Penyusun:
Donna Shandra Siswaty – 030.15.062
Jaya Saraswati – 030.13.
Pembimbing:
dr. Dedi Atila , Sp.An, KIC
Judul:
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Tatalaksana cairan pada anestesi”. Referat
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi di RSUD Budhi Asih Periode 28 Oktober 2019 – 30
November 2019.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dedi Atila, Sp. An, KIC sebagai
pembimbing. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dokter dan staf-staf Ilmu
Anestesi di RSUD Budhi Asih, teman-teman sesama CoAssisten ilmu anestesi di RSUD
Budhi Asih, dan semua pihak yang turut serta memberikan bantuan, doa, semangat, dan
membantu kelancaran dalam proses penyusunan laporan kasus ini.
Penulis sadar bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak
kekurangan dalam pembahasan materi ini, oleh karena itu penulis sangat terbuka untuk
menerima kritik dan saran dalam laporan kasus ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini dan apabila ada pihak yang tidak disebutkan, penulis
mohon maaf. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah
pengetahuan maupun referensi dalam dunia kedokteran mengenai “tatalaksana cairan
pada anestesia”.
Penulis
3
1. Terapi cairan perioperative
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena. Pemberian cairan pada periode perioperative bertujuan
mencapai dan mempertahankan keseimbangan cairan sehingga perfusi jaringan tetap
memadai dan oksigenisasi organ vital terjamin. Pembedahan dengan anesthesia
memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral
diperlukan untuk mengganti deficit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi dan mengganti cairan pindah keruang ketiga (ke rongga peritoneum, ke luar
tubuh). Ketidakseimbangan cairan dalam tubuh bisa mengakibatkan pemulihan pasca
operasi menjadi terganggu, meningkatnya morbiditas dan memperpanjang waktu
perawatan inap di rumah sakit. (1,2)
Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk perdarahan dibawah
20% dari volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infus yang
komposisi elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi elektrolit serum misalnya
dengan ringer laktat atau ringer asetat. Untuk bayi dan anak perdarahan diatas 10%
volume darah baru diperlukan transfusi. (2)
4
Gangguan dalam keseimbangan cairan oleh kombinasi dari faktor – faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif.
Faktor-faktor pre operatif :
Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres
akibat operasi.
Prosedur diagnostic
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek
diuresis osmotik.
Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit.
Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
dari traktus gastrointestinal.
Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita
demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif:
Induksi anestesi.
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
Kehilangan darah yang abnormal
Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space
Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi
Faktor postoperatif:
Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
Peningkatan katabolisme jaringan
Penurunan volume sirkulasi yang efektif
Risiko atau adanya ileus postoperative
5
umumnya lebih tinggi daripada perempuan (45-55%), karena proporsi lemak tubuh
perempuan lebih besar daripada laki-laki. Walaupun kandungan air pada manusia
akan berkurang seiring bertambahnya usia, namun kecepatan pemberian cairan
rutin perioperative secara umum telah disepakati baik pasien dewasa, geriatri,
maupun dewasa muda, apapun jenis kelaminnya adalah 1,5 ml /kgBB/jam. Dengan
demikian, pemberian cairan dengan kecepatan 1,5 ml /kgBB/jam selama periode
perioperatif (termasuk saat mulai puasa) bisa diterapkan. Pada saat induksi anestesi,
kecepatan aliran infus bisa dinaikan untuk mengatasi efek inotropic negatif yang
ditimbulkan oleh obat-obatan anestesi.(1)
6
Deformabilitas dan agregabilitas sel darah merah
Fungsi sel endotel
Interaksi sel darah putih dengan endotel(1)
6. Mencegah aktivasi kaskade dan peningkatan aktivitas koagulasi yang dipicu oleh
trauma
Trauma pembedahan maupun non pembedahan akan mengaktifkan banyak
mediator inflamasi yang berdampak negative terhadap homeostasis jaringan. Selain
penggunaan obat anti inflamasi perioperatif, beberapa koloid modern (misalnya
HES 130/04, tetapi bukan gelatin) secara teoritis dapat mengurangi reaksi inflamasi
yang disebabkan oleh trauma bedah. Namun pada dasarnya pemberian koloid
maupun kristaolid dalam jumlah yang besar akan menyebabkan gangguan
koagulasi.(1)
7
8. Meningkatkan diuresis
Pada operasi besar, sangat penting untuk memasang kateter guna memantau
produksi urin (produksi urin diharapkan 0,5 ml/kgBB/jam). Pemberian cairan
kristaloid maupun koloid karena akan meningkatkan volume kompartemen
intravascular dan perfusi ginjal, dengan demikan akan mendorong terjadinya proses
diuresis.(1)
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi untuk
mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Selain itu terapi cairan
prabedah bertujuan untuk mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah
akibat puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi defisit akibat hipovolemik
atau dehidrasi.(3)
Anamnesa: Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing terakhir,
jumlah dan warna nya.
Pemeriksaan fisik: Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif dari status
cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata dan mukosa.
Laboratorium: meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin dan
protein.(4,5)
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya meningkat
sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi pada
fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan lemah.
Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi pada
kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit biasanya
menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.
8
ml/kgBB.(4,5)
Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian sisa
defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Selain itu cairan selama
pembedahan bertujuan untuk fasilitas vena terbuka, koreksi kehilangan cairan melalui
luka operasi, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang hilang
melalui organ ekskresi. Cairan yang digunakan adalah cairan pengganti, bisa kristaloid
dan koloid atau transfusi darah.(3,4,5)
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma pembedahan
ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6 ml/kgBB/jam.
