Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh:

Annisa Fitriani, S.Ked


Anytia Zulfa Khasanah, S.Ked
Arista Safitri, S.Ked
Auni Afikah, S.Ked

Pembimbing:

dr. Ismet, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “KEJANG DEMAM

KOMPLEKS”.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang turut membantu hingga terselesaikannya laporan kasus ini. Ucapan

terima kasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Direktur RSUD Arifin Achmad (dr. H. Nuzelly Husnedi, MARS)


yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan kegiatan kepaniteraan klinik di RSUD Arifin Achmad.
2. dr. Ismet, Sp.A, selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,
ilmu, pikiran, serta membimbing dengan penuh kesabaran dari awal
hingga selesainya penulisan laporan kasus ini.
3. Dr.dr.Dewi A Wisnumurti, Sp.A(K), dr. Citra Cesilia, Sp.A,
Dr.dr.Deddy Satria Putra, Sp.A(K) selaku penguji pada laporan
kasus ini.
4. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan
perhatian kepada penulis.

Penulis menyadari masih adanya kekurangan di dalam laporan kasus


ini, oleh karena itu penulis diharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga
laporan kasus ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Pekanbaru, 10 Juni 2021

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2

2.1 Definisi ...............................................................................................


2
2.2 Epidemiologi ......................................................................................
3
2.3 Faktor Risiko...................................................................................... 3
2.4 Klasifikasi. ......................................................................................... 4
2.5 Patofisiologi .......................................................................................
4
2.6 Diagnosis…. .......................................................................................
7
2.6.1 Anamnesis .................................................................................
7
255.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................... 7
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 8
2.7 Tatalaksana Kejang Demam............................................................... 9
2.8 Prognosis............................................................................................ 13
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................. 14
Identitas........................................................................................................ 14
Alloanamnesis.............................................................................................. 14

Riwayat Penyakit Sekarang .........................................................................


14
Riwayat Penyakit Dahulu ............................................................................
15
Riwayat Penyakit Keluarga .........................................................................
15
Riwayat Orang Tua ......................................................................................
15
Riwayat Kehamilan dan Persalinan .............................................................
16
Riwayat Makan dan Minum ........................................................................
16
ii
Riwayat Imunisasi ....................................................................................... 16
Riwayat Pertumbuhan.................................................................................. 17
Riwayat Perkembangan ...............................................................................
17
Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal ...................................................
17
Pemeriksaan Fisik ........................................................................................
18
Pemeriksaan Laboratorium ..........................................................................
24
Hal-hal Penting dari Anamnesis ..................................................................
25
Hal-hal Penting dari Pemeriksaan Fisik ...................................................... 25
Hal-hal Penting dari Pemeriksaan Laboratorium......................................... 25
Diagnosis Kerja ........................................................................................... 25
Diagnosis Gizi. ........................................................................................... 26
Diagnosis Banding ...................................................................................... 26
Anjuran Pemeriksaan Penunjang................................................................. 26
Kebutuhan Kalori......................................................................................... 26
Diagnosis Akhir.......................................................................................... 26
Terapi........................................................................................... .............. 27
Prognosis ..................................................................................................... 27
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Patofisiologi Kejang Demam...............................................................6


Gambar 2.2 Algoritma tatalaksana kejang dan status epileptikus………………..12
Gambar 3.1 Kurva BB/TB......................................................................................19
Gambar 3.2 Kurva TB/U........................................................................................20
Gambar 3.3 Kurva BB/U........................................................................................20
iv
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di

bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang

menakutkan bagi orang tua, sehingga sebagai dokter kita wajib menguasai kejang

dengan tepat dan cepat.1 Kejang demam paling banyak terjadi pada anak,

mengenai 2-5% anak berusia 6 bulan sampai usia 5 tahun dengan puncak onset

rentan usia 18-22 bulan.2,3 Secara umum kejang demam dibagi menjadi dua jenis,

yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.4

Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya kerusakan otak,

sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi (2%-7%) dengan angka kematian

0,64%-0,75%. Pada kasus kejang lama atau berulang dapat terjadi gangguan

tingkah laku, penurunan tingkat intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.5

