Folikulitis
Oleh:
Risna Annisa Mardiyati
G991906029
Penguji:
Arie Kusumawardhani, dr., SpKK, FINSDV, FAADV
Telah diperiksa dan disetujui oleh penguji dari Bagian Ilmu Kesehatan Kulit
Kelamin
RSUD Dr Moewardi – Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Staff Penguji
FOLIKULITIS
A. DEFINISI
a. Bacterial Folliculitis
Staphylococcus aureus folliculitis
- Periporitis staphylogenes
- Superficial (follicular/ Bockhart impetigo)
- Deep (sycosis) dapat berkembang menjadi furunkel atau karbunkel
Pseudomonas aeruginosa folliculitis
Gram-negative folliculitis
Syphilitic folliculitis
b. Fungal Folliculitis
Dermatophytic folliculitis
- Tinea capitis
- Tinea barbae
- Majocci granuloma
Pityrosporum folliculitis
Candida folliculitis
c. Viral Folliculitis
Herpes simplex virus folliculitis
Follicular molluscum contagiosum
d. Infestation
Demodicidosis
Penyebab peradangan rambut dapat berakibat dari gesekan saat mencukur
atau memakai baju, keringat berlebih, kondisi kulit mengalami inflamasi berupa
dermatitis maupun acne, dan kulit yang mengalami trauma seperti setelah operasi
atau abrasi. Orang-orang yang rentan dengan infeksi seperti diabetes mellitus,
leukemia dan HIV, obesitas, dan pegobatan antibiotik dan kortikosteroid dalam
jangka lama dapat menjadi faktor resiko terjadinya folikulitis superfisial.
Orang dengan diabetes mellitus memiliki fungsi imunitas selular yang
abnormal serta keadaan hiperglikemi yang dapat mempercepat kolonisasi
beberapa jenis patogen. Pada kondisi sistem kekebalan tubuh yang menurun
seperti HIV, leukemia, dan pengobatan kortikosteroid invasi bakteri juga akan
lebih mudah dan perjalanan penyakit akan semakin berlanjut.
II. PATOGENESIS
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri
Staphylococcus aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering adalah
hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus memproduksi beberapa
toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan membantu
mempertahankan kehidupan stafilokokus dalam jaringan. Produk-produk yang
dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan berbagai efek pada sistem
kekebalan tubuh penderita. (5)
Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic,
peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri pada sel
host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG sebagai tambahan
pada fragmen Fab pada IgE.(5)
Pada follikulitis superfisial, populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada
bagian infundibulum pada folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini
merupakan satu contoh yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.(5)
V. DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Pada folikulitis superfisial biasanya inflamasi terkena pada folikel rambut
di daerah kulit kepala, dagu, ketiak dan ektremitas. Kelainan kulit diawali dengan
pustul pada folikel rambut. Pustul pecah diikuti pembentukan krusta. Erupsi
papulopustular umumnya terlokalisir. Sering disertai dengan keluhan pruritus dan
secara klinisnya penderita tidak akan merasakan nyeri serta pustul yang tumbuh
akan membaik sendiri.(2)
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Histopatologi
Secara histologis, pada kasus folikulitis superficial terdapat infiltrasi sel-
sel inflamasi di ostium folikuler dan di daerah folikel bagian atas. Dalam
kebanyakan kasus, peradangan awalnya terdiri dari neutrofil dan kemudian
menjadi lebih beragam dengan penambahan limfosit dan makrofag. Apabila
infeksi adalah penyebab terjadinya folikulitis, maka berbagai organisme dapat
diidentifikasi dalam folikel. (7)
3. Erupsi akneiformis : reaksi peradangan folikular akut atau subakut dan tempat
predileksi di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel polisebasea.
Manifestasi klinis erupsi adalah papul, pustul, monomorfik atau oligomorfik.
Dapat disertai demam, malese, dan umumnya tidak terasa gatal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sharquie KE, Al-Hamdi KI, Al-Haroon SS, AL127 Artikel Asli Profil Malassezia
Folliculitis Mohammadi A. Malassezia folliculitis versus truncal acne vulgaris
(Clinical and histopathological study). J CosmetSci:2012;2:277-82.
2. Suyoso S, Ervianti E, Astari L. Malassezia folliculitis. Panduan Praktik Klinis
Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo; 2013.
3. Ayers K, Sweeney SM, Wiss K. Pityrosporum folliculitis diagnosis and management
in 6 female adolescents with acnevulgaris. Arc Pediatr Adolesc Med:2005;159:64-7.
4. Sweeney Sarah. Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis, Dermatology:April 03,2020.
http://www.eMedicine.com .
