Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOARTHRITIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

DISUSUN OLEH :

Ria Triani C.0105.18.02


Rosa Anugrah Kusuma Dewi C.0105.18.021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
KOTA CIMAHI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah adalah salah
satu sarana untuk mengembangkan kreativitas mahasiswa juga pengetahuan yang
dimiliki mahasiswa. Makalah ini merupakan suatu sumbangan pikiran dari penulis
untuk dapat digunakan oleh pembaca.

Makalah ini disusun berdasarkan data-data dan sumber-sumber yang telah


diperoleh penulis. Penulis menyusun makalah ini dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh pembaca sehingga makalah ini dapat dengan mudah dimengerti
oleh pembaca. Pada akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dalam memahami konsep laporan pendahuluan mengenai
Osteoarthritis pada pasien.

Cimahi, 13 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. TUJUAN PENULISAN.........................................................................................6
C. MANFAAT PENULISAN.....................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................7
A. Definisi...................................................................................................................7
B. Anatomi..................................................................................................................7
C. Etiologi...................................................................................................................8
D. Klasifikasi..............................................................................................................9
E. Patofisiologi.........................................................................................................10
F. Tanda dan gejala...................................................................................................11
G. Diagnosa banding.................................................................................................12
H. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................12
I. Pathway................................................................................................................18
J. Penatalaksanaan Klinis.........................................................................................19
BAB III............................................................................................................................21
TINJAUAN KASUS........................................................................................................21
A. Pengkajian keperawatan.......................................................................................21
B. Analisa Data.........................................................................................................24
C. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................27
D. Perencanaan Keperawatan....................................................................................28
BAB IV............................................................................................................................48
PENUTUP.......................................................................................................................48
A. Kesimpulan..........................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................49

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative yang

paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya.

Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling sering adalah sendi

penyokong berat badan (Ilyas, 2002). Osteoarthritis merupakan salah

satu yang disebabkan oleh faktor degenerasi yang paling sering

dijumpai pada penyakit muscoloskeletal dan osteoarthritis

merupakan penyebab terbanyak keterbatasan gerak dan fungsi,

lokasi yang sering terkena adalah sendi lutut (Susilawatidkk., 2015).

Osteoarthritis merupakan penyakit gangguan homeostasis

metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan

kartilago yang penyebabnya diperkirakan multifaktorial antara lain

oleh karena faktor umur, stres mekanis atau kimia, penggunaan sendi

yang berlebihan defek anatomi, obesitas, genetik dan humoral

(Arismunandar, 2015).

Osteoarthritisdiderita oleh 151 juta jiwadi seluruh dunia dan

mencapai 24 jutadi kawasan Asia Tenggara. Prevalensi osteoarthritis

juga terus meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia

penderita. Berdasarkan temuanradiologis, didapati bahwa 70% dari

penderita yang berumur lebih dari 65 tahun penderita osteoarthritis

iii
(Suhendriyo, 2014).

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang menduduki

rangking pertama penyebab nyeri dan disabilitas (ketidakmampuan)

pada umumnya menyerang sendi-sendi penopang berat badan

terutama sendi lutut. Osteoarthritis dimulai dengan kerusakan pada

seluruh sendi. Problematik yang paling utama yang dirasakan pada

pasien osteoarthritis adalah keterbatasan aktivitas fungsional.

Osteoarthritis juga dapat menimbulkan gangguan aktivitas

fungsional seperti kesulitan berjalan jarakjauh, sulit berdiri dari

posisi berjongkok, naik turun tangga dan juga menyebabkan aktivitas

fungsional terganggu.

Osteoarthritis merupakan suatu keadaan patologi yang

mengenai kartilago hialin dari sendi lutut, di mana terjadi

pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan

subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi.

Saat mengalami degenerasi kartilago hialin mengalami kerapuhan, di

mana perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi

(kartilago hialin) berkenaan dengan perubahan biokimia di bawah

permukaan kartilago yang akan meningkatkan sintesis timidin dan

glisin. Akibat dari ketidak seimbangan antara regenerasi dengan

degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan

pengelupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas sebagai corpus

liberayang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi

iv
bergerak.Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan tebal serta

terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi. Jika

kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak

beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit,

ketidakstabilan dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka

akan mengeritasi membran sinovial dimana terdapat banyak

reseptor-reseptor nyeri dan kemudian akan menimbulkan hidrops.

Dengan terjepitnya ujung-ujung saraf polimodal yang terdapat di

sekitar sendi karena terbentuknya osteofit serta adanya

pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi maka

akanmenimbulkan nyeritekan dan nyeri gerak. Pada kapsul-ligamen

sendi akan terjadiiritasi dan pemendekan, hal ini disebabkan karena

imobilisasi dan kelenturan colagen yang berkurang, pelunakan

lapisan rawan yang diikuti oleh pecahnya permukaan sendi,

terjadinya pengerasan pada tulang di bawah lapisan rawan sehingga

kelenturan berkurang. Kemudian terjadi kontraktur jaringan ikat

maupun kapsul sendi sehingga lingkup gerak sendi semakin lama

semakin sempit. Aksesakibat kelanjutan dari berbagai gangguan ini

pasien akan mengalami keterbatasanaktivitas fungsional.

Berdasarkan International Classification Of Functioning,

Disability And Health (ICF) aktivitas dasar sehari-hari dilaksanakan

pada saat jongkok, berlutut dari posisi duduk ke berdiri dan

mempertahankan posisi dari posisi berjongkok beberapa saatsampai

v
pada mempertahankan posisi berlutut beberapa saat dan mengambil

benda di bawah sambil menekuk lutut. Aktivitas fungsional sehari-

hari yang dikerjakan seperti membersihkan rumah serta aktivitas

olah raga seperti berlari, melompat dan aktivitas berpegian seperti

berjalan dipermukaan berbeda, menggunakan transpotasi pribadi dan

menggunakan transpotasi umum. Salah satu pelayanan kesehatan

yang ikut berperan dalam rehabilitasi penyakit ini adalah fisioterapi.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara

dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang

kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,

peningkatan gerak, peralatan (fisik, electroterapeutis dan mekanis)

pelatihan fungsi, komunikasi (Kepmenkes Pasal 1 Nomor 80, 2013).

Tujuan fisioterapi iniadalah untuk meningkatkan aktivitas fungsional

pada otot sekitar kneedan membantu mengembalikan gerak dan

fungsional pasien. Untuk mengatasi problematik pada modalitas

fisioterapi yang digunakan antara lain transcutaneus Electrical

Nerves Stimulation dan InfraRed Radiation dan terapi latihan. Salah

satu bentuk terapi latihan adalah Open Kinetic Chain dan Closed

Kinetic Chain berfungsi sebagai peningkatan aktivitas fungsional

setelah pemberian Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation dan

InfraRed Radiation pada penderita osteoarthritisknee.

