Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

MASTOIDITIS AKUT

Oleh:
Jaya Saraswati
030.13.102

Pembimbing:
dr. Budhy Parmono, Sp.THT-KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Jaya Saraswati


NIM : 03013102
Fakultas : Kedokteran umum
Universitas : Universitas Trisakti
Tingkat : Studi Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode Kepaniteraan Klinik : 10 Desember 2018 – 12 Januari 2019
Judul Referat : Manajemen Mastoiditis Akut
Diajukan : Januari 2019
Pembimbing : dr. Budhy Parmono, Sp.THT-KL, M.Kes

Mengetahui
Pembimbing

dr. Budhy Parmono, Sp.THT-KL, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Telinga Hidung Tenggorokan Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah
Sakit Umum Daerah Cilegon.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini, terutama :
1. dr. Budhy Parmono, Sp. THT-KL, M.Kes selaku pembimbing dalam
penyusunan makalah,
2. dr. Puji Sulastri, Sp. THT-KL yang telah memberi masukan dan dukungan
dalam penyusunan makalah,
3. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini,
4. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Saya


mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bertujuan untuk ikut
memperbaiki makalah ini agar dapat bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat luas.

Cilegon, Januari 2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... 1
PERSETUJUAN REFERAT ....................................................................................... 2
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 3
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 4
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 7
2.1 Anatomi Telinga ........................................................................................... 7
2.2 Etiologi Mastoiditis ....................................................................................... 11
2.3 Patogenesis Mastoiditis ................................................................................. 12
2.4 Manifestasi Klinis ......................................................................................... 13
2.5 Diagnosis ....................................................................................................... 14
2.6 Gambaran Radiologik Mastoiditis ................................................................ 14
2.6.1. Rontgen .............................................................................................. 14
2.6.2. CT Scan .............................................................................................. 17
2.7 Tatalaksana Mastoiditis................................................................................. 19
2.9 Komplikasi Mastoiditis ................................................................................. 21
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 23

4
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Anatomi telinga ............................................................................................ 7
Gambar 2. Anatomi telinga dalam.................................................................................. 8
Gambar 3. Gambaran potongan melintang koklea ......................................................... 9
Gambar 4. Anatomi telinga dan tulang mastoid ............................................................. 10
Gambar 5. Mastoiditis .................................................................................................... 13
Gambar 6. Posisi Shuller ................................................................................................ 14
Gambar 7. Mastoid normal posisi Schuller .................................................................... 14
Gambar 8. Foto radiografi polos posisi owen ................................................................ 16
Gambar 9. Foto radiografi polos posisi Chause II .......................................................... 16
Gambar 10. Mastoiditis akut posisi Schuller .................................................................. 16
Gambar 11. Mastoiditis akut posisi Schuller disertai perselubungan difus.................... 17
Gambar 12. CT Scan Mastoiditis akut ........................................................................... 18
Gambar 13. Mastoidektomi ............................................................................................ 20

5
BAB 1
PENDAHULUAN

Mastoiditis akut (MA) merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis


media (OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses
peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan epitel
dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells yang
melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Mastoiditis terbagi menjadi, mastoiditis akut dan mastoiditis kronik.
Mastoiditis akut merupakan komplikasi dari otitis media supuratif akut, sedangkan
mastoiditis kronik merupakan komplikasi dari otitis media supuratif kronik.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab
kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa.
Jika tidak di obati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk
di antaranya otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi
antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang
menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Telinga

Gambar 1. Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam.

2.1.1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 – 3 cm.

7
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1

2.1.2. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :


• Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu
bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar
merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi
oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan
memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin.
• Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.

Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. 2

2.1.3 Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

8
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. 1,2
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di
perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan
natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah
natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung
organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti
terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar
(12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari
suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen
dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel
rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang
cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane
tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang
terletak di medial disebut sebagai limbus. 3,4

Gambar 3. Potongan melintang koklea

9
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membrane tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.

2.1.4. Tulang Mastoid

Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga,


didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-
rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum
mastoid. 4
Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu
pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan
rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga
tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis.

Gambar 4. Anatomi telinga dan tulang mastoid

Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang


epitimpani/ atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum
dengan epitimpani. Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras
dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid dengan sinus
lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh pertemuan duramater

10
fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di posterior. Sudut ini
ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi mastoid di
bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut
keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk
oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang
terletak di balik antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus
petrosus superior), dan tulang labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa
posterior. 4,5,6

2.2. Etiologi
Mastoiditis merupakan hasil infeksi yang disebabkan dari telinga
tengah, oleh karena itu bakteri penyebab mastoiditis sama pada bakteri yang
menginfeksi telinga tengah. Berikut beberapa bakteri penyebab mastoiditis:
• Streptococcus pneumoniae
• Haemophilus influenzae
• Moraxella catarrhalis
• Staphylococcus aureus
• Pseuodomonas aeruginosa
• Klebsiella
• Escherichia coli
• Proteus
• Prevotella
• Fusobacterium
• Porphyromonas
• Bacteroides
• Mycobacterium species