Prognosis kejang demam umumnya baik, tetapi bangkitan kejang dapat

memunculkan kekhawatiran bagi orang tua.6 Kejadian kejang demam yang

berulang pada anak berhubungan dengan adanya riwayat keluarga dengan kejang

demam atau epilepsi, usia saat kejang demam pertama, suhu rendah saat kejang

demam pertama, jarak antara munculnya kejang dengan onset demam, atau kejang

pertama merupakan kejang demam kompleks.2,3 Risiko berulangnya kejang

demam sekitar 60% setelah kejang demam pertama, 75% diantaranya terjadi

dalam waktu satu tahun pertama. Sepertiga dari kasus kejang demam akan dialami

setidaknya sekali rekurensi.7


2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6

bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 oC,

dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses

intrakranial.8

Keterangan:

 Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan

elektrolit atau metabolik lainnya.

 Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut

sebagai kejang demam.

 Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,

namun jarang sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan

batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta

ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak

berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan

kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.

 Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini

melainkan termasuk dalam kejang neonatus9,10


3

2.2 Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak yang berusia 6

bulan hingga 5 tahun.7 Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam

berkisar 2 – 5%, kejang demam di Asia meningkat dua kali lipat bila

dibandingkan dengan Eropa dan Amerika. Jepang angka kejadian kejang demam

berkisar 8,3% - 9,9%, Hong Kong angka kejadian kejang demam sebesar 0,35%,

China mencapai 0,5 – 1,5%, dan di Guam insiden kejang demam mencapai 14%. 10

Angka kejadian kejang demam di Indonesia sebanyak 3-4% tahun 2012-2013 dari

anak yang berusia 6 bulan – 5 tahun. 11 Data kasus anak di RSUD Arifin Achmad

Pekanbaru tahun 2020 menunjukkan angka kejadian kejang demam sebanyak 28

kasus, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 anak dan perempuan 13 anak.12

Anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam dibanding anak

perempuan, namun risiko berulangnya kejang demam tidak berbeda menurut jenis

kelamin.10

2.3 Faktor risiko

Kejang demam akan berulang kembali pada beberapa kasus. Faktor risiko

berulangnya kejang demam adalah :13

1. Riwayat kejang demam atau epilepsi pada keluarga.

2. Usia kurang dari 12 bulan.

3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat selsius saat kejang.

4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya

kejang.

5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam komples.


4

2.4 Klasifikasi

A. Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk

kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Keterangan:

1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam

2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan

berhenti sendiri.8,14

B. Kejang demam kompleks

Adapun kriteria kejang demam kompleks, adalah kejang demam dengan

salah satu ciri berikut :

1. Kejang lama (>15 menit)

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang Parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. 8,14

2.5 Patofisologi

Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8-37,2) 0C

dalam rentang waktu tertentu, yang merupakan suatu keluhan dan gejala yang

paling sering terjadi pada anak dengan penyebab terbanyak berupa infeksi saluran

nafas disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-anak. Pada keadaan demam,

kenaikan suhu 10ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10%-15%

dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.15


5

Pada anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan

dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion Na+ melalui

membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke sel-

sel tetangganya melalui bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak

memiliki ambang kejang yang berbeda. Tergantung dari ambang kejang yang

dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada

anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380C

dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru

terjadi pada suhu 400C atau lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa

terulangnya kejang demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah

sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa

penderita kejang.15-18 Walaupun demikian patofisiologi kejang demammasih

belum begitu jelas.2,6

Sedangkan terjadinya demam berasal dari adanya bahan-bahan pirogen.

Eksogenous pirogen berasal dari luar tubuh, contohnya bakteri, virus, jamur dan

toksin. Eksogenous pirogen ini bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang

pembentukkan leukosit maupun sel phagosit (monosit, neutrofil, limfosit, sel glial

endothelium, sel mesangium mesenchymal) untuk memproduksi bahan-bahan

endogenous pirogen seperti IL-1, TNF. Endogenous pirogen diproduksi diluar

CNS (sirkulasi sistemik) akan membentuk prostaglandin E2, dimana

prostaglandin E2 ini akan menganggu fungsi thermoregulasi di hipothalamus.


