Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

OSTEOARTRITIS

Disusun oleh:
Billy Dema Justia Wahid 030.14.031
Maria Chindyvita Darum 030.13.117
Septiana Mirra Pratiwi 030.12.245

Pembimbing:
dr. Dina Lukitowati, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa
atas berkat rahmat dan hidayah-Nya maka saya dapat menyelesaikan referat dengan
judul "Osteoartritis”.
Referat ini dibuat oleh demi memenuhi tugas di kepaniteraan klinik bagian Radiologi
Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa. Saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dina Lukitowati, Sp.Rad dokter pembimbing yang telah memberikan saran
dan koreksi dalam penyusunan referat ini.
2. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang untuk
menyempurnakan referat ini. Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga
referat ini dapat bermanfaat.

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

Referat

Judul:

OSTEOARTRITIS

Nama : Billy Dema Justia Wahid 030.14.031

Maria Chindyvita Darum 030.13.117


Septiana Mirra Pratiwi 030.12.245

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari ................, Tanggal ............................ 2018

Pembimbing

dr. Dina Lukitowati, Sp.Rad

iii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6

1. Definisi ..................................................................................................... 6

2. Etiologi ..................................................................................................... 6

3. Faktor Resiko ........................................................................................... 6

4. Patofisiologi.............................................................................................. 7

5. Klasifikasi ................................................................................................. 8

6. Diagnosis .................................................................................................. 9

7. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 13

8. Tatalaksana ............................................................................................. 34

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 37

BAB IV DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat,
bersifat kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. Osteoartritis dapat terjadi
dengan etiologi yang berbeda-beda, namun mengakibatkan kelainan bilologis, morfologis dan
keluaran klinis yang sama.(1) Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Penelitian di
Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007 dan 2010,
berturutturut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297) reumatik pada
tahun 2007. Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah wanita dan kebanyakan merupakan
OA lutut (87%). Dan dari 2760 kasus reumatik pada tahun 2010, 73% diantaranya adalah
penderita OA, dengan demikian OA akan semakin banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari-
hari.(2)

American College of Rheumatology mengartikan sebagai kondisi dimana terdapat gejala


ke cacatan pada integritas articular tulang rawan yang ditandai dengan perubahan kapsula sendi.
OA biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight bearing) misalnya pada panggul, lutut,
vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan, dan pergelangan kaki.(2)

Dalam mendiagnosis osteartritis membutuhkan pemeriksaan penunjang yang dapat


memastikan hasil dari diagnosis klinis. Pemeriksaan penunjang diantaranya adalah seperti
pemeriksaan x-ray, usg (ultrasonography), dan CT-Scan. Pemeriksaan tersebut sangat dibutuhkan
untuk mendiagnosis dan menentukan terapi yang tepat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif noninflamasi yang sering terjadi pada orang
tua, ditandai dengan degenerasi kartilago artikularis, hipertrofi tulang, dan perubahan membran
sinovial. Hal ini disertai dengan rasa sakit, biasanya setelah aktivitas yang berkepanjangan, dan
kekakuan, terutama di pagi hari atau saat tidak beraktivitas.(3) American College of Rheumatology
mengartikan sebagai kondisi dimana terdapat gejala ke cacatan pada integritas articular tulang
rawan yang ditandai dengan perubahan kapsula sendi. OA biasanya mengenai sendi penopang
berat badan (weight bearing) misalnya pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai
bahu, sendi-sendi jari tangan, dan pergelangan kaki.(2)

2. ETIOLOGI

Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA


sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak diketahui dan tidak
ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun perubahan lokal pada sendi,
sedangkan OA sekunder merupakan OA yang ditengarai oleh faktor-faktor seperti penggunaan
sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit
sistemik, inflamasi. OA primer lebih banyak ditemukan daripada OA sekunder.(4)

3. FAKTOR RESIKO(1)
- Bertambahnya usia
- Riwayat keluarga dengan OA generalisata
- aktivitas fisik yang berat
- Obesitas
- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang bersangkutan

6
4. PATOFISIOLOGI(4)

OA terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi. Terdapat
4 fase penting dalam proses pembentukan osteoartritis yaitu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri,
fase degradasi.

