Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

OD PTERIGIUM GRADE II
ODS ASTIGMATISME MIOPIA SIMPLEKS
ODS PRESBIOPIA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang

Pembimbing :
dr. Hari Trilunggono, Sp.M
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
Disusun Oleh :
Dian Andikawati

1410221053

Afria Beny Safitri

1410221062

Restu Kaharseno

1410221047

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang
2015

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
Laporan Kasus dengan judul :

OD PTERIGIUM GRADE II
ODS ASTIGMATISME MIOPIA SIMPLEKS
ODS PRESBIOPIA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Departemen Mata
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:

Dian Andikawati

1410221053

Afria Beny Safitri

1410221062

Restu Kaharseno

1410221047

Telah disetujui oleh Pembimbing:


Nama pembimbing

Tanda Tangan

Tanggal

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp. M

.......................

......................

dr. Hari Trilunggono, Sp. M

.......................

.......................

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit
Mata RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus ini masih
banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat
bagi teman-teman dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu
kedokteran.
Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter
pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Mata RST dr. Soedjono Magelang yang
sudah dengan ikhlas dan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing dan
mengajarkan penulis dalam proses pelaksanaan kepaniteraan klinik ini.

Magelang, November 2015

Penulis

iii

BAB I
STATUS PASIEN
Identitas Pasien

Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Status
Agama

:
:
:
:
:
:
:

Ny. R
Perempuan
50 tahun
Magelang Utara
Juru masak catering
Menikah
Islam

Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Oktober 2015 pukul 11.00
secara autoanamnesis di poli mata RST. Dr. Soedjono Magelang.
Keluhan Utama
Rasa mengganjal pada mata kanan pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli Mata RST Soedjono Magelang tanggal 27 Oktober
2015 dengan keluhan adanya rasa mengganjal pada mata kanannya, agak merah,
sering mengeluarkan air, tidak terdapat kotoran, dan tidak nyeri, keluhan tersebut
dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya pada saat bercermin, pasien
melihat adanya selaput yang berwarna kemerahan pada mata kanannya tetapi
pasien tidak merasakan apa-apa sehingga pasien membiarkannya. Selaput tersebut
semakin lama semakin melebar, dari awalnya hanya pada bagian mata yang putih
hingga sekarang hampir merambat ke bagian mata yang hitam. Selaput tersebut
dirasakan pasien gatal. Pasien adalah seorang juru masak pada salah satu
perusahaan catering di magelang sejak kurang lebih 3 tahun terakhir ini, setiap
hari pasien memasak di dapur dan sering terpapar asap dapur. Pasien juga
mengaku sering terpapar angin, sinar matahari, dan debu saat berpergian dengan
menggunakan motor. Adanya benda asing, mata terasa nyeri disangkal.
Pasien juga mengalami kesulitan apabila melihat garis lurus atau huruf
yang jauh, terlihat garisnya seperti bengkok dan ada bayangan yang menyebabkan

pasien pusing, keluhan ini dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan penglihatan
ganda, kabur saat melihat jauh dan lebih kabur saat melihat dekat serta penurunan
penglihatan mendadak disangkal.
Selain itu pasien juga mengeluhkan penglihatan kabur di kedua mata jika
membaca buku ataupun sejenisnya. Keluhan tersebut terjadi sejak 10 tahun yang
lalu. Pasien mengeluhkan jika membaca harus menjauhkan kertas yang dibaca
karena tulisan tampak buram jika dibaca dengan jarak biasa. Saat membaca
tulisan pasien lebih nyaman jika menjauhkan kertas yang dibaca agar
pandangannya lebih jelas. Selain itu pasien mengeluhkan matanya cepat lelah,
sering berair dan pedas jika terlalu lama membaca buku atau sejenisnya. Pasien
memakai kacamata sejak 5 tahun yang lalu tetapi kacamata yang dipakai sekarang
sudah tidak jelas untuk membaca.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa sebelumnya


Riwayat terpapar debu, angin, atau asap
Riwayat penggunaan kacamata baca
Riwayat trauma tumpul atau bahan kimia disangkal

: disangkal
: diakui
: diakui
: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya. Riwayat
operasi katarak sebelumnya pada mata disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang juru masak di sebuah catering. Kesan ekonomi
cukup.
Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Status gizi

: Baik

Tanda vital

Tekanan darah
RR
Suhu
Nadi

: 120/80 mmHg
: 16x/m
: 36.50 c
: 84x/menit

Status Oftalmikus

No.
1.

