Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Akne vulgaris (AV) adalah suatu penyakit peradangan kronik dari

unit pilosebaseus yang disertai penyumbatan dan penimbunan bahan

keratin terutama di daerah wajah, leher dada, dan punggung yang

menunjukkan variasi pleomorfik yaitu komedo, papul, pustule dan nodul.

Masalah yang dapat ditimbukan bukan hanya dari segi medis, tetapi juga

memengaruhi hubungan sosial dan psikologi individu1

Penderita biasanya mengeluh adanya ruam kulit berupa komedo,

papul, pustula, nodus, atau kista dan dapat disertai rasa gatal. Daerah-

daerah predileksinya terdapat di muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas

superior, dada, dan punggung.2

Pada penelitian Suryadi RM (2008) Hampir setiap orang pernah

mengalami Akne vulgaris dan biasanya dimulai ketika pubertas, dari

survey di kawasan Asia Tenggara terdapat 40-80% kasus Akne vulgaris

sedangkan menurut catatan studi dermatologi kosmetika Indonesia

menunjukan yaitu 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006, 80%

terjadi pada tahun 2007 dan 90% pada tahun 2009. Prevelansi tertinggi

yaitu pada umur 14-17 tahun, dimana pada wanita berkisar 83-85% dan

pada pria yaitu pada umur 16-19 tahun berkisar 95-100%. Pada umumnya

banyak remaja yang bermasalah dengan Akne vulgaris yang

menimbulkan siksaan.2

1
Kualitas hidup individu dapat mengalami gangguan secara

emosional, sosial, dan psikologis akibat akne vulgaris. Kurangnya

kepercayaan diri karena malu akan penampilan, terjejasnya interaksi

sosial, dan depresi adalah efek yang dapat ditimbulkan oleh akne vulgaris.

Menurut penelitian, wanita lebih terpengaruh secara psikologis daripada

laki-laki. Bahkan keinginan bunuh diri ditemukan pada 6-7% pasien akne

vulgaris. Timbulnya akne, yang kerap kali berujung pada skar, dapat

menurunkan kepercayaan diri seseorang. Penurunan kepercayaan diri ini

kemudian menyebabkan stress sehingga mempengaruhi kualitas hidup. 3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Acne vulgaris adalah gangguan unit pilosebaceous yang terlihat

terutama pada remaja. Sebagian besar kasus akne muncul dengan

lesi pleomorfik, yang terdiri dari komedo, papula, pustula, dan nodul

dengan berbagai tingkat dan keparahan. Sementara itu akne vulgaris

bisa sembuh sendiri, gejala sisa bisa seumur hidup, dengan bekas luka

berlubang atau hipertrofik pembentukan.4

B. EPIDEMIOLOGI

Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit kulit terbanyak remaja

usia 15-18 tahun. Insidens AV umumnya dimulai pada

pubertas.prapubertas (12-15 tahun), mengenai hamper semua remaja

usia 13-19 tahun dengan pucak tingkat keparahan paa 17-21 tahun.

Hamper 85% populasi individu berusia 12-25 tahun mengalami akne

denga berbagai variasi.5

Kebanyakan orang mengalami akne pada masa remaja, dengan

persentase >95% remaja laki-laki dan 85 % remaja perempuan.

Hampir 20% dari mereka mengalami akne vulgaris derajat sedang

sampai berat dan akan berlanjut hingga dewasa. Analisis sistemis dari

the Global Burden of Disease study menyimpulkan bahwa akne

3
vulgaris termasuk dalam 10 besar penyakit yang paling umum terjadi

dan menempati posisi ke-8.6

Gambar 1: Sepuluh Besar Angka Kejadian Penyakit Berdasarkan Studi Global

Burden of Disease.

Prevalensi AV di divisi Dermatologi Kosmetik poliklinik

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit

Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta selama 3 tahun pada tahun

2008, 2009, dan 2010 tercatat 6.612 kasus. Rata-rata per tahun

terdapat 941 kasus AV ringan (AVR), 1.022 kasus AV sedang (ACS),

dan 308 kasus AV berat (AVB). Data tersebut memperlihatkan

kelompok AVS dengan jumlah kunjungan kasus terbanyak sebesar

45 %.5

C. ETIOLOGI

AV masih belum diketahui etiologinya secara pasti. Beberapa

etiologi yang diduga terlibat, berupa faktor intrinsik seperti genetik,

4
hormonal; dan faktor ekstrinsik berupa stress, iklim/suhu/kelembapan,

kosmetik, diet dan obat-obatan dll.7

1. Genetik

Riwayat akne dalam keluarga menggambarkan adanya

factor geneti yang berperan pada terjadinya akne. Pada penelitian

yang telah dilakukan, didapatkan bahwa ada hubungan erat antara

akne ddengan riwayat keluarga. Gulden dkk mengemukakan

bahwa pasien dengan riwayat keluarga positif lebih berisiko

mengalami akne persisten pada wajah. Penelitian Ballanger dkk

(1995-2001) di Perancis pada 151 pasien akne, 54% memiliki

riwayat akne dalam keluarga (ayah, ibu, atau keduanya) dengan

onset akne lebih cepat, lesi non inflamasi yang lebih banyak dan

sulit diterapi. Penelitian Cho dkk (2011-2012) di Korea pada 221

pasien akne menemukan bahwa 70% pasie akne emiliki riwayat

keluarga positif dengan onset akne yang lebih cepat dan lesi non

inflamasi lebih banyak.5

2. Faktor hormonal

Perdebatan apakah acne vulgaris dipengaruhi oleh hormon di

peredaran darah atau oleh karena aktifitasnya pada jaringan perifer

masih terus berlanjut.Namun telah kita ketahui bahwa acne mulai

muncul saat pubertas terjadi, di mana terjadi perubahan

konsentrasi hormone yang drastis di dalam tubuh.Ditemukan

5
adanya hiperandrogenisme pada 54,6% remaja yang mengalami

acne dari penelitian yang dilakukan oleh Cunha et al pada tahun

2013. Selain pengaruh hormon, produksi yang berlebihan dari

steroid juga berhubungan dengan terjadinya acne.Kelenjar sebasea

memproduksi hormone steroid seperti androgen, estrogen dan

glukokortikoid.Pada kulit pasien acne, terdapat lebih banyak

testosterone dan 5-alpha-DHT apabila dibandingkan dengan

kondisi kulit normal. Hal ini menyebabkan meningkatnya produksi

sebum dari kelenjar sebasea.6

Pada 60–70% wanita lesi akne menjadi lebih aktif kurang lebih

satu minggu sebelum haid oleh karena hormon progesteron.

