Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PEDAHULUAN

SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)

A. Definisi
Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu
penyakit auto imun yang kronik dan menyerang berbagai
system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat
bermacam-macam, dapat bersifat sementara, dan sulit untuk
didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah
orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk diperoleh.
(Price A. Sylvia, 2006)
Lupus Eritematos Sistemik (LES) adalah penyakit
autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan
manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat.
Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES,
karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan.
(Mansjoer Arif, 2001).
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan (Albar,
2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanisme
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit
kulit menahun yang ditandai dengan peradangan dan
pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga,
kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
Systemic Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit
autoimun yang menyerang berbagai system tubuh dengan
manifestasi klinis yang bervarisi.

B. Etiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal).
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor
genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan
menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan
dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit
inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun
lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana
antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini
menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit
menahun.
Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum
sepenuhnya dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan
keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:
Infeksi
Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
Sinar ultraviolet
Stres yang berlebihan
Obat-obatan tertentu
Hormon.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa
diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria
maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih
sering menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan
bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya
penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih
tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih
belum diketahui.
Faktor Resiko terjadinya SLE
1. Faktor Genetik
Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering
daripada pria dewasa
Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering
dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi
resiko ini.
3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi
kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini
disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga
terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui
peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel
T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan
diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat
(Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
a) Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid
b) Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin,
penisilamin, dan kuinidin
c) Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis
antibiotic dan griseofurvin
6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang
penyakit ini kambuh setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecendrungan akan penyakit ini.

C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi
kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi
yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal
( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya
matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti
kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat
senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang
abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen
yang selanjutnya merangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali. (Smeltzer and Suzane, 2001)

D. Manifestasi Klinis
Kelelahan merupakan manifestasi umum yang dijumpai pada penderita LES
dan biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Kelelahan ini
agak sulit dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan
kelelahan seperti anemia, meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan, serta
pemakaian obat seperti prednison. Apabila kelelahan disebabkan oleh aktifitas
penyakit LES, diperlukan pemeriksaan penunjang lain yaitu kadar C3 serum
yang rendah. Kelelahan akibat penyakit ini memberikan respons terhadap
pemberian steroid atau latihan.

Otot dan kerangka tubuh


Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada
jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada
tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah
tersebut.
Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.
Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh
sinar matahari.
Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-
sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang
menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu
menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan
bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem
saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan
beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan
darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli
paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan
faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari
keadaan tersebut.
Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau
menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit,
terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang
pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu
pengobatan.

1. Pemeriksaan Autoantibodi

Prevalen Antigen yang


Antibody Clinical Utility
si % Dikenali

Antinuclear 98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining terbaik;


antibodies hasil negative berulang
(ANA) menyingkirkan SLE

Anti-dsDNA 70 DNA (double- Jumlah yang tinggi spesifik untuk


stranded) SLE dan pada beberapa pasien
berhubungan dengan aktivitas
penyakit, nephritis, dan vasculitis.

Anti-Sm 25 Kompleks Spesifik untuk SLE; tidak ada


protein pada 6 korelasi klinis; kebanyakan
jenis U1 RNA pasien juga memiliki RNP; umum
pada African American dan Asia
dibanding Kaukasia.

Anti-RNP 40 Kompleks Tidak spesifik untuk SLE; jumlah


protein pada U1 besar berkaitan dengan gejala
RNA yang overlap dengan gejala
rematik termasuk SLE.

Anti-Ro (SS- 30 Kompleks Tidak spesifik SLE; berkaitan


A) Protein pada hY dengan sindrom Sicca,
RNA, terutama subcutaneous lupus subakut, dan
60 kDa dan 52 lupus neonatus disertai blok
kDa jantung congenital; berkaitan
dengan penurunan resiko
nephritis.

Anti-La (SS- 10 47-kDa protein Biasanya terkait dengan anti-Ro;


B) pada hY RNA berkaitan dengan menurunnya
resiko nephritis

Antihistone 70 Histones terkait Lebih sering pada lupus akibat


dengan DNA obat daripada SLE.
(pada
nucleosome,
chromatin)

Antiphospholi 50 Phospholipids,2 Tiga tes tersedia ELISA untuk


pid glycoprotein 1 cardiolipin dan 2G1, sensitive
cofactor, prothrombin time (DRVVT);
prothrombin merupakan predisposisi
pembekuan, kematian janin, dan
trombositopenia.

Antierythrocyt 60 Membran Diukur sebagai tes Coombs


e eritrosit langsung; terbentuk pada
hemolysis.

Antiplatelet 30 Permukaan dan Terkait dengan trombositopenia


perubahan namun sensitivitas dan spesifitas
antigen kurang baik; secara klinis tidak
sitoplasmik pada terlalu berarti untuk SLE
platelet.

Antineuronal 60 Neuronal dan Pada beberapa hasil positif terkait


(termasuk anti- permukaan dengan lupus CNS aktif.
glutamate antigen limfosit
receptor)
Antiribosomal 20 Protein pada Pada beberapa hasil positif terkait
P ribosome dengan depresi atau psikosis
akibat lupus CNS

Catatan: CNS = central nervous system,


CSF= cerebrospinal fluid,
DRVVT = dilute Russell viper venom time,
ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi


adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada
onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah
onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan
ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang
dewasa dan biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibody lainnya
(anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada pemeriksaan berstandar internasional
untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda antara
laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA)
spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan
dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas
untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-dsDNA pada
emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih baik dengan
nephritis
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang
terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga
bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi
antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap
DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir
spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi
ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang
berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi
lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan
lamanya penyakit.
b) Ruam kulit atau lesi yang khas
c) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
gesekan pleura atau jantung
e) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
f) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel
darah
g) Biopsi ginjal
h) Pemeriksaan saraf.

F. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
1. Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,
kelelahan, dan sakit kepala
Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan;
a) Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,
perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.
b) Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti
peradangan non-steroid
c) Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d) Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria
(hydroxycloroquine)
e) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f) Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai
kebutuhan
g) Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya
pada saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang
ataupun kacamata
2. Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis,
pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.
Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;
a) Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya
(anemia hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit
ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya
b) Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan
dosis sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.
c) Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang
berat bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan
d) Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat
pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang
baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi.
3. Penatalaksanaan Umum :
a) Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi,
demam infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau
stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah
cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu
mengubah gaya hidup
b) Hindari Merokok
c) Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
d) Hindari stres dan trauma fisik
e) Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
f) Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00
sampai 15.00
g) Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung
hormon estrogen
4. Pengobatan Pada Keadaan Khusus
a) Anemia Hemolitik
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan
sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu
belum ada perbaikan
b) Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon
dalam 4 minggu,
ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg
BB/hari selama 5 hari berturut-turut
c) Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif
dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari
d) Perkarditis Berat
Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
e) Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat
dikombinasikan dengan siklofosfamid
f) Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi
pleura/drainase
g) Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
h) Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil
dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan.
Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-
turut

G. PATHWAY
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik
difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas,
anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra
diri pasien.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau
leher.
c. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi
pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku,
jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tanga.
d. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
e. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu
yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
f. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
h. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
i. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
korea ataupun manifestasi SSP lainnya.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I : Penurunan Curah Jantung
a. Definisi
Ketidakadekuatan darah yanf dipompa oleh
jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh
b. Batasan karakteristik
1. Perubahan kecepatan jantung/ irama
Aritmia
Bradikardi
Perubahan EKG
Palpitasi
Takikardi
2. Perubahan preload
Edema
Penurunan tekanan vena central
Penurunan tekanan arteri paru
Kelemahan
Peningkatan tekanan vena central
Peningkatan tekanan arteri paru
Distensi vena jugularis
Murmur
Peningkatan BB
3. Perubahan afterload
Kulit berkeringat
Dispnea
Penurunan nadi perifer
Penurunan resistensi pembuluh darah pulmonal
Penurunan tahanan tekanan darah sistemik
Peningkatan resistensi pembuluh darah pulmonal
Peningkatan tahanan tekanan darah sistemik
Oliguria
Pengisian kembali dari perifer
Perubahan warna kulit
Hasil pembacaan tekanan darah berbeda-beda
4. Perubahan kontraktilitas
Ronki basah
Batuk
Fraksi ejeksi < 40%
Penurunan index beban kerja ventrikel kiri
Penurunan index volume gerak
Penurunan index jantung
Ortopnea
Dispnea nocturnal paroksismal
S3 atau S4 (bunyi jantung)
5. Tingkah laku/ emosional
Kegelisahan
Keresahan
6. Faktor Yang Berhubungan
Perubahan kecepatan jantung
Perubahan irama
Perubahan volume gerak
Perubahan afterload
Perubahan kontraktilitas
Perubahan preload
Diagnosa II : ketidakefektifan pola nafas
a. Definisi
Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat
b. Batasan karakteristik
Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
Penurunan pertukaran udara per menit
penggunakan otot pernafasan tambahan
dispnea
orthopnea
pola nafas abnormal
pernafasan cuping hidung

c. faktor yang berhubungan


Hiperventilasi
Deformitas tulang
Kelainan bentuk dinding dada
Penurunan energi/kelelahan
Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan otot pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi Neuromuskuler
Kerusakan persepsi/kognitif
Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
Imaturitas Neurologis

3. Perencanaan
Diagnosa I : Penurunan Curah Jantung
a. Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan (NOC)
Cardiac Pump effetiveness
Circullation status
Vital sign status
Dengan Kriteria Hasil :
- Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan
darah, Nadi, respirasi)
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada
kelelahan
- Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada
asites
- Tidak ada penurunan kesadaran

b. Intervensi keperawatan
Cardiac Care
- Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
durasi)
- Catat adanya disritmia jantung
- Catat adanya tanda dan gejala penurunan
cardiac putput
- Monitor status kardiovaskuler
- Monitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung
- Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
perfusi
- Monitor balance cairan
- Monitor adanya perubahan tekanan darah
- Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
- Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas pasien
- Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus paradoksus
- Monitor adanya pulsus alterans
- Monitor jumlah dan irama jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa II : ketidakefektifan pola nafas


a. Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan (NOC)
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Dengan kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan)
b. Intervensi keperawatan
Airway Management
- Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Terapi Oksigen
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

REFERENSI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah, Alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Alih bahasa brahm. Jakarta : EGC
Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th Edition
2nd Volume. United States of America : Mosby, Inc.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Nursing Interventions Classification (NIC) : Fifth Edition. Missouri : Mosby
Elsevier.
Nursing Outcomes Classification (NOC) : Fourth Edition.Missouri : Mosby
Elsevier. Reeves, Charlere J. 2001.
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Salemba Medika Smeltzer. Suzanne C.
2002.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta : EGC. Wiley, John dan Sons Ltd. 2009.

Banjarmasin, Januari 2017

Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai