KELOMPOK 2
TERAPI ASMA PADA IBU HAMIL
Nama Kelompok:
• Nur Kartika Sari (19 777 002)
• Zhia Fauziyyah M. Sanua (19 777 004)
• Rini Kadim (19 777 006)
• Nurul Oktaviana (19 777 008)
• Andronikus Rambu Sa’pang (19 777 010)
• Khairunnisa A. Hasana (19 777 012)
• Muhammad Fakhri (19 777 014)
• Asniar Fauzia (19 777 016)
SKENARIO 1
TERAPI ASMA PADA IBU HAMIL
Ny. Az, 24 tahun, usia kehamilan 36 minggu, menderita penyakit asma sejak kecil, riwayat
kehamilan Gravid (hamil) ke 3 Partus (persalinan) ke 2 dan Abortus tidak ada, ditemani
suaminya datang ke IGD Rumah Sakit Waras pada jam 20.30 WITA, dengan keluhan nyeri
perut tembus kebelakang sejak 3 jam yang lalu. Hasil pemeriksaan bidan yang menerima
pasien didapatkan tanda vital masih dalam keadaan baik atau normal, detak jantung janin
antara 120 hingga 160 kali per menit sehingga masih dalam kategori batas normal, serta
cairan (air ketuban) yang keluar pervaginam belum ada, namun his (kontraksi disertai
nyeri pada dinding perut) yang dirasakan oleh pasien semakin kuat, sehingga instruksi
dokter ahli kandungan via telepon pada bidan jaga untuk segera dilakukan observasi pada
pasien tersebut di kamar VK (kamar bersalin).
Selama observasi, jam 23.15 WITA pasien merasakan sesak, sehingga bidan
jaga memutuskan memanggil dokter jaga dibagian perawatan rumah sakit
untuk memeriksa Ny. Az. Hasil pemeriksaan auskultasi (pemeriksaan
sekitar dada dengan menggunakan stetoskop) didapatkan suara mengi
atau wheezing (saluran nafas didalam rongga paru yang menyempit)
pada ke 2 lapang dada bagian atas sehingga dokter jaga mendiagnosa
(menyimpulkan secara medis) bahwa penyakit penyerta pasien yaitu asma
bronkhiale sedang kambuh dan segera diberikan bantuan sementara
berupa oksigen sambil menunggu instruksi selanjutnya dari dr. spesialis
kandungan. Bidan meneruskan hasil pemeriksaan atau diagnosa dokter
jaga ke dokter spesialis kandungan dan diinstruksikan oleh dokter ahli
Dokter jaga kemudian membuat resep permintaan obat epinefrin sediaan tablet tersebut
ke apotik, dan mendapatkan info bahwa persediaan obat yang diinginkan oleh dr spesialis
kandungan ternyata kosong, yang tersedia hanya epinefrin injeksi. Mengingat bahwa
selain efek kecepatan reaksi dari obat epinefrin jenis injeksi untuk meredakan penyakit
asma, juga dapat menimbulkan efek samping secara langsung ke janin, sehingga dr
spesialis kandungan menginstruksikan melalui bidan yang mengobservasi agar segera
membuat lembaran konsul untuk diteruskan ke dokter bagian penyakit dalam.
Jam 23.32 WITA jawaban via telpon dari dr spesialis penyakit dalam memberikan saran ke
bidan agar mengkonsultasikan pasien tersebut ke dr jaga dikarenakan belum bisa datang
untuk menjawab konsul dari dr spesialis kandungan. Berdasarkan penyampaian itu dan
dengan indikasi yang ada, dr jaga memberikan terapi atau pengobatan melalui nebulizer
(uap obat yang dihirup selama kurang lebih 15 menit) dengan pengawasan atau evaluasi
frekuensi pernafasan pada pasien. Setelah beberapa saat pasien akhirnya memperlihatkan
tanda- tanda frekuensi nafas yang tidak mengindikasikan sesak atau telah normal kembali.
KATA SULIT
7) Pembatasan goal-based.
8) Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien.
9) Minimalisasi akibat buruk.
10) Kewajiban menolong pasien gawat – darurat
11) Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan.
Apakah masalah
Masalah yang dialami tergolong akut. Karena
tersebut akut ?kronik ?
penyakit ini timbul secara mendadak dan cepat
2 kritis ?gawat darurat ?
memburuk sehingga butuh penanganan segera.
masih dapat
Dan penyakit ini masih dapat ditolong.
disembuhkan ?
4 Apakah ada factor relegius dan budaya ? Tidak ada dalam skenario
9 Apakah ada konflik kepentingan didalam bagian Tidak ada dalam skenario
pengambilan keputusan didalam suatu
institusi ?
Perspektif HAM
*Perspektif hukum
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah
tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di
mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan
Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012 Pasal 13 Ayat 4
Setiap dokter wajib berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
menggunakan sumber daya pelayanan kesehatan dengan cara terbaik
untuk kepentingan pasien dan masyarakat.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien.
Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis
Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa
“Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR
1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma
Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 2 : Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
professional secara independen, dan mempertahankan perilaku professional
dalam ukuran yang tertinggi.
Pasal 10; Seorang dokter wajib menghormati hak-hak pasien, teman
sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga
kepercayaan pasien.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 14 : Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan seluruh
keilmuan dan keterampilannya untuk kepentingan pasien, yang
ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemerikasaan tau
pengobatan, atas persetujuan pasien/keluarganya, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
tertentu
Pasal 17 : Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat
sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Perspektif dalam agama
(https://repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/83a82e20b99d9d6d39fa5da06593e860.pdf#page=132)