Pemeriksaan
Visus
Koreksi

OD

OS

6/12

6/12

C -1,00 axis 90o


6/7,5 NBC

C -1,00 axis 90o


6/7,5 NBC

Add S + 2.00 J6
2.

Gerakan bola mata

3.

Supersilia

3.

Palpebra Superior :
-

Pseudoptosis
Hematom

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

Normal

Normal

(-)

(-)

4.

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)
(-)

(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Tidak ditemukan

Palpebra Inferior :
-

5.

Edema
Hiperemi
Entoprion/Ektropion
Blefarospasme
Cobble Stone
Trikiasis

Ptosis
Hematom
Edema
Hiperemi
Entoprion/Ektropion
Blefarospasme
Cobble Stone
Trikiasis

Konjungtiva :
-

Injeksi

konjungtival
Injeksi siliar
Perdarahan

subkonjungtiva
Sekret
Papil
Trantas dot
Membran
Pseudomembran
Bangunan

Terdapat jaringan

patologis

fibrovaskuler yang
berbentuk segitiga
di daerah nasal ke
arah kornea,
hiperemis

6.

Kornea :
-

Kejernihan
Kecembungan
Infiltrat

Jernih

Jernih

Cembung

Cembung

Sikatrik
Edema
Keratitic Presipitat
Ulkus
Bangunan
patologis

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(+)

Tidak ditemukan

terdapat jaringan
fibrovaskuler
berbentuk segitiga
1 mm dari limbus
di sisi nasal tetapi
belum mencapai
pupil mata dalam
keadaan cahaya
normal
7.

COA :
-

8.

Jernih

Jernih

Normal

Normal

(-)

(-)

(-)

(-)

(+)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

Bulat

Bulat

2 mm

2 mm

(+)

(+)

(+)

(+)

Iris :
-

9.

Kejernihan
Kedalaman
Hifema
Hipopion

Kripte
Sinekia
Edema

Pupil :
-

Bentuk
Diameter
Refleks langsung
Refleks
tidak

langsung
Isokor

Isokor
10.

Lensa :

11.

- Kejernihan
Korpus Vitreum

Jernih
Jernih

Jernih
Jernih

12.

Fundus reflex

13.

Funduskopi :
-

Fokus
Papil N. II

Vasa

Macula

Retina

Tidak ditemukan

Tidak ditemukan

floaters

floaters

Cemerlang (+)

Cemerlang (+)

0
Papil bulat, batas
tegas, warna
jingga, tidak
ditemukan
gambaran miopik
kresen, papil tidak
melebar
CDR 0,3
AVR 2/3
Crossing sign (-)

0
Papil bulat, batas
tegas, warna jingga,
tidak ditemukan
gambaran miopik
kresen, papil tidak
melebar
CDR 0,3

AVR 2/3
Crossing sign (-)

Fovea reflek (+)


Fovea reflek (+)
Tidak ditemukan

14.

