OD PTERIGIUM GRADE II
ODS ASTIGMATISME MIOPIA SIMPLEKS
ODS PRESBIOPIA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang
Pembimbing :
dr. Hari Trilunggono, Sp.M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
Disusun Oleh :
Dian Andikawati
1410221053
1410221062
Restu Kaharseno
1410221047
OD PTERIGIUM GRADE II
ODS ASTIGMATISME MIOPIA SIMPLEKS
ODS PRESBIOPIA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Departemen Mata
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang
Disusun Oleh:
Dian Andikawati
1410221053
1410221062
Restu Kaharseno
1410221047
Tanda Tangan
Tanggal
.......................
......................
.......................
.......................
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit
Mata RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus ini masih
banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat
bagi teman-teman dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu
kedokteran.
Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang yang
sudah dengan ikhlas dan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing dan
mengajarkan penulis dalam proses pelaksanaan kepaniteraan klinik ini.
Penulis
iii
BAB I
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Status
Agama
:
:
:
:
:
:
:
Ny. R
Perempuan
50 tahun
Magelang Utara
Juru masak catering
Menikah
Islam
Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Oktober 2015 pukul 11.00
secara autoanamnesis di poli mata RST. Dr. Soedjono Magelang.
Keluhan Utama
Rasa mengganjal pada mata kanan pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli Mata RST Soedjono Magelang tanggal 27 Oktober
2015 dengan keluhan adanya rasa mengganjal pada mata kanannya, agak merah,
sering mengeluarkan air, tidak terdapat kotoran, dan tidak nyeri, keluhan tersebut
dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya pada saat bercermin, pasien
melihat adanya selaput yang berwarna kemerahan pada mata kanannya tetapi
pasien tidak merasakan apa-apa sehingga pasien membiarkannya. Selaput tersebut
semakin lama semakin melebar, dari awalnya hanya pada bagian mata yang putih
hingga sekarang hampir merambat ke bagian mata yang hitam. Selaput tersebut
dirasakan pasien gatal. Pasien adalah seorang juru masak pada salah satu
perusahaan catering di magelang sejak kurang lebih 3 tahun terakhir ini, setiap
hari pasien memasak di dapur dan sering terpapar asap dapur. Pasien juga
mengaku sering terpapar angin, sinar matahari, dan debu saat berpergian dengan
menggunakan motor. Adanya benda asing, mata terasa nyeri disangkal.
Pasien juga mengalami kesulitan apabila melihat garis lurus atau huruf
yang jauh, terlihat garisnya seperti bengkok dan ada bayangan yang menyebabkan
pasien pusing, keluhan ini dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan penglihatan
ganda, kabur saat melihat jauh dan lebih kabur saat melihat dekat serta penurunan
penglihatan mendadak disangkal.
Selain itu pasien juga mengeluhkan penglihatan kabur di kedua mata jika
membaca buku ataupun sejenisnya. Keluhan tersebut terjadi sejak 10 tahun yang
lalu. Pasien mengeluhkan jika membaca harus menjauhkan kertas yang dibaca
karena tulisan tampak buram jika dibaca dengan jarak biasa. Saat membaca
tulisan pasien lebih nyaman jika menjauhkan kertas yang dibaca agar
pandangannya lebih jelas. Selain itu pasien mengeluhkan matanya cepat lelah,
sering berair dan pedas jika terlalu lama membaca buku atau sejenisnya. Pasien
memakai kacamata sejak 5 tahun yang lalu tetapi kacamata yang dipakai sekarang
sudah tidak jelas untuk membaca.
: disangkal
: diakui
: diakui
: disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya. Riwayat
operasi katarak sebelumnya pada mata disangkal.
Status Generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Status gizi
: Baik
Tanda vital
Tekanan darah
RR
Suhu
Nadi
: 120/80 mmHg
: 16x/m
: 36.50 c
: 84x/menit
Status Oftalmikus
No.
1.