2.3. Patogenesis
Peradangan mukosa cavum timpani pada otitis media supuratif akut
maupun kronik yang sifatnya maligna (atikoantral) atau disebut juga tipe tulang
(kolesteatom) maka dapat menyebabkan komplikasi intra temporal berupa
mastoiditis, karena kolesteatom mampu mendestruksi tulang disekitarnya. Oleh

11
karena letak dari antrum mastoid pada dinding anteriornya berbatasan dengan
telinga tengah dan aditus ad antrum.
Mastoiditis merupakan komplikasi intratemporal dari otitis media yang paling
sering dijumpai. Otitis media, khususnya yang kronik (otitis media supuratif kronik)
adalah infeksi telinga tengah yang ditandai dengan sekret telinga tengah aktif atau
berulang pada telinga tengah yang keluar melalui perforasi membran timpani yang
kronik. OMSK sukar disembuhkan dan menyebabkan komplikasi yang luas.
Umumnya penyebaran bakteri merusak struktur sekitar telinga dan telinga tengah itu
sendiri. Komplikasi intratemporal yaitu mastoiditis, labirintis, petrositis, paralisis n.
facialis; dan ekstratemporal meliputi komplikasi intrakranial (abses subperiosteal,
abses bezold’s) dan intrakranial (meningitis, abses otak, sinus trombosis).1 Infeksi
akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan osteoitis, yang
menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel mastoid. Oleh karena itu
istilah mastoiditis coalescent digunakan. Mastoiditis coalescent pada dasarnya
merupakan empiema tulang temporal yang akan menyebabkan komplikasi lebih
lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat, baik dengan mengalir melalui antrum
secara alami yang akan menyebabkan resolusi spontan atau mengalir ke permukaan
mastoid secara tidak wajar, apeks petrosus, atau ruang intrakranial. Tulang temporal
lain atau struktur didekatnya seperti nervus fasiais, labirin, sinus venosus dapat
terlibat. Mastoidtis dapat berlangsung dalam 5 tahapan :
• Tahap 1 : hiperemia dari lapisan mukosa sel udara mastoid
• Tahap 2 : trasudasi dan eksudasi cairan dan atau nanah dalam sel-sel
• Tahap 3 : nekrosis tulang yang disebabkan hilangnya vaskularitas septa
• Tahap 4 : hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence)
menjadi rongga abses
• Tahap 5 : proses inflamasi berlanjut ke struktur yang berdekatan.

2.3 Manifestasi Klinis

Aurikel ke lateral dan melenyapkan lipatan kulit postauricular. Jika lipatan


tetap ada, proses ini terjadi di lateral periosteum. Otitis media terlihat pada
pemeriksaan dengan otoskop.

12
Tonjolan nipple like dari membran timpani sentral mungkin ada, ini biasanya
disertai rembesan nanah. Infeksi ringan persisten ( mastoiditis tersembunyi) dapat
terjadi pada pasien dengan otitis media rekuren atau efusi telinga persisten. Kondisi
ini dapat menyebabkan demam, sakit telinga, dan komplikasi lain

Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut:

o Bulging membran timpani yang erythematous


o Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid
o Fluktuasi postauricular
o Tonjolan dari aurikula
o Pengenduran dinding kanalis posterosuperior
o Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun
o Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak <2 tahun)

Gambar 5. Mastoiditis

2.4. Diagnosis

Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos
mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa dilihat bahwa air
cell dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh
udara) dan melebar.1,6
Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur
mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan adanya
infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya penyebaran ke
dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah CT-scan kepala, MRI-
kepala dan foto polos kepala. 2

13
2.5. Gambaran radiologik mastoiditis
2.5.1 Rontgen
Pemeriksaan konvensional pada tulang temporal dapat menilai pneumatisasi
dan piramid tulang petrosus sehingga mampu menilai lebih jauh besar dan luas
nya suatu lesi dari tulang temporal atau struktur sekitarnya. Ada tiga proyeksi
yang lazim digunakan untuk menilai tulang temporal yaitu:
1. Posisi Schuller
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid, proyeksi foto
dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan
berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30o cephalo-cauda.

Gambar 6 . Posisi Schuller

Gambar 7 . Mastoid normal posisi schuller


Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat
tampak lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang
besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis.

14
2. Posisi Owen
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral mastoid dan proyeksi dibuat
dengan kepala terletak sejajar meja pemeriksaan lalu wajah diputar 30o
menjauhi film dan berkas sinar x ditujukan dengan sudut 30-40o cephalo-
cauda. Umumnya posisi owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis auditorius
eksternus, epitimpanikum, tulang pendengaran dan sel udara mastoid.