TIO

fundus tigroid,

Tidak ditemukan

tidak ditemukan

fundus tigroid, tidak

ablasio retina, tidak

ditemukan ablasio

ditemukan

retina, tidak

perdarahan

ditemukan

Normal

perdarahan
Normal

Diagnosa Banding
OD PTERIGIUM GRADE II

OD Pterigium Grade II
Dipertahankan karena dari anamnesa terdapat selaput yang berwarna
kemerahan pada mata kanannya, rasa mengganjal pada mata kanannya,
agak merah, gatal, sering mengeluarkan air, tidak terdapat kotoran, dan
tidak nyeri. Pekerjaan pasien juru masak pada salah satu perusahaan
catering di magelang sejak kurang lebih 3 tahun terakhir ini, setiap hari

pasien memasak di dapur dan sering terpapar asap dapur. Pasien juga
mengaku sering terpapar angin, sinar matahari, dan debu saat berpergian
dengan menggunakan motor. Dari pemeriksaan status opthalmologi
terdapat lapisan berbentuk segitiga dengan puncak mengarah ke kornea,
terlihat sebagai jaringan fibrovaskuler, berwarna kemerahan, dan meliputi
kornea hingga 1 mm tetapi tidak menutupi pupil dalam keadaan cahaya
normal.

OD Pterigium Grade I
Disingkirkan karena pada pterigium grade II telah melewati limbus sejauh
< 2 mm ke arah pupil dan pada pterigium grade I tidak melewati limbus.

OD Pterigium Grade III


Disingkirkan karena pada grade III telah melewati limbus sejauh > 2 mm
ke arah pupil tetapi tidak menutupi pupil dalam keadaan cahaya normal.

OD Pseudopterigium
Disingkirkan karena tidak didapatkan adanya riwayat trauma pada kornea
dan tidak ada perlekatan antara konjungtiva dan kornea akibat ulkus di
kornea yang menahun.

OD Pinguekula
Disingkirkan karena pada pingekuela bentuknya kecil, meninggi, masa
kekuningan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra.
Pingekuela merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa. Sedangkan
pada kasus berbentuk segitiga dan hiperemis.

ODS ASTIGMATISME MIOPIA SIMPLEKS

ODS Astigmatisme Miopia Simpleks


Dipertahankan karena pasien mengeluh pandangan kabur saat melihat
jarak jauh dan kesulitan apabila melihat garis lurus atau huruf yang jauh,
yang terlihat garisnya seperti bengkok dan ada bayangan yang
menyebabkan pasien pusing. Dari hasil pemeriksaan koreksi visus ODS
dengan lensa silinder negatif

ODS Astigmatisme Miopia Kompositus


7

Disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan koreksi visus ODS hanya


dikoreksi dengan lensa silinder negatif. Pada Astigmatisme Myopi
Compositus dikoreksi dengan lensa sferis negatif dan silinder negatif.

ODS Miopia
Disingkirkan karena pasien mengeluh kesulitan apabila melihat garis lurus
yang terlihat garisnya seperti bengkok dan ada bayangan yang bisa
menyebabkan pasien pusing. visus ODS pasien dikoreksi menggunakan
lensa silinder negatif .

ODS PRESBIOPIA

ODS Presbiopia
Dipertahankan karena pasien lebih nyaman melihat benda jauh
dibandingkan dekat, pasien tidak mengalami gangguan penglihatan jauh,
dan penglihatan dekat menjadi jelas setelah dikoreksi dengan lensa sferis
positif pasien dapat membacasampai J6. Pasien memakai kacamata sejak 5
tahun yang lalu, belum pernah mengganti kacamata tetapi kacamata yang

dipakai sekarang sudah tidak jelas untuk membaca.


ODS Hipermetropia
Disingkirkan karena pasien tidak mengalami pandangan kabur saat melihat
jauh.

Usulan Pemeriksaan Penunjang


Topografi kornea dilakukan untuk menilai seberapa besar komplikasi
berupa astigmatisme irreguler yang disebabkan oleh pterigium.
Diagnosa Kerja
OD Pterigium Grade II
ODS Astigmatisme Miopia Simpleks
ODS Presbiopia
Penatalaksanaan
a. OS Pterigium Grade II
Terapi Non-medikamentosa

