Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

TATALAKSANA CAIRAN PADA ANESTESI

Penyusun:
Donna Shandra Siswaty – 030.15.062
Jaya Saraswati – 030.13.

Pembimbing:
dr. Dedi Atila , Sp.An, KIC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSUD


BUDHI ASIH JAKARTA
PERIODE 28 OKTOBER – 30 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT

Judul:

TATALAKSANA CAIRAN PADA ANESTESI

Oleh:

Donna Shandra Siswaty – 030.15.062


Jaya Saraswati – 030.13.

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Periode 28 oktober – 30 november 2019

Jakarta, November 2019

dr. Dedi Atila, Sp. An, KIC

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Tatalaksana cairan pada anestesi”. Referat
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di RSUD Budhi Asih Periode 28 Oktober 2019 – 30
November 2019.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dedi Atila, Sp. An, KIC sebagai
pembimbing. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dokter dan staf-staf Ilmu
Anestesi di RSUD Budhi Asih, teman-teman sesama CoAssisten ilmu anestesi di RSUD
Budhi Asih, dan semua pihak yang turut serta memberikan bantuan, doa, semangat, dan
membantu kelancaran dalam proses penyusunan laporan kasus ini.
Penulis sadar bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak
kekurangan dalam pembahasan materi ini, oleh karena itu penulis sangat terbuka untuk
menerima kritik dan saran dalam laporan kasus ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini dan apabila ada pihak yang tidak disebutkan, penulis
mohon maaf. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah
pengetahuan maupun referensi dalam dunia kedokteran mengenai “tatalaksana cairan
pada anestesia”.

Jakarta, November 2019

Penulis

3
1. Terapi cairan perioperative

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena. Pemberian cairan pada periode perioperative bertujuan
mencapai dan mempertahankan keseimbangan cairan sehingga perfusi jaringan tetap
memadai dan oksigenisasi organ vital terjamin. Pembedahan dengan anesthesia
memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral
diperlukan untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi dan mengganti cairan pindah keruang ketiga (ke rongga peritoneum, ke luar
tubuh). Ketidakseimbangan cairan dalam tubuh bisa mengakibatkan pemulihan pasca
operasi menjadi terganggu, meningkatnya morbiditas dan memperpanjang waktu
perawatan inap di rumah sakit. (1,2)

Tabel 1. Pedoman WHO untuk menilai dehidrasi(2)

Klinis Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berar


(5%) (5-10%) (>10%)
Keadaan umum Baik, compos Gelisah, rewel, lesu Letargi, tak sadar
mentis
Mata cekung, Normal cekung Sangat cekung
kering
Air mata Ada Kering Kering sekali
Mulut atau lidah Lembab Kering Sangat kering,
kering pecah pecah
Haus Minum normal Haus Tidak bisa minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanan darah Normal Turun Turun sekali
Air kemih Normal Kurang, oligouri Kurang sekali

Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) ialah:


 4 ml / kgBB/ jam untuk berat badan 10 kg pertama
 2 ml / kgBB/ jam tambahkan untuk berat badan 10 kg kedua
 1 ml / kgBB / jam tambahkan untuk sisa berat badan

Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah keruang ketiga, keruang peritoneum,


keluar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan.
 6-8 ml/kg untuk bedah besar
 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk perdarahan dibawah
20% dari volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infus yang
komposisi elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi elektrolit serum misalnya
dengan ringer laktat atau ringer asetat. Untuk bayi dan anak perdarahan diatas 10%
volume darah baru diperlukan transfusi. (2)

4
Gangguan dalam keseimbangan cairan oleh kombinasi dari faktor – faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.
Faktor-faktor pre operatif :
 Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres
akibat operasi.
 Prosedur diagnostic
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
 Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit.
 Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
 Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
 Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif:
 Induksi anestesi.
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
 Kehilangan darah yang abnormal
 Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space
 Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi

Faktor postoperatif:
 Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
 Peningkatan katabolisme jaringan
 Penurunan volume sirkulasi yang efektif
 Risiko atau adanya ileus postoperative

2. Dasar dasar terapi cairan perioperatif

Prinsip dasar terapi cairan perioperatif:

1. Kebutuhan cairan basal harian


Pemberian cairan rumatan bertujuan memenuhi kebutuhan cairan basal harian
sebagai pengganti insensible water loss dan kehilangan cairan melalui kencing dan
tinja. Pada pasien geriatric jumlah cairan yang diperlukan  25 – 30 ml / kg
sedangkan pada dewasa muda  40 ml / kg. kandungan air pada laki laki (55-65%)