I. Fase Inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel, faktor
tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormone, transforming
growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor ini
menginduksi kondrosit untuk mensintesis DNA dan protein seperti kolagen dan
proteoglikan. IGF-1 memegang peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
II. Fase Inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang mempengaruhi
sendi. IL-1 (Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) mengaktifasi enzim
degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada
osteoartritis. Produk inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi,
khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan kerusakan pada sendi.
III. Fase Nyeri: Terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas
fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada
pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis
jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan
interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat
lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendo,
ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medula spinalis serta kenaikan
tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling trabekula
dan subkondrial.

7
IV. Fase Degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag
didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis, material
asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin aktifator
plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang kondrosit untuk memproduksi CSFs.
Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan
sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin
cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi sedangkan faktor
pertumbuhan merangsang sintesis.

5. KLASIFIKASI(1)
a. Primer : Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
b. Sekunder :
i. Berdasarkan etiologi

8
ii. Berdasarkan lokasi

6. DIAGNOSIS
a. Anamnesis(1)
- Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi,
umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan
pada kulit)
- Tidak disertai gejala sistemik
- Nyeri sendi saat beraktivitas
- Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang
(PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi
lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip

Penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:


- Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
- Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal jantung)
- Penyakit ginjal
9
- Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
- Depresi yang menyertai.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi :


- Nyeri saat malam hari (night pain)
- Gangguan pada aktivitas sehari-hari
- Kemampuan berjalan
- Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
- Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien)

b. Pemeriksaan Fisik(1)

- Tentukan BMI
- Perhatikan gaya berjalan/pincang?
- Adakah kelemahan/atrofi otot
- Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
- Lingkup gerak sendi (ROM)
- Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
- Krepitus
- Deformitas/bentuk sendi berubah
- Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
- Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
- Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
- Pembengkakan jaringan lunak
- Instabilitas sendi

10
11
12
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG(1)
a. Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis Osteoartritis.
Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
b. Pemerksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk ke
ortopaedi.

Teknik Pemeriksaan Genu(5,6)

1. Proyeksi Antero Posterior (AP)


a. Posisi Pasien :
1) Posisi pasien supine dan tidak ada rotasi dari pelvis
2) Berikan bantalan pada kepala
3) Tungkai bawah seharusnya full ekstensi
b. Posisi Obyek :
1) Luruskan tungkai dan pusatkan sendi lutut pada pertengahan meja pemeriksaan
2) Rotasikan tungkai ke medial 30 – 50 untuk true AP sendi lutut
3) Tempatkan sand bag di kaki dan ankle untuk kestabilan jika diperlukan
c. Central Ray (CR) :
Arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset atau menyudut 50 – 70 cephalad
d. Central Point (CP) :
Titik bidik pada titik kurang lebih 0,5 inchi dibawah apek patella
e. FFD : 100 cm
f. Ukuran Kaset : 18 x 24 cm
g. Kriteria Gambar :
1) Distal femur, proksimal tibia dan fibula terlihat dalam radiograf
2) Celah femorotibial joint terlihat membuka

13
Gambar 1. Posisi pasien dan hasil radiograf proyeksi AP

2. Proyeksi Lateral ( Medio lateral)


a. Posisi Pasien :
1) Posisi pasien lateral recumbent
2) Berikan bantalan pada kepala
3) Sediakan pengganjal sendi lutut untuk mencegah over rotasi
b. Posisi Obyek :
1) Tubuh dan tungkai diatur rotasi, sehingga sendi lutut pada posisi true lateral
2) Fleksikan sendi lutut 200 – 300
14
3) Atur sendi lutut pada pertengahan kaset
c. Central Ray (CR) :
Arah sinar 50 - 70 kearah cephalad
d. Central Point (CP) :
Titik bidik 1 inchi ( 2,5 cm ) distal dari epikondilus medial
e. FFD : 100 cm
f. Ukuran Kaset : 18 x 24 cm
g. Kriteria Gambar :
1) Distal femur, proksimal tibia dan fibula serta patella terlihat dalam radiograf
2) Femoropatellar dan sendi lutut membuka

Gambar 2. Posisi pasien dan hasil radiograf proyeksi lateral

3. Proyeksi Antero Posterior Weight-Bearing


Posisi ini akan memperlihatkan keadaan celah sendi lutut yang sesuai dengan keadaan normal
secara anatomis dari sendi lutut.
a. Posisi Pasien :