a. Tidak ada
Terapi Medikamentosa
a. Oral : Tidak diberikan
b. Topikal : Neomycin base 3.5 mg, polymixin b sulfate 10000 iu dan
dexamethason sodium phosphate 1 mg tetes mata 3 x sehari OD
c. Parenteral : Tidak diberikan
d. Operatif :
Ekstirpasi Pterigium dengan Konjungtival Autograft
Bare sclera
Simple closure:
Sliding flap
Rotational flap
b. ODS Astigmatisme Miopia Simpleks
Terapi Non-medikamentosa
a. Pemberian kacamata sesuai koreksi
OD : C -1,00 axis 90o
OS : C -1,00 axis 90o
Terapi Medikamentosa
a. Oral
: Tidak diberikan
b. Topikal : Tidak diberikan
c. Parenteral : Tidak diberikan
d. Operatif : LASIK
c. ODS Presbiopia
Terapi Non-medikamentosa
b. Pemberian kacamata sesuai koreksi
ADD S+ 2,00 D
Terapi Medikamentosa
a. Oral
: Tidak diberikan
b. Topikal : Tidak diberikan
c. Parenteral : Tidak diberikan
d. Operatif : Tidak diberikan
Komplikasi OD Pterigium
Astigmatisme
Diplopia

Komplikasi ODS Astigmatisme Miopia Simpleks


Strabismus
Ambliopia
Ablasi retina

Prognosis
VOD

VOS

Quo ad visam

Dubia Ad Bonam

Dubia Ad Bonam

Quo ad sanam

Dubia Ad Bonam

Ad Bonam

Quo ad fungsionam

Ad Bonam

Ad Bonam

Quo ad kosmeticam

Dubia Ad Bonam

Ad Bonam

Quo ad vitam

Ad Bonam

Ad Bonam

Edukasi
Untuk Pterigium

Pasien sebaiknya menggunakan topi, kacamata, dan masker

saat berkerja, beraktivitas di luar rumah, dan berpergian untuk mengurangi


pajanan terhadap sinar matahari, debu, asap dan angin yang merupakan salah

satu faktor risiko pterigium


Memberitahu pasien jika selaput pada mata tersebut akan
semakin melebar yang akan mengganggu penglihatan sehingga dianjurkan

untuk dilakukan operasi


Memberitahu pasien jika pterigium dapat sembuh setelah di
operasi namun bisa kembali berulang apabila kembali terpapar asap, debu,

sinar matahari, dan angin dalam intensitas yang terus menerus.


Setelah operasi kemungkinan dapat menimbulkan bekas
dan bekas tersebut tidak bisa hilang tetapi tidak mengganggu penglihatan

kalau bekasnya tidak di tengah


Untuk Astigmatisme Miopia Simpleks
Menjelaskan kepada pasien bahwa kelainan gangguan penglihatan ini
tidak bisa disembuhkan dengan obat-obatan, tetapi bisa diatasi dengan
memakai kacamata.
bila membaca jangan terus menerus dan usahakan dalam posisi tegak,
membaca dengan jarak yang tidak terlalu dekat dan dengan penerangan
yang cukup
Memberikan penjelasan bahwa kacamata harus selalu dipakai.

10

Memberikan penjelasan untuk mengistirahatkan mata dan makan makanan


yang bergizi.
Bila pasien merasa terganggu dengan menggunakan kacamata untuk
penglihatan jauhnya disarankan untuk operasi lasik.
Untuk Presbiopia
Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan pada pasien disebabkan
oleh melemahnya otot mata karena usia tua
Pada usia tua mata akan mengalami penuaan sehingga apabila melihat
pada jarak dekat menjadi tidak jelas
Gangguan penglihatan jarak dekat seiring bertambahnya usia merupakan
hal yang normal
Keadaan ini tidak dapat disembuhkan, hanya dapat dibantu dengan
penggunaan kacamata
Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan dapat terjadi perubahan
secara terus menerus sesuai usia sehingga pasien harus kontrol dan
menyesuaikan ukuran kacamata baca pasien sesuai dengan pertambahan
usia. Pasien usia 50 tahun diberikan kacamata +2,00. 5 tahun lagi pasien
disarankan mengganti kacamata lagi karena pasti sudah tidak nyaman.
Rujukan
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
Lainnya karena dari pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang berkaitan
dengan Disipilin Ilmu Kedokteran lainnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI MATA
Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan anterior dari bola matadan permukaan posterior dari
palpebra.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet

11

yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Selain itu, konjungtiva
juga mampu melindungi permukaan okular dari patogen, baik sebagai barier fisik,
maupun sebagai sumber sel-sel inflamasi.
Secara anatomis konjungtiva dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Konjungtiva Palpebra
Melapisi bagian dalam palpebra, permukaan licin dan terdapat Gl.
Meiboom di dalamnya.
2. Konjungtiva Bulbi
Menutupi sklera dan mudahdigerakkan dari sklera dibawahnya.
3. Konjungtiva Forniks
Tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Banyak mengandung pembuluh darah, sehingga pembengkakan pada
tempat ini mudah terjadi, bila terdapat peradangan mata. Di bawah
konjungtiva forniks superior terdapat gl.lakrimal.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Anatomi konjungtiva
Histologi Konjungtiva
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel- sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus
yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan

12

satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid


dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan
tersusun longgar pada mata.
Vaskularisasi
Vaskularisasi dari konjungtiva berasal dari A. Konjungtiva dan A. Siliaris
Anterior. Yang berasal dari A. Siliaris Anterior,berjalan ke depan mengikuti M.
Rektus, menembus sklera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata. Juga
memberi cabang-cabang yangmengelilingi kornea dan memberi maknaan kepada
kornea. Antarakedua arteri ini terdapat anastomose.
Inervasi
Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus
V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit.
Sistem Limfatik
Konjungtiva memiliki sistem limfatik yang kaya akan anastomose.
Pembuluh limfe konjungtiva dibentuk oleh 2 pleksus, yaitu:
1. Pleksus Superfisialis
Pleksus ini terdiri atas pembuluh-pembuluh kecil yang terletak di bawah
kapiler pembuluh darah dan menerima aliran limfatik dari area limbus.
2. Pleksus Profunda
Pleksus ini terdiri pembuluh-pembuluh yang lebih besar yang terletak di
substansia propia.

Sistem Limfatik Konjungtiva


KELAINAN OBJEKTIF PADA KONJUNGTIVA
Radang

13

Tanda radang pada mata terlihat pada:


Konjungtivitis : hiperemi tarsus, konjungtiviti folikular,papil (konjungtivitis alergi
dan vernal), parut (Trakoma), Membran (Steven Johnson).
Keratitis
: infiltrat, edem, vaskularisasi.
Skleritis
: benjolan hiperemi, nekrosis, sklera tipis.
Uveitis
: KPs, sel dalam badan kaca, fokus dalam koroid.
Retina vaskulitis: perdarahan, eksudat, edema.
Konjungtiva Tarsal Posterior
Kelainan yang dijumpai:
- Folikel cobble stone, penimbunan cairan dan sel limfoid di bawah
konjungtiva. Terlihat sebagai benjolan yang besarnya kira-kira 1 mm. Folikel
terlihat lebih banyak di daerah forniks karena daerah ini banyak mengandung
-

jaringan limfoid.
Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila diangkat akan
berdarah, merupakan massa yang menutupi konjungtiva tarsal ataupun
konjungtiva bulbi. Membran merupakan jaringan nekrotik yang terkonjugasi
yang bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang lebih dalam dan
berwarna abu-abu. Terdapat pada konjungtivitis bekteri dan jarang infeksi

adenovirus.
Papil, timbunan sel radang subkonjungtiva yang berwarna merah dengan

pembuluh darah di tengahnya.


Papil raksasa, berbentuk poligonal dan tersusun berdekatan, permukaan datar,
terdapat pada konjungtivitis vernal, keratitis limbus superior, iatrogenik

konjungtivitis.
Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah. Terdapat

pada pefigoid okular, sindrom Steven Johnson.


Sikatrik, jaringan parut, pada trakoma arah sikatrik sejajar dengan margo

palpebra atau apa yang disebut garis Artl.