Estrogen dalam kadar tertentu dapat menekan pertumbuhan akne

karena menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar

hipofisis. Hormon Gonadotropin mempunyai efek menurunkan

produksi sebum. Progesteron dalam jumlah fisiologis tidak

mempunyai efek terhadap efektifitas terhadap kelenjar lemak

.Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi

kadang progesteron menyebabkan akne premestrual.2

3. Stress5

Corticotropin-releasing hormone(CRH) tampaknya juga

berperan pada akne. Hormon ini diproduksi oleh hipotalamus dan

meningkat pada saat stres. Reseptor corticotropin-releasing

6
hormone terdapat pada m ayoritas sel, termasuk keratinosit dan

sebosit. Fungsi utama CRH untuk menstimulasi sintesis

adenocorticotropic hormone (ACTH) oleh kelenjar adrenal, sebab

peningkatan kadar ACTH ini dapat menyebabkan peningkatan

sekresi androgen dan ukuran kelenjar sebasea.

Penelitian yang di lakukan oleh Chiu tahun 2003 pada 22

mahasiswa di California menemukan bahwa peningkatan stress

memiliki korelasi yang signifikan dengan peningkatan deraj at

keparahan akne. Penelitian yang dilakukan oleh Kokandi di Jeddah

tahun 2013 j uga menunjukkan basil serupa, dimana akne pada

70% pasien diperburuk oleh stres. Penelitian yang dilakukan oleh

Yosipovitch dkk tahun 2007 pada 160 siswa di Singapura

menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara stres dan

derajat akne papulopustulosa, terutama pada laki-laki.

4. Riwayat Menstruasi4

Frekuensi dan karakteristik siklus menstruasi serta apakah

timbulnya akne dipengaruhi oleh siklus menstruasi perlu ditanyakan

kepada pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Ghodzi dkk. Di

Teheran tahun 2009 pada 1 002 subyek menemukan bahwa 35%

subyek mengalami premenstrual flare kurang lebih 10 hari sebelum

menstruasi. Geler dkk pada penelitiannya di New York tahun 2014

7
juga menemukan bahwa dari 105 subyek penelitian, 65% akne

dipengaruhi siklus menstruasi .

Onset terjadinya akne biasanya secara bertahap, sehingga

apabila pasien mengalami onset akne yang mendadak perlu

dipertimbangkan adanya kemungkinan etiologi lain yang

mendasari, salah satunya adalah tumor yang mensekresi

androgen. Hiperandrogenisme perlu dipertimbangkan pada pasien

wanita dengan akne derajat berat, onset tiba-tiba, disertai gejala h

irsutisme atau siklus menstruasi abnormal (oligomenorhea atau

amenorhea ), suara yang lebih berat dan peningkatan libido.

Sekitar 19-37% pasien dengan akne sedang dan berat menderita

sindroma polikistik ovarii. Berbagai kelainan endokrin yang dapat

menyebabkan peningkatan kadar androgen serum antara lain

hiperpl asia adrenal kongenital, tumor adrenal atau ovarium dan pol

ikistik ovarii.

5. Faktor Kosmetik

Kosmetika dapat menyebabkan akne seperti bedak dasar

(foundation), pelembab (moisturiser), krem penahan sinar matahari

(sunscreen) dan krem malam, jika mengandung bahan-bahan

komedogenik. Bahan-bahan komedogenik seperti lanolin,

petrolatum, minyak atsiri dan bahan kimia murni (asam oleik, butil

stearat, lauril alkohol, bahan pewarna (D&C) biasanya terdapat

8
pada krim-krim wajah. Untuk jenis bedak yang sering menyebabkan

akne adalah bedak padat (compact powder).2

6. Makanan (diet)

Terdapat makanan tertentu yang memperberat AV. makanan

tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan,

kacang, susu, keju, dan sejenisnya), makanan tinggi karbohidrat

(makanan manis, coklat, dll), alkohol, makanan pedas, dan

makanan tinggi yodium (garam). Lemak dalam makanan dapat

mempertinggi kadar komposisi sebum.2

7. Faktor infeksi dan Trauma

Peradangan dan infeksi di folikel pilosebasea terjadi karena

adanya peningkatan jumlah dan aktivitas flora folikel yang terdiri

dari Propionilbacterium Acnes, Corynebacterium Acnes,

Pityrosporum ovale dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri-

bakteri ini berperan dalam proses kemotaksis inflamasi dan

pembentukan enzim lipolitik yang mengubah fraksi lipid sebum.