15
Posisi pasien berdiri diatas step stool agar pasien terangkat sehingga cukup untuk sinar
horizontal.
b. Posisi Obyek :
1) Posisikan kaki lurus di depan dengan tekanan pada kedua kaki
2) Sediakan pengganjal sebagai kestabilan pasien
3) Pusatkan sendi lutut pada pertengahan meja pemeriksaan
c. Central Ray (CR) :
Arah sinar horizontal tegak lurus kaset / film, 50 – 100 caudad pada pasien kurus; pada
pertengahan diantara sendi lutut setinggi 0,5 inchi di bawah apek patella.
d. Central Point (CP) :
Titik bidik pada titik pertengahan antara kedua lutut setinggi 0,5 inchi di bawah apek patella.
e. FFD : 100 cm
f. Ukuran Kaset : 24 x 30 cm
g. Kriteria Gambar :
1) Celah sendi femorotibial terbuka dan berada pada pertengahan film. Jika lutut normal
celah sendi akan sama pada kedua sisi kanan dan kiri.
2) Patella mengalami superposisi dengan femur dan sebagian kaput fibula akan superposisi
dengan tibia.
3) Terlihat jaringan lunak di sekitar sendi

16
Gambar 3. Posisi pasien dan hasil radigraf proyeksi weight- bearing

17
Pemeriksaan Radiologi

a. Radio Anatomi(7)
Ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh dengan mempelajari suatu radiograf (foto sinar-
X).
Perbedaan dengan anatomi umum :
1. Radiograf : 2 dimensi ( panjang dan lebar) → hanya 1 bidang pemotretan.
2. Tidak seluruh bagian tubuh tampak pada foto sinar X.
3. Ada Magnifikasi,yang tergantung dari :
• Jarak fokus – obyek
• Jarak fokus – film

b. Posisi Pemotretan: (7)


1. Posisi rutin
• Posisi AP
• Posisi lateral.
2. Posisi tambahan
• Posis RAO/LAO.Misalnya foto servical untukmenilai foramina intervertebralisyang tak
tampak pada foto lateral.
• Posis Tangensial.Misalnya : pada tumor – tumor jaringan lunak,untuk menilai tulang
dibawahnya,apakah ada destruksi atau defek. Sinar diarahkan ke dasar tumor.
3. Posisi Khusus
• Posisi pwemotretan khusus,biasanya dilakukan untuk menilai bagian – bagian tertentu dari
tulang.
• Sering pada pemotretan bagian- bagian tulang kepala dan tulang muka , misalnya :
Posisi Untuk Menilai
Waters & Caldwell Sinus Paranasalis
Schuller & Stenvers Mastoid
Eisler kanan / kiri Mandibulae
Rheese Foramen
Sunrise ( Mountain View) Patella

18
c. Bone Survey : (7)
Dilakukan pada keadaan – keadaan :
- Lesi tulang yang bersifat multiple,seperti pada myeloma Multiple.
- Penyakit tulang yang bersifat sistemik seperti hiperparatiroidi.

Foto yang dibuat biasanya :


1. Foto Kepala posisi AP-lateral.
2. Foto vertebrae posisi AP – lateral
3. Foto pelvis posisi AP
Foto tulang panjang (salah satu ekstremitas), AP – lateral.

d. Macam – Macam Pemeriksaan Tulang : (8)


1. Foto Polos
2. Tomografi
3. Artrografi
4. Arteriografi
5. Sidik Tulang
6. CT Scan ( Computed Tomography)
7. MRI
Beberapa pengertian :
Densitas : derajat hitam putihnya foto
Kontras : perbedaan densitas

Densitas umum dibagi menjadi 3 :


1. Densitas radiolucent ( air density)
2. Densitas radiointermediate ( water density)
3. Densitas radioopaque ( Ca Density)

e. Analisa Anatomis Suatu Radiograf Tulang(8)


Dari luar ke dalam :
19
1. Kutan
2. Subkutan
3. Jaringan lemak subkutan
4. Lapisan otot
5. Periosteum
6. Korteks
7. Spongiosa / medula
8. Epifise
9. Garis epifise
10. Metafise
11. Diafise

f. Rontgen Tulang : (8)