6

Akibatnya akan terjadi peningkatan titik pusat suhu di hipothalamus dan bagian

perifer tubuh ikut merespon terjadinya peningkatan suhu tubuh.16

Gambar 2.1. Patofisiologi Kejang Demam17

2.6. Diagno sis

Diagnosis k ejang

demam ditegakka n den

gan menyingkirka n pen

yakit – penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, diantaranya :

infeksi susunan syst em saraf pusat, perubaha

n akut pada hemoest asis elektrolit dan adany

a lesi structural pada system saraf seperti epil

epsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.18,19

2.6.1 Anamnesis

Pada kejang demam kompleks , kejang selalu didahului oleh naiknya suhu

tubuh dengan cepat. Kejang demam kompleks berlangsung lebih dari 15 menit, ke

jangnya fokal/parsial atau umum yang didahului parsial (misalnya pergerakan satu

tungkai saja, atau satu tungkai lalu kejang seluruh tubuh) atau bangkita kejang ber
7

ulang 2 kali atau lebih dari dalam 24 jam. Riwayat penyebab demam mesti dicari s

eperti adanya infeksi yang menyebabkan demam (ISPA, otitis media, dan gastroen

teritis), riwayat trauma, riwayat kejang demam atau riwayat kejang tanpa kejang p

ada keluarga.19

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Kejang demam khas ditandai adanya peningkatan suhu tubuh secara cepat

diikuti oleh kejang, sementara pada proses infeksi intracranial, demam terjadi bers

amaan atau setelah kejang. Kejang demam dapat diikuti hemiparesis sementara (h

emiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang u

nilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.

Pada kejang demam, perkembangan dan neurologis umumnya tetap normal,

pada pasien yang sebelumnya normal tidak ditemukan adanya gejala rangsang me

ningeal misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran pasca kejang.19,20

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejan

g demam, dapat dilakukan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab d

emam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam

Pemeriksaan laboratorium atas indikasi antara lain pemeriksaan darah peri

fer, elektrolit, dan gula darah.20,21

b. Pungsi Lumbal
8

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan ata

u menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pemeriksaan pungsi lumbal saa

t ini tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia dibawah 12 bulan yang

mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.20 pungsi

lumbal dianjurkan bila:20,21

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal.

2. Curiga adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaa

n klinis

3. dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang se

belumnya telah mendapat antibiotic dan pemberian antibiotic tersebu

t dapat mengaburkan tanda dan gejala meningeal.

Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 21

c. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/ EEG) ti

dak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejan

g atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. P

emeriksaan EEG dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fo

cus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.20,21

d. Pencitraan

MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandi

ngkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat. C
9

T scan dan MRI kepala dapat dilakukan bila terdapat indikasi seperti adan

ya kelainan neurologis fokal yang menetap ( hemiparesis, paresis nervus kr

anialis). 20,21

2.7. Tatalaksana

Saat kejang

Saat kejang, pastikan jalan nafas tidak terhalang, pakaian ketat dilonggarka

n, anak diposisikan miring agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar. Periksa t

anda vital, baik pernafasan, nadi dan suhu. Berikan antipiretik seperti parasetamol

(10 – 15 mg/kgbb/kali, diberikan tiap 4-6 jam), atau ibuprofen (5 – 10 mg/kgbb/ka

li, 3-4 kali sehari).3 Kemudian lanjutkan dengan tatalaksana kejang akut pada anak,

seperti berikut :

Bila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan k

ejang adalah diazepam intravena 0,2-0,5 mg/kgBB, dengan cara pemberian secara

perlahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis maksimal

yang dapat diberikan adalah 10 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh or

ang tua atau jika kejang terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgB

B, atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg d

an diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Jika kejang belum b

erhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit. Ji

ka setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan untuk

dibawa ke rumah sakit.3

Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,2-0,5 m

g/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, lihat algoritma tatalaksana status epilep
10

tikus.3,20

Sesudah Kejang

Pencegahan rekurensi kejang ada yang bersifat inntermiten dan terus – menerus. 3,2
0

 Pencegahan Intermiten (obat antikonvulsan diberikan hanya saat demam)

Pencegahan intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu fa

ktor risiko dibawah ini.3

1. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral

2. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

3. Usia < 6 bulan

4. Bila terjadi kejang pada suhu tubuh kurang dari 39˚c

5. Apabila pada episode kejang sebelumnya, suhu tubuh meningkat denga

n cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5

mg/kg/kali ( 5 mg untuk berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat bad

an lebih sama dengan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari dengan dosis maksimun diaze

pam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam.