Open Kinetic Chaina dalah suatu latihan gerak aktif yang

vi
melibatkan satu otot dan sendi saja (single joint) dan tanpa disertai

pergerakan pada SegmenProksimalnya. Latihan Open Kinetic

Chainpada jaringan yaitu mengubah lingkungan lokal pada serabut

matriks yang tidak beraturan melalui gerak antar persendian secara

berlahan yang akan menstimulasi mechano growth factor karena

terjadinya peningkatan lubrication sebagai syarat meningkatnya

jumlah zat plastin, zat plastin sebagai prekusor perangsang

Glucosaminoglycans(GAG’s). Zatplastin ini berfungsi sebagai

pengganti jaringan baru yang terdiri atas kandungan asam amino

protein yang akan disintesis dengan fasilitasi gerak

perlahanyangakan mengurai endapan dan akan terbentuk jarak baru

untuk mengatur sintesis kolagen, yang bertujuan menurunkan

adhesive abnormalformasi (kekakuan). Melalui peningkatan

kontraktil protein dan sistem okidasi pada muscle belly quadriceps,

ditandai dengan meningkatnya pasokan oksigen otot sebagai awal

terjadinya peningkatan metabolisme dan perbaikan jaringan dengan

produksi jaringan yang baru serta perbaikan pada tulang rawan maka

akan meningkatkan Range Of Motion (ROM) sendi Knee.

Closed Kinetic Chaina dalah suatu latihan gerak aktif yang

melibatkan beberapakelompok otot sekaligus dan beberapa sendi

(multiple joint). Latihan Closed Kinetic Chainbermanfaat untuk

melatih otot-otot tungkai bawah terutama untuk meningkatkan

kemampuan fungsional pada osteoarhritisKnee. Karena pada

vii
prinsipnya latihanClosed Kinetic Chainadalah latihan yang

menguatkan otot agonisdan antagonis secara bersamaan dan

merupakan latihan yang lebih fisiologis untuk anggota gerak bawah.

Teknik gerak Closed Kinetic Chain adalah latihan gerak

sesuai dengan bidang anatomi sendilutut yaitu gerak fleksi-ekstensi

dan gerak yang ditujukan untuk aktivitas sehari-hari (Activity Daily

Livingatau ADL) seperti jongkok ke berdiri dan toileting. Dengan

fleksibilitas dan kekuatan otot yang baik akan mendukung

kemampuan gerak dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(Susilawatidkk., 2015).

Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation dalam kasus ini

lebih digunakan untuk mengurangi nyeri. Dengan menggunakan

teori gerbang kontrol, akan menyebabkan penuntupan pada gerbang

yang akan membloking transmisi implusdari serabut aferen

nosiseptorsehingga nyeri akan berkurang atau menghilang.

Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation merupakan suatu cara

penggunaanenergi listrik guna merasang sistem saraf melalui

permukaan kulit dan terbukti efektif untuk mengurangi berbagai

nyeri. Aplikasi elektroterapi ditunjukan untuk menghambat

mekanisme aktifitas nociceptorbaik pada tingkat perifer maupun

tingkat supra supinatus (Parjoto, 2006).

viii
B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

a. Agar mahasiswa keperawatan mampu melaksanakan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan

akibat sirosis hepatis secara langsung dan komprehensif.

b. Agar mahasiswa keperawatan bisa menyelesaikan kasus kasus

yang terjadi dalam masalah keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menjelaskan pengertian Osteoartritis.

b. Untuk menjelaskan Etiologi dri Osteoartritis.

c. Untuk menjelaskan manifestasi klinis Osteoartritis.

d. Untuk menjelaskan klasifikasi dari Osteoartritis.

e. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan gangguan dengan

Osteoartritis.

C. MANFAAT PENULISAN

1. Mahasiswa mampu memahami definisi Osteoartritis.

2. Mahasiwa dapat mengetahui penyebab dari Osteoartritis.

3. Mahasiswa mampu memahami konsep penyakit Osteoartritis.

4. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan yang diberikan

pada pasien Osteoartritis.

ix
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Osteoarthritis merupakan suatu kelainan degerasi sendi

yang terjadi pada cartilage (tulang rawan) yang ditandai dengan

timbulnya nyeri saat terjadi penekanan pada sendi yang terkena.

Faktor yang dapat mempemgaruhi terjadinya osteoarthritis yaitu

genetika, usia lanjut, jenis kelamn permpuan, dan obesitas (Zhang

et al, 2016).

B. Anatomi

1. Struktur kartilago

Pada kondisi Osteoarthritis kartilago yang berada

disekitar persendian mengalami kerusakan. Hal ini bisa

diakibatkan karena adanya gangguan genetik seperti cacat

pada kolagen tipe 2 dan beberapa kondropati lainnya, dimana

mutasi akan mempengaruhi protein pada kartilago yang

terkait, sehingga menyebabkan osteoarthritis berkembang

semakin cepat. Pada Osteoarthritis non traumatis, kartilago

mengalami pelunakan yang diakibatkan adanya kerusakan

jaringan paa kolagen tipe2 yang menyebabkan peningkatan

penyerapan air proteoglycaan yang lama terjadi sehingga

x
dianggap sebagai patogenik awal (Mcgonagle et al, 2010).

xi
2. Struktur ligamen

Robekan pada anterior crusiate ligamen ( ACL ) dan cedera

gabungan yang melibatkan ligamen kolateral telah terbukti sebagai

faktor berkembangnya penyakit Osteoarthritis, hal ini telah

dibuktikan berdasarkan hasil radiografi. Menurut analisa Cohort,

robeknya ACL dapat menyebabkan peningkatan resiko kehilangan

tulang rawan (Ordeberg, 2009).

3. Struktur meniskus

Pada kasus Osteoarthritis meniskus mengalami ekskrusi,

yaitu kondisi dari pada kehilangan tulang rawan artikular,

sebenarnya telah diketahui bahwa penyempitan ruang sendi dalam

waktu yang lama dan diabaikan merupakan penyebab utama

terjadinya Osteoarthritis. Di dalam radiografi telah menunjukkan

bahwa hilangnya ruang sendi adalah sebuah konsekuensi ekskrusi

meniskus medial dari posisi normal. Sehingga meniskus mengalami

perpindahan. Selain itu disfungsi MCL juga bisa menjadi penyebab

utama terjadinya ekskrusi meniskus, karena MCL bertindak sebagai

pengekang meniskus medial selama melakukan lonjakan,

perpanjangan dari lutut dan dapat memainkan peran dalam mencegah

ekskrusi. Selain itu robekan pada meniskus posterior dapat

menyebabkan osteoarthritis yang progresif, hal ini disebakan karena

gangguan sendi luut yang dinamis membuat tekanan di lingkaran

meniskus menjadi abnormal (Mcgonagle et al, 2010).