5. Hay RJ. and Moore MK. Mycology. In : Rook's TextBook of Dermatology, Burns T,
Cox N, Griffiths C and Breathnach S. Rooks, Wilkinson Ebling. 7thed. London
Blackwell Publishing Company:2004;2:31.1-31.15.
6. Molly Hinshaw ,Jack B. Fungal diseases. In: Atlas and synopsis of Lever's
Histopathology of the Skin, Longley Elder ,David E, Elenitsas, Rosalie,Johnson,
Bernett L., Murphy and George F . 9th ed. London: Lippincott Williams , Wilkins,
2005;23:604. 2006;15:314.
7. Mathew P.Janik and Michael P.Heffernan. Yeast infection of skin.In:
FitzPatrick’s, Dermatology In General Medicine ,Irwin M.Freedberg. 7th ed
Philadelphia:2008;ch. 189: 1828-1830.
8. Yu HJ , Lee SK, Son SJ, Kim YS, Yang HY and Kim JH. Steroid acne vs
Pityrosporum folliculitis: the incidence of Pityrosporum ovale and the effect of
antifungal drugs in steroid acne. Int J Dermatol:1998;37:772-777.
9. Wolff, Klaus et al. Pityrosporum Folliculitis. In : Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine 8th ed. New York.Mc Graw Hill Medical:2011; P 2310-2311.
10. Akaza N, Akamatsu H, Sasaki Y, Kishi M, Mizutani H, Sano A, et al. Malassezia
folliculitis is caused by cutaneous resident Malassezia species. Med Mycol:2009;
47: 618–624.
11. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, Boekhout T, Dawson TL Jr. Skin diseases associated
with Malassezia species. J Am Acad Dermatol 2004; 51: 785–798.
12. Miranda E. Folikulitis malassezia. Dalam: Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W,
Ramali LM, Widaty S, Ervianti E, editor. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ke-2.
Jakarta: Badan penerbit FKUI:2013;h. 35-40.
13. Aytimur D, Sengoz V. Malasseziafolliculitis on the scalp of a 12-year-old
healthychild. J Dermatol:2004;31:36-8.
14. Bramono K., Budimulja U. Nondermatofitosis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Ketujuh. Badan Penerbit FKUI:2015.
15. Marianne Hald, Maiken C. Arendrup, Else L. Svejgaard, Rune Lindskov, Erik K.
Foged and Ditte Marie L. Saunte. Evidence-based Danish Guidelines for the
Treatment of Malasseziarelated Skin Diseases. Acta Derm Venereol. Denmark.
Danish Society of Dermatology:2015; 95: 12–19
LAPORAN KASUS UJIAN
FOLIKULITIS
A. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama : Ny. AS
Usia : 41 Tahun
Alamat : Wirogunan, Kartasura, Sukoharjo
Pekerjaan : Pedagang
Status : Sudah Menikah
No RM : 057xxx
Tanggal Pemeriksaan : 8 Mei 2020
2. Keluhan Utama
Gatal pada bagian dada 2 minggu yang lalu.
6. Riwayat Kebiasaan
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik, composmentis (GCS E4V5M6)
Vital Sign :T : 114/89 mmHg RR : 18x Menit
HR : 106x/menit t : 36oC
Status Gizi : BB: 52 kg
TB: 155 cm BMI: 21,64 (normal)
2. Status Dermatovenerologis
- Status Lokalis
Regio thorax anterior, regio colli
- Efloresensi
Tampak papul eritematosa dan pustul folikuler, multipel, berukuran
miliar 1-2 mm regional.
C. DIAGNOSIS BANDING
- Malassezia folikulitis
- Acne vulgaris
- Erupsi acneiformis
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan pemeriksaan penunjang
E. DIAGNOSIS
Folikulitis
F. TERAPI
1. Non- farmakologis
a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakitnya
b. Menghindari pakaian ketat agar kulit tidak lembab menjaga agar kulit tetap
kering
c. Menghindari keringat berlebih
d. Mengedukasi untuk meningkatkan hygine diri seperti mengganti handuk
seminggu sekali.
2. Farmakologis
a. Asam fucidat cream 2% 10 mg dioleskan tipis pada daerah lesi 2x/hari
selama 7 hari
b. Doksisiklin tab 100 mg 2x/hari
c. Cetrizine tab 10 mg 0-0-1
G. PLAN
1. Monitoring dan evaluasi pengobatan
2. Mencari factor penyebabnya dengan:
a. Pemeriksaan KOH 20% kemungkinan penyebab jamur
b. Pewarnaan gram kemungkinan penyebab bakteri
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Sanam : bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam