Anda di halaman 1dari 8

CONTOH KASUS PENERAPAN PRINSIP BENEFICIENCE PADA

PASIEN PALIATIF
KELOMPOK 7

Dosen Pembimbing : Ns. Murniati.,M.M

Nama Mahasiswa :

1. Rosa Anugrah Kusuma Dewi C.0105.18.021


2. Siti Fatimah Nur Kholisoh C.0105.18.02

PENDIDIKAN NERS A
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI
Jl. Kerkof No.243, Leuwigajah-Cimahi
Contoh-contoh kasus prinsip etika dalam keperawatan :
1. Penderitaan klien dengan kanker colon yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang
tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Keluargameminta penambahan
dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya dan memutuskan untuk
tidak memberikan alat bantu apapun termasuk oksigen, Keluarga mendukung keinginan klien
agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a) Tidak memberikan Oksigen dan penambahan dosis pemberian morphin dapat
mempercepat kematian klien yang berarti melanggar prinsip etik
Beneficience- Nonmaleficience
b) Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien yang dapat
melanggar nilai autonomy
2. Ny. D seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2 orang anak yang ber umur 6 dan
4 tahun, Ny.D. berpendidikan SMA, dan suami Ny.D bekerja sebagai Sopir angkutan umum.
Saat ini Ny.D dirawat di ruang kandungan RS. sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan
Ny.D positif menderita kanker Rahim grade III, dan dokter merencanakan klien harus dioperasi
untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada tindakan lain yang dapat
dilakukan. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.D. Klien tampak
hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya.
Pada saat ingin meninggalakan ruangan dokter memberitahu perawat kalau Ny.D atau
keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang
apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya. Menjelang hari operasinya klien berusaha
bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak
setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan
yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”. Dari beberapa
pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat, “ibu kan sudah diberitahu
dokter bahwa ibu harus operasi”. “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”.
“yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya,
ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.”. Sehari sebelum operasi klien berunding dengan
suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya
anak lagi.
= Melanggar otonomi / dilema etik
3. Beberapa contoh prinsip tersebut dalam aplikasi praktik keperawatan adalah, seorang pasien
mengalami perdarahan setelah melahirkan, menurut program terapi pasien tersebut harus
diberikan tranfusi darah, tetapi pasien mempunyai kepercayaan bahwa pemberian tranfusi
bertentangan dengan keyakinanya, dengan demikian perawat mengambil tindakan yang terbaik
dalam rangka penerapan prinsip moral ini yaitu tidak memberikan tranfusi setelah pasien
memberikan pernyataan tertulis tentang penolakanya. Perawat tidak memberikan tranfusi,
padahal hal tersebut membahayakan pasien, dalam hal ini perawat berusaha berbuat yang terbaik
dan menghargai pasien.
= Setiap perawat harus dapat merawat dan memperlakukan klien dengan baik dan benar
4. Berbuat baik ( Beneficience ) berarti hanya melalukan sesuatu yang baik. Kebaikan,memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahanatau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dan otonomi.
Contoh perawatan yang menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki
kesehatansecara umum, tetapi tidak seharusnya melakukannya apabila klien dalam keadaan
resikoserangan jantung
5. Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di kota
Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak
tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya
turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya
kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk
yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2
minggu sekali bahkan sebulan sekali.

Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena
kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A
melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali
tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah
didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah diterima
oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. A positif
terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk
menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat
menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung.
Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini
kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan
dikucilkan dari masyarakat.

Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan
keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh
Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.

PEMBAHASAN KASUS
Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu didefinisikan
sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi
tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan
memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar
atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini
khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah
yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang
memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang
perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien dan keluarga. Selain itu
dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien
salah satunya adalah memberikan informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang
kondisi dan penyakitnya. Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan
menurut American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada
pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini
penting karena merupakan faktor utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan.
Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat
harus memikirkan alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami
tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia dan bertanggung
jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan
kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat.
Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan
etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk mengatasinya karena tidak
menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk
dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul
masalah komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan
membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan.
Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara
lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-
ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan thompson.
Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang merawat Tn. A ini
dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1.    Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi dan
menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau situasi sebagai
berikut :
 Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang dideritanya
sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan informasi tentang hasil
pemeriksaan kepadanya. 
 Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya berniat
menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk
tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga takut jika Tn. A
akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang
 Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia harus
memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi haknya pasien
untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya.
2.    Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan permasalahan etik
moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada Tn. A terkait dengan
penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
pasien termasuk penyakitnya.
3.    Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan
Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat bersama tim
medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti ini. Adapun alternatif rencana
yang bisa dilakukan antara lain :
a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi hasil
pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi memilih waktu yang tepat ketika
kondisi pasien dan situasinya mendukung.

Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika mendapatkan
informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat.
Selain itu untuk alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang
kuat dari keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun perilaku dari
keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A. Dengan demikian
diharapkan secara perlahan, Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga
perawat dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A tentang kondisinya
dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang, maka perawat tersebut bisa menjelaskan
bahwa hasil pemeriksaannya masih dalam proses tim medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan informasi
yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan
menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu
bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.

b.   Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak
pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan
sudah ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung
menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati haknya sebagai
pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada
psikologisnya dan proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun
mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan informasi,
maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri
berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa
perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti inilah
yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A.
Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk
menghindari hal tersebut.
           Kendala-kendala yang mungkin timbul :
1)             Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut kepada Tn. A
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena tidak ingin Tn. A frustasi
dengan kondisinya. Tetapi seperti yang diceritakan diatas bahwa ketika Tn. A tahu dengan
sendirinya justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-anggapan yang bersifat
emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus
mendekati keluarga Tn. A dan menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak
menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka perawat
dan tim medis lain bisa menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas dampak
yang terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa
perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang bertentangan dengan
kode etik dan profesi keperawatan.
2)             Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi yang diberikan perawat.
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang sedang mendapatkan
permasalahan yang membuat dia tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan pendekatan-
pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga meminta keluarga untuk tetap
memberikan support sistemnya dan tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut.
Hal ini perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan dapat menerima
kondisinya dan mempunyai semangat untuk sembuh.

4.    Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim
medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan
mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik
harus berdasar pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah
suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ),
yang meliputi :
a.              Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan keluarganya
tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat harus
mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
b.             Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik dan tidak
merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling
baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A
c.              Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti Tn. A
mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu
memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.
d.             Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian pada Tn. A baik
secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e.              Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A tentang
penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan
merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
f.              Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum dilakukan
pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan menginformasikan hasil
pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap
dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini
mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut nantinya.
g.             Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu menghargai apa yang
menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan
pasien kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa diambil dari dua
alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung memberikan
informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan
semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi
haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing.
Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan pendekatan-pendekatan
dan caring serta komunikasi terapeutik.

5.    Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A
beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka pendekatan-
pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang pada intinya
membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.
BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien,
masyarakat atau profesi lain, maka perawat harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam
menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya.
Dengan demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan
secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan
advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien, penghormatan
terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
Selain itu dalam menyelesaikan permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan
tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu pihak.

B.       SARAN
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang keperawatan harus
ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang
etika keperawatan sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).

Anda mungkin juga menyukai