Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lupus dalam bahasa latin berarti Anjing Hutan. Istilah ini mulai dikenal
sekitar satu abad lalu. Gejala penyakit ini dikenal sebagai Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES)

alias Lupus

Eritomatosus,

artinya

kemerahan.

Sedangkan

sistemik bermakna menyebar luas ke berbagai organ tubuh. Penyakit ini tidak
hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang hampir seluruh organ
yang ada di dalam tubuh. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya
eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar
hidung (wilayah malar).
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik
yang

ditandai

dengan

adanya

autoantibodi

terhadap

autoantigen,

pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan


kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat
episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita,
peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya
penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang
menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang
muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit LES sulit diduga dan
sering berakhir dengan kematian. Karenanya LES harus dipertimbangkan
sebagai diagnosis banding bila anak mengalami demam yang tidak diketahui
penyebabnya, artralgia, anemia, nefritis, psikosis, dan fatigue. Penyebab
terjadinya LES belum diketahui. Berbagai faktor dianggap berperan dalam
disregulasi sistem imun. Pada anak perempuan, awitan LES banyak ditemukan
pada umur 9-15 tahun.
Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik
(LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya
diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk
penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan
sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak
manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi
dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem
imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente,
2002). Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai
Page 1

dengan

peningkatan

sistem

kekebalan

tubuh

sehingga

antibodi

yang

seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke


dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati,
sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang
diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala
yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi
bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang
sangat rendah (Sukmana, 2004).
Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut
hasil penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS
Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE (sistemic
lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang
sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang
inadekuat, penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang
dihadapi oleh penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum
terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya tentang informasi,
pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari SLE
bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit, hematologik,
neurologik, kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata, trombosis, dan
kematian janin (Hahn, 2005).
Penderita dengan SLE membutuhkan pengobatan dan perawatan yang
tepat dan benar. Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi
gejala dan induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada
perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi
maka pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masingmasing individu. Obat-obat yang umum digunakan pada terapi farmakologis
penderita SLE yaitu NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs), obat-obat
antimalaria, kortikosteroid, dan obat-obat antikanker (imunosupresan) selain
itu terdapat obat-obat yang lain seperti terapi hormon, imunoglobulin
intravena, UV A-1 fototerapi, monoklonal antibodi, dan transplantasi sumsum
tulang yang masih menjadi penelitian para ilmuwan.
B. TUJUAN
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui secara umum tentang lupus eritematosus.
b. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui pengertian lupus eritematosus
2) Untuk mengetahui tentang etiologi lupus eritematosus
3) Untuk mengetahui tentang patofisiologi lupus eritematosus
4) Untuk mengetahui tentang klasifikasi lupus eritematosus
Page 2

5)
6)
7)
8)

Untuk
Untuk
Untuk
Untuk

mengetahui
mengetahui
mengetahui
mengetahui

manifestasi klinis lupus eritematosus


pemeriksaan laboratorium lupus eritematosa
tentang penatalaksanaan lupus eritematosus
tentang asuhan keperawatan lupus eritematosus
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lupus Eritematosus


Penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya tubuh
pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh
sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang selsel jaringan organ tubuh yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan.
kelainan ini dikenal dengan autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa
membuat kulit seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada
kasus lain ketika sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian
dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus SLE).

SLE
lupus

(Sistemics

erythematosus)

adalah penyakti radang


multisistem

yang

sebabnya

belum

diketahui,

dengan

perjalanan

penyakit

yang mungkin akut dan


fulminan

atau

kronik

remisi dan eksaserbasi


disertai

oleh

terdapatnya berbagai macam autoimun dalam tubuh.


Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun
yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala
dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk
didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang
terserang oleh penyakit ini sulit diperoleh. SLA menyeranga wanita kira kira
delapan kali lebih sering dari pada pria. Penyakit ini sering kali bherawal pada
Page 3

akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Di amerika ga Serikat penyakit
ini menyerang wanita berkulit hitam tiga kali lebih sering dar pada wanita
berkulit putih jika penyakit ini bermuncul pada uia diatas 60 tahun, biasanya
akan lebih mudh untuk diatasi.
SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan penyambung difus
yang etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini meliputi SLE,skleroderma,
polimiositis, artritis reumatoid, dan sindrom sjogren. Gangguan-gangguan ini
sering kali memiliki gejala-gejala yang saling tumpang tindih satu dengan
yang lainnya dan dapat tampil secara bersamaan, sehingga diagnosis
menjadi semakin sulit untuk ditegakkan secara akurat. SLE dapat bervariasi
dari suatu gangguan ringan sampai suatu gangguan yang bersifat fulminan
dan mematikan. Namun demikian, keadaan yang paling sering ditemukan
adalah keadaan eksaserbasi atau hampir remisi yang berlangsung untuk
waktu yang lama. Identifikasi awal dan penatalaksanaan SLE biasanya dapat
memberikan proknosis yang lebih baik.
B. Etiologi
Faktor Resiko terjadinya SLE
1. Faktor Genetik
Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering dari
pada pria dewasa
Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam
keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan

androgen

mengurangi resiko ini.


3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapimenjadi kurang
efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambahberat. Ini disebabkan sel
kulit mengeluarkan sitokin danprostaglandin sehingga terjadi inflamasi di
tempat tersebut maupunsecara sistemik melalui peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap
sel T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentudan
diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskanlupus obat
(Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenisobat yang dapat
menyebabkan Lupus Obat adalah :
Obat yang pasti menyebabkan

Lupus

obat

metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid


Page 4

Kloropromazin,

Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin,


dan kuinidin
Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic
dan griseofurvin
6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang- kadang
penyakit ini kambuh setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecendrungan akan penyakit ini.
C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan

peningkatan

autoantibodi

yang

berlebihan.

Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,


hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal).

Obat-obat

tertentu

seperti

hidralazin,

prokainamid,

isoniazid,

klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan


seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi
akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan
kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen
yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang
kembali. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh
muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan
organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas. Antibodi yang
berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu :
Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh,
seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur.
Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah

atau anemia.
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang
pembentukan antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks
imun.Gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai
tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan.
Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang
(fagosit). Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat
dibatasi dengan baik. Malah sel-sel radang tadi bertambah banyak sambil
Page 5

mengeluarkan

enzim,

yang

menimbulkan

peradangan

di

sekitar

kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan berkepanjangan dan akan


merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya, hal ini
akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam
jangka panjang fungsi organ tubuh akan terganggu.
D. Klasifikasi Lupus Eritematosus
1. Lupus Eritematosis Diskoid (DLE)
Paling sering menyerang dan merupakn lupus kulit dengan manifestasi
beberapa jenis kelainan kulit. Kelainan biasanya berlokalisasi sistemik di
muka ( terutama hidung dan pipi), telinga atau leher. Penyakit yang
terbatas pada lesi kulit yang makroskopik dan mikroskopik menyerupai
dengan SLE, hanya lesi kulit yang menunjukkan deposit Ig-komplemen
pada membran basal. Setelah beberapa tahun, 5%-10% penderita
bermanifestasi sistemik. Diskoid Lupus tidak serius dan jarang sekali
melibatkan organ-organ lain.
2. Lupus Eritematosa Sistemik (SLE)
SLE merupakan penyakit demam sistemik, kronik, berulang dengan gejala
yang berhubungan dengan semua jaringan, terutama sendi, kulit, dan
membran serosa. Dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak, lupus
paru-paru, lupus pembuluh darah jari-jari tangan atau kaki, lupus kulit,
lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus
sendi dan lain-lain.
3. Lupus Eritematosa yang disebabkan obat
Obat-obatan seperti hidralazin (obat hipertensi), prokainamid (untuk
mengobati detak jantung yang tidak teratur). Isoniazid dan D-Penisilam
sering menyebabkan ANA positif, kurang sering menyebabkan sindrom
seperti LE. Pada sindrom seperti LE, meskipun melibatkan banyak organ,
penyakit

ginjal

dan

susunan

saraf

pusat

jarang

terjadi.