Simblefaron, melengketnya konjungtiva tarsal, bulbi, dan kornea. Terdapat

pada trauma kimia, sindrom Steven Johnson, dan trauma.


Konjungtiva Tarsal Inferior
Kelainan berupa:
- Folikel cobble stone
- Papil
- Sikatriks
- Hordeolum, bintit
- Kalazion, radang kronis kelenjar Meiboom
Konjungtiva Bulbi
Kelainan berupa:
- Sekret

14

Injeksi konjungtival, melebarnya arteri konjungtiva posterior


Injeksi siliar, melebarnya pembuluh perikorneal atau arteri siliar anterior
Injeksi episklera, melebarnya pembuluh episklera atau siliar anterior
Perdarahan subkonjungtiva
Simblefaron, adhesi konjungtiva dengan kornea ataupun kelopak
Bercak degenerasi
Pinguekula, bercak degenerasi konjungtiva di daerah celah kelopak yang

berbentuk segitiga di bagian nasal dan temporal kornea


Pterigium, proses poliferasi dengan vaskularisasi pada konjungtiva yang

ebrbentuk segitiga
Pseudopterigium, masuknya pembuluh darah konjungtiva ke dalam kornea
Fliken, peradangan disertai neovaskularisasi disekitarnya

Media Refraksi

Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, aqueous humor, lensa,
corpus vitreum. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan
media refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak ataupun perlahan).
Bagian berpigmen pada mata : uvea bagian iris, warna yang tampak
tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat,
sedikit pigmen= biru, tidak ada pigmen=merah/albino).
15

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor, lensa, corpus vitreum. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh medai penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia
dan akan menempatkan bayangan benda tepat diretinanya pada keadaan mata
tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kornea
Kornea (Latin Cornum : seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
a. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel

gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,

dan glukosa yang merupakan barrier.


Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat

kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.


Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedangkan

dibagian

perifer

serat

kolagen

ini

bercabang;

16

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang


kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descemet
Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.


Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,

mempunyai tebal 40m.


e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk hexagonal, besar 2040m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi
desmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus.
Kornea adalah bagian mata yag tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri
dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk korea dilakukan oleh kornea.
Aqueous Humor (Kamera Okuli Anterior)
Kamera okuli anterior berisi Aqueous Humor yang mengandung zat-zat gizi
untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya
pembuluh darah dikedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke
fotoreseptor. Aqueous Humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.
Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
Jika Aqueous Humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya,

17

kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan


tekanan intraokuler. Kelebihan Aqueous Humor akan mendorong lensa ke
belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan
saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak
dibelakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang
dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak didalam bilik mata
belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa
di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentrla lensa sehingga
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau sreta lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa
dapat dibedakan nukleus emvbrional. Fetal dan dewasa. Dibagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang
terletak disebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukelusa lensa mempunyai konsistensi lebih
keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Dibagian perifer kapsul lensa
terdapat zonula zinn yang menggantungkan lensa diseluruh ekuatornya pada
badan siliar.
Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam

akomodasi untuk menjadi cembung.


Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media

penglihatan
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan
vitreous body dan berada di sumbu mata.

Badan vitreous

18

Badan vitreous menempati daerah mata dibelakang lensa. Struktur ini


merupakan gel transparan yang terdiri atas air (99%), sedikit kolagen, dan
molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung
sangat sedikit sel yang menintesis kolagen dan asam hialuronat. Peranannya
mengisi ruang untul meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan
vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan
tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian
retina

pada

pemeriksaan

oftalmoskopi.

Vitreous

humor

penting

untuk

mempertahankan bentuk bola mata.