7
4. Struktur tulang

Sebagaimana cedera pada jaringan sendi lainnya, trauma

tulang dapat menyebabkan mal alignment atau predisposisi sendi

bisa menyebabkan tekanan yang abnormal, sehingga akan

mempercepat pula terjadinya osteoarthritis, bebrapa jenis displasia

tulang juga dapat menyebabkan perubahan biomekanik sendi dan

selanjutnya akan mengakibatkan osteoarthritis. Hal utama yang

sering menyebabkan Osteoarthritis yaitu peningkatan kekakuan plat

tulang subchondral bisa memulai kerusakan kartilago, terutama

fibrilasi, karena integritas kedua jaringan diperlukan fungsi sendi

yang normal (Mcgonagle et al, 2010).

5. Sinovial

Sinovitis mungkin bukan inisiator utama yang mengakibatkan

osteoarthritis, namun pentingnya sinovitis dan radang sendi secara

umum sebagai faktor sekunder yang melibatkan sitokin pro inflamasi

mendorong perusakan sendi yang progresif. Osteoarthritis yang

berasal dari sinovial mengacu pada pengaturan penyakit dimana

Osteoarthritis dipicu terutama oleh lapisan sendi peradangan

autoimun primer, artropati septik atau kristal (Mcgonagle et al,

2010)

C. Etiologi

Menurut (Michael, Schlüter-brust, & Eysel, 2010) etiologi dari

osteoarthritis dibagi menjadi 2 keloompok, yaitu Osteoarthritis primer

8
dan Osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis primer merupakan

osteoarthritis ideopatik atau osteoarthritis yang belum diketahui

penyebabnya. Sedangkan osteoarthritis sekunder penyebabnya yaitu

pasca trauma, genetik, mal posisi, pasca operasi, metabolik, gangguan

endokrin, osteonekrosis aseptik. Menurut (heidari, 2011) osteoarthritis

memiliki etiologi multifaktoral, yang terjadi karena karena interaksi

antara faktor sistemik dan lokal. Usia, jenis kelamin perempuan, berat

badan, dan obesitas, cedera lutut, penggunaan sendi berulang, kepadatan

tulang, kelemahan otot, dan kelemahan sendi memainkan peran dalam

pengembangan OA sendi.

D. Klasifikasi

Menurut Kellgren dan Lawrence dalam pemeriksaan radiologi

diklasifikasikan sebagai berikut :

Grade 0: normal, tidak tapak adanya tanda-tanda Osteoarthritis pada

radiologi.

Grade 1: Ragu-ragu tanpa osteofit

Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.

Grade 3: Sedang, terdaat ruang antar sendi yang cukup besar.

Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang

lebar dengan sclerosis pada tulang subchondral (Kohn, Sassoon, &

Fernando, 2016).

9
Gambar 2.1 klasifikasi OA (Kohn et al., 2016).

E. Patofisiologi

Osteoarthritis berkembang dengan pengaruh dari interaksi

beberapa faktor dan hal ini merupakan hasil dari interaksi antara sistemik

dan faktor lokal. Penyakit ini merupakan hasil dari beberapa kominasi

faktor resiko, diantaranya yaitu usia lanjut, mal alignmen lutut, obesitas,

trauma, genetik, ketidak seimbangan proses fisiologis dan peningkatan

kepadatan tulang. Bukti bahwa obesitas itu sindrom yang komplek yaitu

adannya ketidak normalan aktivasi jalur endokrin dan jalur pro inflamasi

yang mengakibatkan perubahan kontrol makanan,ekspansi lemak, dan

perubahan metabolik (Heidari, 2011). Selain itu kasus Osteoarthritis juga

disebabkan oleh faktor kelainan struktural yang ada di sekitar persendian.

Pada kartilago, terdapat kerusakan yang diakibatkan oleh cacat kolagen

tipe 2 dan beberapa kondropati lainnya, dimana mutasi akan

10
mempengaruhi protein pada kartilago yang terkait, sehingga

menyebabkan osteoarthritis berkembang semakin cepat. Pada struktur

ligamen, terdapat kerusakan pada ACL atau cedera gabungan yang

melibatkan ligamen ko lateral, sehingga ndapat meningkatkan resiko

kehilangan tulang rawan. Kemudian pada struktur meniskus, terdapat

ekskrusi meniskus, yaitu kondisi hilangnya tulang rawan yang

diakibatkan oleh penyempitan ruang sendi dalam waktu yang lama dan

terabaikan, hal tersebut juga merupakan penyebab utama OA. Kemudian

pada struktur tulang, terdapat trauma tulang atau predispoisisi yang

menyebabkan tekanan menjadi abnormal (Mcgonagle et al, 2010).

F. Tanda dan gejala

Nyeri pada osteoathritis biasanya meningkat ketika penderita

melakukan aktifitas an berkurang ketika beristirahat. Ostoarthritis yang

lebih lanjut dapat menybabkan nyeri pada saat beristirahat dan dimalam

hari, sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan dalam tidur karena

nyeri yang semakin meningkat. Gejala utama yang menunjukkan adanya

diagnosis osteoarthritis meliputi:

 Nyeri pada persendian yan terkena

 Menurangi fungsi dari sendi yang terkena

 Kekakuan (durasinya pendek, sendi terasa kaku saat lama tidak

digunakan,namun kekakuannya hanya sebentar)

 Ketidakstabilan sendi

11
 Penderita biasanya mengeluhkan gerakan sendi yang berkurang,

deformitas, pembengkakan, krepitasi, banyak terjadi pada usia lanjut

>40 tahun

 Apabila nyerinya terlalu lama maka nyeri tersebut berkaitan dengan

tekanan psikologis (Hunter et al., 2009).

G. Diagnosa banding

Banyak kondisi yang menyebabkan nyeri pada persendian.

Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaiman terjadinya.