1. Jaringan lunak
2. Tulang :
a. Besar dan bentuk tulang
b. Struktur tulang :
* Paling luar adalah periosteum yang terdiri 2 lapisan :
- Luar :Fibrous
- Dalam : cambium ( osteoblast + osteoclast)
- Normal : Tidak tampak.
* Agak dalamnya tebal,putih, licin : korteks tulang ditengah tebal,makin
keujung menipis melapisi altikularis.
* Paling dalam, berupa membran yang tipis :endosteum.
Meliputi bagian dalam korteks,terdiri dari osteoblast + osteoclast.
* Spongiosum
Lebih lucent → terdapat garis – garis halus yang makin keujung makin halus
seperti jala berupa trabekula. Jala pada tempat paling sentral = cavum
modulare,tidak bisa dilihat karakteristiknya karena densitas yang sangat lunak
dan superposisi ) tertutup korteks dan struktur spongiosun ) tulang. Pada
keganasan primer tulang → cavum modulare tulang melebar.
20
3. Densitas tulang :
a. Berkurang
b. Bertambah
c. Campuran ( mixed)
Pada sendi :
1. Tulang – tulang sekitar sendi
2. Dataran sendi
3. Sela sendi
4. Jaringan lunak sekitar sendi.
Lokus Tulang :
1. Epiofise
* epifisial band
* epiofisial line
2. Metafise
3. Diafise

4. Sendi, dari luar :


* Densitas : N : Fat dan water
* Kapsul sendi : N : tak terlihat.
* Dataran sendi
- Tulang subchondral / subartikular.
- N = licin , halus , teratur, berbatas tegas.
- Abnormal : Arthritis.
* Sela Sendi
- Ruangan antara dua permukaan tulang. Posisinya dilihat PA dan Lateral.
Penyempitan : anchilosis pada arthritis kronis.
- Efusi intraartikular : sela sendi melebar.
- Untuk perbandingan tungkai yang normal diperiksa, karena

21
perbedaannya sedikit sekali.

g. Sendi : (8)
- Bagian lucent antara tulang femur dan tibia – cavum artikulare. Disebut sela sendi.
- Sela sendi lebih lebar dari pada yang sesungguhnya – radiologic joint space.
- Pada bayi, sela sendi lebih lebar lagi karena epifise tak tampak, yang tampak ; diafise.

Hal – hal yang diperhatikan pada sendi :


- Besar , bentuk, dan struktur tulang sekitar sendi.
- Sela sendi ( ruang sendi).
- Dataran Sendi.
- Jaringan lunak sekitar sendi.
- Integritas dan alignment.

Sela sendi dibatasi oleh :


• Tulang subchondral.
• Tulang Rawan

Integritas dan alignment


• Sudut antara femur dan fasies artikularis  90 derajat.
• Sudut antara tibia dan fasies artikularis = 90 derajat.

1. Osteoartritis
Penyakit degeneratif yang umum dan terjadi pada sendi dengan ciri khas hilangnya kartilago
sendi dan pembentukan formasi tulang baru. Gambaran radiologisnya sendiri adalah:
- Ditemukannya penyempitan celah sendi (tergantung beban yang diterima tulang)
- Tulang menjadi porotik yang ditandai dengan corpus yang semakin pipih
- Biasanya timbul osteofit atau spurs formation (pertulangan baru), terdapat bridging
(penyambungan) dari satu osteofit ke osteofit lain.
- Terlihat adanya sklerosis pada sendi dan deformitas pada tulang, serta erosi sebagian
tulang rawan
22
- Bila sudah fase yang berat (Grade 4) dapat timbul kista

Tabel 4.1. Grade Osteoarhtritis dan gambaran radiologisnya

Grade Gambaran

I Spurs Formation (osteofit), penyempitan celah sendi (-)

II Spurs Formation + Penyempitan celah sendi (+)

III Spurs Formation + Penyempitan Celah Sendi + Sklerosis

IV Spurs Formation + Penyempitan Celah + Sklerosis + Kista + Deformitas

Gambar 4. Osteoarthritis Grade 1-4

23
Gambar 5. Foto Rontgen Articulatio Genu(9)
24
Gambar 6. Gambaran Foto Rontgen Articulatio genu(10)

Gambar 7. Gambaran Foto Rontgen panggul(10)

25
Gambar 8. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.(10)

Keterangan :
Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi (tanda
panah)
Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai terbentuknya osteofit
(tanda panah)
Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan destruksi
padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka)
Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

26
Gambar 9. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.(11)

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan ruang sendi,


sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).