Orang tuaharus diinformasikan bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat meny

ebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.3

 Pencegahan terus – menerus ( Rumat)

Pencegahana terus – menerus dilakukan dengn mengosumsi antikonvulsan s

etiap hari, namun penggunaanya harus hati-hati mengingat efek samping dari ant

ikonvulsan yang digunakan. Berdasarkan kesepakatan unit neurologi anak IDAI


11

2016, terdapat 3 kategori rekomendasi profilaksis terus – menerus :

1. Kejang fokal

2. Kejang lama > 15 menit

3. Terdapat kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (misa

lnya serebral palsi, paresis Tods, hidrosefalus, hemiparesis)

Antikonvulsan yang menjadi pilihan profilaksis terus – menerus adalah :3,20

 phenobarbital 3 – 4 mg/kgbb perhari, dalam 1-2 dosis

 Sodium valproate 15 – 40 mg/kgbb perhari, dibagi 2 dosis.

Antikonvulsan diatas diberikan selama 1 tahun, tidak membutuhkann tapering off,

namun dilakukan saat anak tidak sedang demam.3

Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko berulangnya

kejang. Obat pilihan saat ini adalah valproic acid . Berdasarkan bukti ilmiah, kejan

g demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,

oleh karena itu pengobatan rumat hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam j

angka pendek. Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan

belajar pada 40–50% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada usia kurang

dari 2 tahun, valproic acid dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis valpr

oic acid 15-40 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan phenobarbital 3-4 mg/k

gBB/hari dalam 1-2 dosis.3,20,21


12

Gambar 2.2 Algoritma tatalaksana kejang dan status epileptikus

2.8. Prognosis

Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30 – 50 % mengalami

kejang demam berulang, dan 75% terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang pe

rtama. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :3

1. Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsi

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Suhu tubuh kurang dari 39˚c saat kejang

4. Interval waktu singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang

5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks

Bila seluruh faktor tersebut ada dapat meningkatkan risiko kejang demam be
13

rulang hingga 80%, namun bila tidak satupun faktor diatas ditemukan, kemungkin

an berulang 10 – 15%.3

Kematian setelah kejang demam adalah hal yang sangat jarang terjadi, bah

kan pada anak risiko tinggi sekalipun.20,21


BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama/RM : An. ID/0106XXXX

Tanggal Lahir :10-02-2020

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 1 tahun 3 bulan

Ayah/Ibu : N/Y

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Kiap Jaya / Bandar Sei Kijang Pelalawan

Sumber pembiayaan :BPJS

Tanggal masuk RS :19-05-2021

Tanggal pemeriksaan : 20-05-2021

Alloanamnesis

Diberikan oleh : Ayah kandung pasien

Keluhan utama : Kejang sejak 5 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

5 jam SMRS ayah kandung pasien mengeluhkan anaknya mengalami

demam tinggi yang suhunya tidak diukur, tetapi lebih tinggi dari demam-demam

biasanya. Demam berlangsung sekitar 2 jam dan tidak kunjung turun walaupun

sudah dikompres dengan air hangat kuku. Ayah dan ibu membawa anaknya ke
15

puskesmas, saat diperjalanan anak mengalami kejang seluruh tubuh, diawali posisi

kepala menghadap ke samping kanan dan mata melihat ke kanan, kemudian kaku

dan kelonjotan, tidak sadar, kejang berlangsung sekitar 20 menit. Setelah tiba di