Gambar 8. Foto radiografi polos posisi owen


3. Posisi Chausse III
Posisi ini merupakan penampakan frontal mastoid dan ruang telinga tengah,
proyeksi dibuat dengan oksiput terletak diatas meja pemeriksaan lalu dagu
ditekuk kearah dada kepala diputar 10-15o kearah sisi berlawanan dari telinga
yang akan diperiksa.
Posisi ini merupakan tambahan setelah pemeriksaan lateral mastoid, dimana
dapat menilai lebih baik keadaan telinga tengan terutama pada otitis media
supuratif kronik dan kolesteatom.7

Gambar 9. Foto radiografi polos posisi Chause III

Mastoiditis akut
Gambaran dini mastoiditis akut pada radiologis adalah adanya perselubungan di
ruang telinga tengah dan sel-sel mastoid, pada masa permulaan infeksi biasanya

15
struktur trabekula dan sel udara mastoid masih utuh. Bersamaan progresifitas
infeksi maka akan terjadi demineralisasi diikuti destruksi trabekula, Biasanya
pada mastoiditis akut tidak terjadi pada mastoid yang acellulair.

Gambar 10. Mastoiditis akut posisi schuller

Gambar 11. Mastoiditis akut pada posisi schuller nampak perselubungan difus serta
sedikit destruksi trabekula posterior

2.5.2 CT-Scan
Computed Tomograpghy (CT) dapat berperan dalam penegakan
diagnosa mastoidtis, terutama jika terjadi komplikasi intrakranial atau pada
pasien yang diduga menderita mastoiditis terselubung. Gambaran yang dapat
ditemui pada CT-scan antara lain :
1. Rusak atau kaburnya outline mastoid
2. Berkurang atau menghilangnya ketajaman septum tulang yang semakin
memperluas air cells. Terkadang lesi litik pada tulang temporal dan abses
jaringan lunak juga dapat terlihat.perselubungan di daerah yang secara

16
normal mengalami pneumatisasi (yang juga terlihat pada OMA tanpa
komplikasi) tidak memiliki nilai diagnostik. Gambaran destruksi tulang
akan tampak secara radiograf bila demineralisasi tulang mencapai 30-50%.
Jika pada CT scan hanya nampak perselubungan, maka bone scan dengan
technetium 99 akan sangat bermanfaat karena metode ini sensitif terhadap perubahan
osteolitik.
Dengan CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus
terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.
Jika terjadi komplikasi intrakranial pada daerah fossa kranii posterior atau
media maka pemeriksaan CT Scan merupakan pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi
hal tersebut yakni dapat ditemuinnya defek tulang dengan lesi intrakranial.
CT Scan pada tulang temporal merupakan standar pada pemeriksaan
mastoiditis. Sensitivitas CT scan pada mastoiditis adalah 87-100%. CT scan
menggambarkan dimanapun di intrakranial Komplikasi atau perluasan. Bukti dari
mastoiditis adalah gambaran destruksi mastoid dan kehilangan ketajaman sel udara
mastoid.
Plain radiografi kurang dapat dipercaya dan penemuan gejala klini sering
terlambat. Pada daerah yang tidak memiliki CT Scan, plain radiografi
menggambarkan destruksi sel udara tulang yang berkabut pada acute mastoiditis.
Pada kebanyakan kasus, radiografi cukup kuat menegakkan diagnosis namnu kurang
sensitif dalam membedakan staging dari penyakit dan tidak bisa membedakan detail-
detailnya.
Temuan lainnya yang digunakan untuk membedakan acute otitis media dan acute
mastoiditis tanpa osteoitis dan chronic mastoiditis :
• Tampak gambaran berawan atau berkabut dari sel udara mastoid dan telinga
tengah. Ini disebabkan oleh inflamasi pembengkakan mukosa dan
terkumpulnya cairan.
• Kehilangan ketajaman atau visibility dari sel mastoid karena demineralisasi,
atrofi, atau nekrosis dari tulang septa.
• Kekaburan atau distorsi dari mastoid, kemungkinan dengan defek yang
tampak dari segmen atau korteks mastoid
• Peningkatan dari pembentukan area abses
• Peningkatan periosteum karena proses mastoid atau fossa kranial posterior

17
• Aktivitas osteoblastik pada mastoiditis kronik8

Gambar 12. CT scan mastoiditis akut


Pada otitis media kronik maupun kolesteatom sering ditemukan pneumatisasi
yang buruk pada mastoid. Hal penting yang dapat digunakan untuk membedakannya
adalah kondisi erosi tulang. Erosi tulang pada dinding lateral epitimpanium dan
ossicular sering ditemukan pada kolesteatoma (75%). Erosi juga dapat ditemukan
pada passien otitis media kronik, namun hanya 10%nya. Displacement dari ossicular
chain dapat ditemukan pada cholestetoma, namun tidak pada otitis media kronik.
Pada otitis media kronik ditemukan penebalan lapisan mukosa.8

2.6. Tatalaksana
Terapi stadium supurasi pada saat didapatkan sekret perlu dilakukan
pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang paling tepat.
Karena pemeriksaan ini memerlukan waktu 24-48 jam maka terapi segera diberikan
dengan antibiotik spektrum luas yang dapat diganti bila terdapat kuman yang tidak
sesuai, dengan adanya sekret antibiotik topikal dapat diberikan untuk mengobati
mukosa telinga tengah dan melindungi kulit liang telinga dari otitis eskterna sekunder.
Perwatan umum seperti istirahat baring, pemberian dekongestan dapat diberikan.9
Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi. meliputi dua hal
penting :
• Pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)
• Antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman
empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya

18
berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman, resistensi,
keamanan, risiko toksisitas dan harga. Pengetahuan dasar tentang pola
mikroorganisme pada infeksi telinga dan uji kepekaan antibiotikanya sangat
penting.

Terapi stadium komplikasi yaitu mastoiditis bila sebelumnya sudah diobati maka
penderita harus dirawat untuk pengawasan yang ketat karena keadaan ini stadium
lanjut dan tindakan pembedahan sangat diperlukan. Pada stadium ini dilakukan
tindakan mastoid untuk draenase abses.
Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan antibiotik
yang sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan perbaikan atau
keadaan umum pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk dilakukan
mastoidektomi sederhana. Bila gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola
trabekular atau adanya progresi penyakit, maka harus dilakukan mastoidektomi
lengkap dengan segera untuk mencegah komplikasi serius seperti petrosis, labirintis,
meningitis dan abses otak. 5,6

Modalitas Terapi yang bisa dilakukan apabila perlu terapi pembedahan adalah :
1. Mastoidektomi sederhana/ simple mastoidektomi (operasi Schwartze).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh, dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannnya ialah supaya infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi, pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatoma
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga
luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan sehingga ketiga
daerah tersebut menjadi satu ruanggan. Tujuan operasi ini untuk membuang
semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
3. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)

19
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma didaerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dari
dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.

Gambar 12. Mastoidektomi

2.7. Komplikasi

Mortalitas dan Morbiditas

Mastoiditis, ketika berlanjut di luar 2 tahap pertama dianggap sebagai


komplikasi otitis media. Komplikasi dari mastoiditis adalah perluasan lebih lanjut di
dalam atau di luar mastoideus itu sendiri. Komplikasi yang umum terjadi termasuk
kehilangan pendengaran dan perluasan dari proses infeksi di luar sistem mastoideus,
mengakibatkan komplikasi intrakranial atau ekstrakranial. 11

Komplikasi lainnya termasuk berikut ini :

• Perluasan posterior ke sinus sigmoid, menyebabkan trombosis


• Perluasan ke tulang oksipital, yang mengakibatkan osteomyelitis calvaria atau
abses Citelli
• Perluasan superior ke fosa kranial posterior, ruang subdural, dan meninges
• Perluasan anterior ke akar zygomatic
• Perluasan lateral membentuk abses subperiosteal
• Perluasan inferior membentuk abses Bezold
• Perluasan medial ke apex petrous
• Keterlibatan intratemporal saraf wajah dan / atau labirin.

20
BAB III
KESIMPULAN

1. Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol dibelakang telinga). Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama
pada telinga tengah, bakteri penyebab yang paling banyak ditemukan adalah
bakteri gram negative dan Streptococcus aureus. Mastoiditis dapat terjadi pada
pasien-pasien muda dengan imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis
media akut yang dideritanya.
2. Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos
mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.
3. Tatalaksana mastoiditis dapat berupa antibiotik, miringotomi, mastoidektomi
sederhana sesuai dengan kondisi pasien dan indikasi.
4. Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan perubahan-
perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada
struktur di sekitarnya.

21


DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

2. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan.

Jakarta: Hipokrates. 1996.

3. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005

4. Rasad, sjahriar. Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta:FKUI. 2005

5. Widodo P dkk. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret

Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akutdi RS Dr Kariadi Semarang. 2005.

6. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu

Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000.

7. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959;73:573–588.

8. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000.

9. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of otitis

media. in: C.D. Bluestone, S.E. Stool (Eds.) Pediatric

Otolaryngology. Saunders, Philadelphia, PA; 2003

10. Mygind, H. Subperiosteal abscess of the mastoid region. Ann. Otol. Rhinol.

Laryngol. 2000.

11. Kelompok Studi Otologi. Guideline Penyakit THT di Indonesia.

Dalam:Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007 p. 55

22

Anda mungkin juga menyukai