Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN TUTORIAL INDIVIDU

MODUL 1
“TERAPI ASMA PADA IBU HAMIL”

Disusun Oleh:

Della Amalia

Stambuk : 19777009

Kelompok 1

Tutor : dr. Nur Meity, M.Med.Ed

BLOK DASAR BIOETIKA DAN PROFESIONALISME


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU
2020
Skenario Kasus:

TERAPI ASMA PADA IBU HAMIL

Ny. Az, 24 tahun, usia kehamilan 36 minggu, menderita penyakit asma sejak kecil, riwayat
kehamilan Gravid (hamil) ke 3 Partus (persalinan) ke 2 dan Abortus tidak ada, ditemani
suaminya datang ke IGD Rumah Sakit Waras pada jam 20.30 WITA, dengan keluhan nyeri
perut tembus kebelakang sejak 3 jam yang lalu. Hasil pemeriksaan bidan yang menerima
pasien didapatkan tanda vital masih dalam keadaan baik atau normal, detak jantung janin
antara 120 hingga 160 kali per menit sehingga masih dalam kategori batas normal, serta
cairan (air ketuban) yang keluar pervaginam belum ada, namun his (kontraksi disertai nyeri
pada dinding perut) yang dirasakan oleh pasien semakin kuat, sehingga instruksi dokter ahli
kandungan via telepon pada bidan jaga untuk segera dilakukan observasi pada pasien
tersebut di kamar VK (kamar bersalin). Selama observasi, jam 23.15 WITA pasien merasakan
sesak, sehingga bidan jaga memutuskan memanggil dokter jaga dibagian perawatan rumah
sakit untuk memeriksa Ny. Az. Hasil pemeriksaan auskultasi (pemeriksaan sekitar dada
dengan menggunakan stetoskop) didapatkan suara mengi atau wheezing (saluran nafas
didalam rongga paru yang menyempit) pada ke 2 lapang dada bagian atas sehingga dokter
jaga mendiagnosa (menyimpulkan secara medis) bahwa penyakit penyerta pasien yaitu
asma bronkhiale sedang kambuh dan segera diberikan bantuan sementara berupa oksigen
sambil menunggu instruksi selanjutnya dari dr. spesialis kandungan. Bidan meneruskan
hasil pemeriksaan atau diagnosa dokter jaga ke dokter spesialis kandungan dan
diinstruksikan oleh dokter ahli kandungan agar pasien diberikan obat oral berupa tablet
epinefrin. Dokter jaga kemudian membuat resep permintaan obat epinefrin sediaan tablet
tersebut ke apotik, dan mendapatkan info bahwa persediaan obat yang diinginkan oleh dr
spesialis kandungan ternyata kosong, yang tersedia hanya epinefrin injeksi. Mengingat
bahwa selain efek kecepatan reaksi dari obat epinefrin jenis injeksi untuk meredakan
penyakit asma, juga dapat menimbulkan efek samping secara langsung ke janin, sehingga dr
spesialis kandungan menginstruksikan melalui bidan yang mengobservasi agar segera
membuat lembaran konsul untuk diteruskan ke dokter bagian penyakit dalam.

Jam 23.32 WITA jawaban via telpon dari dr spesialis penyakit dalam memberikan saran ke
bidan agar mengkonsultasikan pasien tersebut ke dr jaga dikarenakan belum bisa datang
untuk menjawab konsul dari dr spesialis kandungan. Berdasarkan penyampaian itu dan
dengan indikasi yang ada, dr jaga memberikan terapi atau pengobatan melalui nebulizer
(uap obat yang dihirup selama kurang lebih 15 menit) dengan pengawasan atau evaluasi
frekuensi pernafasan pada pasien. Setelah beberapa saat pasien akhirnya memperlihatkan
tanda- tanda frekuensi nafas yang tidak mengindikasikan sesak atau telah normal kembali.

Pertanyaan:

1. Rumuskan beberapa dilema etika pada kasus ini

2. Bagaimana anda melihat dilema etik sentral pada kasus ini, dimana pada satu pihak
anda sebagai dokter dan di lain pihak anda sebagai keluarga pasien.

3. Dari dilema etik yang ada,cobalah anda analisis berdasarkan kaidah Kaidah Dasar
Bioetik, etika klinik jonsen Siegler (gunakan tabel kriteria KDB & pertanyaan klinik Jonsen S)

4. Jelaskan isu lain (jika ada isu hukum) yang relevan dengan kasus ini dan bagaimana
jika kita melihatnya dalam prespektif Agama.

Jawaban :

1. Beberapa dilema etik pada kasus ini sebagai berikut :

a. Resiko dan perimbangan banyak manfaat pemberian epinefrin jenis injeksi


dikarenakan epinefrin jenis oral yang diresepkan oleh ahli dokter kandungan kosong
diapotek

b. Adanya perbedaan kompetensi antara dokter umum, bidan, dan dokter spesialis
penyakit dalam dan dokter ahli kandungan.

c. Konsultasi hanya melalui via telefon saja


2. Dilema Sentral pada kasus ini sebagai berikut :
Posisi dokter tidak boleh menggunakan obat kategori C (epinefrin) untuk ibu hamil
dan juga penggunaan instruksi via telpon yang kurang baik dalam memberikan
tindakan terhadap pasien.

3. ANALISIS DILEMA ETIK


A) BERDASARKAN KAIDAH DASAR BIOETIK

Beneficence

KRITERIA ADA TIDAK ADA


1) Mengutamakan altruisme yaitu menolong tanpa 
pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain
2) Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia. 

3) Memandang pasien / keluarga/ sesuatu tak hanya 


sejauh
Menguntungkan dokter.

4) Mengusahakan agar kebaikan /manfaatnya lebih 


banyak
dibandingkan dengan keburukannya.

5) Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang 

6) Manjamin kehidupan- baik- minimal manusia 

7) Pembatasan goal-based. 

8) Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi 


pasien.

9) Minimalisasi akibat buruk. 


10) Kewajiban menolong pasien gawat – darurat 
11) Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan. 

12) Tidak menarik honorarium diluar kepantasan. 

13) Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara 


keseluruhan.

14) Mengembangkan profesi secarterus-menerus. 

15) Memberikan obat berkhasiat namun murah 

16) Menerapkan Golden Rule Principle. 

Non maleficence

KRITERIA ADA TIDAK ADA


1) Menolong pasien emergensi. 

2) Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah : 


pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko
hilangnya sesuatu yang penting (gawat), dokter sanggup
mencegah bahaya atau kehilangan tersebut, tindakan
kedokteran teresebut terbukti efektif, manfaat bagi
pasien > kerugian dokter atau hanya mengalami risiko
minimal.

3) Mengobati pasien yang luka. 

4) Tidak membunuh pasien (tidak melakukan 


euthanasia).
5) Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien 

6) Tidak memandang pasien hanya sebagai objek. 

7) Mengobati secara tidak proporsional. 

8) Tidak mencegah pasien dari bahaya. 

9) Menghindari misrepresentasi dari pasien. 

10) Tidak membahayakan kehidupan pasien karena 


kelalaian
11) Tidak memberikan semangat hidup. 

12) Tidak melindungi pasien dari serangan 


13) Tidak melakukan white collar crime dalam bidang 
kesehatan/kerumah sakitan yang merugikan pihak
pasien dan Keluarganya.

B). Berdasarkan pertanyaan klinik Jonsen siegler

MEDICAL INDICATION

NO PERTANYAAN ETIK ANALISA

1 Apakah masalah medis pasien ? Pasien hamil 36 minngu mengalami nyeri perut
Riwayat ? Diagnosis ? Prognosis tembus ke belakang sejak 3 jam yang lalu dengan
? riwayat penyakit tertentu yaitu asma sejak kecil

2 Apakah masalah tersebut Masalah yang dialami telah kronik namun dapat
akut ? kronik ? kritis ? gawat ditolong
darurat ? masih dapat
disembuhkan ?

3 Apakah tujuan akhir menolong pasien dari nyeri perut yang dialami
pengobatannya ? serta sesak napasnya yang kambuh namun tetap
menyelamatkan janin dalam perutnya
4 Berapa besar kemungkinan Tidak diketahui
keberhasilnanya ?

5 Adakah rencana lain bila terapi Tidak


gagal ?

6 Sebagai tambahan, bagaimana Pasien akan diuntungkan jika dapat ditolong


pasien ini diuntungkan dengan dengan obat yang tidak membahayakan janin
perawatan medis, dan dalam perutnya
bagaimana kerugian dari
pengobatan dapat dihindari ?

QUALITY OF LIFE

NO PERTANYAAN ETIK ANALISA

1 Bagaimana prospek, dengan atau tanpa pengobatan untuk Kemungkinan untuk dapat
kembali ke kehidupan normal ? kembali ke kehidupan
normal dan menghindari
bahaya yang terjadi pada
janin

2 Apakah gangguan fisik, mental, dan social yang pasien Tidak mengalami gangguan
alami bila pengobatannya berhasil?

3 Apakah ada prasangka yang mungkin menimbulkan


kecurigaan terhadap evaluasi pemberi pelayanan terhadap
kualitas hidup pasien ?

4 Bagaimana kondisi pasien sekarang atau masa depan, Saat sekarang pasien telah
apakah kehidupan pasien selanjutnya dapat dinilai seperti normal kembali
yang diharapkan?

5 Apakah ada rencana alasan rasional untuk pengobatan Untuk tindakan selanjutnya
selanjutnya ? diharapkan telah tersedia
obat yang dibutuhkan
dokter ahli kandungan

6 Apakah ada rencana untuk kenyamanan dan perawatan Rencana untuk


paliatif ? memfasilitasi atau
menginstruksikan agar
tersedianya obat yang
dibutuhkan di apotik
PATIENT PREFERENCES
dengan pengobatan yang
diberikan ? kalau iya, kenapa?

7 Sebagai tambahan, apakah hak Tidak


pasien untuk memilih untuk
dihormati tanpa memandang etnis
dan agama ?
CONTEXTUAL FEATURES

NO PERTANYAAN ETIK ANALISIS

1 Apakah ada masalah keluarga yang mungkin Tidak


mempengaruhi pengambilan keputusan
pengobatan ?

2 Apakah ada masalah sumber data (klinisi dan Tidak


perawat) yang mungkin mempengaruhi
pengambilan keputusan pengobatan ?

3 Apakah ada masalah factor keuangan dan ekonomi Tidak


?

4 Apakah ada faktor relegius dan budaya ? Tidak

5 Apakah ada batasan kepercayaan ? Tidak

6 Apakah ada masalah alokasi sumber daya ? Iya ada

7 Bagaimana hukum mempengaruhi pengambilan Segala tindakan medis yang


keputusan pengobatan ? dilakukan oleh seorang dokter
berlandaskan dan dilindungi
oleh hukum

8 Apakah penelitian klinik atau pembelajaran terlibat Tidak


?

9 Apakah ada konflik kepentingan didalam bagian Tidak


pengambilan keputusan didalam suatu institusi ?
4. Beberapa perkpektif dalam kasus ini :
 Dalam perspektif HAM
Dalam Deklarasi Universal HAM (1948)
Pasal 25 (1), Standar Hidup yang Layak dan Jaminan Perlindungan Kesehatan:
Setiap orang berhak atas hidup yang memadai untuk kesehatan, kesejahteraan
diri dan keluarganya, termasuk atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan, sertapelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada
saat pengangguran, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia
lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang
berada diluar kekuasaannnya.
- Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia artikel 25:
Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan,
sandang, papan dan pelayanan kesehatan. pelayanan sosial yang diperlukan,
serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh
pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan
merosotnya taraf kehidupan yang terjadi di luar kekuasaannya.
- Ibu dan anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak,
baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati
perlindungan sosial yang sama.
- Perlindungan terhadap hak-hak ibu dan anak juga mendapat perhatian terutama
dalam Konvensi Hak Anak. Instrumen internasional lain tentang hak atas
kesehatan juga terdapat pada Pasal 12 dan 14 Konvensi Internasional tentang
Penghapusan semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan ayat 1
Deklarasi Universal tentang Pemberantasan Kelaparan dan kekurangan Gizi.
- Pasal 34 ayat 3 (Tentang pelayanan kesehatan)
“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak”.
- Pasal 28 C ayat 1 (Tentang hak untuk pengajaran )
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
- Pasal 28 B ayat 2 (Tentang kelangsungan hidup)
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
- Pasal 28 ayat 1
“Setiap orang atau warga negara berhak untuk hidup, tidak mendapatkan
penyiksaan, bebas dalam pikiran dan hati nurani, berhak beragama, tidak
diperbudak, diakui di hadapan hukum yang berlaku sebagai seorang pribadi,
dituntut atas dasar hukum yang berlaku, dansemua hak tersebut tidak dapat
dikurangi ataupun dihilangkan dalam keadaan apapun oleh orang lain maupun
orang atau warga negara itu sendiri”.
- Pasal 4 UU No. 23 Tahun 1992
”Setiap orang mempunyai hak yang, sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal”.
 Dalam Perspektif Hukum
- Pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter
wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
- Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 1
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992
tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis
- Analisa kasus Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik Pasal
1 ayat (1) dijelaskan bahwa “Persetujuan tindakan medik kedokteran adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien
- Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa
“Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”
 Dalam Prespektif Agama
- Surah Al-Maidah ayat 32
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
- Dokter juga manusia biasa yang terkadang lalai dalam tugas, tapi bukan
berarti hal itu menjadi penghalang untuk tetap bekerja dengan sungguh-
sungguh Sebab
”Sesungguhnya Allah Mencintai jika salah seorang di antara kalian
mengerjakan pekerjaan kemudian dia membaguskan pekerjaannya.” (Hadis
hasan lighairihi, Ash-shahihah:1113).

Anda mungkin juga menyukai