Penyakit

mempunyai hubungan dengan HLA-DR4. Penyakit ini timbul akibat efek


samping obat dan akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat
terkait.
E. Manifestasi Klinik Lupus Eritematosus
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan
pada penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnyayang
tidak diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang. Karena itu,
gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita. Perjalanan
penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang
berat.
Page 6

Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas
gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit,
lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan melibatkan
organ lainnya.
Muskuloskleletal
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan
kebanyakan menderitaar tritis. Persendian yang sering terkena adalah
persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut.
Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan
penyebab dari nyeri di daerah tersebut.
Integumen
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika
terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian
tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.
Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di
dalam

sel-sel

ginjal,

lupus (peradangan

tetapi

ginjal

hanya

yang

50%

menetap).

yang
Pada

menderita nefritis
akhirnya

bisa

terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau


pencangkokkan ginjal.
Sistem Neuron
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan
bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun
sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala
merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
Sistem Hematologi
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa
terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa
menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan
tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah,
yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi
anemia akibat penyakit menahun.
Sistem Kardiovaskuler
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi
sebagai akibat dari keadaan tersebut.
Sistem Respirasi

Page 7

Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi
pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat
dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

F.Pemeriksaan Laboratorium
1. Anti ds-DNA
Batas normal : 70 200 IU/mL
Negatif
: < 70 IU/mL
Positif
: > 200 IU/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65% 80% penderita dengan SLE aktif
dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi
merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang
dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit reumatik yang lain,
hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi
ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat meningkat
pada penyebaran penyakit terutama lupus glomerulonefritis. Jumlahnya
mendekati negatif pada penyakit SLE yang tenang (dorman).
Antibodi anti-DNA merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus
(ANA). Ada dua tipe dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang doublestranded DNA (anti ds-DNA) dan yang menyerang single-stranded DNA
(anti ss-DNA).

Anti ss-DNA kurang sensitif dan spesifik untuk SLE tapi

positif untuk penyakit autoimun yang lain. Kompleks antibodi-antigen


pada penyakit autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi
merupakan konstributor yang besar dalam perjalanan penyakit tersebut.
Kompleks tersebut akan menginduksi sistem komplemen yang dapat
menyebabkan terjadinya inflamasi baik lokal maupun sistemik.
2. Antinuclear antibodies (ANA)
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang
lain. ANA adalah sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang
inti dari suatu sel. ANA cukup sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil
yang positif terjadi pada 95% penderita SLE. Tetapi ANA tidak spesifik
untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan penyakit reumatik yang
lain. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan dengan kemunculan penyakit dan
keaktifan penyakit tersebut.Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak
lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil tes negatif
maka

pasien

belum

tentu

negatif

terhadap

SLE

karena

harus

dipertimbangkan juga data klinik dan tes laboratorium yang lain, tetapi
jika hasil tes positif maka sebaiknya dilakukan tes serologi yang lain
Page 8

untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE. ANA


dapat meliputi anti-Smith (anti-Sm), anti-RNP (anti-ribonukleoprotein), dan
anti-SSA (Ro) atau anti-SSB (La).
3. Tes Laboratorium lain
Tes laboratorium lainnya

yang

digunakan

untuk

menunjang

diagnosa serta untuk monitoring terapi pada penyakit SLE antara lain
adalah antiribosomal P, antikardiolipin, lupus antikoagulan, Coombs test,
anti-histon, marker reaksi inflamasi (Erythrocyte Sedimentation Rate/ESR
atau C-Reactive Protein/CRP), kadar komplemen (C3 dan C4), Complete
Blood Count (CBC), urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hepar, kreatinin
kinase.
G. Penatalaksanaan Lupus Eritematosus
1. Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,
kelelahan, dan sakit kepala
Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia,

lupus

serebral,

vaskulitis

akut,

miokarditis,

pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.


2. Penatalaksanaan Umum :
Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi,
demam infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau
stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan disamping obat ialah
cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu

mengubah gaya hidup


Hindari Merokok
Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
Hindari stres dan trauma fisik
Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00

sampai 15.00
Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung
hormon estrogen
3. Penatalaksanaan Medikamentosa :
Untuk SLE derajat Ringan;
a. Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,
perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.
b. Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan

obat

anti

peradangan non-steroid
c. Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d. Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria
(hydroxycloroquine)
e. Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
Page 9

f.

Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai

kebutuhan
g. Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya
pada saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang
ataupun kacamata
Untuk SLE derajat berat;
a. Penyakit yang berat

atau

membahayakan

jiwa penderitanya

(anemia hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas,


penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh
ahlinya
b. Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan
dosis sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.
c. Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang
berat bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan
d. Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat
pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon
yang baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi.
Pengobatan Pada Keadaan Khusus
a. Anemia Hemolitik
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan
sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu
belum ada perbaikan
b. Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada
respon dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena
(IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut
c. Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif
dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari
d. Perkarditis Berat
Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
e. Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat
f.

dikombinasikan dengan siklofosfamid


Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi

masif,

dilakukan

pungsi

pleura/drainase
g. Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
h. Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil
dilanjutkan dengan

pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan

Page 10

perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari


berturut-turut
H. Asuhan Keperawatan Lupus Eritematosa
1. Pengkajian
Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik
Difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami
seperti

keluhan

mudah

lelah,

lemah,

nyeri,

kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya


hidup serta citra diri pasien.
Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau
leher.
Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi

eritematous

papuler

dan

purpura

yang

menjadi

nekrosis

menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari


kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan.
Sistem musculoskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa
kaku pada pagi hari.
Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai
mukosa pipi atau palatum durum.
Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
Sistem renal
Edema dan hematuria.
Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea
ataupun manifestasi SSP lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
b. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi.
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan
daya tahan fisik.
Page 11

d. Gangguan

citra

tubuh

berhubungqan

dengan

perubahan

dan

ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit


kronik.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit, penumpukan kompleks imun.

Page 12

3.

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Nyeri
akut
berhubungan
dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
DS:
Laporan secara verbal
DO:
Posisi untuk menahan nyeri
Tingkah laku berhati-hati

Gangguan tidur (mata sayu,


tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Fokus
menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan

orang dan lingkungan)


Tingkah
laku
distraksi,
contoh
:
jalan-jalan,

menemui orang lain dan/atau


aktivitas, aktivitas berulang
ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis,
tekanan darah,

perubahan
perubahan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi


Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC :
NIC :

Pain Level,
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,

pain control,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

comfort level
reaksi
nonverbal
dari
Setelah
dilakukan
tinfakan Observasi
ketidaknyamanan
keperawatan selama . Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan kriteria Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
penyebab
nyeri,
mampu
kebisingan
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri, mencari bantuan)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Melaporkan bahwa nyeri berkurang

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas


dengan menggunakan manajemen
nyeri
dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
dingin
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
...
nyeri)

Tingkatkan istirahat
Menyatakan rasa nyaman setelah
Berikan informasi tentang nyeri seperti
nyeri berkurang
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
Tanda vital dalam rentang normal
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
Tidak mengalami gangguan tidur
dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

Page 13

nafas, nadi dan dilatasi pupil)


- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah
laku
ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan
dalam
nafsu
makan dan minum
Kelelahan berhubungan
dengan
psikologis: kecemasan,
gaya hidup yang
membosankan, depresi,
stress
Lingkungan:
kelembaban, cahaya,
kebisingan, suhu
Situasi: Kejadian hidup
yang negatif,
Psikologis: Anemia,
status penyakit, malnutrisi,
kondisi fisik yang buruk,
gangguan tidur.
DS:
Gangguan konsentrasi
Tidak tertarik pada
lingkungan

NOC:
Activity Tollerance
Energy Conservation
Nutritional Status: Energy
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . kelelahan
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
Kemampuan aktivitas adekuat
Mempertahankan nutrisi adekuat
Keseimbangan aktivitas dan
istirahat
Menggunakan tehnik energi
konservasi
Mempertahankan interaksi sosial
Mengidentifikasi faktor-faktor fisik
dan psikologis yang menyebabkan
kelelahan
Mempertahankan kemampuan

Page 14

NIC :
Energy Management
- Monitor respon kardiorespirasi terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia, dispneu,
diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik
dan jumlah respirasi)
- Monitor dan catat pola dan jumlah tidur
pasien
- Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri
selama bergerak dan aktivitas
- Monitor intake nutrisi
- Monitor pemberian dan efek samping obat
depresi
- Instruksikan pada pasien untuk mencatat
tanda-tanda dan gejala kelelahan
- Ajarkan tehnik dan manajemen aktivitas
untuk mencegah kelelahan
- Jelaskan pada pasien hubungan kelelahan
dengan proses penyakit

Meningkatnya komplain
fisik
Kelelahan
Secara verbal
menyatakan kurang energi
DO:
Penurunan kemampuan
Ketidakmampuan
mempertahankan rutinitas
Ketidakmampuan
mendapatkan energi sesudah
tidur
Kurang energi
Ketidakmampuan untuk
mempertahankan aktivitas
fisik
Gangguan mobilitas fisik
Berhubungan dengan :
Gangguan metabolisme sel
Keterlembatan
perkembangan
Pengobatan
Kurang support lingkungan
Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler
Kehilangan integritas
struktur tulang
Terapi pembatasan gerak
Kurang pengetahuan tentang
-

untuk konsentrasi

NOC :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.gangguan
mobilitas fisik teratasi dengan
kriteria hasil:
Klien meningkat dalam aktivitas
fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas

Page 15

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara


meningkatkan intake makanan tinggi energi
Dorong pasien dan keluarga
mengekspresikan perasaannya
Catat aktivitas yang dapat meningkatkan
kelelahan
Anjurkan pasien melakukan yang
meningkatkan relaksasi (membaca,
mendengarkan musik)
Tingkatkan pembatasan bedrest dan aktivitas
Batasi stimulasi lingkungan untuk
memfasilitasi relaksasi

NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
dan lihat respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

kegunaan pergerakan fisik


Indeks massa tubuh diatas
75 tahun percentil sesuai
dengan usia
Kerusakan persepsi sensori
Tidak nyaman, nyeri
Kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler
Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
Depresi mood atau cemas
Kerusakan kognitif
Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
Keengganan untuk memulai
gerak
Gaya hidup yang menetap,
tidak digunakan,
deconditioning
Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan merubah posisi
Perubahan gerakan
(penurunan untuk berjalan,
kecepatan, kesulitan
memulai langkah pendek)

Memverbalisasikan perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)

Page 16

Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi


dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan

Keterbatasan motorik kasar


dan halus
Keterbatasan ROM
Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
Gerakan sangat lambat dan
tidak terkoordinasi
Gangguan body image
berhubungan dengan:
Biofisika (penyakit kronis),
kognitif/persepsi (nyeri kronis),
kultural/spiritual, penyakit,
krisis situasional,
trauma/injury, pengobatan
(pembedahan, kemoterapi,
radiasi)
DS:
- Depersonalisasi bagian
tubuh
- Perasaan negatif tentang
tubuh
- Secara verbal menyatakan
perubahan gaya hidup
DO :
- Perubahan aktual struktur
dan fungsi tubuh
- Kehilangan bagian tubuh
Kerusakan integritas

NOC:
Body image
Self esteem
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . gangguan
body image
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
Body image positif
Mampu mengidentifikasi kekuatan
personal
Mendiskripsikan secara faktual
perubahan fungsi tubuh
Mempertahankan interaksi sosial

NIC :
Body image enhancement
- Kaji secara verbal dan nonverbal respon
klien terhadap tubuhnya
- Monitor frekuensi mengkritik dirinya
- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
kemajuan dan prognosis penyakit
- Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Identifikasi
arti
pengurangan
melalui
pemakaian alat bantu
- Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil

NOC:

NIC :

Page 17

jaringan
berhubungan dengan:
Gangguan sirkulasi, iritasi
kimia (ekskresi dan sekresi
tubuh, medikasi), defisit cairan,
kerusakan mobilitas fisik,
keterbatasan pengetahuan,
faktor mekanik (tekanan,
gesekan),kurangnya nutrisi,
radiasi, faktor suhu (suhu yang
ekstrim)
DO :
- Kerusakan jaringan
(membran mukosa,
integumen, subkutan)

Tissue integrity : skin and mucous


membranes
Wound healing : primary and
secondary intention
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . kerusakan
integritas jaringan
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
Perfusi jaringan normal
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Ketebalan dan tekstur jaringan
normal
Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera
berulang
Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka

Page 18

Pressure ulcer prevention


Wound care
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang longgar
Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
daerah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
Kaji
lingkungan
dan
peralatan
yang
menyebabkan tekanan
Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP,
vitamin
Cegah kontaminasi feses dan urin
Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
Hindari kerutan pada tempat tidur

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan salah satu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh disregulasi sistim imunitas. SLE dapat
menyerang berbagai sistem organ dan keparahannya berkisar dari sangat
ringan sampai berat. Etiologi belum dipastikan, secara garis besar
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-metabolik, lingkungan dan
genetik. Pencetus fungsi imun abnormal mengakibatkan pembentukan
antibodi yang ditujukan terhadap berbagai komponen tubuh. Tidak ada
suatu tes laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnosis SLE.
Masalah yang paling sering dirasakan pasien adalah keletihan, gangguan
integritas kulit, gangguan citra tubuh dan kurang pengetahuan untuk
mengambil keputusan mengenai penatalaksanaan mandiri.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunanya, besar harapan kami
kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

Page 19

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta: EGC


Carpenito, Lynda Juall.1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications
2012-2014. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC

Page 20

Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC

Page 21

Anda mungkin juga menyukai