FISIOLOGI PENGLIHATAN PADA MANUSIA


Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri atas
paket-paket individual seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut
cara-cara gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang
gelombang. Fotoreseptor di mata peka hanya pada panjang gelombang antara 400
dan 700 nanometer. Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari
spektrum elektromagnetik total. Cahaya dari berbagai panjang gelombang pada
pita tampak dipersepsikan sebagai sensasi warna yang berbeda-beda. Panjang
gelombang yang pendek dipersepsikan sebagai ungu dan biru, panjang gelombang
yang panjang dipersepsikan sebagai jingga dan merah.
Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika suatu berkas
cahaya berpindah dari satu medium dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium
dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui
udara dari pada melalui media transparan lainnya seperti kaca dan air. Ketika
suatu berkas cahaya masuk ke sebuah medium yang lebih tinggi densitasnya,
cahaya tersebut melambat, begitu pula selanjutnya. Berkas cahaya mengubah arah
perjalanannya ketika melalui permukaan medium baru pada setiap sudut kecuali
sudut tegak lurus.
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan
lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang
masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (berada ditempat
gelap), dan pupil membesar jika intesitas cahaya besar (berada di tempat terang).
19

Yang mengatur perubahan pupil adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang
berpigmen tampak di dalam aqueous humor dan juga berperan dalam menentukan
warna mata.
Setelah melalui pupil dan iris, cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada
diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot siliar melalui
ligamentum suspensorium. fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif
yang bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokyuskan
cahaya ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot
siliaris akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Dan
apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot siliar akan mengendur dan
lensa menjadi tipis dan lebih lemah.
Bila cahaya sampai ke retina, maka sel-sel batang dan sel-sel kerucut yang
merupakan sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal cahaya ke
otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkapo oleh retina
adalah terbalik, nyata , diperkecil tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap
tegak. Karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal.
Kemampuan menyesuaikan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat
maupun jauh dapat di fokuskan di retina dikenal dengan akomodasi. Kekuatan
lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.
Otot siliaris adalah bagian korpus siliar, suatu spesialisasi lapisan koroidd
di sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki 2 komponen utama yaitu otot siliaris
dan jaringan kapiler. Otot siliaris adalah otot polos melingkar yang melekat ke
lensa melalui ligamentum suspensorium.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan
menarik lensa sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi
minimal. Ketika berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan
ligamentum suspensorium mengendur. Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan
dari ligamentum suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat)
karena elastisitas inherennya semakin besar kelengkungan lensa, semakin besar
kekuatannya, sehingga berkas cahaya lebih dibelokkan.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk
penglihatan jauh. Tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa
menjadi lebih cembung dan lebih dekat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris

20

dikontrol oleh sistem syaraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi


relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem syaraf parasimpatis
menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.
Lensa adalah suatu struktur elastuis yang terdiri dari serat transparan.
Kadang serat ini menjadi keruh, sehingga berkas cahaya tidak dapat
menembusnya, suatu keadaan yang dikenal dengan katarak. Seumur hidup hanya
sel-sel ditepi laur lensa yang diganti. Sel dibagian tengah lensa mengalami
kesulitan ganda. Sel tersebut tidak hanya merupakan sel tertua, tetapi juga terletak
paling jauh dari aqueous humor, sumber nutrisi bagi lensa. Seiring dengan
pertambahan usia, sel-sel dibagian tengah yang tidak dapat diganti ini mati dan
kaku. Dengan berkurangnya kelenturan, lensa tidak bisa lagi berakomodasi.
Tidak semua serat di jalur pengliahatan berakhir di korteks penglihatan.
Sebagian diproyeksikan ke daerah otak lain untuk tujuan selain persepsi
penglihatan langsung, seperti: mengontrol pyupil, sinkronisasi jam biologis ke
variasi siklis dalam intensitas cahaya, kontribusi terhadap kewaspadaan pada
perhatian korteks, kontrol gerakan mata.
EMETROPIA
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh
difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar
tidak diokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata ametropia akan
mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan
seperti kornea, lensa, dan bahan kaca keruh makan sinar tidak dapat diteruskan di
makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan
100% atau 6/6.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya.
Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat
melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata
sesorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea
(mendatar, mencembung) atau daya perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sina normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini
disebut dengan ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia,