Pemeriksaan
Visus
Koreksi
OD
OS
6/12
6/12
Add S + 2.00 J6
2.
3.
Supersilia
3.
Palpebra Superior :
-
Pseudoptosis
Hematom
Normal
Normal
(-)
(-)
4.
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Tidak ditemukan
Palpebra Inferior :
-
5.
Edema
Hiperemi
Entoprion/Ektropion
Blefarospasme
Cobble Stone
Trikiasis
Ptosis
Hematom
Edema
Hiperemi
Entoprion/Ektropion
Blefarospasme
Cobble Stone
Trikiasis
Konjungtiva :
-
Injeksi
konjungtival
Injeksi siliar
Perdarahan
subkonjungtiva
Sekret
Papil
Trantas dot
Membran
Pseudomembran
Bangunan
Terdapat jaringan
patologis
fibrovaskuler yang
berbentuk segitiga
di daerah nasal ke
arah kornea,
hiperemis
6.
Kornea :
-
Kejernihan
Kecembungan
Infiltrat
Jernih
Jernih
Cembung
Cembung
Sikatrik
Edema
Keratitic Presipitat
Ulkus
Bangunan
patologis
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
Tidak ditemukan
terdapat jaringan
fibrovaskuler
berbentuk segitiga
1 mm dari limbus
di sisi nasal tetapi
belum mencapai
pupil mata dalam
keadaan cahaya
normal
7.
COA :
-
8.
Jernih
Jernih
Normal
Normal
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
Bulat
Bulat
2 mm
2 mm
(+)
(+)
(+)
(+)
Iris :
-
9.
Kejernihan
Kedalaman
Hifema
Hipopion
Kripte
Sinekia
Edema
Pupil :
-
Bentuk
Diameter
Refleks langsung
Refleks
tidak
langsung
Isokor
Isokor
10.
Lensa :
11.
- Kejernihan
Korpus Vitreum
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
12.
Fundus reflex
13.
Funduskopi :
-
Fokus
Papil N. II
Vasa
Macula
Retina
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
floaters
floaters
Cemerlang (+)
Cemerlang (+)
0
Papil bulat, batas
tegas, warna
jingga, tidak
ditemukan
gambaran miopik
kresen, papil tidak
melebar
CDR 0,3
AVR 2/3
Crossing sign (-)
0
Papil bulat, batas
tegas, warna jingga,
tidak ditemukan
gambaran miopik
kresen, papil tidak
melebar
CDR 0,3
AVR 2/3
Crossing sign (-)
14.
TIO
fundus tigroid,
Tidak ditemukan
tidak ditemukan
ditemukan ablasio
ditemukan
retina, tidak
perdarahan
ditemukan
Normal
perdarahan
Normal
Diagnosa Banding
OD PTERIGIUM GRADE II
OD Pterigium Grade II
Dipertahankan karena dari anamnesa terdapat selaput yang berwarna
kemerahan pada mata kanannya, rasa mengganjal pada mata kanannya,
agak merah, gatal, sering mengeluarkan air, tidak terdapat kotoran, dan
tidak nyeri. Pekerjaan pasien juru masak pada salah satu perusahaan
catering di magelang sejak kurang lebih 3 tahun terakhir ini, setiap hari
pasien memasak di dapur dan sering terpapar asap dapur. Pasien juga
mengaku sering terpapar angin, sinar matahari, dan debu saat berpergian
dengan menggunakan motor. Dari pemeriksaan status opthalmologi
terdapat lapisan berbentuk segitiga dengan puncak mengarah ke kornea,
terlihat sebagai jaringan fibrovaskuler, berwarna kemerahan, dan meliputi
kornea hingga 1 mm tetapi tidak menutupi pupil dalam keadaan cahaya
normal.
OD Pterigium Grade I
Disingkirkan karena pada pterigium grade II telah melewati limbus sejauh
< 2 mm ke arah pupil dan pada pterigium grade I tidak melewati limbus.
OD Pseudopterigium
Disingkirkan karena tidak didapatkan adanya riwayat trauma pada kornea
dan tidak ada perlekatan antara konjungtiva dan kornea akibat ulkus di
kornea yang menahun.
OD Pinguekula
Disingkirkan karena pada pingekuela bentuknya kecil, meninggi, masa
kekuningan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra.
Pingekuela merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa. Sedangkan
pada kasus berbentuk segitiga dan hiperemis.
ODS Miopia
Disingkirkan karena pasien mengeluh kesulitan apabila melihat garis lurus
yang terlihat garisnya seperti bengkok dan ada bayangan yang bisa
menyebabkan pasien pusing. visus ODS pasien dikoreksi menggunakan
lensa silinder negatif .
ODS PRESBIOPIA
ODS Presbiopia
Dipertahankan karena pasien lebih nyaman melihat benda jauh
dibandingkan dekat, pasien tidak mengalami gangguan penglihatan jauh,
dan penglihatan dekat menjadi jelas setelah dikoreksi dengan lensa sferis
positif pasien dapat membacasampai J6. Pasien memakai kacamata sejak 5
tahun yang lalu, belum pernah mengganti kacamata tetapi kacamata yang
a. Tidak ada
Terapi Medikamentosa
a. Oral : Tidak diberikan
b. Topikal : Neomycin base 3.5 mg, polymixin b sulfate 10000 iu dan
dexamethason sodium phosphate 1 mg tetes mata 3 x sehari OD
c. Parenteral : Tidak diberikan
d. Operatif :
Ekstirpasi Pterigium dengan Konjungtival Autograft
Bare sclera
Simple closure:
Sliding flap
Rotational flap
b. ODS Astigmatisme Miopia Simpleks
Terapi Non-medikamentosa
a. Pemberian kacamata sesuai koreksi
OD : C -1,00 axis 90o
OS : C -1,00 axis 90o
Terapi Medikamentosa
a. Oral
: Tidak diberikan
b. Topikal : Tidak diberikan
c. Parenteral : Tidak diberikan
d. Operatif : LASIK
c. ODS Presbiopia
Terapi Non-medikamentosa
b. Pemberian kacamata sesuai koreksi
ADD S+ 2,00 D
Terapi Medikamentosa
a. Oral
: Tidak diberikan
b. Topikal : Tidak diberikan
c. Parenteral : Tidak diberikan
d. Operatif : Tidak diberikan
Komplikasi OD Pterigium
Astigmatisme
Diplopia
Prognosis
VOD
VOS
Quo ad visam
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
Quo ad sanam
Dubia Ad Bonam
Ad Bonam
Quo ad fungsionam
Ad Bonam
Ad Bonam
Quo ad kosmeticam
Dubia Ad Bonam
Ad Bonam
Quo ad vitam
Ad Bonam
Ad Bonam
Edukasi
Untuk Pterigium
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI MATA
Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan anterior dari bola matadan permukaan posterior dari
palpebra.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet
11
yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Selain itu, konjungtiva
juga mampu melindungi permukaan okular dari patogen, baik sebagai barier fisik,
maupun sebagai sumber sel-sel inflamasi.
Secara anatomis konjungtiva dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Konjungtiva Palpebra
Melapisi bagian dalam palpebra, permukaan licin dan terdapat Gl.
Meiboom di dalamnya.
2. Konjungtiva Bulbi
Menutupi sklera dan mudahdigerakkan dari sklera dibawahnya.
3. Konjungtiva Forniks
Tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Banyak mengandung pembuluh darah, sehingga pembengkakan pada
tempat ini mudah terjadi, bila terdapat peradangan mata. Di bawah
konjungtiva forniks superior terdapat gl.lakrimal.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Anatomi konjungtiva
Histologi Konjungtiva
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel- sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus
yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan
12
13
jaringan limfoid.
Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila diangkat akan
berdarah, merupakan massa yang menutupi konjungtiva tarsal ataupun
konjungtiva bulbi. Membran merupakan jaringan nekrotik yang terkonjugasi
yang bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang lebih dalam dan
berwarna abu-abu. Terdapat pada konjungtivitis bekteri dan jarang infeksi
adenovirus.
Papil, timbunan sel radang subkonjungtiva yang berwarna merah dengan
konjungtivitis.
Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah. Terdapat
14
ebrbentuk segitiga
Pseudopterigium, masuknya pembuluh darah konjungtiva ke dalam kornea
Fliken, peradangan disertai neovaskularisasi disekitarnya
Media Refraksi
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, aqueous humor, lensa,
corpus vitreum. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan
media refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak ataupun perlahan).
Bagian berpigmen pada mata : uvea bagian iris, warna yang tampak
tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat,
sedikit pigmen= biru, tidak ada pigmen=merah/albino).
15
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor, lensa, corpus vitreum. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh medai penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia
dan akan menempatkan bayangan benda tepat diretinanya pada keadaan mata
tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kornea
Kornea (Latin Cornum : seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
a. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dibagian
perifer
serat
kolagen
ini
bercabang;
16
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus.
Kornea adalah bagian mata yag tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri
dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk korea dilakukan oleh kornea.
Aqueous Humor (Kamera Okuli Anterior)
Kamera okuli anterior berisi Aqueous Humor yang mengandung zat-zat gizi
untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya
pembuluh darah dikedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke
fotoreseptor. Aqueous Humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.
Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
Jika Aqueous Humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya,
17
penglihatan
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous body dan berada di sumbu mata.
Badan vitreous
18
pada
pemeriksaan
oftalmoskopi.
Vitreous
humor
penting
untuk
Yang mengatur perubahan pupil adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang
berpigmen tampak di dalam aqueous humor dan juga berperan dalam menentukan
warna mata.
Setelah melalui pupil dan iris, cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada
diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot siliar melalui
ligamentum suspensorium. fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif
yang bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokyuskan
cahaya ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot
siliaris akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan
apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot siliar akan mengendur dan
lensa menjadi tipis dan lebih lemah.
Bila cahaya sampai ke retina, maka sel-sel batang dan sel-sel kerucut yang
merupakan sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal cahaya ke
otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkapo oleh retina
adalah terbalik, nyata , diperkecil tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap
tegak. Karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal.
Kemampuan menyesuaikan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat
maupun jauh dapat di fokuskan di retina dikenal dengan akomodasi. Kekuatan
lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.
Otot siliaris adalah bagian korpus siliar, suatu spesialisasi lapisan koroidd
di sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki 2 komponen utama yaitu otot siliaris
dan jaringan kapiler. Otot siliaris adalah otot polos melingkar yang melekat ke
lensa melalui ligamentum suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan
menarik lensa sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi
minimal. Ketika berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan
ligamentum suspensorium mengendur. Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan
dari ligamentum suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat)
karena elastisitas inherennya semakin besar kelengkungan lensa, semakin besar
kekuatannya, sehingga berkas cahaya lebih dibelokkan.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh. Tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa
menjadi lebih cembung dan lebih dekat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris
20
21
22
anak dapat mencapai + 12.00 sampai + 18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang
sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin
terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut
memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan
kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot
akomodasi sehingga pemeriksaan kelainan murni, dilakukan pada mata yang
beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat
parasimpatolitik, yang selain bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga
melumpuhkan otot sfingter pupil.
Dengam bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi
akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan
berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia.
AMETROPIA
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saaat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda dekat.
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar tidak akan
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dpat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigamatisma. Kelainan sistem refraksi
(pembiasan cahay) pada mata, menyebabkan sinar-sinar sejajar yang masuk ke
dalam mata tidak difokuskan pada retina saat mata tersebut dalam keadaan
istirahat.