Propionilbacterium Acnes berperan dalam iritasi epitel folikel dan

mempermudah terjadinya akne. Selain itu, adanya trauma fisik

berupa gesekan maupun tekanan dapat juga merangsang

timbulnya akne vulgaris . Keadaan tersebut dikenal sebagai akne

9
mekanika, dimana faktor mekanika tersebut dapat berupa Gesekan,

tekanan, peregangan, garukan, dan cubitan pada kulit. 2

8. Faktor pekerjaan

Paparan beberapa bahan idustri pada tempat kerja dapat

menyebabkan akne karena paparan terus menerus akan

menyebabkan reaksi hyperkeratosis dan okusi folikular. Bahan-

bahan tersebut meliputi coal tar dan derivatnya (industry yang

menggunakan batubara), insoluble cutting oils (bengkel, industry

logam), dan chlorinated hydrocarbons. Chlorance merupakan istilah

yang digunakan untuk menjelaskan akne akibat pekerjaan yang

disebabkan karena chlorinated hydrocarbons yang biasanya

fungida, insektisida, dan pengaewet kayu.5

Penderita akne juga banyak ditemukan pada karyawan-

karyawan pabrik dimana mereka selalu terpajan bahan-bahan kimia

seperti oli dan debu-debu logam. Akne ini biasa disebut

“Occupational Acne” .2

D. PATOGENESIS

Terdapat empat pathogenesis paling berpergaruh pada timbulnya akne

vulgaris yaitu :5,7

1. Produksi sebum yang meningkat

2. Hiperproliferasi folikel pilosebasea

10
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes

4. Proses inflamasi

1) Produksi sebum yang meningkat

Kelenjar sebasea berfungsi menyekresi sebum. Fungsi

kelenjar sebasea lainnya dihubungkan dengan perkembangan

akne. Sebum adalah campuran lipid non polar, yang sebagian

besar disintesis dalam kelenjar sebasea guna melapisi kulit agar

terlindung dari keringat yang berlebih dan panas.5

Pada individu akne, secara mum ukuran folikel sebasea

serta jumlah lobul tiap kelenjar bertambah. Ekskresi sebum ada di

bawah kontrol hormone androgen.7

Telah diketahui bahwa akibat stimulus hormone androgen

kelenjar sebasea mulai berkembang pada usia individu 7-8 tahun.

Hormone androgen berperan pada perubahan sel-sel sebosit,

demikian pula sel-sel keratinosit folikular sehingga menyebabkan

terjadinya mikrokomedo dan komedo yang akan berkembang

menjadi lesi inflamasi. 7

Sel-sel sebosit dan keratinosit folikel pilosebasea memiliki

mekanisme selular yang digunakan untuk mencerna hormone

androgen yaitu enzim-ezim 5-α-reduktase (type 1 ) serta 3β & 7β

hidroksisteroi dehydrogenase yang terdapat pada sel sebosit basal

yang belum dideferensiasi. Setelah sel-sel sebosit berdiferensiasi

11
kemudian terjadi rupture dengan melepaskan sebum ke dalam

duktus pilosebasea. Proses diferensiasi sel-sel sebosit tersebut

dipicu oleh hormone androgen yang akan berikatan dengan

reseptornya pada inti sel sebosit, selanjutnya terjadi stimulasi

transkripsi gen dan diperesiasi sebosit. 7

Pada individu ake secara umum produksi sebum dikaitkan

dengan respons yang berbeda dari unti folikel pilosebasea masing-

masing organ target, atau adanya peningkatan androgen sirkulasi,

atau keduanya. Misalnya , didapatkan produksi sebum berlebih

pada lokasi wajah, dada dan punggung, meskipun didapatkan

kadar androgen sirkulasi tetap. Sebagai kesimpulan, androgen

merupakan factor penyebab pada akne, meskipun pada umumnya

individu dengan AV tidak mengalami gangguan dfungsi endokrin

secara bermakna. 7

Pasien AV baik laki-laki maupun perempuan akan

memproduksi sebum lebih banyak dari indivdu normal, namun

komposisi sebum tidak berbeda dengan orang normal kecuali

terdapat penurunan jumlah asam linoleat yang bermakna. Jumlah

sebum yang diproduksi sangat berhubungan dengan keparahan

AV. 7

12
2) Hiperproliferasi folikel pilosebasea

Lesi akne dimulai dengan mikrokomedi. Lesi mikroskopis

yang tidak terlihat dengan mata telanjang, komedo pertama kali

terbentuk dimulai dengan kesalahan deskuamasise panjang folikel.

Beberapa laporan menjelaskan terjadinya deskuamasi abnormal

pada pasien akne. Epitel tidak dilepaskan satu per satu kedalam

lumen sebagaimana biasanya. Penelitian imunohistokimiawi

menunjukkan adanya peningkatan proliferasi keratinosit basal dan

diferensiasi abnormal sari sel-sel keratinosit folikuler. 7

Hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya kadar asam

linoleat sebasea. Lapisan granulosum menjadi menebal

tonofilamen dan butir-butir keratohialin meningkat, kandungan lipid

bertambah sehingga lama-kelamaan menebal dan membentuk

sumbatan pada orifisium folikel. Proses ini pertama kali ditemukan

pada pertemuan antara duktus sebasea dengan epitel folikel.

Bahan-bahan keratin mengisi folikel sehingga menyebabkan polikel

melebar. 7

Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi noninflamasi

(open/closed comedo) atau lesi inflamasi, yaitu bila PA

berproliferasi dan menghasilkan mediator-mediator inflamasi. 7

13
3) Kolonisasi Propiomibacterium acnes

PA merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan di

daerah infra infundibulum dan PA dapat mecapai permukaan kulit

dengan mengikuti aliran sebum. Propiomibacterium acnes akan

meningkat umlahnya seiring dengan meningkatnya jumlah

trigliserida dalam sebum yang merupakan nutrisi bagi PA. 7

4) Proses inflamasi

Propiomibacterium acnes diduga berperan penting

menimbulkan inflamasi pada AV dengan menghasilkan factor

kemotaktik dan enzim lipase yang akanmengubah trigliserida

menjadi asam lemak bebas, serta dapat menstimulasi aktivasi jalur

klasik alternative komplemen. 7

Gambar 2. Patogenesis Akne4

14
E. KLASIFIKASI AKNE

1. Global Acne Grading System (GAGS)

GAGS adalah sistem penilaian kuantitatif untuk menilai

tingkat keparahan akne. Ini pertama kali dikembangkan oleh Doshi

dan rekannya pada tahun 1997. Skor total keparahan berasal dari

penjumlahan dari enam skor sub regional.8

Tabel 1. Global Acne Grading System (GAGS)

Lokasi Faktor X grade (0-4) = Global skor


local skor
Dahi 2 0 = tidak ada
Pipi kanan 2 1-18 = Ringan
Pipi kiri 2 19-30 = Sedang
Hidung 1 31-38 = Berat
Dagu 1 >39 = Sangat berat

Dada + 3
punggung atas

Grade 0 = tidak ada lesi; Grade 1 = ≥1 komedo; Grade 2 = ≥1

papul; Grade 3 = ≥1 pustul; Grade 4 = ≥1 nodul.

2. Lehmann Grading System

Lehmann Grading System pada tahun 2002 membagi

klasifikasi akne vulgaris berdasarkan ringan, sedang, dan berat

dengan menghitung jumlah total dari komedo, papul/pustul,

nodul/kista.

15
Tabel 2. Lehmann Grading System

Derajat Lesi
Akne ringan Komedo < 20, atau
Lesi inflamasi < 15, atau
Total lesi < 30
Akne sedang Komedo 20-100 atau
Lesi inflamasi 15-50, atau
Total lesi 30-125
Akne berat Kista > 5 atau komedo <100,atau
Lesi inflamasi > 50, atau
Total lesi > 125

3. The Combined Acne Severity Classification

Pada tahun 2008 terdapat penilaian gradasi akne yaitu The

Combined Acne Severity Classification dimana penilaian ini

menghitung jumlah lesi seperti yang tertera di bawah ini :

 Akne ringan:

< 20 komedo , atau < 15 lesi infl amasi atau total lesi < 30;

 Akne sedang

20- 100 komedo, atau 15-50 lesi inflamasi atau total lesi 30-125

 Akne berat

> 5 kista, atau komedo > 1 00, atau total lesi inflamasi > 50, atau

total lesi> I25.5

16
4. IAA Consensus Grading

Penilaian serupa dilakukan oleh IAA Consensus Grading

pada tahun 2009 namun IAA juga menilai terdapatnya skar pada

kulit wajah.5

Tabel 3. IAA Consensus Grading

Akne ringan ( derajat I ) Komedo <30


Predominan komedo Papul < 1 0
Tidak ada skar

Akne sedang (derajat II ) Komedo


Predominan papul Papul > 10
Nodul <3
Skar ±
Akne berat (derajat H III ) Komedo
Banyak nodul Papul
Nodul/kista >3
Skar

5. Investigators Global Assessment

Investigators Global Assessment (2005) mernbagi gradasi

akne dalarn kategori bersih, hampir bersih, ringan, sedang, berat,

dan sangat berat seperti yang tertera dalarn tabel di bawah ini:9

17
Tabel 3. Investigators Global Assessment

Kategori Grade Deskripsi

Bersih 0 Tidak ada lesi yang terlihat.

Hampir bersih 1 Lesi noninflamasi sedikit dengan lebih

dari 1 lesi inflamasi kecil

Ringan 2 Beberapa lesi noninflamasi dengan

tidak lebih dari beberapa lesi inflamasi

(hanya papul dan pustule, tidak ada

nodul)

Sedang 3 Banyak lesi noninflamasi dan beberapa

lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari 1

nodul

Berat 4 Banyak lesi noninflamasi dan lesi

inflamasi, tetapi tetapi tidak lebih dari

beberapa nodul

Di Indonesia, rekomendasi gradasi akne oleh Indonesian Acne

Expert Meeting pada tahun 2012 menggunakan sistem gradasi

Lehmann.5

F. GAMBARAN KLINIS

Akne vulgaris mempunyai tempat predileksi di wajah dan leher

(99%), punggung (60%), dada (15%) serta bahu dan lengan atas.

18
Kadang-kadang pasien mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian pasien

merasa terganggu secara estetis. Kulit akne vulgaris cenderung lebih

berminyak atau sebore, tetapi tidak semua orang dengan sebore

disertai akne vulgaris.7

Efloresensi akne berupa : komedo hitam (terbuka) dan putih

(tertutup), papul, pustule, nodus, kista, jaringan parut, perubahan

pigmentasi. Komedo terbuka (black head) dan tertutup (white head)

merupakan lesi non-inflamasi. Papul, pustule, nodus dan kista

merupakan lesi inflamasi.7

Gambar 3. Bentuk-bentuk akne6

19
Gambar 4. A. komedo tertutup; B. Komedo terbuka; C. Papul; D. Nodul4

Gambar 5. Akne Ringan4

20
Gambar 6. Akne Sedang4

Gambar 7. Akne Berat4

21
Gambar 8. Akne Sangat Berat disertai kista9

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG5

1. Ekskohleasi Komedo

Pemeriksaan penunjang khusus berupa ekskohleasi komedo

dapat dilakukan untuk membuktikan apakah papul kecil yang ada

benar merupakan sebuah komedo yang berisi sebum yang

mengental atau mengeras karena komedo merupakan gejala

patognomonik akne. Selain sebagai pemeriksaan penunjang

khusus, ekskohleasi juga dapat digunakan sebagai terapi bedah

pada akne. 5

Selama prosedur ekskohleasi, dokter menggunakan sarung

tangan. Lesi dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan

22
alkohol atau cairan antisepetik lainnya. Sebum kemudian

dikeluarkan dengan bantuan komedo ekstraktor (sendok Unna,

Scharnberg atau Saalfield). Sebum yang menyurnbat terlihat

sebagai massa padat seperti Jilin atau nasi lunak yang kadang-

kadang ujungnya berwarna hitam berisi melanin. 5

2. Pemeriksaan histopatologis

Pemeriksaan histopatologis pada lesi akne memberikan

gambaran yang tidak spesifik. Oleh karena itu pemeriksaan

histopatologis hanya dilakukan dalam skala penelitian dan bukan

pemeriksaan standar diagnosis pada akne. Pada lesi awal dijumpai

mikrokomedo. Tampak dilatasi folikel pilosebasea disertai

penyempitan saluran karena adanya hiperkeratosis infundibular.

Stratum granulosum pada stadium ini terlihat jelas. Pada komedo

tertutup, distensi folikular lebih luas dan terbentuk struktur kista

padat yang berisi debris keratin eosinofilik, rambut dan bakteri. 5

Pemeriksaan histopatologis pada komedo terbuka

menunjukkan gambaran distensi folikel keseluruhan dan ostium.

Kelenjar sebasea biasanya atrofi atau tidak ada. Tampak in:ftitrat

sel monononuklear mengelilingi folikel tersebut. 5

Seiring dengan bertambahnya distensi folikel, dapat terjadi

ruptur yang menyebabkan isi kista meluas ke dermis. Isi kista yang

bersifat imunogenik akan menyebabkan terjadinya inftamasi dan

23
sebukan sel radang. Sel neutrofil pertama kali ditemukan dan

membentuk pustul. Bila \esi semakin matur akan terbentuk respon

granulomatosa dan diikuti timbulnya parut. 5

3. Pemeriksaan Mikrobiologi Kulit

Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang

memegang peranan penting dalam proses biokimiawi sebum

(ensim lipase yang dihasilkan kuman mengubah trigliserida menjadi

asam lemak bebas yang lebih padat) biasanya dilakukan untuk

tujuan penelitian etiologis dan resistensi antibiotik. Akne bukan

merupakan penyakit infeksius, namun beberapa organisme dapat

diisolasikan dari pennukaan kulit dan duktus pilosebaseus pasien

akne seperti spesies propionibakterium, stafilokokus, bakteri

cotinefonn aerobik dan Malasseziafa rfur (Pityrosporum ovale ).

Propionibacterium acnes merupakan organisme folikular yang

dominan dan cenderung terlibat pada etiologi akne. 5

Spesimen dapat diambil dari berbagai lesi akne, baik

komedo, papul, pustul maupun permukaan kulit di daerah yang

kaya sebum namun densitas kolonisasi Pacnes terbanyak

ditemukan pada komedo. Pengambilan spesimen dapat

menggunakan berbagai teknik seperti hapusan permukaan kulit,

scrub, komedo ekstraktor, aspirasi, biopsi kulit dan follicular

sampling methods menggunakan gel cyanoacrylate. 5

24
Kultur spesimen Propionibacterium acnes dan

Staphylococcus epidermidis dilakukan pada blood agar yang

kemudian diinkubasi dalam kondisi aerob dan anaerob selama 2-7

hari. Suhu optimal pertunibuhan P.acnes adalah 3 5-37 °C dengan

pH 5.5-6. Koloni bakteri yang tumbuh diidentifikasi dan dilakukan

evaluasi resistensi antibiotik pada media Mueller-Hinton. 5

H. DIAGNOSIS BANDING

1. Erupsi akneiformis

Disebabkan oleh obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida,

bromida, difenil hidantoin, dll). Berupa erupsi papulo pustul

mendadak tanpa adanya komedo dihampir seluruh tubuh, dapat

disertai demam.2

Gambar 9. Erupsi Akneiformis4

25
2. Rosasea tipe papulopustular

Karakteristik rosasea yaitu eritema persisten pada bagian

sentral wajah. Gambaran primer rosasea yaitu flushing, papula,

pustula, dan telangiektasis. Rosasea tipe papulopustular ditandai

eritema persisten pada sentral wajah disertai dengan papula

eritema dan pustule yang kadang-kadang disertai rasa panas

ringan. D idapatkan pula riwayatfiushing, namun lebih ringan

dibanding pada rosasea tipe eritemato-telangiektasis.5

Gambar 10. Rosasea10

3. Dermatitis perioral

Dermatitis perioral ditandai dengan papula eritema, vesikel,

atau pustula dengan dasar eritema dan/atau skuama di daerah

perioral, perinasal, dan/atau periokular, dengan distribusi biasanya

simetris. Kadang-kadang disertati keluhan subjektif gatal atau rasa

perih. Kelainan ini terutama dihubungkan dengan pemakaian

kortikosteroid topical yang tidak tepat. Pasien biasanya mempunyai

riwayat kelainan kulit perioral atau perinasal atau periokular yang

26
responsive terhadap kortikosteroid, dan memburuk bila

kortikosteroid dihentikan.5

Gambar 11. Dermatitis perioral10

I. TATALAKSANA

Tujuan utama dari perawatan akne adalah:11,12

 Untuk mengontrol dan mengobati lesi yang ada,

 Mencegah jaringan parut yang permanen,

 Memepercepat penyembuhan dan untuk meminimalkan

morbiditas,

 Mengurangi stres psikologis yang mempengaruhi setidaknya

beberapa dari penderita

a. Tatalaksana umum

Pentingnya pembersihan dalam perawatan akne. Dua kali

sehari mencuci wajah dengan pembersih lembut diikuti dengan

27
pemberian terapi akne secara rutin akan memberikan hasil yang

lebih baik.4

b. Tatalaksana medikamentosa

Tabel 5. Algoritme Tatalaksana Akne

Ringan Sedang Berat

Komedo- Popular/ Popular/ Nodular Nodular/


nal Pustular pustural Conglobata
Pilihan Retinoid Retinoid topikal Antibiotik oral + Antibiotik Isotretinoin
pertama topikal + retinoid topikal oral + oral
antimikroba ± BPO retinoid
topikal topikal ±
BPO
Alternatif Alt. Alt. agen Alt. Antibiotik Isotretinoin Antibiotik
Retinoid antimikroba oral + oral oral dosis
topikal atau topical+ Alt. Alt. retinoid atau Alt. tinggi +
asam Retinoid topikal ± BPO antibiotik Retinoid
azelaic topikal oral + topikal +
atau atau asam Alt. retinoid BPO
asam azelaic topikal ±
salisilat BPO /
asam
azelaic
Alternative Lihat Lihat pilihan Anti androgen Anti Anti
untuk pilihan pertama oral+ retinoid androgen androgen
perempua pertama topical/asam oral+ oral dosis
n azelaic topical retinoid tinggi +

28
± antimikroba topikal ± retinoid
topikal antibiotic topical ± Alt.
oral ± Alt. antimikroba
antimikroba topical
Pemelihar Retinoid topikal Retinoid topikal ± BPO,
aan
BPO = benzoil peroksida.

 OBAT TOPIKAL

Obat- obat topikal yang digunakan meliputi retinoid, antibiotik,

antimikroba, asam azelaik dan asam salisilat. Terapi topikal

kombinasi yang tersedia meliputi BPO 5% +klindamisin 1 %, BPO

5% + eritromisin 3% dan tretinoin 0,025%+ fosfat klindamisin 1

,2% dan adapalen 0, 1 %+ BPO 2,5% Terapi kombinasi

mempunyai keuntungan selain mengurangi terjadinya resistensi

juga meningkatkan ketaatan pada pasien serta biaya yang lebih

murah. 5

1. Benzoil peroxide5

Benzoil peroksida (BPO) merupakan preparat akne yang

aman dan efektif, mempunyai efek sebagai antimikroba,

komedolitik, mengumngi terbentuknya asam lemak bebas,

meningkatkan deskuamasi folikuler dan mengurangi

terbentuknya follicular pluging. Benzoil peroksida diindikasikan

untuk pasien akne komedonal dan infiamasi, tersedia dalam

konsentrasi 2,5 % - 10%.

29
Menurut rekomendasi Global! A lliance, B PO digunakan

untuk akne ringan dan sedang, digunakan 1 -2 kali perhari di

seluruh area.

Efek samping dari BPO adalah kering, iritasi, eritema dan

dermatitis kontak alergi. Oleh karena mempunyai efek tidak

menyebabkan resistensi, maka penggunaanya sering

dikombinasikan dengan agen topikal akne yang lainnya.

2. Asam azelaik

Asam azelaik (AA) merupakan asam dikarbosilik, tersedia

dalam konsentrasi 15-20% dan bersamaan dengan BPO,

antibiotik dan retinoid akan meningkatkan efikasi terapi.

Mekanisme kerja AA mengembalikan abnormalisasi

keratinisasi dan menghambat pertumbuhan P acnes,

menghambat enzim tirosinase sehingga dapat sebagai terapi

hiperpigmentasi pasca infiamasi.5

Perawatannya umumnya dibatasi hingga 6 bulan. Ini

digunakan dalam konsentrasi 20% dan dapat digunakan dua

kali sehari.11

Efek samping AA adalah pruritus, panas a tau eritema

ringan, pemakaian jangka panjang menimbulkan

hipopigmentasi.5

30
3. Retinoid topikal

Retinoid topikal efektif menormalkan deskuamasi dan

digunakan untuk lesi komedo serta lesi infiamasi. Agen ini

mengurangi obstruksi fol ikel sehingga mengurangi risiko

ruptur dan lesi inflamasi . Retinoid topikal juga mempunyai

fungsi membantu penetrasi zat aktif lainnya seperti antibiotik

dan BPO dan juga sebagai tempi pemeliharaan pada akne. 5

Obat ini dapat digunakan sekali atau dua kali sehari. Tiga

retinoid topikal yang paling umum digunakan adalah tretinoin,

adapalen dan tazaroten. Tretinoin tersedia dalam bentuk krirn

(0,025%, 0,05%, 0,1% ) dan gel (0,01 % dan 0,025% ).

Adapalene dalarn bentuk krim, gel atau larutan (0,1 % atau

0,3%), dan tazarotene dalam bentuk gel atau krim (0,05%

atau 0, 1 %).5

Retinoid topikal memiliki efek samping seperti iritasi,

hiperpigmentasi atau hipopigmentasi, eritema, dan sensitisasi

kulit terhadap sinar matahari. 11

4. Asam salisilat

Asam salisilat tersedia sebagai obat akne dalam

konstrasi 0,5% -2 %. Agen ini mempunyai efek komedolitik,

Asam salisilat j uga menyebabkan pengelupasan kul it stratum

korneurn, penurunan kohesi keratinosit. Efek samping berupa

31
iritasi, pruritus, rasa terbakar, tingling, deskuamasi dan

eritema ringan dan sementara.5

5. Antibiotik topikal

Eritromisin dan klindamisin topikal sering digunakan

untuk terapi akne yang bertujuan mengurangi konsentrasi P

acnes dan mediator inflamasi diindikasikan untuk terapi akne

ringan dan akne inflamasi sedang. Antibiotik topikal dapat

ditoleransi dengan baik, tetapi sebaiknya tidak digunakan

secara monoterapi yang sering menyebabkan resistensi .

Antibiotik topikal dapat dikombinasi dengan BPO dan

digunakan secara simultan pada pagi hari dan dikombinasi

dengan retinoid yang digunakan pada malam hari. 5

 TERAPI SISTEMIK5

Upaya untuk mengurangi skar akne dan dampak psikososial

pada akne derajat sedang sarnpai berat, atau ringan sarnpai

sedang atau kegagalan respon terapi topikal dibutuhkan terapi

sistemik.