5
umumnya lebih tinggi daripada perempuan (45-55%), karena proporsi lemak tubuh
perempuan lebih besar daripada laki-laki. Walaupun kandungan air pada manusia
akan berkurang seiring bertambahnya usia, namun kecepatan pemberian cairan
rutin perioperative secara umum telah disepakati baik pasien dewasa, geriatri,
maupun dewasa muda, apapun jenis kelaminnya adalah 1,5 ml /kgBB/jam. Dengan
demikian, pemberian cairan dengan kecepatan 1,5 ml /kgBB/jam selama periode
perioperatif (termasuk saat mulai puasa) bisa diterapkan. Pada saat induksi anestesi,
kecepatan aliran infus bisa dinaikan untuk mengatasi efek inotropic negatif yang
ditimbulkan oleh obat-obatan anestesi.(1)

2. Rehidrasi defisit cairan


Defisit cairan pra operasi harus selalu dinilai dan diganti sebelum operasi. Namun,
bila secara klinis tanda-tanda defisit tidak terlalu jelas pada fase preoperatif, makan
penilaian ulang perlu dilakukan sesaat sebelum dilakukan induksi anestesi. Perlu
dipahami bahwa defisit volume intravascular fungsional adalah hal yang umum
pada pasien yang akan menjalankan operasi. Meskipun defisit pada umumnya
minimal, namun pada beberapa pasien defisit cairan bisa cukup bermakna. Oleh
karena itu, bila dijumpai tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik saat induksi
anestesi , maka tambahan cairan bisa diberikan. Bila ketidakstabilan hemodinamik
yang terjadi cukup berat, maka pemberian koloid bisa dipertimbangkan. Pada
pasien yang menjalani puasa untuk persiapan prosedur bedah minor, maka
pemberian cairan sekitar 1 L sebelum atau selama operasi bisa bermanfaat.

3. Mempertahankan keadaan normovolemia dan stabilitas hemodinamik


Pemantauan hemodinamik yang adekuat sangat penting demi keamanan pasien.
Pemantauan standar yang wajib dilakukan adalah pengukuran tekanan darah,
denyut jantung, elektrokardiogram dan pulse oximetry. Pada pasien beresiko tinggi,
bisa ditambahkan pemantauan tekanan vena sentral, tekanan darah arteri, curah
jantung dan pengukuran jumlah urin. Bila terjadi hypovolemia akibat kehilangan
darah atau cairan tubuh yang bermakna harus segera dikoreksi dengan pemberian
infus. Pemberian cairan bisa dikombinasikan dengan vasopressor jika hipotensi
cukup berat, karena hipotensi intraoperative yang berkepanjangan bisa
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasca operasi.(1)

4. Menjamin sirkulasi mikrovaskular yang adekuat


Faktor yang mempengaruhi aliran darah mikrovaskular adalah:
 Dimensi mikrovaskular
 Viskositas darah dan plasma

6
 Deformabilitas dan agregabilitas sel darah merah
 Fungsi sel endotel
 Interaksi sel darah putih dengan endotel(1)

5. Mencegah edema jaringan


Menurut hokum starling, pertukaran cairan transkapiler dipengaruhi oleh tiga hal,
yaitu gradient antara tekanan hidrostatik dan osmotik koloid, luas permukaan
kapiler serta koefisien refleksi makromolekul. Terdapat hubungan non linear antara
besarnya tekanan onkotik plasma dan terjadinya edema interstisial, dimana edema
akan makin bermakna seiring dengan penurunan tekanan onkotik. Oleh karena itu,
apabila dibutuhkan cairan dalam jumlah besar selama perioperative, maka bisa
dipertimbangkan untuk menggunakan koloid (human albumin) guna menghindari
edema jaringan yang berlebihan yang bisa menganggu fungsi organ.(1)

6. Mencegah aktivasi kaskade dan peningkatan aktivitas koagulasi yang dipicu oleh
trauma
Trauma pembedahan maupun non pembedahan akan mengaktifkan banyak
mediator inflamasi yang berdampak negative terhadap homeostasis jaringan. Selain
penggunaan obat anti inflamasi perioperatif, beberapa koloid modern (misalnya
HES 130/04, tetapi bukan gelatin) secara teoritis dapat mengurangi reaksi inflamasi
yang disebabkan oleh trauma bedah. Namun pada dasarnya pemberian koloid
maupun kristaolid dalam jumlah yang besar akan menyebabkan gangguan
koagulasi.(1)