27
Gambar 10. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis tangan.(10)

Keterangan :

Gambaran anteroposterior dari foto sinar-x di atas menunjukkan menyempitnya celah sendi dan
sklerosis subchondral pada sendi metacarpal pertama (tanda panah putih). Pembentukan osteofit
dengan pembengkakan jaringan lunak dan sklerosis subchondral dijumpai pada sendi
interphalangeal distal kedua dan ketiga (tanda panah transparan)

28
Gambar 11. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari tangan(11)

Keterangan : gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan penyempitan ruang sendi


interphalangeal, sklerosis subchondral, dan pembentukan osteofit (panah)

Gambar 12. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki. (11)

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan menyempitnya celah sendi


metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).

29
Gambar 13. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul.(10)

Keterangan :
Gambar atas : gambar pertama menunjukkan penyempitan celah sendi pada panggul (tanda panah
putih), sklerosis subchondral (kepala panah putih), dan terbentuknya kista (kepala panah
transparan).
Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar pertama yang menunjukkan
semakin menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) dan sklerosis (kepala panah putih).

30
Gambar 14. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada panggul. (11)

Keterangan :

Rheumatoid arthritis dengan osteoartritis sekunder. Gambaran radiologis panggul anteroposterior


menunjukkan penyempitan ruang sendi setiap sendi panggul. Perhatikan erosi (anak panah) dan
osteofit (panah).

31
Gambar 15. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul. (11)

Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi,


sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah).

Keterangan : (11)

A. Radiografi Konvensional : pembentukan osteofit


32
B. CT Scan : tampak adanya osteophytosis pada kompartemen medial dan lateral

C. MRI : osteophytosis terlihat lebih jelas dan nyata

Terdapat intercondylar osteophyte

Keterangan : (11)

A. Radiografi Konvensional : tidak tampak tanda tanda pembentukan kista

B. CT Scan : tampak kista subchondral yang kecil yang dikelilingi oleh thin sclerotic halo

C. MRI : terlihat adanya kista subchondral (panah) yang memiliki intensitas tinggi

33
8. TATALAKSANA(1,2)

1. Non Medikamentosa

Terapi non medikamentosa yang diberikan berupa menghilangkan faktor resiko yang dapat
diubah, misalnya pada penderita obesitas diharapkan dapat menurunkan berat badannya.
Kemudian dapat juga dipakai penyangga badan seperti tongkat atau kruk, fisioterapi untuk
menjaga mobilitas sendi, mempertahankan kekuatan otot, serta mengurangi nyeri; dan brace
lutut.(1)

2. Medikamentosa

a. Lini Pertama

Pengobatan OA yang ada saat ini barulah bersifat simptomatik dengan obat anti inflamasi
non steroid (OAINS) untuk mengurangi keluhan nyeri kronik progresif kemudian
dikombinasi dengan program rehabilitasi dan proteksi sendi. Pada stadium lanjut dapat
dipikirkan berbagai tindakan operatif. Pengetahuan tentang patogenesis OA mendorong
para peneliti untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat menghambat
perjalanan/progresivitas penyakit yang disebut sebagai Disease-Modifying Osteoarthritis
Drugs (DMOADs) yang bersifat kondroprotektif. Selain itu juga ada SYSADOA
(symptomatic slow acting drugs for osteoathritis) yang bekerja lambat sehingga hasilnya
baru terlihat setelah enam minggu. Untuk obat DMOADs sayangnya banyak yang masih
dalam tahap penelitian seperti tabel di bawah ini.

Tabel Obat-obatan pada Penatalaksanaan OA


Pengobatan Simptomatik
Short acting

Obat antiinflamasi non steroid

Analgetik non-antiinflamasi (opioid, non-opioid)

Antispasmodik

34
Long acting

Depokortikosteroid infra-artikuler

Asam hialuronat infra-artikuler*

S-adenosilmetionin (SAM)*

Kondroitin-sulfat oral*

Glukosamin-sulfat (Dona)*

Orgotein intra-artikuler*

Diacerhein*

Avocado/soy nonsaponifiables*

Disease Modifying Osteoarthritis Drugs


Tetrasiklin*

Glycosaminoglycan polysulfuric acid (GAPS)*

Glycosaminoglycan peptide complexes*

Pentosan polysulfate*

Growth factors dan sitokin (TGF-()*

Tetapi genetik*

Transplantasi stem cell den Osteochondral Graft*

35
b. Lini Kedua

Penggunaan nutrisi seperti glukosamin dan chondroitin sulfat masih kontroversial, pada
penelitian masih belum menunjukkan hasil yang bagus.

Injeksi articular :

- Dengan kortikosteroid, dapat menurunkan rasa sakit pada jangka waktu yang pendek
- Dengan asam hialuronat dapat menurunkan rasa sakit

Pemberian opioid dapat digunakan pada pasien dengan rasa sakit yang sangat berat dan
pasien yang tidak kooperatif.

36
BAB III
KESIMPULAN

Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif noninflamasi yang sering terjadi pada
orang tua, ditandai dengan degenerasi kartilago artikularis, hipertrofi tulang, dan perubahan
membran sinovial. Hal ini disertai dengan rasa sakit, biasanya setelah aktivitas yang
berkepanjangan, dan kekakuan, terutama di pagi hari atau saat tidak beraktivitas.(3). Penyebab
terjadinya OA bisa berupa idiopatik maupun terdapat penyakit yang mendasari. (1)

Beberapa Fase penting dari proses terjadinya OA adalah inisiasi, inflamasi, nyeri, dan
degradasi.(4) Dalam membuat diagnosis, dalam anamnesis dapat ditemukan : Nyeri dirasakan
berangsur-angsur (onset gradual), inflamasi (-) (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai
inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai
kemerahan pada kulit), gejala sistemik (-), Nyeri sendi saat beraktivitas, Sendi yang sering terkena:
Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP),
dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. (1) Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip.
(1)
Kemudian pada pemeriksaan fisik dapat menentukan diagnosis mengikuti ketentuan ICD-10
kode:M17 dimana dapat menemukan minimal 3 dari 6 kriterianya untuk diagnosis OA sendi lutut;
kode M18 untuk OA tangan dengan minimal ditemukan 3 dari 4 kriteria. (1)

Pemeriksaan penunjang untuk OA dengan X-Ray dengan posisi AP dan Lateral. Kriteria
gambar lateral Distal femur, proksimal tibia dan fibula serta patella terlihat dalam radiograf,
Femoropatellar dan sendi lutut membuka. Kriteria Gambar AP; Celah sendi femorotibial terbuka
dan berada pada pertengahan film, Jika lutut normal celah sendi akan sama pada kedua sisi kanan
dan kiri, Patella mengalami superposisi dengan femur dan sebagian kaput fibula akan superposisi
dengan tibia, Terlihat jaringan lunak di sekitar sendi. (5,6)

Gambaran Osteoartritis yaitu; penyempitan celah sendi, Tulang menjadi porotik yang
ditandai dengan corpus yang semakin pipih, biasanya timbul osteofit atau spurs formation
(pertulangan baru), terdapat bridging (penyambungan) dari satu osteofit ke osteofit lain, terlihat
adanya sklerosis pada sendi dan deformitas pada tulang, serta erosi sebagian tulang rawan. (8)
Setelah terdiagnosis OA, pasien dapat mendapatkan terapi secara medikamentosa maupun non-
medikamentosa. (1)

37
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Zainal, Adnan. Mekanisme Gangguan Sendi (Osteoartritis) Dan Pengelolaannya. 2007.


Online http://perpustakaan.uns.ac.id. 11 November 2018.
2. Carlos, LJ. Training Program. Clinical Medicine. Department of Medicine, Division of
Rheumatology and Immunology. University of Miami. Terjemahan Leonard M Miller.
Editors Herbert S Diamond. School of Medicine. USA. 2013.
3. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 32nd ed. USA: Elsevier Inc. 2012.
4. Setiati, Siti. Alwi, I. Sudoyo, A. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 6.
InternaPublishing: Jakarta. 2014.
5. Ballinger, P. W. Merrill’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic Procedures,
Volume Two, Tenth Edition. St. Louis: CV Mosby Company, 2003.
6. Bontrager, K. L, John P. Lampignano. Text Book of Radiographic Positioning and Related
Anatomy, Seventh Edition. St. Louid: Mosby Inc, 2010.
7. Felson, D. T. Osteoarthritis of the knee. New England Journal of Medicine, 354(8), 841-
848. 2006.
8. Longo, D., Fauci, A., Kasper, D., Hauser, S., Jameson, J., & Loscalzo, J. Harrison's
Principles of Internal Medicine 18Ed. McGraw Hill Professional:US. 2012.
9. F, Paulsen. J., Waschke. Sobbota Atlas Anatomi Manusia. Ed 23. EGC: Jakarta. 2010.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. Radiographic Assessment of Osteoarthritis. American
Family Physician. 64 (2) : 279-286. 2001.
11. Jacobson, JA, et al. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease
and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747. 2008.

38

Anda mungkin juga menyukai