puskesmas, pasien masih dalam keadaan kejang, dan didapatkan suhu tubuh

pasien 39,1 C, pasien langsung diberikan diazepam rectal 5mg, dan parasetamol

suppositoria 125 mg. Setelah keadaan umum stabil, anak dirujuk ke RSUD AA

karena kejang lama dan adanya riwayat kejang demam berulang untuk

mendapatkan penanganan lebih lanjut. Riwayat kejang tanpa didahului demam,

diare, muntah, sesak nafas, asupan kurang tidak dijumpai.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat mengalami kejang demam sederhana saat berusia 6 bulan, 11

bulan, dan 13 bulan

- Riwayat kejang tanpa didahului demam tidak ada

- Riwayat penyakit bawaan tidak ada

- Riwayat trauma tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama

- Riwayat penyakit bawaan pada keluarga tidak ada

- Riwayat epilepsi pada keluarga tidak ada

Riwayat Orang Tua :


16

- Ayah berusia 32 tahun dan bekerja sebagai kuli bangunan.

- Ibu berusia 21 tahun dan merupakan seorang ibu rumah tangga.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Saat hamil, ibu pasien rutin melakukan ANC sebanyak enam kali di

puskesmas dan diberikan tablet besi, vitamin B6, dan asam folat. Ibu pasien

melakukan pemeriksaan USG sebanyak 2x selama kehamilan. Janin dan ibu dalam

kondisi baik.

Pasien merupakan anak pertama, lahir spontan dengan bidan, langsung

menangis, cukup bulan, berat badan lahir 2700 gram. Riwayat ibu demam saat

hamil (-), hipertensi (-), kejang (-). Ibu pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi

jamu-jamuan, maupun alkohol selama kehamilan.

Riwayat Makan dan Minum :

0-6 hari : ASI

6 hari - 6 bulan : Susu formula

6 bulan - 1 tahun 3 bulan : Susu formula + MPASI (nasi tim)

Riwayat Imunisasi :

0 bulan : Hepatitis B, OPV

2 bulan : Pentabio + OPV

3 bulan : BCG + Pentabio + OPV


17

4 bulan : Pentabio + IPV

Riwayat Pertumbuhan :

- BB lahir : 2700 gram

- Panjang lahir : ibu pasien tidak ingat

- BB sekarang : 9,9 kg

- Panjang badan : 85 cm

- LILA : 15 cm

- Lingkar kepala : 42 cm

Riwayat Perkembangan :

- Usia 3 bulan : Mengangkat badan, membuka tangan, senyum spontan dan

ketawa

- Usia 6 bulan : Duduk sebentar, memindahkan benda, suka tidak suka, dan

dapat mengoceh (babbling)

- Usia 9 bulan : Menarik badan hingga berdiri, mengambil benda dengan

jari, bermain ciluk ba, dan menirukan suara

- Usia 12 bulan : Berjalan dituntun, melepaskan benda, datang bila

dipanggil, mengucapkan 1-2 kata

Keadaan Perumahan dan Tempat Tinggal :


18

Pasien tinggal di rumah sendiri bersama ayah dan ibu pasien. Rumah

berada di suatu area perumahan yang jarak antar rumah berdekatan dengan

penerangan dan sirkulasi udara baik.

Pediatric Assessment Triangle

Appearance

- Tone : Normotonus

- Intractability : Komposmentis

- Consolability : Dapat ditenangkan oleh pemeriksa

- Look : Terdapat kontak mata dengan pemeriksa

- Speech : Anak menangis saat diberi rangsangan

Kesan : Tidak ada kegawatan sistem saraf pusat

Work of Breathing

- Suara napas : Tidak terdapat suara napas tambahan

- Posii tubuh abnormal : Tidak terdapat abnormalitas posisi tubuh

- Retraksi : Tidak tampak adanya retraksi dinding dada

- Napas cuping hidung : Tidak ada napas cuping hidung

Kesan : Tidak terdapat kegawatan respirasi

Circulation

- Pallor : Tidak tampak pucat


19

- Motling : Tidak tampak bercak bercak kulit

- Sianosis : Tidak terdapat sianosis

Kesan : Tidak terdapat kegawatan sirkulasi

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis (GCS: E4, V5, M6)