Diagnosis banding dari osteoarthritis knee yaitu penyakit sendi

peradanga seperti gout dan rematoidarthritis. Gout adalah suatu kondisi

dimana terjadi penumpukan asa urat di dalam tubuh, sehingga

menyebabkan pembentukan kristal monosodium urate di berbagai

jaringan (Tausche et al., 2009). Adapun rhemauthoidarthritis adalah

penyakit rhematik inflamasi dengan progresif yang mempengaruhi

struktur artikular dan ekstra artikular yang mengakibatkan asa sakit,

cacat,dan mortalitas. Peradangan yang terus-menerus akan

mengakibatkan kerusakan sendi yang erosif dan gangguan fungsional

pada sebagian besar pasien ( heidar, 2011)

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes Ballotement

Ballotement test merupakan pemeriksaan yang digunakan

untuk mengetahui adanya cairan di dalam lutut. Caranya, yaitu

12
dengan mengosongkan resessus patelaris dengan menekan

menggunakan satu tangan, disamping itu dengan jari-jari tangan

yang lainnya patela ditekan ke bawah. Bila normal patella tidak

bisa ditekan ke bawah, namun apabila patela tidak bisa ditekan ke

bawah, maka terdapat penumpukan cairan yang membuat patella

terangkat (Maricar, Callaghan, Parkes, & Felson, 2017)

2. Tes Mc Murray

Mc murray merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk

mendeteksi robekan di segmen meniskus bagian belakang.

Caranya, yaitu dengan menempatkan lutut melebihhi 900 dari fleksi

dankemudian memutar tibia di atas tulang femur menjadi rotasi

internal secara penuh untuk menguji meniskus bagian lateral, atau

rotasi eksternal penuh untuk memeriksa meniskus medial.

Manuver- manuver sama dilakukan dalam tingkatan yang bertahap

untuk meningkatkan derajat fleksi lutut dapat memuat lebih banyak

segmen meniskus posterior. Selama pemeriksaan, garis persendian

bagian lateral maupun medial di palpasi. Hasil dianggap positif

apabila terdapat suara klik. Suara klik kadang bisa didengar dan

kadang hanya bisa dirasakan (H, Mt, Phys, & Hite, n.d, 2009)

3. Tes valgus dan varus

Gerakan valgus merupakan geakan ke sisi luar/samping

(lateral), sedangkan varus adalah gerakan ke sisi dalam/tengah

(medial), Tes ini dilakukan dengan cara 300 fleksi knee, kemudian

13
terapis memegang sisi lateral sendi lutut untuk mengidentifikasi

ligamen MCL, dan smemegang sisi medial sendi lutut untuk

mengidentifikasi ligamen LCL, kemudian terapis meregangkan

persendian lutut ke arah lateral untuk mengecek ligamen MCL, dan

meregangkan ke arah medial untuk mengecek ligamen LCL,

kemudian setelah itu terapis meraba garis sendi untuk menentukan

jumlah nilai pembukaan sendi (Ismailidis, Kernen, & Mueller,

2017).

4. Tes Anterior Drawer

Anterior dan posterior drawer test merupakan tes yang

digunakan untuk mengidentifikasi ligamen ACL dan PCL (Rossi et

al., 2011). tataaranya yaitu dengan posisi pasien tidur terlentang

kemudian salah satu kaki pasien yang akan di periksa difleksikan

atau ditekuk 45 derajat, sedangkan kaki yang lain tetap dala posisi

lurus, pergelangan kaki pasien yang akan diperiksa di duduki

terapis supaya dpat terfiksasi, kedua tang terapis memegang os.

Tibialis sembari memberi tarikan ke arah anterior untuk

mengetahui adanya ruptur ACL dan ke arah posterior untuk

mengetahui adanya ruptur PCL (Makhmalbaf et al, 2013)

5. Tes kualitas dan kuantitas ROM knee

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari persendian

lutut dan kuantitas dari lingkup gerak sendi pada lutut. Cara

mengetesnya yaitu dengan meminta pasien untuk menggerakkan

14
persendian lutut secara aktif dan terapis memperhatikan keadaan

persendian tersebut mulai dari adakah krepitasi pada persendian

sampai bagaiman kuantitas dari lingkup gerak sendi pada lutut

pasien.

6. Infra Red

Infra Red merupakan radiasi elektromagnetik dengan

panjang gelombang dengan panjang berkisar antara 760 nm

hingga 100.000 nm yang terbagi menjadi dua jenis mesin, yaitu

luminous dan non luminous (Tsai & Hamblin, 2017). Efek dari

pancaran sinar Infra Red ini sendiri yaitu memberikan pemanasan

superfisial pada daerah kulit yang akan menghasilkan efek

fisiologis, seperti aktifnya reseptor panas superfisial pada kulit

untuk mengubah transmisi atau konduksi saraf sensoris dalam

menghantarkan nyeri, sehingga dapat mengurangi nyeri,

memberikan rasa nyaman dan rileks pada otot(Ansari et al.,

2014).

7. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation

Transkutaneus Electrical Nerve Stimulation adalah

intervensi untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan aliran

listrik bertegangan rendah dalam mengaktifkan jaringan saraf

yang komplek. Hal ini terjadi oleh karena aktifnya saraf

descenden dalam saraf pusat untuk mengurangi hiperalgesia

(Josimari, 2014).

15
Pada TENS dengan frequensi tinggi dapat mengurangi

substansi P, yang akan meningkat pada ganglia pada manusia

setelah cedera jaringan, sedangkan pada TENS dengan frequensi

rendah dapat memblokade reseptor opioid perifer, sehingga

mencegah analgesia, dengan demikian TENS juga dapat

mengubah rangsangan nosiseptornpeifer untuk mengurangi

masukan aferen ke sistem saraf pusat (Vance, et al, 2014)

8. Terapi Latihan

a) Kontraksi Isometrik (Quad sets)

Konraksi isometrik merupakan kontraksi yang tidak

melibatkan pemanjangan dan pemendekan otot, kontraksi ini juga

biasa disebut kontraksi statis (Sudarsono, 2012). Pada kasus

Osteoarthritis latihan ini ditujukan untuk penguatan otot

quadrisep, karena otot kuadrisep sangat berhubungan sekali

dengan Osteoarthritis lutut, keleahan otot ini bisa menjadi faktor

sesiko Osteoarthritis lutut (Nugraha & Kambayana, 2017).

latihan ini dapat dilakukan dengan posisi terlentang atau duduk

dengan posisi kaki ekstensi yang tidak penuh, kemudian meminta

pasien untuk mengontraksikan kuadriseps secara isometrik

sehingga patela meluncur ke proksimal, lalu tahan selama 6

sampai 10 detik, kemudian pasien diminta istirahat selama 2

detik, setelah itu pasien diminta untuk melakukan kontraksi

berulang seperti awal ( Kisner & Colby, 2014 )

16
b) Latihan Sepeda Statis

Latihan ini merupakan latihan dengan menggunakan sepeda

statis yang bertujuan untuk penguatan otot memberikan tahanan

terhadap otot pada gerakan ekstremitas berulang, non impact, dan

ekstremitas bawah (criss rissel, 2013). Latihan ini di lakukan

dengan resiprokal. Beban tahanan di tingkatkan sesuai dengan

kemampuan pasien pada saat pasien mengayuh sepeda (Kisner &

Colby, 2014).