7. Menjamin kecukupan transport oksigen menuju sel-sel jaringan


Anemia perioperative (kadar hemoglobin darah < 12 g/dL pada wanita dan <13
g/dL pada laki-laki) merupakan hal yang umu dijumpai dan berkolerasi dengan
peningkatan mortalitas. Namun kadar Hb yang lebih rendah masih bisa ditoleransi
dalam perawatan perioperatif. Strategi tranfusi restriktif (batas Hb 7-8 g/dL)
maupun liberal (Hb 10 g/dL) tidak terlalu mempengaruhi variable hemodinamik,
funsgi paru, transport oksigen , maupun morbiditas dan mortalitas. Kebanyakan
pedoman menyimpulkan bahwa transfusi pada pasien sehat dan “stabil” jarang
diperlukan bila kadar Hb  10 g/dL , namun hampir selalu diberikan bila kadar Hb
< 6 g/dL. Pada populasi geriatri dan sakit berat, transfusi dianjurkan bila kadar Hb
8-10 g/dL. Penilaian intraoperative rutin terhadap kehilangan darah dan kadar Hb
sangat penting untuk menjamin oksigenisasi jaringan yang memadai.(1)

7
8. Meningkatkan diuresis
Pada operasi besar, sangat penting untuk memasang kateter guna memantau
produksi urin (produksi urin diharapkan  0,5 ml/kgBB/jam). Pemberian cairan
kristaloid maupun koloid karena akan meningkatkan volume kompartemen
intravascular dan perfusi ginjal, dengan demikan akan mendorong terjadinya proses
diuresis.(1)

3. Penatalaksanaan terapi cairan perioperatif


Terdapat tiga periode yang dialami oleh pasien apabila menjalani tindakan
pembedahan, yaitu: pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah. Ketiga periode
tersebut mempunyai permasalahan yang berbeda yang satu sama lain tidak bisa
dipisahkan. Salah satu masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah terapi cairan.

1) Cairan pra bedah

Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi untuk
mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Selain itu terapi cairan
prabedah bertujuan untuk mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah
akibat puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi defisit akibat hipovolemik
atau dehidrasi.(3)

Penilaian status cairan ini didapat dari :

 Anamnesa: Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing terakhir,
jumlah dan warna nya.

 Pemeriksaan fisik: Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif dari status
cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata dan mukosa.
 Laboratorium: meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan
protein.(4,5)

Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.(4,5)

 Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya meningkat
sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi pada
fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
 Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan lemah.
Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
 Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi pada
kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit biasanya
menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.

Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, pada dewasa 2


ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20 kg.
Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan
ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali penilaian terhadap keadaan umum
dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1

8
ml/kgBB.(4,5)

Pedoman koreksinya adalah:

 Hitung kebutuhan cairan perhari (perjam) 



 Hitung defisit puasa (lama puasa) atau dehidrasi (derajat dehidrasi) 

 Pada jam pertama setelah infus terpasang berikan 50% defisit + cairan
pemeliharaan/jam 

 Pada jam ke dua; berikan 25% defisit + cairan pemeliharaan perjam 

 Pada jam ke tiga; berikan 25% defisit + cairan pemeliharaan perjam. 


2) Cairan selama pembedahan


Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian sisa
defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Selain itu cairan selama
pembedahan bertujuan untuk fasilitas vena terbuka, koreksi kehilangan cairan melalui
luka operasi, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang hilang
melalui organ ekskresi. Cairan yang digunakan adalah cairan pengganti, bisa kristaloid
dan koloid atau transfusi darah.(3,4,5)

Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada trauma


ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2
ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti
akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6
ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.(3,4,5)

Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma pembedahan
ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6 ml/kgBB/jam.
 Pemilihan
jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan perkiraan jumlah
perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering
mengalami kesulitan, dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi
yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini
cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur
jumlah darah di dalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan
kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan untuk
kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram
dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur
dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.(3,4)

Selain cara tersebut di atas, terdapat standar praktis tatalaksana cairan perioperative
secara umum:

a. Sebelum induksi anestesi: berikan 500-1000 ml kristaloid dalam 15 – 60 menit.