Tanda - Tanda Vital

Suhu : 38,30C

Nadi : 148 x/menit

Nafas : 32 x/menit

SpO2 : 100%

Status Gizi

BB saat ini : 9,9 kg

TB saat ini : 85 cm
20

Gambar 3.1 Kurva BB/TB

Interpretasi : di bawah (-1) SD : Gizi baik

Gambar 3.2 Kurba TB/U


21

Interpretasi : Di atas 2 SD : Perawakan tinggi

Gambar 3.3 Kurva BB/U

Interpretasi : di antara 0 - 2 SD : Gizi baik

Kesimpulan : Gizi baik perawakan tinggi

Kepala : Normocephal, wajah simetris, UUB menutup

Rambut : Berwarna hitam, rambut rontok (-)

Mata

Konjungtiva : anemis (-/-)

Sklera : Ikterik (-/-)

Pupil : Bulat, isokor 2 mm/2mm


22

Refleks cahaya : (+/+)

Telinga : Bentuk dan ukuran normal, keluar cairan (-)

Hidung : Napas cuping hidung (-), keluar cairan (-)

Mulut

Bibir : Sianosis (-), pucat (-)

Selaput lendir : Basah

Faring : Hiperemis (+), Tonsil T1 T1

Palatum : Palatoskisis (-)

Lidah : Atrofi papil lidah (-), lidah kotor (-)

Leher

KGB : Pembesaran (-)

Kaku kuduk : Negatif (-)

Dada

Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada simetris, iktus tidak

terlihat, retraksi iga (-), penggunaan otot bantu nafas (-)

Palpasi : Iktus kordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS V

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Suara nafas : vesikuler (+/+), tambahan: wheezing (-/-)


23

Bunyi jantung : S1 S2 reguler, tambahan : mumur (-)

Gallop(-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-) massa (-) Scar (-)

Auskultas : Bising usus (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.

Alat Kelamin : Perempuan, pemeriksaan lanjutan tidak dilakukan.

Ekstremitas

Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pucat (-/-), udem (-/-),

clubbing finger (-/-), sianosis (-/-)

Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, pucat (-/-), udem (-/-),

clubbing finger (-/-), sianosis (-/-)

Status Neurologis

Saraf kranialis :

- N. I Olfaktorius : Tidak dilakukan

- N. II Optikus : Normal

- N. III Okulomotorus : Normal


24

- N. IV Troklearis : Normal

- N. V Trigeminus : Tidak dilakukan

- N. VI Abdusen : Normal

- N. VII Fasialis : Normal

- N. VIII Auditori : Normal

- N. IX Glosofaringus : Normal

- N. X Vagus : Normal

- N. XI Aksesorius : Tidak dilakukan

- N. XII Hipoglosus : Normal

Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinky I dan II (-), Kernig (-),

Laseque (-)

Refleks fisiologis : Bisep (+), Trisep (+), Patella (+), Achilles (+)

Refleks primitif : Rooting (-), Sucking (-), Plantar grasp (-), Palmar

grasp (-)

Refleks patologis : Babinsky (-), Chaddock (-), Oppenheim (-), Gordon

(-)

Motorik : 555 555

555 555

Pemeriksaan Laboratorium

19 Mei 2021

Darah Rutin

- Hb : 12,9 g/dL (N: 11,3 – 14,1 g/dl)


6 6
- Eritrosit : 4,99 10 /uL (N: 4,1 – 5,3 10 /uL)
25

- Hematokrit : 38,4% % (N: 33– 41%)


3 3
- Leukosit : 17,27 10 /uL (N: 6 – 17,5 x 10 /uL)

- MCV : 77,2 fl (N: 79 – 99 fl)

- MCH : 25,9 pg (N: 27 – 31 pg)

- MCHC : 33,6 g/dL (N: 27 – 31 pg)

- Basofil : 0,2% (N: 0 – 1 %)

- Eosinofil : 0,1% (N: 1 - 3 %)

- Neutrofil : 77,5% (N: 40 – 70 %)

- Limfosit : 13,1% (N: 20 – 40 %)

- Monosit : 9,1% (N: 2 – 8 %)

Kimia Klinik

- Gula Darah Sewaktu : 160 mg/dL

Elektrolit
- Na+ : 142 mmol/L (N:135 –145 mmol/L)

- K+ : 4,1 mmol/L (N:3,5 – 5,5 mmol/L)

- Chlorida : 111 mmol/L (N:97 – 107 mmol/L)

Hal-hal Penting dari Anamnesis

- Demam 2 jam, demam tinggi (39,1 C)

- Kejang didahului demam

- Kejang umum didahului kejang fokal

- Kejang berdurasi sekitar 20 menit.

- Kejang demam sederhana di usia 6 bulan, 11 bulan, 13 bulan

Hal-hal Penting dari Pemeriksaan Fisik

- Pasien kesadaran komposmentis


26

- Parase N. Kranialis, tanda rangsang meningeal, refleks patologis, refleks

primitif (-)

- Refleks fisiologis normal

- Kekuatan motorik normal

Hal-hal Penting dari Pemeriksaan Laboratorium

Dalam batas normal

Diagnosis Kerja

- Kejang demam kompleks

- Faringitis

Diagnosis Gizi

Gizi baik dengan perawakan tinggi

Diagnosis Banding

- Epilepsi dengan faringitis

- Ensefalitis

- Meningitis

Anjuran Pemeriksaan Penunjang

- EEG

- Lumbal pungsi

- CT scan kepala
27

- MRI kepala

Kebutuhan Kalori

BBI x RDA usia tinggi = 9,6 x (100) = 960 kkal

-> Susu formula = 6x150 cc

Diagnosis Akhir

- Kejang demam kompleks

- Faringitis

Terapi rawat inap :

- IVFD KaEn 3B : 8 cc/jam

- Injeksi Ceftriaxone 2x500 mg IV

- Parasetamol drip 3x100 mg

- Phenobarbital 100 mg + NaCl 0,9% 25 ml -> Habis dalam 30 menit. Ulangi tiap

12 jam dengan phenobarbital 20 mg

Terapi rawat jalan :

- Asam valproat 2 x1,9 ml

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : bonam


28
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien kejang usia 1 tahun 3 bulan, demam 2 jam, kejang, sesudah kejang

pasien sadar dan ditemukan adanya faringitis, didiagnosis sebagai kejang demam

sesuai dengan konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang

mendefinisikan kejang demam sebagai bangkitan kejang yang terjadi saat terjadi

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C yang merupakan seuatu proses

ekstrakranium dan 2-5% mengenai anak yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun.1-3

Anamnesis pada riwayat penyakit dahulu, pasien mengalami kejang

demam sederhana (KDS) tiga kali saat usia 6 bulan, 11 bulan, dan 13 bulan

dengan jangka waktu belum cukup setahun serta interval kejadian KDS semakin

singkat. Hal ini perlu dipertimbangkan pada saat pemberian obat antikonvulsan

intermiten walaupun salah satu indikasinya adalah kejang demam berulang 4 kali

atau lebih dalam setahun.3

Pasien demam tinggi (T=39,1 C), lalu kejang umum yang didahului kejang

fokal, lama kejang sekitar 20 menit, didiagnosis sebagai kejang demam kompleks

sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam kompleks dimana kejang terjadi

selama >15 menit, dan merupakan suatu kejang fokal atau parsial satu sisi, atau

kejang umum didahului kejang parsial yang berulang atau lebih dari 1 kali dalam

waktu 24 jam.8,14

Pemeriksaan fisik suhu tubuh pasien saat di puskesmas adalah 39,1°C,

setelah pemberian diazepam rectal dan parasetamol suppositoria, pasien tidak

kejang dan sadar. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal, menyingkirkan


30

penyebab kejang berasal dari intrakranial, ini sesuai dengan diagnosis kejang

demam, dimana terjadi peningkatan suhu, lalu diikuti dengan kejang, dan tidak

ditemukan adanya tanda-tanda dari meningitis ataupun ensfalitis (tanda rangsang

meningeal dan kehilangan kesadaran yang lama.)18,19

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada hanyalah laborotirum darah

rutin, elektrolit, dan kadar gula darah sewaktu didapatkan leukosit dalam jumlah

normal, peningkatan neutrofil dan penurunan limfosit dan eosinofil yang tidak

terlalu signifikan. Gula darah sewaktu dan elektrolit dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium darah rutin dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab

infeksi, dan melihat apakah ada penyebab lain dari kejang seperti gangguan pada

elektrolit.20,21 Dianjurkan untuk melakukan EEG untuk menentukan adanya fokus

kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Pemeriksaan pungsi

lumbal tidak dilakukan karena setelah observasi 1 hari tidak ada indikasinya.3,20