ASTIGMATISME
Astigamatisme
merupakan
kelainan
refraksi
dimana
didapatkan
23
BENTUK ASTIGMATISME
Bentuk astigmatisme menurut Ilyas (2009) dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Astigmatisme Regular
Astigmatisme dikategorikan regular jika meridian-meridian utamanya
(meridian dimana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis
bolamata), mempunyai arah yang saling tegak lurus
2. Astigmatisme Iregular
Pada bentuk ini didapatkan titik fokusnya tidak beraturan/tidak saling tegak
lurus. Penyebab tersering adalah kelainan kornea seperti sikatrik kornea,
24
5. Astigmatismus Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis
ini adalah Sph +X Cyl Y, atau Sph X Cyl +Y, dimana ukuran tersebut
tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan
Y menjadi sama-sama + atau -.
26
PEMERIKSAAN ASTIGMATISMA
a. Refrakasi Subjektif
Alat :
Kartu Snellen
Bingkai percobaan
Sebuah set lensa coba
Kipas astigmat
Prosedur :
Astigmat bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging techinque of
refraction) yang menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah
set lensa coba, dan kipas astigmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan
1.
2.
3.
4.
penglihatan terbaik
5. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) yang cukup besar (misal S +3.00)
untuk membuat pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat miopikus
6. Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat
7. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat
8. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S
(+3.00) diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat menentukan
garis mana yang terjelas dan terkabur
9. Lensa silinder (-) diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut
hingga tampak garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya
dengan garis yang terjelas sebelumnya
a) Bila sudah dapat melihat garis-garis kipas astigmat dengan jelas,
lakukan tes dengan kartu Snellen
b) Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa
(+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu mengurangi lensa (+)
atau menambah lensa (-)
28
c) Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa (-) ditambah
perlahan-lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6.
Sedangkan nilainya : Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder (-) yang
dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas.
b. Refraksi Objektif
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmatisma dapat diketahui. Cara
objektif semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat ditentukan
dengan skiaskopi, retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktomteri.
Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan
sangat berharga namun mempunyai keterbatasan. Keterbatasan keratometer
adalah hasil yang tidak valid ketika terdapat defek pada kornea dan gamgguan
pada kornea seperti penebalan jaringan pada pterygium.
PENATALAKSANAAN ASTIGMATISMA
Kacamata
Astigmatisma regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan,
yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa
kombinasi lensa sferis. Astigmatisme iregular, bila ringan bisa dikoreksi
dengan lensa kontak keras, tetapi bila berat bisa dilakukan transplantasi
kornea.
Terapi operatif
LASIK adalah suatu tindakan operasi kelainan refraksi mata yang
menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara
merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan
LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamat atau lensa
kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia),
rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal,
yaitu :
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
29
b. Kelainan refraksi
- Miopia -1.00 sampai dengan -13.00 dioptri
- Hipermetropia +1.00 sampai dengan +4.00 dioptri
- Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hami atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/lensa kontak yang stabil selama paling
tidak 6 (enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata,
katarak, glaukoma, dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2
(dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact
lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain :
a. Usia < 18 tahun/usia di bawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
stabil
Sedang hamil atau menyusui
Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis
Riwayat penyakit glaukoma
Penderita diabetes melitus
Mata kering
Penyakit autoimunn, kolagen
Pasien monokular
Kelainan retina atau katarak
PRESBIOPIA
DEFINISI
Presbiopia merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopia adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Daya
akomodasi adalah kemampuan lensa mata mencembung dan memipih. Biasanya
terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu umumnya seseorang akan
membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopnya. Presbiopia
merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopia ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapat dicegah.
30
ETIOLOGI
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
2. Kelemahan otot-otot akomodasi
3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.
KLASIFIKASI
a. Presbiopi Insipien: tahap awal perkembangan presbiopi, dari
anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca
dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien
b.
c.
d.
PATOFISIOLOGI
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
DIAGNOSIS
Anamnesis
31
pemeriksaan
dasar
untuk
mengevaluasi
presbiopi
dengan
2.