Sebaiknya menggunakan larutan elektrolit seimbang
b. Sesaat dan sesudah induksi anestesi:
 Pada anestesi umum (GA), 200-400 ml kristaloid bisa ditambahkan dan
cairan tersebut sebaiknya diinfuskan bersamaan dengan induksi anestesi. Hal

9
ini selain bertujuan menjaga stabilitas hemodinamik juga untuk
meminimalkan rasa nyeri local pada vascular akibat penyuntikan obat
anestesi IV. Bila terjadi hipotensi yang lebih berat, bisa dipertimbangkan
menambah 500-600 ml kristaloid, dan diikuti pemberian 200-400 ml koloid.
Jika hipotensi tidak segera bisa diatasi, maka sebaiknya segera diberikan
vasopressor.
 Pada neuraxial anesthesia (spinal maupun epidural), 200-400 ml kristaloid
tambahan bisa diberikan saat dilakukan prosedur, namun bila masih terjadi
hipotensi maka vasopressor bisa diberikan. Bila terjadi hipotensi yang lebih
berat maka 300-500 ml koloid bisa ditambahkan lagi. Pada teknik anestesi
spinal atau epidural, blok saraf simpatis sering disertai dengan hipotensi
berat. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa dilakukan pemberian
volume preload, pemberian preload kristaloid 500 ml saja tidak mampu
mencegah terjadinya hipotensi dan penurunan curah jantung, kecuali
dikombinasikan dengan 500 ml koloid. Jika dirasa perlu untuk mengurangi
cairan kristaloid, maka bisa dikombinasikan dengan 500 ml koloid dengan
vasopressor.(1)

c. Intra operatif, infus dengan kecepatan 1,5 ml/kgBB/jam cukup untuk memenuhi
kebutuhan basal. Pada prosedur operasi yang lebih besar, kecepatan infus bisa
disesuaikan dengan kisaran 2-5 ml/kgBB/jam. Pada periode intra operatif, selain
diberikan infus kontinyu untuk kebutuhan cairan basal juga perlu tambahan
cairan yang disesuaikan dengan prosedur operasi, dan jumlahnya bervariasi
antara 2 s/d 5 ml/kgBB/jam. (1)

d. Kehilangan darah diganti dengan memberi infus sebanyak volume yang hilang
(bila menggunakan kolid). Jika digunakan “cell saver”, tambahkan volume
RBC yang ditransfusikan dengan infus koloid. Perkiraan darah yang hilang bisa
dikompensasi dengan infus koloid iso-onkotik atau kristaloid. Jika digunakan
“cell saver”, maka reinfusion (memasukan lagi darah merah yang telah dicuci)
dari konsentrat sel bisa dikombinasi dengan koloid dengan jumlah yang sama.
Hal ini bertujuan untuk menkompensasi hilangnya protein plasma saat prosedur
pencucian.(1)

3) Cairan pasca bedah


Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

A. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air


untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24jam.
Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya
pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi
darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang
cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca
bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan
trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein
sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam
isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

10
B. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
 Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C
suhu tubuh
 Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
 Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
C. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
D. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

Prinsip terapi cairan pasca bedah adalah:

 Pasien dewasa: 

o Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, berikan cairan
pemeliharaan sebagai jalur vena terbuka
o Pada pasien puasa pasca bedah:
 Diperkirakan puasa <3 hari: berikan cairan nutrisi dasar yang

 mengandung air + elektrolit + karbohidrat + asam amino esensial. 

 Diperkirakan puasa >3 hari: berikan cairan nutrisi yang 
 mengandung
air + elektrolit + karbohidrat dosis dinaikkan + 
 asam amino dan pada
hari kelima ditambahkan dengan emulsi 
 lemak. 

 Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutris pra bedah 
 yang
buruk segera diberikan nutrisi parenteral total. 


 Pada bayi dan anak, prinsipnya sama, hanya komposisinya sedikit berbeda,
misalnya: kandungan elektrolitnya, jumlah karbohidratnya, dll. 


 Pada keadaan tertentu, misalnya pada penderita syok atau anemia,


penatalaksanaannya disesuaikan dengan etiologinya. 