17
I. Pathway

18
J. Penatalaksanaan Klinis

1. Terapi non─farmakologis

a. Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien

dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang

dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin

parah, dan agar persendiannya tetap terpakai

b. Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Tetapi

ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat

dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan factor yang memperberat OA.

Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih

dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila

berat badan berlebih.

2. Terapi farmakologis

a. Obat antiinflamasi Nonsteroid (AINS), inhibitor

siklooksigenase2 (COX 2), dan Asetaminofen

Obat antiinflamasi Nonsteroid (AINS), inhibitor

siklooksigenase2 (COX 2), dan Asetaminofen untuk mengobati rasa

nyeri yang timbul pada OA lutut, pengguna obat AINS dan inhibitor

COX 2 dinilai lebih efektif dari pada pengguna asetaminofen.

Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi dari pada

asetaminofen, asetamonifen tetap menjadi obat pilihan pertama

dalam penanganan rasa nyeri pada OA.

19
Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS

adalah dengan cara mengombinasikannya dengan menggunakan

inhibitor COX 2.

b. Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat

menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA.

Obat obatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah :

tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan,

vitamin C dan sebagainya.

d. Terapi pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk

mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila

terjadi demorfitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari hari

20
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian keperawatan

1. Keluhan Utama

2. Riwayat kesehatan sekarang

Nyeri pada salah satu sendi (kekakuan)

3. Riwayat kesehatan sebelumnya

a) Kemungkinan klien pernah mengalami nyeri sebelumnya

sehingga mengalami kekuan sendi juga.

b) Kemungkinan klien pernah mengalami gangguan ADL dan

aktivitas perawatan diri

4. Riwayat kesehatan keluarga

Pekerjaan, aktivitas rekreasional.

5. Riwayat kesehatan spiritual

a) Kemungkinan hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat

kurang baik, kemungkinan ekonomi yang kurang mencukupi,

adanya kebudayaan klien yang mempengaruhi klien.

b) Kemungkinan klien melakukan ibadah agama dan kepercayaan

dengan baik.

6. Pemeriksaan Fisik

a) Mulai pemeriksaan dengan pengkajian gaya berjalan dan postur.

Observasi cara pasien berjalan, duduk dan bergerak disekitar

tempat tidur.

21
b) Inpeksi dan palpasi tulang untuk semua deformitas yang nyata

atau perubahan dalam hal ukuran atau bentuk. Palpasi juga akan

menunjukan nyeri tekan atau nyeri.

c) Ukur panjang dan lingkar ekstremitas. Sebelum melakukan

pengukuran, pastikan pasien berbaring pada posisi yang aman.

Ingat untuk membandingkan ekstremitas secara bilateral.

d) Kaji sendi untuk pembengkakan, nyeri, kemerahan, hangat,

krepitus dan ROM. Hanya kaji ROM pada setiap sendi jika

pasien memiliki masalah moskuloskeletal khusus. Akan tetapi,

mengkaji suatu sendi atau lebih merupakan bagian umum

asuhan keperawatan.

e) Kaji massa otot dengan pertama kali menginspeksi peningkatan

atau penurunan ukuran yang nyata. Kaji dan dokumntasikan

kekuatan otot pada skala 0 hingga 5.

Skala Penilaian Otot

Penjelasan Pengkajian

0 (Tidak tampak) kontraksi; paralisis

1 Dapat merasakan kontaksi otot, tetapi tidak

ada gerakan ekstremitas

2 ROM pasif

3 ROM penuh terhadap gravitasi

4 ROM penuh terhadap beberapa tahanan

5 ROM penuh terhadap tahanan penuh

22
 Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk

dengan stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari,

biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi

fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu

senggang, pekerjaan, keletihan, malaise.

 Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit:

kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.

f)    Kardiovaskuler

Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat

litermiten, sianosis kemudian kemerahan pada jari

sebelum warna kembali normal.

g) Integritas Ego

 Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial

pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.

 Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi

ketidakmampuan).

 Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas

pribadi, misalnya ketergantungan pada orang lain.

h) Makanan / Cairan

 Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau

mengkonsumsi makanan atau cairan adekuat

mual, anoreksia.

23
 Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat

badan, kekeringan pada membran mukosa.

i) Hygiene

 Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas

perawatan diri, ketergantungan pada orang lain.

B. Analisa Data

No. DATA ETIOLOGI DX KEP


1. DS : Osteoarthritis Nyeri kronik b/d
 Klien mengeluh nyeri distensi jaringan oleh
 Klien merasa depresi Efusi sendi akumulasi
(tertekan) cairan/proses
 Kien merasa takut Penyempitan rongga inflamasi, distruksi

mengalami cedera sendi sendi.

berulang
Gerakan akibat aktivitas
DO :
 Tampak meringis Nyeri kronis

 Gelisah
 Tidak
 Bersikap protektif (mis.
Posisi menghindari
nyeri)
 Waspada
 Pola tidur berubah
 Anoreksia
 Focus menyempit
 Berfokus pada diri
sendiri

24
2. DS : Adanya factor Gangguan Mobilitas
 Klien mengeluh sulit penyebab Fisik b/d Deformitas
menggerakkan skeletal, nyeri,
ekstremitas Meningkatnya dalam ketidaknyamanan
 Nyeri saat bergerak serum penurunan kekuatan

 Enggan melakukan otot.

pergerakan Mengendap pada

 Merasa cemas saat jaringan sendi

bergerak
DO : Terjadi pembentuka

 Kekuatan otot menurun topus pada persendian

 Rentang gerak (ROM)


Gangguan mobilitas
menurun
fisik (sendi)
 Sendi kaku
 Gerakan kaki tidak
terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah

3 3. DS : Gangguan Citra Tubuh


 Mengungkapkan kecacatan / Ketidakseimbangan b/d ketidakseimbangan
kehilangan mobilitas mobilitas.
 Tidak mau ungkapkan
bagian tubuh yang hilang Gangguan psikososial
 Mengungkapkan perasaan
negative mengenai Perasaan negative
perubahan tubuh terhadap tubuh

 Mengungkapkan
kekhawatiran pada reaksi Gangguan citra tubuh
orang lain
 Mengungkapkan perubahan
gaya hidup

DO :

25
 Kehilangan bagian tubuh
 Fungsi/struktur tubuh
berubah/ hilang
 Menyembunyikan/
menunjukkan bagian tubuh
secara berlebihan
 Menghindari melihat/
menyentuh bagian tubuh
 Focus berlebihan pada
perubahan tubuh
 Respon nonverbal pada
perubahan dan persepsi
tubuh
 Focus pada penampilan dan
kekuatan masa lalu
 Hubungan social berubah

2 DS : Osteoartrhitis Defisit Perawatan


2 4. Diri b/d terbatasnya
DO : Perubahan fungsi tulang gerakan sendi
 Tidak mampu
mandi/mengenakan Deformitas sendi
pakaian/makan/ke
toilet/ berhias secara Sulit bergerak
mandiri.
 Minat melakukan Gangguan mobilitas
3. perawatan diri kurang fisik terganggu

Deficit perawatan diri

5 5. DS:- Pendidikan rendah Defisit Pengetahuan


b/d ketidaktahuan
DO: kurangnya terpapar Mengenai Penyakit
 Menunjukan perilaku informasi
tidak sesuai anjuran.
26
 Menunjukan persepsi Defisit pengetahuan
yang keliru terhadap
masalah.
 Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
 Menunjukan perilaku
berlebih

C. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri kronik b/d distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi,

distruksi sendi.

2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan

penurunan kekuatan otot.

3. Gangguan Citra Tubuh b/d ketidakseimbangan mobilitas.

4. Defisit Perawatan Diri b/d terbatasnya gerakan sendi

5. Defisit Pengetahuan b/d ketidaktahuan mengenai penyakit

27
D. Perencanaan Keperawatan

NO DX KEP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri kronik b/d distensi Tupan : Setelah dilakukan Manajemen nyeri Manajemen nyeri

jaringan oleh akumulasi tindakan keperawatan selama Observasi Observasi

cairan/proses inflamasi, 3x24 jam, diharapkan Nyeri 1. Identifikasi lokasi karakteristik, 1. Untuk mengetahui

distruksi sendi kronik dapat teratasi. durasi, frekuensi, kualitas, lokasi karakteristik

DS : intensitas nyeri durasi frekuensi kualitas

 Mengeluh nyeri Tupen : Setelah dilakukan 2. Identifikasi skala nyeri serta intensitas nyeri
DO : tindakan keperawatan selama 3. Identifikasi respon nyeri non yang dirasakan pasien
 Tampak meringis
3x24 jam, diharapkan nyeri verbal 2. Untuk mengetahui
 Bersikap protektif
kronik dapat berkurang dengan 4. Identifikasi faktor yang sekolah nyeri yang
(mis. Waspada,
posisi menghindari kriteria hasil : memperberat dan memperingan dirasakan pasien
nyeri)  Meringis berkurang nyeri 3. Untuk mengetahui
 Gelisah
 Gelisah berkurang 5. Identifikasi pengetahuan dan respon non verbal
 Frekuensi nadi
meningkat  Mulai mampu keyakinan tentang nyeri pasien saat nyeri

6. Identifikasi pengaruh budaya 4. Untuk mengetahui

28
 Sulit tidur tuntaskan aktivitas terhadap respon nyeri faktor apa saja yang
 Tekanan darah  Bersikap protektif 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada dapat memper berat
meningkat
berkurang kualitas hidup serta memperingan
 Pola napas berubah
 Nafsu makan  Waspada ↓ 8. Monitor keberhasilan terapi nyeri

berubah komplementer yang sudah 5. Untuk mengetahui


 Pola mulai teratur
 Proses berpikir
 Anoreksia berkurang diberikan seberapa jauh
terganggu
9. Monitor efek samping pengetahuan pasien
 Menarik diri  Focus menyempit
 Berfokus pada diri Penggunaan analgetik mengenai nyeri
berkurang
sendiri
6. Untuk mengetahui
 Berfokus pada diri Terapeutik
 Diaforesis
bagaimana pengaruh
sendiri mulai 1. Berikan teknik non farmakologi
budaya terhadap respon
berkurang berupa hypnosis, akupresur,
nyeri pasien
 Diaforesis tertangani terapi musik dan lainnya
7. Untuk mengetahui
2. Kontrol lingkungan yang
pengaruh nyeri pada
memperberat terasa nyeri
kualitas hidup pasien

8. Untuk mengetahui dan

29
3. Fasilitasi istirahat dan tidur memantau seberapa

4. Pertimbangkan jenis dan sumber besar keberhasilan

energi dalam pemilihan strategi terapi komplementer

meredakan nyeri yang diberikan

9. Untuk mengetahui efek


Edukasi
samping Penggunaan
1. Jelaskan penyebab periode dan
analgetik pada pasien
pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan Terapeutik

nyeri 1. Untuk mengurangi rasa

3. Anjurkan memonitor nyari nyeri pada pasien

secara mandiri 2. Untuk mengontrol

4. Anjurkan menggunakan lingkungan yang dapat

analgetik secara tepat memperberat rasa nyeri

5. Ajarkan teknik non farmakologi 3. Agar istirahat dan tidur

30
suntuk mengurangi rasa nyeri pasien terpenuhi

4. Agar strategi dalam


Kolaborasi
meredakan nyeri dapat
1. Kolaborasi pemberian analgetik
memberi efek yang
jika perlu
maksimal

Edukasi

1. Agar pasien dan

keluarga mengetahui

penyebab, periode dan

pemicu nyeri

2. Agar pasien dan

keluarga dapat mengerti

strategi yang akan

dilakukan dalam

31
meredakan nyeri

3. Untuk memandirikan

pasien dan keluarga

dalam memonitor nyeri

4. Agar penggunaan

analgetik tidak diluar

batas dosis yang

ditentukan

5. Untuk memandirikan

pasien beserta

keluarganya dalam

meredakan nyeri

menggunakan teknik

non farmakologis

32
Kolaborasi

1. Agar pemberian

analgetik sesuai dengan

dosis yang ditentukan

2. Gangguan Mobilitas Tupan : Dukungan Mobilisasi Dukungan mobikitas

Fisik b/d Deformitas Setelah dilakukan tindakan a. Observasi a. Observasi

skeletal, nyeri, keperawatan selama 2x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Untuk mengetahui

ketidaknyamanan penurunan gangguan mobilitas fisik pada keluhan fisik lainnya kondisi klien apa

kekuatan otot. OA yang dirasakan pasien 2. Identifikasi toleransi fisik nyerinya terasa atau