3.
4.
Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan lensa positif yang
sesuai usia, dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger.
5.
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,00 D saat umur 60 tahun
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan
32
ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena
tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3,00 D.
Usia (Tahun)
40 tahun
40-45 tahun
45 tahun
45-50 tahun
50 tahun
50-55 tahun
55 tahun
55-60 tahun
60 tahun
6.
Dibutuhkan
+1,00 D
+1,25 D
+1,50 D
+1,75 D
+2,00D
+2,25 D
+2,50 D
+2,75 D
+3,00 D
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopinya. Ini termasuk :
a. Bifokal, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
b. Trifokal, untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang dan jauh,
bisa yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifokal kontak, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat,
bagian bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang
memuaskan hasil koreksinya.
d. Monovision kontak, lensa kontak untuk melihat jauh di mata
dominan, dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non
dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang
digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto.
e. Monovision modified, lensa kontak bifokal pada mata non dominan,
dan lensa kontak untuk melihat pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk
membaca.
33
KLASIFIKASI
34
1. Menurut penyebabnya:
a. Miopia refraktif bertambahnya indeks bias media penglihatan
(katarak intumesen) dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat.
b. Miopia aksialis akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
2. Menurut derajat beratnya (tinggi dioptrinya)
a. Miopia sangat ringan sampai dengan 1 dioptri
b. Miopia ringan sampai dengan 1-3 dioptri
c. Miopia sedang sampai dengan 3-6 dioptri
d. Miopia tinggi sampai dengan 6-10 dioptri
e. Miopia sangat tinggi sampai dengan lebih dari 10 dioptri
3. Secara klinik
a. Miopia stasioner, miopia simpleks, miopia fisiologik
Timbul pada usia muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit
pada waktu atau segera setelah pubertas atau didapat kenaikan sedikit
sampai usia 20 tahun. Besarnya dioptri kurang dari -5D atau 6D
b. Miopia progresif
Ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir. Kelainan
mencapai puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai
usia 25 tahun atau lebih. Besarnya dioptri melebihi 6 dioptri.
c. Miopia maligna
Miopia yang berjalan progresif, karena disertai kelainan degenerasi
dikoroid dan bagian lain dari mata.
GEJALA KLINIS
1. Melihat jauh kabur, melihat dekat jelas
2. Sakit kepala
3. Mempunyai kebiasaan mengernyitkan dahi atau memicingkan mata saat
melihat objek yang jauh.
PENATALAKSANAAN
1. Kacamata dengan sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal.
2. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (lasik) atau
operasi lasik mata. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea
mata dan dirubah tingkat miopia dengan menggunakan sebuah laser.
35
HIPERMETROPIA
DEFINISI
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia adalah keadaan dimana mata yang
tidak berakomodasi
diperlukan
penambahan
lensa
positif
atau
konveks
dengan
bertambahnya usia.
ETIOLOGI
Kekuatan optik mata terlalu rendah, bola mata terlalu pendek dan sinar
cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di belakang retina. Akibat bola
mata yang pendek bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
Sebab atau jenis Hipermetropia:
1. Hipermetropia sumbu/aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata terlau pendek atau sumbu anteroposteriornya pendek.
2. Hipermetropia kurvaktur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan dibelakang retina.
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kuarang pada system optik mata, misalkan pada usia lanjut lensa
mempunyai indeks refraksi lensa yang berkurang.