1) Antibiotik oral

Beberapa keadaan klinis pada akne dapat diberi kan

antibiotik oral seperti akne derajat sedang dan berat, dimana

pengobatan topikal tidak berhasil, atau lesi yang luas sehingga

32
aplikasi topical sulit dijangkau. Dua kelas utama antibiotic yang

umum digunakan adalah tetrasiklin, dan makrolida. Selain itu,

beberapa obat lain, termasuk trimethoprim- sul fametoksazol,

cehalexin, klindamisin dan dapson.

Terapi akne dengan antibiotok oral, sebagai lini pertama

adalah tetrasiklin, sedang lini kedua pilihannya adalah

doksisiklin atau minosiklin, dan lini ketiga yaitu: trimetropin

sufametoxazole

2) Hormonal

Terapi hormonal adalah pengobatan altematif untuk

mengelola akne pada perempuan. PiIihan ini mungkin sangat

bennanfaat bagi yang rnembutuhkan kontrasepsi atau dengan

tanda-tanda hiperandrogenisrne. Agen hormonal seperti pil

kontrasepsi oral, spironolakton, anti-androgen.

a) Anti Androgen

Spironolakton berfungsi sebagai inhibitor reseptor

androgen dan inhibitor 5α-reduktase. Dosis 50 - 100 mg

dua kali sehari, dan memperlihatkan berkurangnya

produksi sebum dan memperbaiki akne. Efek sampingnya

meliputi hyperkalemia potensial, periode menstruasi

irregular, nyeri payudara, nyeri kepala, dan fatigue.

33
Flutarnid inhibitor reseptor androgen, telah digunakan

dengan dosis 250 mg dua kali sehari dikornbinasi dengan

kontrasepsi oral untuk terapi akne dan hirsutisme pada

wanita.

b) Kontrasepsi oral

Dua kontrasepsi oral yang disetuj ui oleh FDA adalah

Ortho Tri Cyclen dan Entrostep. Ortho Tri Cyclen adalah

kontrasepsi oral trifasik yang terdiri dari kombinasi

norgestamate-etinilestradiol (35 μg). Untuk rnengurangi

efek sarnping kontrasepsi oral terhadap terapi akne,

sedang dilakukan studi untuk preparat dengan dosis

estrogen yang lebih rendah (20 μg). Entrostep

mengandung etinil estradiol (20 - 30μg) dikornbinasi

dengan noretindron asetat. Kontrasepsi oral yang

mengandung kombinasi estrogen (20 μg) dan

levonorgestrol efektif pada akne. Kontrasepsi oral jarang

diperlukan sebelum usia 16 tahun. Efek samping

kontrasepsi oral adalah mual, rnuntah, gangguan

rnenstruasi, pertambahan berat badan dan nyeri payudara.

34
c) Glukokortikoid

Glukokortikoid dosis rendah dapat menekan produksi

androgen oleh kelenjar adrenal . Indikasi pada pasien akne

berat yang tidak berespon terhadap terapi konvensional

dan overproduksi adrenal. Dosis rendah prednison 2.5-

7.5mg atau deksamethason 0,25-0, 75mg malam hari

dapat menekan produksi androgen adrenal. Pada akne

akut dapat diberikan 20mg Prednisone/hari selama 1

minggu.

3) Retinoid oral

Retinoid merupakan turunan sintetis dari vitamin A .

Retinoid oral yang digunakan dalam pengobatan akne adalah

isotretinoin (retinoic acid 13-cis). lsotretinoin merupakan

retinoid non-selektif yang bertindak terutama pada reseptor

asam gamma-retinoic (RAR-y) dalam inti keratinosit.

Isotretinoin merupakan lini ketiga untuk akne derajat sedang.

Indikasi utama isotretinoin saat ini adalah untuk

pengobatan akne vulgaris derajat berat. Isotretinoin efektif

dalam pengobatan akne karena memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi, secara primer dan sekunder, seluruh faktor

etiologi yang terlibat dalam patogenesis akne: produksi sebum,

komedogenesis, dan kolonisasi Propionibacterium acnes

35
(P.acnes). Isotretinoin menyebabkan pengurangan ukuran

kelenjar sebasea dan penurunan sekresi sebwn yang nyata.

Penurunan produksi sebum menyebabkan hambatan bakteri

yang tergantung sebum (sebum dependent) yaitu Pacnes.

Bakteri tersebut merupakan promoter terjadinya inflamasi pada

akne vulgaris. Isotretinoin oral juga menghambat

komedogenesis dengan cara mendorong diferensiasi

keratinosit dan nonnalisasi deskuamasi.

Gambar 12. Terapi Akne Ringan11

36
Gambar 13. Terapi Akne Sedang11

Gambar 14. Terapi Akne Berat11

37
 TINDAKAN5

1) Ekstraksi komedo

Ekstraksi komedo dilakukan pada akne komedonal

yang bertujuan mencegah sumbatan, kolonisasi bakteri,

inflamasi dan memperbaiki penampilan kulit wajah pasien

akne. Prosedur ekstraksi komedo harus dalam kondisi

aseptik, bisa dilakukan penguapan yang ringan bertujuan

mempermudah ekstraksi dan hindari penekanan yang keras

pada saat ekpresi komedo. Gunakan eksfoliasi mekanik

dengan ekstraktor komedo untuk mengurangi hiperkeratosis

sebelum dilakukan terapi topikal. Aplikasikan anti mikroba dan

anti inflamasi setelah dilakukan ekstraksi komedo.

2) Peeling kimiawi

Agen peeling superfisial yang ban yak digunakan pada

peel ing akne yaitu glycoli acid dan β-hydroxy acid (asam

salisilat). Pada penelitian in vitro menunjukkan gycolic acid

menunj ukkan efek menghambat pertumbuhan bakteri P

acnes. Peeling asam salisilat yang digunakan dalam

konsentasi 20-30 % menyebabkan keratolisis. Peeling

dilakukan mulai dari konsentrasi rendah kemudian dinaikkan

secara bertahap dengan interval 2-4 minggu.

38
3) Foto Terapi Dan Fotodinamik

Dalam beberapa tahun terakhir, terapi berbasis cahaya

untuk akne telah mendapatkan popularitas, dan

memanfaatkan sinar/cahaya dengan sifat yang berbeda (yaitu,

panjang gelombang, intensitas dan cahaya koheren

inkoheren). Fototerapi dan fotodinamik adalah alternatif terapi

pilihan untuk yang gagal atau tidak dapat mentoleransi terapi

standar. Porfirin yang mungkin dihasilkan oleh P.acnes dapat

menyerap cahaya pada puncak 415 nm untuk membentuk

ROS yang membunuh bakteri.

Laser adalah sumber cahaya yang paling umum

digunakan dalam terapi akne, yang menghasilkan energi

tinggi dari berbagai panjang gelombang yang tepat.

Mekanisme kerja untuk terapi sinar berhubungan dengan

biologi porfirin sebagai photosensitisers untuk menginduksi

penghancuran P.acnes.

J. KOMPLIKASI

Semua tipe akne berpotensi meninggalkan sekuele. Hampir

semua lesi acne akan meninggalkan makula eritema yang bersifat

sementara setelah lesi sembuh. Pada warna kulit yang lebih gelap,

hiperpigmentasi post inflamasi dapat bertahan berbulan- bulan setelah

39
lesi acne sembuh. Acne juga dapat menyebabkan terjadinya scar pada

beberapa individu.4

Selain itu, adanya akne juga menyebabkan dampak psikologis.

Dikatakan 30–50% penderita acne mengalami gangguan psikiatrik

karena adanya akne. Penelitian telah menunjukkan bahwa pasien

dengan akne memiliki tingkat sosial, psikologis, dan emosional yang

sama seperti mereka yang menderita asma dan epilepsi.4

K. PROGNOSIS

Usia timbulnya jerawat sangat bervariasi. Sebagian besar

pasien akan jelas muncul akne pada awal usia dua puluhan, beberapa

memiliki akne yang bertahan sampai dekade ketiga atau keempat.

Jerawat mungkin tidak mengancam jiwa tetapi memiliki efek

psikososial seumur hidup. Prognosis keseluruhan jerawat baik untuk

perawatan.4

40
BAB III

KESIMPULAN

Acne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun unit

pilosebasea, ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul, dan

jaringan parut. Tempat predileksi dari AV antara lain di muka, bahu, leher,

dada, punggung bagian atas dan lengan bagian atas.

Prevalensi dari penderita AV 80-85% pada remaja dengan puncak

insidensi usia 15-18 tahun, 12% pada wanita usia >25 tahun dan 3% pada

usia 35-44 tahun.

Akne vulgaris disebabkan oleh banyak faktor (multifaktorial) antara

lain faktor genetik, faktor bangsa ras, faktor makanan, faktor kebersihan,

faktor penggunaan kosmetik, faktor stress, faktor infeksi dan faktor

pekerjaan dll. Terjadinya akne vulgaris di pengaruhi oleh empat faktor

yaitu peningkatan prodiuksi sebum, hiperkeratinisasi duktus polisebasea,

infeksi dari mikobakterium dan proses inflamasi .

Penegakan diagnosis penderita AV berdasarkan klinis dan

pemeriksaan fisik. Keparahan derajat AV di tentukan berdasarkan jumlah

dan bentuk lesinya, yang dibagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat.

Tatalaksana untuk AV diberikan sesuai dengan derajat

keparahannya. Edukasi pasien dan pemahaman mengenai dasar terapi

diperlukan untuk mencegah kompikasi dan menjamin keberhasilan terapi

acne vulgaris.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Rimadhani M. Pengaruh Hormon terhadap Akne Vulgaris ( Hormone

Influence in Acne Vulgaris ). BIKKK - Berk Ilmu Kesehat Kulit dan

Kelamin - Period Dermatology Venereol. 2015;27(6):218-224.

2. Afriyanti RN. Akne vulgaris pada remaja. J Major. 2015;4:102-109.

3. Mahayati N dkk. Profil Gangguan Kualitas Hidup Akibat Akne

Vulgaris. E-Jurnal Med. 2018;7(8):1-5.

4. Goldsmith L, Katz S. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

8 Volume 2. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.

5. Wasitaatmadja S. Akne. 1st ed. (Wasitaatmadja S, ed.). Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI; 2018.

6. Tuchayi SM, Makrantonaki E, Ganceviciene R, Dessinioti C,

Feldman SR, Zouboulis CC. Acne vulgaris. Nat Publ Gr. 2015;(July

2016):1-20. doi:10.1038/nrdp.2015.29

7. Bernadette I dkk. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 7th ed. (Linuwih

S, ed.). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI; 2015.

8. Ft Z, Sultana T, Islam S, Nasreen T. Evaluation of Severity in

Patients of Acne Vulgaris by Global Acne Grading System in

Bangladesh. Medwin Publ. 2017;1(1):1-5.

9. Thiboutot DM, Dréno B, Abanmi A, et al. Practical management of

acne for clinicians: An international consensus from the Global

Alliance to Improve Outcomes in Acne. J Am Acad Dermatol.

2018;78(2):S1-S23.e1. doi:10.1016/j.jaad.2017.09.078

42
10. Wolff K, Johnson R, Saavedra A. Fitzpatrick’s Color Atlas and

Synopsis Of Clinical Dermatology. 8th ed. New York: McGraw Hill

Education, LLC; 2013.

11. Prasad SB. Acne vulgaris : A Review On Pathophysiology and

Treatment. Asian J Pharm Clin Res. 2016;9(4).

12. Fox L, Csongradi C, Aucamp M, Plessis J, Gerber M. Treatment

Modalities for Acne. Molecules. 2016:1-20.

doi:10.3390/molecules21081063

43

Anda mungkin juga menyukai