DS : dapat teratasi melakukan pergerakan ada keluhan lainnya

 Mengeluh sulit 3. Monitor frekuensi jantung dan 2. Untuk mengetahui


mengerakan
Tupen : tekanan darah sebelum memulai klien dapat
ekstremitas
Setelah dilakukan tindakan mobilisasi menuntaskan
 Nyeri saat bergerak
 Enggan melakukan keperawatan selama 1 x 24 4. Monitor kondisi umum selama aktivitasnya tersebut

33
pergerakan jam diharapkan gangguan OA melakukan mobilisasi atau tidak
 Merasa cemas saat pasien dapat  berkurang 3. Untuk mengetahui
bergerak
dengan kriteria hasil : b. Terapeutik keadaan klien
DO :
 Kekuatan otot kembali 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi sebelum melakukan
 Kekuatan otot
normal dengan alat bantu (mis. Pagar
menurun mobilisasi
 Rentang gerak (ROM)
 Rentang gerak tempat tidur) 4. Untuk mengetahui
tertangani
(ROM) menurun
 Sendiri kaku tertangani 2. Fasilitasi melakukan pergerakan, keadaan klien
 Sendiri kaku
 Gerakan terkoordinasi jika perlu apakah klien merasa
 Gerakan tidak
 Gerakan terbatas
terkoordinasi 3. Libatkan keluarga untuk nyaman atau tidak
Tertangani
 Gerakan terbatas membantu pasien dalam selama melakukan
 Fisik kembali normal
 Fisik lemah
meningkatkan pergerakan mobilisasi

c. Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur

34
mobilisasi b. Terapeutik

2. Anjurkan melakukan mobilisasi 1. Agar pasien dengan

dini mudah melakukan

3. Ajarkan mobilisasi sederhana mobilisasi

yang harus dilakukan (mis. 2. Jika pasien sudah

Duduk ditempat tidur, duduk mampu melakukan

disisi tempat tidur, pindah dari pergerakan

tempat tidur ke kursi) 3. Fasilitasi keluarga

untuk membantu

pergerakan klien

serta jika dibantu

oleh keluarga, klien

dapat lebih nyaman

35
c. Edukasi

1. Beri penjelasan

kepada klien dan

keluarga klien

mengenai tujuan

melakukan

mobilisasi serta

prosedur ketika

melakukan

mobilisasi

2. Perawat dapat

membantu klien

keluar dari tempat

tidurnya dam

membimbing sedini

mungkin untuk

36
berjalan

3. Agar klien dapat

melakukan

aktivitasnya dan

kembali normal

3. Gangguan Citra Tubuh b/d Tupan : Setelah dilakukan Promosi citra tubuh Promosi citra tubuh

ketidakseimbangan tindakan keperawatan selama Observasi Observasi

mobilitas. 3x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi harapan citra 1. Untuk mengetahui

DS : Gangguan citra tubuh dapat tubuh seberapa jauh harapan


 Mengungkapkan
teratasi. 2. Identifikasi budaya, agama, citra tubuh pasien
kecacatan / kehilangan
jenis kelamin dan umur terkait 2. Untuk mengetahui
 Tidak mau ungkapkan
bagian tubuh yang Tupen : Setelah dilakukan citra tubuh faktor-faktor terkait
hilang tindakan keperawatan selama 3. Identifikasi perubahan citra citra tubuh pada pasien
 Mengungkapkan
3x24 jam, diharapkan tubuh yang mengakibatkan meliputi budaya agama
perasaan negative
mengenai perubahan perubahan peran fungsi dapat isolasi social jenis kelamin & umur
tubuh berkurang dengan kriteria hasil 4. Monitor frekuensi pernyataan 3. Untuk mengetahui

37
 Mengungkapkan : kritik terhadap diri sendiri perubahan yang terjadi
kekhawatiran pada
 Kehilangan bagian 5. Monitor apakah pasien bisa pada pasien akibat dari
reaksi orang lain
tubuh melihat bagian tubuh yang perubahan cara
 Mengungkapkan
perubahan gaya hidup  Fungsi / struktur tubuh berubah tubuhnya

berubah / hilang 4. Untuk mengetahui


DO : Terapeutik
 Menyembunyikan / frekuensi kritik terhadap
 Kehilangan bagian 1. Diskusikan perubahan tubuh
tubuh menunjukkan bagian dirinya sendiri
dan fungsinya
 Fungsi/struktur tubuh 5. Untuk mengetahui
tubuh secara berlebihan
berubah/ hilang 2. Diskusikan perbedaan
 Menghindari melihat/ apakah pasien bisa
 Menyembunyikan/ penampilan fisik terhadap
menunjukkan bagian menyentuh bagian tubuh melihat bagian tubuh
harga diri
tubuh secara berlebihan yang berubah atau tidak
 Focus berlebihan pada 3. Diskusikan perubahan akibat
 Menghindari melihat/
perubahan tubuh pubertas dan penuaan Terapeutik
menyentuh bagian
tubuh  Respon non verbal pada 4. Diskusi kan kondisi stres yang 1. Agar pasien
 Focus berlebihan pada
perubahan dan persepsi mempengaruhi citra tubuh mengutarakan
perubahan tubuh
tubuh 5. Diskusikan cara pendapatnya mengenai
 Respon nonverbal pada

38
perubahan dan persepsi  Focus pada penampilan mengembangkan harapan citra perubahan tubuh dan
tubuh
dan kekuatan masa lalu tubuh secara realistis fungsinya
 Focus pada penampilan
 Hubungan social 6. Diskusikan persepsi pasien 2. Agar pasien
dan kekuatan masa lalu
 Hubungan social berubah dan keluarga tentang mengutarakan mengenai
berubah perubahan citra tubuh perbedaan penampilan

fisik terhadap harga


Edukasi
dirinya
1. Jelaskan kepada keluarga
3. Agar pasien
tentang perawatan perubahan
mengutarakan isi
citra tubuh
hatinya terkait
2. Anjurkan mengungkapkan
perubahan yang terjadi
gambaran diri terhadap citra
4. Agar pasien
tubuh
mengutarakan
3. Anjurkan menggunakan alat
pendapatnya mengenai
bantu
kondisi stres yang
4. Anjurkan mengikuti kelompok