Tatalaksana saat rawat inap sesuai dengan konsensus penatalaksanaan

kejang demam IDAI dimana diberikan antipiretik yaitu parasetamol dan

antikonvulsan yaitu phenobarbital untuk mencegah terjadinya kejang. Pasien

diberikan terapi rawat jalan berupa asam valproat sebagai obat pencegahan terus

menerus (rumat) selama 1 tahun, dan ke poli anak untuk kontrol setiap bulan. Hal

ini sesuai dengan indikasi pengobatan rumatan dianjurkan pada kejang demam

yang berlangsung >15 menit, dan kejang fokal. 3,20,21 Pasien dirawat selama 1 hari,

karena keadaan umum stabil, pasien dipulangkan dan berobat jalan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak


1999.
2. Wolf P, Shinnar S. Chapter 18: febrile seizures. Dalam: Maria BL. Current
Management in Child Neurology. Edisi ke-4. New York: BC Decker Inc,
2009; h.99-104.
3. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti,
Saharso D, dkk. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Edisi ke-3.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016.
4. Gunawan PI, Saharso D. Faktor risiko kejang demam berulang pada anak.
Media Medika Indonesiana. 2012; 46(2): 75-80.
5. Verity C M, Greenwood R, Golding J. Long term intellectual and behavioral
outcomes of children with febrile convulsions. N Engl J Med 1998;338:1723-
8.
6. Syndi SD, Pellock JM. Recent research on febrile seizures. J Neurophysiol.
2013; 4(165): 1-13.
7. Reza MA, Eftekhaari TE, Farah M. Febrile seizures: factors affecting risk of
recurrence. J. Child Neurol. 2008; 6: 341-4.
8. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Febrile Seizures. Pediatr.
2011;127(2):389-94.
9. National Institute of Health. Febrile seizure: Consensus development
conference statement summary. Pediatr. 1980;66:1009-12.
10. ILAE Guidelines. Commision on Epidemiology and Prognosis, International
League Against Epilepsy. Guidelines for Epidemiologic Studies on Epilepsy.
Epilepsia. 1993:34:592-6.
11. Wibisono, Afif. Asuhan keperawatan pada An.M dengan gangguan sistem
persarafan: kejang demam di ruang wawar RSUD Banyudono Boyolali.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2015
12. Data Profil Kasus Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Arifin Achmad. 2020
13. Talebian MD, M dan Mohammadi MD. Febrile Seizure : recurrence and risk
factors. J. Child Neurol. 2006
32

14. Hesdorffer DC, Benn EK, Bagiella E, Nordli D, Pellock J, Hinton V, dkk.
Ann Neurol. 2011;70(1):93-100.
15. Talsim. S. Soetomenggolo, Sofyan Ismail. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak.
IDAI. Jakarta.

16. Rudolf. M. 2002. Rudolf’s Pediatrics 21th Edition. USA. The McGraw-Hill
Companies, Inc

17. Waruiru C, Appleton R. Febrile seizures: an update. Arch Dis Child.


2004;89:751-756.

18. Price, Sylvia, Andreson. Patofisiologi, konsep klinis proses – proses penyakit.

EGC, Jakarta 2006.

19. David RB, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE, Olson B, penyunting. Febrile s

eizure. Dalam; Clinical pediatric neurology. Edisi ke-3. New York: Demos M

edical Publishing; 2009.

20. HD Pusponegoro, DP Widodo, S Ismael, penyunting. Konsesnsus penatalaksa

naan kejang demam. Jakarta; Badan Penerbit IDAI; 2006.

21. David RB, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE, Olson B, penyunting. Febrile s

eizure. Dalam; Clinical pediatric neurology. Edisi ke-3. New York: Demos M

edical Publishing; 2009.

Anda mungkin juga menyukai