4. Jenis cairan yang digunakan dalam terapi cairan


1. Cairan kristaloid(1,6,7)
Larutan kristaloid adalah larutan air steril yang mengandung molekul kecil,
seperti garam dan glukosa yang dapat membentuk kristal. Zat terlarut ini dengan
mudah melewati membrane kapiler, yang merupakan endotel tipis berpori, yang
memisahkan plasma yang berada di kompartemen intravascular dengan cairan di
intersisial.
Indikasi penggunaan antara lain untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel
pada pasien syok hipovolemik, kasus – kasus perdarahan memerlukan cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali jumlah darah yang hilang)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit

11
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi
atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
 Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20- 30
menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan
paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka,
apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%.
Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra
kranial. Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

2. Cairan koloid(1,6,7)
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute ́ atau plasma expander ́. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara
cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

1) Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama
10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin
dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments)
seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam
albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2) Koloid Sintesis yaitu:
 Dextran 

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh

12
bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik
yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor
VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu. 


 Hydroxylethyl Starch (Heta starch)



Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000,
rata- 
 rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30
mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan
46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.
Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase (walau jarang). Low molecullar
weight Hydroxylethyl starch (Penta- Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volumeplasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan
dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma
volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan 
 tidak
mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat. Indikasi penggunaan Heta starch
adalah penambahan volume plasma, mengurangi terjadinya kebocoran
kapiler selama proses respon inflamasi dan mengembalikan fungsi
makrofag setelah perdarahan yang besar. HES juga mampu meningkatkan
oksigenisasi di mikrosirkulasi dengan melalui penurunan viskositas darah.

 Gelatin
Koloid ini memiliki efek ekspansi volume plasma yang cukup baik
dengan durasi yang lebih pendek disbanding HES (sekitar 2 jam). Larutan
koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita
gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama
dari golongan urea linked gelatin.

5. Teknik pemberian
Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu yang singkat dapat digunakan
vena-vena di punggung tangan, sekitar pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah
kubiti. Pada pasien anak dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata

13
kaki dalam, atau pada daerah kepala. Pada pasien neonatus, dapat juga digunakan akses
vena umbilikalis. Penggunaan jarum anti karat atau kateter vena berbahan plastic anti
trombogenik pada vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1 sampai 3 hari untuk
menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih lama dari 3
hari, sebaiknya menggunakan kateter berukuran besar dan panjang yang ditusukan pada
vena femoralis, vena kubiti, vena subklavia, vena jugularis eksterna atau interna yang
ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau
(2)
superior.

6. Komplikasi terapi cairan


Komplikasi yang terjadi sangat berkaitan dengan kanulasi vena yang dilakukan, pilihan
cairan, kelalaian dalam pemantauan dan kemungkinan risiko infeksi.
Komplikasi yang bisa timbul adalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan. 

Pada umumnya akan terjadi kelebihan cairan dengan segala akibatnya, seperti misalnya
payah jantung dan edema baik di otak, paru, dan jaringan lainnya. 
 Hal ini terjadi
karena pemantauannya tidak adekuat. 

2. Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa. 

Hal ini terjadi apabila pilihan cairan tidak tepat.
 Komplikasi akibat kanulasi. 
 Terutama pada kanulasi vena sentral, bisa
terjadi hematom, emboli udara, 
 pneumo-hidro-hematotoraks dan refleks
vagal. 

 Infeksi. 
 Infeksi lokal pada jalur vena yang dilalui, menimbulkan rasa nyeri
yang hebat, keadaan ini bisa berlangsung lama. kemungkinan terjadinya
risiko sepsis, tidak bisa dihindari apabila keadaan asepsis kurang
diperhatikan, terutama pada kanulasi vena sentral yang digunakan untuk
memasukkan obat suntik berulang. (3)


14
DAFTAR PUSTAKA

1. Semedi BP. Tatalaksana terapi cairan perioperatif. Jakarta: PP perdatin, Perhimpunan


dokter spesialis anesthesiology dan terapi intensif Indonesia. 2017. H. 2-16,20-30,68-74
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis Anestesiology ed 2. Jakarta:L
EGC. 2010. H.
3. Mangku G, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anesthesia dan reanimasi. Jakarta: Indeks.
2010. H.292
4. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot Williams and wilkins. 2006. H.74-97
5. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. H.1-58
6. Strunden MS, Heckel K, Goetz AE, Reuter DA. Review perioperative fluids and volume
management: physiological basis, tools and strategies. Annals of intensive care a springer
open journal. 2011: 1(2). H.1-8
7. Murat I, Dubois MC. Review article perioperative fluid therapy in pediatrics. Blackwell
publishing pediatric anesthesia. 2008: 18.nH.363-70

15

Anda mungkin juga menyukai