39
pendukung dialaminya

5. Latih fungsi tubuh yang 5. Untuk mengajak pasien

dimiliki mengembangkan

6. Latihan peningkatan harapan secara realistis

penampilan diri 6. Untuk mengetahui

7. Pelatih ungkapan kemampuan persepsi pasien dan

diri kepada orang lain maupun keluarga mengenai

kelompok perubahan yang terjadi

Edukasi

1. Agar keluarga

mengetahui perawatan

yang diberikan kepada

pasien terkait perubahan

citra tubuhnya

2. Untuk mengetahui

40
ungkapan gambaran

mengenai citra

tubuhnya

3. Untuk mempermudah

pasien dalam

mengembangkan

harapan misalnya

menggunakan pakaian

atau kosmetik

4. Agar pasien

mendapatkan dukungan

dari lingkungan

sebayanya

5. Untuk mengembangkan

potensi yang dimiliki

6. Untuk memperbaiki

41
penampilan dirinya agar

pasien memiliki harapan

7. Agar pasien terbiasa

untuk mengungkapkan

sesuatu kepada orang

lain maupun kelompok

4. Defisit Perawatan Diri b/d Tupan : 1. Jelaskan pada klien dan keluarga 1. Keterlibatan

terbatasnya gerakan sendi Setelah dilakukan tindakan perawatan diri yang benar. keluargabegitu berarti

DS : - keperawatan selama 2x24 jam 2. Tingkatkan harga diri klien dan dalam proses

masalah yang dirasakan pasien penentuan diri klien. penyembuhan


DO :
dapat teratasi 3. Hilangkan dan bersihkan bau, 2. Dengan mengetahui apa
 Tidak mampu
mandi/mengenakan Tupen : kurangi kekeringan serta sel yang yang diinginkan klien,
pakaian/makan/ke
Setelah dilakukan tindakan mati denagn cara perawatan kulit. perawat dapat
toilet/ berhias
keperawatan selama 1 x 24 4. Rangsang sirkulasi darah, memberikan perawatan
secara mandiri.
 Minat melakukan jam diharapkan yang dirasakan kendorkan otot, buat rasa nyaman yang lebih baik

42
perawatan diri pasien dapat  berkurang denagn cara mandikan klien. 3. Dengan perawatan kulit

dengan kritea hasil : 5. Kurangi nyeri dapat dilakukan dapat bersihkan dan

 Mmampu dengan cara rawat gigi dan mulut hilangkan bau badan
mandi/mengenakan secara teratur. dan kulit menjadi
pakaian/makan/ke
6. Cegah infeksi daerah kepala lembab
toilet/ berhias secara
mandiri. dengan cara perawatan rambut 4. Memandikan dapat
 Minat melakukan seperti mencuci, menyisir atau memberikan rasa segar
perawatan diri
mencukur rambut pada klien, serta pijatan/

7. Cegah terjadi infeksi dan masase selama

pertahankan kebersihan daerah dimandikan dapat

vulva dengan cara lakukan melancarkan sirkulasi

perawatan vulva 5. Rawat gigi secara

8. Kolaborasi dalam pemberian obat teratut dan benar

membersihkan

kuman/sisa makanan

yang menyebabkan

43
nyeri dan bau

6. Perawatan rambut dapat

mencegah infeksi dan

memberikan rasa

nyaman dan segar

7. Pembersihan vulva

mencegah infeksi dan

bau pada daerah vulva

8. Pencegah kambuhnya

infeksi

5. Defisit Pengetahuan b/d Tupan : Edukasi Aktivitas/ Istirahat Observasi

ketidaktahuan Mengenai Setelah dilakukan tindakan Observasi 1. Untuk mengetahui

Penyakit keperawatan selama 2x24 jam 1. Identifikasi kesiapan dan kesiapan pasien dalam

DS:- masalah yang dirasakan pasien kemampuan menerima menerima informasi

dapat teratasi informasi


DO:

44
 Menunjukan perilaku
tidak sesuai anjuran. Tupen : Terapeutik Terapeutik
 Menunjukan persepsi
Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan materi dan media 1. Agar perawat mudah
yang keliru terhadap
masalah. keperawatan selama 1 x 24 pengaturan aktivitas dan dalam memberikan

 Menjalani jam diharapkan yang dirasakan istirahat informasi kepada


pemeriksaan yang
pasien dapat  berkurang 2. Jadwalkan pemberian pasien
tidak tepat
 Menunjukan perilaku dengan kriteria hasil : pendidikan kesehatan sesuai 2. Untuk memberikan

berlebih DS:- kesepakatan rasa nyaman antara


 Menunjukan perilaku
3. Berikan kesempatan kepada pasien dan perawat
tidak sesuai anjuran
pasien dan keluarga untuk 3. Untuk mengetahui
tertangani
 Tidak menunjukan bertanya pasien dan keluarga
persepsi yang keliru Edukasi tentang informasi yg
terhadap masalah.
1. Anjurkan menyusun jadwal sudah disampaikan
 Menjalani pemeriksaan
dengan tepat aktivitas dan istirahat atau pun ada materi

 Tidak menunjukan 2. Ajarkan cara mengidentifikasi yang belum mereka


perilaku berlebih
kebutuhan

45
istirahat(mis.kelelahan,sesak pahami

napas dan aktivitas) Edukasi

3. Ajarkan cara mengidentifikasi 1. Agar pasien bisa

target dan jenis aktivitas sesuai membagi waktu yg baik

kemampuan antara aktivitas dan

isitirahat

2. Untuk mengetahui apa

kebutuhan istirahat

pasien

3. Untuk mengetahui apa

target dan jenis aktivitas

sesuai dengan

kemampuan pasien

46
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative yang paling

banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi

dapat terserang, tetapi yang paling sering adalah sendi penyokong berat

badan (Ilyas, 2002). Osteoarthritismerupakansalah satu yang disebabkan

oleh faktor degenerasi yang paling sering dijumpai pada penyakit

muscoloskeletal dan osteoarthritis merupakan penyebab terbanyak

keterbatasan gerak dan fungsi, lokasi yang sering terkena adalah sendi

lutut (Susilawatidkk., 2015). Osteoarthritis merupakan penyakit gangguan

homeostasis metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur

proteoglikan kartilago yang penyebabnya diperkirakan multifaktorial

antara lain oleh karena faktor umur, stres mekanis atau kimia, penggunaan

sendi yang berlebihan defek anatomi, obesitas, genetik dan humoral

(Arismunandar, 2015).

47
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosa keperawatan indonesia.

Definisi dan Indikator Dignostik (Edisi 1). Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia. Definisi

dan kriteria hasil keperawatan edisi 1 cetakan III. Jakarta selatan : DPP PPNI

48

Anda mungkin juga menyukai