BENTUK HIPERMETROPIA
36
kacamata
positif
maksimal
yang
memberikan
tajam
37
dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena
dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari +3.00 D maka tajam penglihatan jauh akan
terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan
hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk
mengatasi hipermetropia ringan berkurang. Pasien hipermetropia hingga +2.00
dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa
kacamata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan
hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat
melihat dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan megeluh matanya
lelah dan sakit karena terus-menerus hasru berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang retina agar terletak tepat di
retina. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus
berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata
akan sering terlihat mempunyai kedudukan esteropia atau juling ke dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama
pada usia yang lebih lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah
membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
PEMERIKSAAN HIPERMETROPIA
1. Tujuan pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang
diperlukan
untuk
memperbaiki
tajam
penglihatan
sehingga
tajam
38
39
PENYULIT
Mata dengan hipermetropia sering memperlihatkan ambliopia akibat mata
tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat
perbedaan kekuatan hipermetropia anatara kedua mata, maka akan terjadi
ambliopia pada salah satu matanya. Mata ambliopia sering menggulir ke arah
temporal.
Penyulit lain adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling
kedalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma
sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata.
PTERIGIUM
Definisi
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga
yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Pterygium berasal
dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.
Epidemiologi
Pterygium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang
sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak
0
kurang 37 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22%
0
di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak diatas 40
40
Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni
radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan
faktor herediter.
a.
Radiasi
Faktor risiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium
c. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru pathogenesis dari pterygium. Wong
juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan
pharmaco therapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang
rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma
juga penyebab dari pterygium.
Patogenesis
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor faktor
lingkungan sepreti paparan terhadap matahari (sinar ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angina kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film
menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
41
b. Pterigium dupleks
Menurut
Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Mata
Indonesia
derajat
42
43
44
ocular
sebelumnya
seperti
trauma,
trauma
kimia,
pterigium.
PENATALAKSANAAN
Karena kejadian pterigium berkaitan dengan aktivitas lingkungan,
penanganan
pterigium
asimptomatik
atau
dengan
iritasi
ringan
dapat
45
c. Sliding flap dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi
untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
d. Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas
eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang
kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
e. Conjungtival graft: menggunakan free graft yang biasanya diambil
dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran
luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan
perekat jaringan.
Rekurensi menjadi masalah setelah dilakukan bedah eksisi yakni sekitar
30-50%. Tapi hal ini dapat di minimalisir dengan cara berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
KOMPLIKASI
Komplikasi pterigium meliputi iritasi, kemerahan, diplopia, distorsi
penurunan visus dan skar pada konjungtiva, kornea dan otot rektus medial.
Komplikasi pasca operasi termasuk infeksi, diplopia dan terbentuknya jaringan
parut. Retina detachment, perdarahan vitreous dan perforasi bola mata meskipun
jarang terjadi.
Komplikasi pasca operasi akhir radiasi beta pterygia dapat meliputi: Sclera
dan atau kornea yang menipis atau ektasia dapat muncul beberapa tahun atau
bahkan puluhan tahun setelah perawatan. Beberapa kasus bisa sangat sulit untuk
ditangani.
Komplikasi yang paling umum dari operasi pterigium adalah rekurensi.
Bedah eksisi sederhana memiliki tingkat rekurensi tinggi sekitar 50-80%. Tingkat
rekurensi telah berkurang menjadi sekitar 5-15% dengan penggunaan autografts
konjungtiva/limbal atau transplantasi membran amnion pada saat eksisi. Pada
kesempatan langka, degenerasi ganas dari jaringan epitel yang melapisi sebuah
pterigium yang ada dapat terjadi.
46
PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan
pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan
pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva
autograft atau transpalantasi membrane amnion.
DAFTAR PUSTAKA
1. Voughan & Asbury. 2010. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC
2. Shock JP, Richard AH, MD. Lensa. Dalam : Whitcher John P, Paul
Riordan Eva, editor. Oftalmologi Umum; edisi ke-17. Jakarta: Penerbit
buku Kedokteran EGC, 2010 : 169-177.
3. Ilyas S. Lensa Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran; edisi ke-2. Cetakan I. Jakarta: FKUI, 2002: 143157.
4. Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam: Ilmu
Penyakit Mata; edisi ke-3. Cetakan I. Jakarta: FKUI, 2006: 200-211.
47