Pemilihan
jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan perkiraan jumlah
perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama pembedahan sering
mengalami kesulitan, dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi
yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini
cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur
jumlah darah di dalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan
kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100 – 150 ml darah, sedangkan untuk
kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram
dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur
dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.(3,4)
Selain cara tersebut di atas, terdapat standar praktis tatalaksana cairan perioperative
secara umum:
9
ini selain bertujuan menjaga stabilitas hemodinamik juga untuk
meminimalkan rasa nyeri local pada vascular akibat penyuntikan obat
anestesi IV. Bila terjadi hipotensi yang lebih berat, bisa dipertimbangkan
menambah 500-600 ml kristaloid, dan diikuti pemberian 200-400 ml koloid.
Jika hipotensi tidak segera bisa diatasi, maka sebaiknya segera diberikan
vasopressor.
Pada neuraxial anesthesia (spinal maupun epidural), 200-400 ml kristaloid
tambahan bisa diberikan saat dilakukan prosedur, namun bila masih terjadi
hipotensi maka vasopressor bisa diberikan. Bila terjadi hipotensi yang lebih
berat maka 300-500 ml koloid bisa ditambahkan lagi. Pada teknik anestesi
spinal atau epidural, blok saraf simpatis sering disertai dengan hipotensi
berat. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa dilakukan pemberian
volume preload, pemberian preload kristaloid 500 ml saja tidak mampu
mencegah terjadinya hipotensi dan penurunan curah jantung, kecuali
dikombinasikan dengan 500 ml koloid. Jika dirasa perlu untuk mengurangi
cairan kristaloid, maka bisa dikombinasikan dengan 500 ml koloid dengan
vasopressor.(1)
c. Intra operatif, infus dengan kecepatan 1,5 ml/kgBB/jam cukup untuk memenuhi
kebutuhan basal. Pada prosedur operasi yang lebih besar, kecepatan infus bisa
disesuaikan dengan kisaran 2-5 ml/kgBB/jam. Pada periode intra operatif, selain
diberikan infus kontinyu untuk kebutuhan cairan basal juga perlu tambahan
cairan yang disesuaikan dengan prosedur operasi, dan jumlahnya bervariasi
antara 2 s/d 5 ml/kgBB/jam. (1)
d. Kehilangan darah diganti dengan memberi infus sebanyak volume yang hilang
(bila menggunakan kolid). Jika digunakan “cell saver”, tambahkan volume
RBC yang ditransfusikan dengan infus koloid. Perkiraan darah yang hilang bisa
dikompensasi dengan infus koloid iso-onkotik atau kristaloid. Jika digunakan
“cell saver”, maka reinfusion (memasukan lagi darah merah yang telah dicuci)
dari konsentrat sel bisa dikombinasi dengan koloid dengan jumlah yang sama.
Hal ini bertujuan untuk menkompensasi hilangnya protein plasma saat prosedur
pencucian.(1)
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
10
B. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C
suhu tubuh
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
C. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
D. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi
nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
Pasien dewasa:
o Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, berikan cairan
pemeliharaan sebagai jalur vena terbuka
o Pada pasien puasa pasca bedah:
Diperkirakan puasa <3 hari: berikan cairan nutrisi dasar yang
mengandung air + elektrolit + karbohidrat + asam amino esensial.
Diperkirakan puasa >3 hari: berikan cairan nutrisi yang
mengandung
air + elektrolit + karbohidrat dosis dinaikkan +
asam amino dan pada
hari kelima ditambahkan dengan emulsi
lemak.
Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutris pra bedah
yang
buruk segera diberikan nutrisi parenteral total.
Pada bayi dan anak, prinsipnya sama, hanya komposisinya sedikit berbeda,
misalnya: kandungan elektrolitnya, jumlah karbohidratnya, dll.
11
volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar
20-30 menit.
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi
atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20- 30
menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan
paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka,
apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%.
Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra
kranial. Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan koloid(1,6,7)
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute ́ atau plasma expander ́. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara
cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1) Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama
10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin
dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments)
seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam
albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2) Koloid Sintesis yaitu:
Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran
70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh
12
bakteri Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik
yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor
VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggucro match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
Gelatin
Koloid ini memiliki efek ekspansi volume plasma yang cukup baik
dengan durasi yang lebih pendek disbanding HES (sekitar 2 jam). Larutan
koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata
35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin,
yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita
gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama
dari golongan urea linked gelatin.
5. Teknik pemberian
Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu yang singkat dapat digunakan
vena-vena di punggung tangan, sekitar pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah
kubiti. Pada pasien anak dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata
13
kaki dalam, atau pada daerah kepala. Pada pasien neonatus, dapat juga digunakan akses
vena umbilikalis. Penggunaan jarum anti karat atau kateter vena berbahan plastic anti
trombogenik pada vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1 sampai 3 hari untuk
menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih lama dari 3
hari, sebaiknya menggunakan kateter berukuran besar dan panjang yang ditusukan pada
vena femoralis, vena kubiti, vena subklavia, vena jugularis eksterna atau interna yang
ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau
(2)
superior.
14
DAFTAR PUSTAKA
15