormal. Pada pasien ini cenderung terjadi gangguan sistem imun.
Abnormalitas pada sel T meliputi respon abnormal pada autoantigen, gangguan
toleransi sistem imun dan gangguan transduksi signal pada T cell receptor.
Gangguan pada fungsi sel B berupa terbentuknya autoantibodi dan modulasi sel
T untuk mensekresi sitokin. Autoantibodi yang paling penting antara lain anti-
dsDNA, anti-Ro, anti-Sm, antibodi antifosfolipid dan antibodi antinuklear. Pada
pasien Systemic Lupus Erythematosus juga terjadi peningkatan produksi sitokin
proinflamasi, antara lain Interleukin- 2 (IL-2), Interferon gamma (IFN-γ),
Interferon alpha (IFN-α), Interleukin-4 (IL-4), Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-
10 (IL-10), Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α), dan Transforming Growth
Factor Beta (TGF-β) dimana semua sitokin proinflamasi ini semua disekresi oleh
sel T Helper-1 (TH1). Pada pasien Systemic Lupus Erythematosus juga terjadi
gangguan aktivitas fagositosis, gangguan fiksasi komplemen, peningkatan
apoptosis yang dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi jaringan dan kerusakan
organ. Pada orang yang sehat, kompleks imun dibersihkan oleh Fragmen
crystallizable (Fc) dan Complement Receptor (CR). Kegagalan pembersihan
kompleks imun menyebabkan deposisi. Kerusakan jaringan dimulai dengan
adanya sel inflamasi, intermediet oksigen reaktif, produksi sitokin pro-inflamasi
dan modulasi kaskade koagulasi.
Leukopenia/limfopeni
Anemia
Trombositopenia
Laju Endap Darah (LED) meningkat
2) Imunologi :
7) Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai
profil ANA/ENA. Antibodi anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk LES,
jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer
anti-ds DNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE
dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin
dapat terjadi pada pasien yang bukan LES.
8) Foto polos thorax : Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan
untuk monitoring
1.6 KOMPLIKASI
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh pasien LES.Komplikasi
dapat disebabkan oleh penyakit LES itu sendiri maupun dari terapinya.Salah satu
organ yang seringkali mengalami koplikasi dari LES adalah organ hati.
Komplikasi organ hati pada pasien LES antara lain adalah Hepatitis Lupus,
Penyakit hati autoimmune, Sirosis Bilier Primer, dan Cholangitis Sclerosing
Primer, Hepatitis akibat virus, steatohepatitis, fatty liver dan kerusakan hati
akibat obat. Selain penyakit pada hati, terdapat pula gangguan sistemik yang
merupakan komplikasi dari LES. Komplikasi sistemik tersebut antara lain adalah
Systemic Vasculitides, Penyakit Antibody Antibasement Membrane, obat-obatan
yang menyebabkan vasculitis, Sindrom Antifosfolipid, Koagulopati,
Trombositopenia dan dalam kasus yang lebih jarang menyebabkan infeksi virus
yang berat.
BAB II
PATOFLOW DIAGRAM /WAY OF CAUSSATION
Neuropsikiatrik
MK: Ansietas
Sistem Gastrointestinal Hemopoetik
Neuropati perifer
MK: Psikosis
Disfagia, Dispepsia, Peningkatan LED
Hepatomegali,
Gangguan Motilitas, Tromboembolik
Pankreatitis,
Peritonitis Anemia Kronik
MK: Defisit Nutrisi Infark Cerebral Nyeri Akut
3.1 PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Status kesehatan :
Alasan MRS : Pasien masuk rumah sakit dikarenakan muncul gejala nyeri dan
kaku seluruh badan, kulit kering dan bersisik, kulit mengelupas pada beberapa
bagian kulit, dan semakin parah apabila terpapar sinar matahari (Alamanda,
2018).
Menurut Hidayat dalam Judha (2015) data yang ditemukan pada pasien
Systemic Lupus Erythematosus adalah :
g. Sistem saraf : Spektum gangguan sistim saraf pusat sangat luas dan
mencakup seluruh bentuk penyakit neurologi, sering terjadi depresi dan
psikosis.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Leukopenia/limfopeni
Anemia
Trombositopenia
Laju Endap Darah (LED) meningkat
2) Imunologi :
7) Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai
profil ANA/ENA. Antibodi anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk LES,
jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer
anti-ds DNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE
dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin
dapat terjadi pada pasien yang bukan LES.
8) Foto polos thorax : Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan
untuk monitoring
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum)
(metilprednisolon1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika
membaik dilakukan tapering off).
Pekalah terhadap reaksi psikologis pasien akibat perubahan yang terjadi dan
proses penyakit SLE yang tidak terduga; dorong pasien untuk berpatisifasi
dalam kelompok pendukung, yang dapat memberikan informasi mengenai
penyakit, tips penatalaksanaan sehari-hari, dan dukungan sosial.
Karena beberapa sistem organ berisiko tinggi terkena penyakit ini, ingatkan
pasien tentang pentingmya menjalani skrinning rutin secara berkala dan juga
aktifitas untuk meningkatkan kesehatan.
Data subyektif :
Data obyektif :
Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-
kupu.
Nyeri tekan pada sendi.
Rambut pasien terlihat rontok.
Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.
Pembengkakan pada sendi.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
dengan kerusakan integritas struktur Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi :
tulang selama 3x24 jam, mobilitas fisik 1. Identifiksi adanya keluhan fisik
meningkat dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
1.Pergerakan ekstermitas meningkat
Terapeutik :
2.Kaku sendi menurun
3. Fasilitasi melakukan pergerakan
3.Kelemahan fisik menurun
4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
Kolaborasi :
Gangguan citra tubuh berhubungan Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh (I.09305)
dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Observasi:
citra tubuh meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi perubahan citra tubuh
hasil:
2. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap
1. Verbalisasi perasaan negatif tentang perkembangan
perubahan tubuh menurun
Terapeutik:
2. Verbalisasi ke khawatiran pada
3. Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
penolakan/reaksi orang lain menurun
4. Diskusikan stress yang mempengaruhi citra tubuh
Edukasi:
Gangguan integritas kulit berhubungan Integritas kulit dan jaringan (L.14125) Perawatan integritas kulit (I.11353)
dengan perubahan pigmentasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Observasi:
integritas kulit dan jaringan meningkat 1. Identifikasi gangguan integritas kulit
dengan kriteria hasil:
Terapeutik:
1. Elasitas meningkat 2. Ubah posisi 2 jam tirah baring
Penurunan curah jantung berhubungan Curah Jantung (L.02008) Perawatan Jantung (I.02075)
dengan perubahan irama jantung Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Observasi:
curah jantung meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan
hasil: curah jantung
1. Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Monitor tekanan darah
2. Palpitasi menurun Terapeutik :
Edukasi :
Pola nafas tidak efektif berhubungan Pola napas (L.01004) Manajmen Jalan Napas (I.01011)
dengan depresi pusat pernafasan Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
pola napas membaik dengan kriteria Observasi:
hasil: 1. Monitor pola napas
1. Kapasitas vital meningkat 2. Monitor bunyi napas
2. Dispnea menurun Terapeutik:
3. Frekuensi napas dalam rentang normal 3. Posisikan semi fowler/ fowler
(16-20 x/menit)
Edukasi:
Kolaborasi:
Kolaborasi:
Risiko cidera berhubungan dengan Tingkat Cidera (L.14136) Pencegahan Cidera (I.14537)
terpapar patogen Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Observasi:
tingkat cidera membaik dengan kriteria 1. Identifikasi lingkungan yang berpotensi
hasil: menyebabkan cidera
1. Toleransi aktivitas meningkat 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
2. Kejadian cidera menurun cidera
Edukasi:
Risiko defisit nutrisi berhubungan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
dengan ketidakmampuan mencerna Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Observasi:
makanan status nutrisi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
hasil:
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makan yang dihabiskan
Terapeutik:
meningkat
3. Anjurkan makan sedikit tetapi sering
2. Nafsu makan membaik
Edukasi:
3. Membran mukosa membaik
4. Edukasi pentingnya nutrisi untuk kebutuhan tubuh
Kolaborasi:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)
tirah baring Setelah dilakukan asuhan keperawatan, Observasi:
toleransi aktivitas meningkat dengan 1. Monitor kelelahan fisik dan mental
kriteria hasil:
2. Monitor pola tidur dan jam tidur
1. Frekuensi nadi meningkat
Terapeutik:
2. Keluhan lelah menurun
3. Lakukan latihan gerak pasif/aktif
Edukasi: