Anda di halaman 1dari 24

Myasthenia Gravis

Agam Muhammad
Stase Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Batam
2

Pendahuluan
Myasthenia Gravis adalah penyakit yang menyerang penghubung antara
sistem saraf (nervus) dan sistem otot (muskulus) ditandai dengan
kelemahan dan kelelahan pada beberapa atau seluruh otot, dimana
kelemahan tersebut diperburuk dengan aktivitas terus-menerus atau
berulang-ulang.

Myasthenia Gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang


neuromuscular junction akibat adanya antibodi terhadap reseptor
asetilkolin (AchR) sehingga jumlah AchR di neuromuscular junction
berkurang.
3

Epidemiologi
Prevalensi penderita Myasthenia Gravis di Amerika Serikat pada 2015
diperkirakan mencapai 20 per 100.000 penduduk. Prevalensi pasti
mungkin lebih tinggi karena kebanyakan kasus tidak terdiagnosis.
Myasthenia Gravis menyerang semua kelompok umur. Penelitian
sebelumnya menunjukan wanita lebih rentan terkena dibandingkan pria,
namun pada penelitian terbaru menyatakan pria lebih sering terkena
dibandingkan wanita dengan onset gejala setelah usia 50 tahun.

(Myasthenia Gravis Foundation of America, 2015)


4

Etiologi
Myasthenia Gravis adalah gangguan autoimun dan biasanya memiliki
mekanisme umum dengan penyakit autoimun lainnya. Mekanisme etiologi
yang tepat tidak diketahui, tetapi kombinasi dari disregulasi imun, latar
belakang genetik, hormon dan faktor lingkungan biasanya berperan dalam
timbulnya penyakit serta perkembangan penyakit.

Walaupun demikian, adanya dugaan kelenjar timus turut berperan pada


pathogenesis Myasthenia Gravis. Sekitar 75% pasien Myasthenia Gravis
menunjukkan timus yang abnormal, 65% menunjukkan hyperplasia timus
yang menandakan aktifnya respon imun dan 10% berhubungan dengan
timoma.

(Current Clinical Neurology, 2018)


5

Fisiologi
&
Patofisiologi

(Muscular Dystrophy Association of New Zealand, 2010)


6

Manifestasi Klinis
Ditandai dengan adanya kelemahan dan kelelahan. Kelemahan otot terjadi
seiring penggunaan otot secara berulang, dan semakin berat dirasakan di
akhir hari. Gejala akan menghilang atau membaik dengan istirahat. Otot-
otot yang melemah memiliki pola yang khas.

Pada awal terjadinya Myasthenia Gravis, otot kelopak mata dan gerakan
bola mata terserang lebih dulu. Akibatnya muncul gejala berupa
pengelihatan ganda (diplopia) dan turunnya kelopak mata secara abnormal
(ptosis).
7

Manifestasi Klinis
Myasthenia Gravis dapat menyerang otot wajah dan menyebabkan
penderita berpenampilan seperti tanpa ekspresi. Penderita juga akan
merasakan kelemahan dalam mengunyah dan menelan makanan sehingga
berisiko terjadi aspirasi. Selain itu, terjadi gejala gangguan dalam
berbicara, yang disebabkan kelemahan dari langit-langit mulut dan lidah.

Sebagian besar penderita akan mengalami kelemahan otot di seluruh


tubuh, termasuk tangan dan kaki. Kelemahan pada anggota gerak ini
dirasakan asimetris. Myasthenia Gravis berat menyerang otot pernapasan,
bila sampai diperlukan bantuan alat pernapasan dikenal sebagai Krisis
Myasthenia Gravis.
8

Manifestasi Klinis
Secara umum, gambaran klinis Myasthenia Gravis :

• Kelemahan otot yang progresif

• Kelemahan meningkat cepat pada kontraksi otot yang berulang

• Pemulihan dalam beberapa menit atau jam, dengan istirahat

• Kelemahan biasanya memburuk menjelang malam

• Otot mata sering terkena pertama kali (ptosis, diplopia)

• Tidak adanya atrofi

(Current Clinical Neurology, 2018)


9

Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

• Kelas I : Adanya kelemahan otot ocular, kelemahan pada saat

menutup mata, dan kekuatan otot lain normal.

• Kelas II: Terdapat kelemahan otot ocular yang semakin parah

serta adanya kelemahan ringan pada otot lain.

• Kelas II A : Mempengaruhi otot aksial, anggota tubuh atau


keduanya.

juga terdapat kelemahan otot orofaringeal ringan.


10

Klasifikasi
• Kelas II B : Mempengaruhi otot orofaringeal, otot pernapasan atau

keduanya. Kelemahan pada otot anggota tubuh dan otot

aksial lebih ringan disbanding Kelas II A.

• Kelas III : Terdapat kelemahan yang berat pada otot ocular,

sedangkan otot lain selain otot ocular mengalami

kelemahan tingkat sedang.

• Kelas III A : Mempengaruhi otot anggota tubuh, otot aksial atau

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan

otot orofaringeal yang ringan.


11

Klasifikasi
• Kelas III B : Mempengaruhi otot orofaringeal, otot pernapasan atau

keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan

otot anggota tubuh, otot aksial atau keduanya

dalam derajat ringan.

• Kelas IV : Otot lain selain otot ocular mengalami kelemahan


dalam

derajat yang berat, sedangkan otot ocular mengalami

kelemahan dalam berbagai derajat.


12

Klasifikasi
• Kelas IV A : Secara predominan mempengaruhi otot anggota tubuh

dan atau otot aksial. Otot orofaringeal mengalami

kelemahan dalam derajat ringan.

• Kelas IV B : Mempengaruhi otot orofaringeal, otot pernapasan atau

keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat

kelemahan pada otot anggota tubuh, otot aksial atau

keduanya dengan derajat ringan. Pasien menggunakan

feeding tube tanpa dilakukan intubasi.


13

Klasifikasi
• Kelas V: Pasien terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik

(Myasthenia Gravis Foundation of America)


14

Pendekatan Diagnostik
1. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan berupa :

• Kelemahan otot mata

• Kesulitan menelan

• Bicara pelo

• Kelemahan pada tangan, kaki dan leher

• Kelemahan bersifat progresif

• Keluhan dapat memburuk dengan aktifitas dan membaik dengan


istirahat.
15

Pendekatan Diagnostik
2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :

• Ptosis dan diplopia pada pemeriksaan mata

• Paresis pada tangan dan kaki

• Disartria

• Disfagia
16

Pendekatan Diagnostik
2. Pemeriksaan Fisik

Tes klinik sederhana :

• Tes Wartenberg : Memandang objek di atas bidang antara kedua bola


mata selama > 30 detik, lama kelamaan akan terjadi ptosis (+)

• Tes Pita Suara : Pasien diminta berhitung 1-100 secara perlahan,


suara akan menghilang secara bertahap (+)

• Extended Arm Test : Pasien diminta meluruskan kedua lengan ke


depan selama kurang lebih 3 menit, lama kelamaan salah satu atau
kedua lengan akan mengalami kelemahan (+)
17
18
19
20

Pendekatan Diagnostik
3. Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan Antibodi Reseptor – Anti Asetilkolin (AChR Antibodi)

• Edrophonium Cloride (Tensilon)

• Repetitive Nerve Stimulation (RNS)

• Simple Filter Electromyography (SFEMG)

(Standar Pelayanan Medik PERDOSSI)


21

Diagnosis Banding
• Guillain Barre Syndrome

(Panduan Praktik Klinis Neurologi, 2016)


22

Tatalaksana
• Cholinesterase (CHE) inhibitor (Pyridostigmine bromide, Neustigramin
bromide). Tidak ada penetapan dosis tertentu, kebutuhan CHE inhibitor
sangat bervariatif.

• Thymectomy. Respon diharapkan muncul 2-5 tahun post OP

• Kortikosteroid : Prednisone 1,5 – 2 mg / kgBB / hari

(Standar Pelayanan Medik PERDOSSI)


23

Prognosis
• Ad Vitam : Dubia ad bonam

• Ad Sanationam : Dubia ad bonam

• Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

(Panduan Praktik Klinis Neurologi, 2016)


24

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai