Sdr. Hangky , umur 20 tahun, mahasiswa semester IV perguruan tinggi negeri di Malang.
Karena kecelakaan ia menderita kelumpuhan total (quadriplegia) dan harus bed rest dalam
waktu lama. Akibat dari bed rest, ia menderita pneuomia dan ulkus decubitus yang luas.
Dokter menetapkan untuk pemasangan infus dan pemberian antibiotik dosis tnggi. Pada
waktu akan dilakukan tindakan pemasangan infus dan injeksi antibiotik oleh perawat, klien
meminta untuk tidak memberikan obat atau melakukan tindakan apapun kepadanya. Klien
menyatakan ingin meninggal dengan damai dan bermartabat.
Masalah / konflik terjadinya terkait dengan hak klien untuk menentukan hal yang terbaik
untuk dirinya sendiri.
Apa yang sebaiknya perawat lakukan pada situasi tersebut ? Gunakan teori etika atau
moral dan tahapan proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian dilema etis
tersebut ?
Jawaban
a. Identifikasi kasus
Kasus ini adalah suatu kasus di bidang etika topik etisnya adalah persetujuan pasien terhadap
tindakan perawat. Dalam kasus ini perawat menghadapi dilema moral : memenuhi
permintaan pasien atau melakukan tindakan tanpa persetujuannya. Mari kita menyelidiki
argumen pro dan kontranya.
b. Argumen Pro
Tindakan perawat untuk memberikan infus dan injeksi antibiotik memanglah tidak dapat
mengembalikan keadaan pasien sebelumnya, sehingga hal itu adalah hak pasien untuk
menentukan. Perawat dan keluarga bisa menjelaskan semua kebaikan dari pemasangan
infus dan injeksi antibiotik dan konsekuensi apabila tidak dilakukan tindakan tersebut,
tetapi sesudah itu pasien berhak megambil keputusan. Pada kasus ini pasien bisa
dikatakan kurang kompeten tetapi hal itu adalah prinsip personal dari individu itu sendiri
yang harus dihormati oleh perawat. Dari kondisi pasca kecelakan itu sendiri pasien telah
dinyatakan lumpuh total sehingga dia tidak akan bisa beraktifitas seperti dahulu kala.
Belum tentu benar prinsip pasien itu adalah keegoisan pribadi, sebagaimana perawat
yang harus melakukan pekerjaannya sebagai bentuk keprofesionalanya terhadap
profesinya yang itu sediri bisa dikatakan keegoisan pribadi pula. Sehingga perawat juga
harus menurunkan egonya untuk menghormati prinsip pasien.
c. Argumen Kontra
Bagi dunia medis sulit untuk diterima bahwa seorang pasien memilih untuk mati jika
secara medis ia bisa diselamatkan. Salah satu prinsip dasar dalam prinsip etika
keperawatan adalah berbuat baik.
Yang paling baik yang bisa dilakukan adalah menyelamatkan pasien yang terancam maut.
Pasien ini termasuk masih bisa diselamatkan. Tentu saja tidak pernah ada kepastian
bahwa di masa mendatang kelumpuhan akan bisa sembuh. Hanya, pemulihan kesehatan
itu harus berlangsung lama dengan keadaan cacat seumur hidup. Hal itu pasti berat untuk
pasien yang sepanjang hidupnya selalu aktif dan tak tergantung pada orang lain. Tetapi di
rumah sakit mempunyai fasilitas yang memadai untuk membantu dia menyesuaikan diri
dengan keadaan lumpuh. Semua itu sudah dijelaskan kepadanya.
Rupanya dia bersikap kurang rasional, kalau ia memilih untuk mati saja. Apalagi kalau
penyakit yang dideritanya dibiarkan terus tanpa penanganan pasien akan mengalami
banyak penderitaan lagi yang sebenarnya tidak perlu. Baik bagi dia sendiri maupun untuk
keluarganya akan timbul keadaan tidak nyaman jika masalah ini dibiarkan menjadi sebab
kematiannya. Hidup menjadi seseorang yang lumpuh total adalah sangat berat namun bila
pasien ingin meninggal karena tak tertangani dengan baik akibat adanya pneuomia dan
ulkus decubitus yang luas itu akan membawa penderitan bagi dirinya dan orang
– orang terdekatnya. Tetapi dengan tindakan pemasangan infus dan injeksi antibiotik
penderitaan itu bisa dihindari.
Pada kasus ini perawat mengalami dilema antara memenuhi keinginan pasien atau
melakukan tindakan tapa persetujuan pasien.
Sehingga menurut kelompok kami terdapat dua solusi utuk kasus ini, yaitu:
a.Tetap melakukan tindakan pemasang infus dan injeksi antibiotik kepada pasien walaupun
tanpa persetujuan pasien, karena apabila tidak dilakukan maka dapat memperparah
kondisi pasien itu sediri, sesuai dengan prinsip etika (Beneficience) dan Utilitarianism
Theory.*)
b. Dengan berat hati perawat tidak melakukan tindakan pemasang infus dan injeksi antibiotik
kepada pasien untuk menghormati keputusanya setelah semua konsekuensinya telah
dijelaskan kepada pasien, sesuai dengan prinsip etika kebebasan pasien (Autonomy) dan
Deontology Theory.
Kasus 2
Ny. D seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2 orang anak yang ber umur 6
dan 4 tahun, Ny.D. berpendidikan SMA, dan suami Ny.D bekerja sebagai Sopir angkutan
umum. Saat ini Ny.D dirawat di ruang kandungan RS. sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil
pemeriksaan Ny.D positif menderita kanker Rahim grade III, dan dokter merencanakan klien
harus dioperasi untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada
tindakan lain yang dapat dilakukan. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan
operasi Ny.D. Klien tampak hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana
operasi yang akan dijalaninnya. Pada saat ingin meninggalakan ruangan dokter memberitahu
perawat kalau Ny.D atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi
adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan
menjelaskannya. Menjelang hari operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat ruangan
yang merawatnya, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena
kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan
“apakah operasi saya bisa diundur dulu suster” Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat
ruangan hanya menjawab secara singkat, “ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus
operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak
akan bisa punya anak lagi…”
“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.”
Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak
operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya anak lagi.
Penyelesaian Kasus
Kasus diatas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini didefinisikan
sebagai suatu masalah yang melibatkn dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi
tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif
tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada kasus dilema etik ini sukar untuk
menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis
yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. D, dapat diambil
salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh
Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi
sebanyaknya, berkaitan dengan: Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter
bedah/kandungan, Rohaniawan dan perawat. Tindakan yang diusulkan yaitu: Akan dilakukan
operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.D. tetapi pasien mempunyai otonomi untuk
membiarkan penyakitnya menggorogoti tubuhnya, walaupun sebenarnya bukan itu yang
diharapkan, karena pasien masih meginginkan keturunan.
Maksud dari tindakan yaitu: dengan memberikan pendidikan, konselor, advocasi diharapkan
pasien mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah
yang saat ini dihadapi. Dengan tujuan agar Agar kanker rahim yang dialami Ny.D dapat
diangkat (tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.
Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu:
Bila operasi dilaksanakan:
Biaya: biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk pelaksanaan operasinya.
Psikologis: pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila operasi berjalan baik dan
lancar, namun klien juga dihadapkan pada kondisi stress akan kelanjutan hidupnya bila
ternyata operasi itu gagal. Selain itu konsekuensi yang harus dituanggung oleh klien dan
suaminya bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki keturunan.
Fisik: klien mempunyai bentuk tubuh yang normal. Biaya: biaya yang dibituhkan klien
Biaya ; tidak mengeluarkan biaya apapun.
Psikologis: klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi kecemasan dan rasa
sedih dalam hatinya dan hidup dalam masa masa sulit dingan penyakitnya.
Fisik: timbulnya nyeri pinggul atau tidak bisa BAK, perdarahan sesudah senggama, keluar
keputihan atau cairan encer dari vagina.
Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
Untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat dihadapkan
pada konflik tidak menghormati otonomi klien.
Apabila tindakan operasi dilaukan perawat dihadapkan pada konflik tidak melaksanakan kode
etik profesi dan prinsip moral.
Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.D
akan semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak. Bila
tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip
professional perawat. Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat melangkahi
wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat tidak bekerja
sesuai standar profesi. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi.
Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak
dilakukan tindakan operasi. Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan
keinginan dari mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya.
Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi
dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga.
Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat
penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat
mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila
dilakukan dan bila tidak dilakukan. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut
dan siapa pengambil keputusan yang tepat. Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang
kompleks dan rumit, membuat keputusan dilkukan operasi atau tida, tidak dapat diputuskan
pihak tertentu saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama yang meliputi:
Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka
Ditunjuk. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat. Apa kriteria untuk menetapkan siapa
pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum). Sejauh mana
persetujuan pasien dibutuhkan Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh
tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.D. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan,
jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-
faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan
memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.D dan
keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator
agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya,
sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih
baik dari penolakan yang dilakukan.
Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana
operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan
informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak
dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap
sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik
pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. Mendefinisikan
kewajiban perawat Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu
membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:
1. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini
3. membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung
jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.
4. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung
Kasus 3
Mahasiswa Y diperintahkan memberikan suntikan terakhir pada klien an. Ramadhan kamar
2 kelas 1 yang mengalami diare 5 hari yang lalu dan dinyatakan oleh dokter yang
merawatnya akan pulang, namun mahasiswa Y masuk ke kelas 2 kamar 1 dengan nama an.
Ramdhan, setelah diberikan obat pada klien beberapa menit kemudian kejang dan kebiruan.
Mahasiswa bingung tidak tahu harus berbuat apa, karena perawat jaga tidak ada ditempat,
akhirnya klien Ramdhan tidak tertolong.
1. Identifikasi Masalah
Kasus 4:
Seorang laki-laki usia 65 tahun menderita kanker kolon terminal dengan metastase yang
telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi dibawa ke IGD karena jatuh
dari kamar mandi dan menyebabkan robekan di kepala. laki-laki tersebut mengalami
nyeri abdomen dan tulang dan kepala yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi
dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan
ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat laki-laki itu mengubah posisinya.
Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik.
Kondisi klien semakin melemah dan mengalami sesak yang tersengal-sengal sehingga
mutlak membutuhkan bantuan oksigen dan berdasar diagnosa dokter, klien maksimal
hanya dapat bertahan beberapa hari saja.
Melihat penderitaan pasien yang terlihat kesakitan dan mendengar informasi dari dokter,
keluarga memutuskan untuk mempercepat proses kematian pasien melalui euthanasia
pasif dengan pelepasan alat-alat kedokteran yaitu oksigen dan obat obatan
lain dan dengan keinginan agar dosis analgesik ditambah. Dr spesilalist onkologi yang
ditelp pada saat itu memberikan advist dosis morfin yang rendah dan tidak bersedia
menaikan dosis yang ada karena sudah maksimal dan dapat bertentangan dengan UU
yang ada. Apa yang seharusnya dilakukan oleh anda selaku perawat yang berdinas
di IGD saat itu menghadapi desakan keluarga yang terus dilakukan?.
Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma).
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan
sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan
yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan
kerangka proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson &
Thompson, 1985).
Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut :
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.
Konsekuensi :
1) Tidak mempercepat kematian pasien
2) Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan
ambang nyeri)
3) Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering
dan apabila diperlukan. .
Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia
dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
5) Beresiko melanggar peraturan yang berlaku.
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi
masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan
pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya
alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri
(relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) beserta perbaikan terhadap sistem
berduka keluarga dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif
diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang
sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.