21

hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan ini pada mata normal adalah


gangguan perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat
berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan
akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut
presbiopia.
AKOMODASI
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi
benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi,
maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi
adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot
siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan
akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin
kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh
refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan
pada waktu konvergensi atau melihat dekat (Ilyas, 2004).
Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti :
Teori akomodasi Hemholtz, dimana zonula Zinii kendor akibat
kontraksi otot siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis

menjadi cembung dan diameter menjadi kecil


Teori akomodasi Thsernig, dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak
dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah
bagian lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu
akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinii sehingga nukleus lensa
terjepit dan bagian depan nukleus akan mencembung.

Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina.


Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan
refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus
walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang
baik.
Anak-anaka dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan
kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-

22

anak dapat mencapai + 12.00 sampai + 18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang
sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin
terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut
memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan
kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot
akomodasi sehingga pemeriksaan kelainan murni, dilakukan pada mata yang
beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat
parasimpatolitik, yang selain bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga
melumpuhkan otot sfingter pupil.
Dengam bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi
akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan
berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia.
AMETROPIA
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saaat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda dekat.
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar tidak akan
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dpat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigamatisma. Kelainan sistem refraksi
(pembiasan cahay) pada mata, menyebabkan sinar-sinar sejajar yang masuk ke
dalam mata tidak difokuskan pada retina saat mata tersebut dalam keadaan
istirahat.
ASTIGMATISME
Astigamatisme

merupakan

kelainan

refraksi

dimana

didapatkan

bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meridian, sehingga


sinar yang datang pada mata itu akan difokuskan pada macam-macam fokus pula.

23

Dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke


mata difokuskan pada lebih dari satu titik sehingga menghasilkan suatu bayangan
dengan titik atau garis fokus multipel.
Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan
tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang
terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea. Pada mata dengan astigmatisma
lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari
meridian yang tegak lurus padanya.
PEMBAGIAN ASTIGMATISME

Pembagian astigmatisme menurut Ilyas (2009) :


Astigmatisme lazim (Astigmatisme with the rule), yang berarti
kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau
jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di
bidang horizontal. Pada keadaan astigmatisma lazim ini diperlukan lensa
silinder negatif dengan sumbu 190 derajat untuk memperbaiki kelainan

refraksi yang terjadi.


Astigmatisme tidak lazim (Astigmatisme againts the rule), suatu keadaan
kelainan refraksi astigmatisma dimana koreksi dengan silinder negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder
positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan
kelengkungan kornea vertikal.

BENTUK ASTIGMATISME
Bentuk astigmatisme menurut Ilyas (2009) dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Astigmatisme Regular
Astigmatisme dikategorikan regular jika meridian-meridian utamanya
(meridian dimana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis
bolamata), mempunyai arah yang saling tegak lurus
2. Astigmatisme Iregular
Pada bentuk ini didapatkan titik fokusnya tidak beraturan/tidak saling tegak
lurus. Penyebab tersering adalah kelainan kornea seperti sikatrik kornea,

24

keratokonus. Bisa juga disebabkan kelainan lensa seperti katarak imatur.


Kelainan refrakasi ini tidak bisa dikoreksi dengan lensa silinder.
PATOFISIOLOGI ASTIGMATISME
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigamtisme, pembiasan sinar tidak
difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada
semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan.
Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain
difokuskan di beakang retina.
Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5, yaitu :
1. Astigmatismus Myopicus Simplex
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada tepat pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis
ini adalah Sph 0.00 Cyl Y atau Sph X Cyl +Y dimana X dan Y
memiliki angka yang sama.

2. Astigmatismus Hypermetropicus Simplex


Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0.00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl Y dimana X dan Y
memiliki angka yang sama.

3. Astigmtismus Myopicus Compositus


25

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B


berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph X Cyl Y.

4. Astigmatismus Hypermetropicus Compositus


Astigmatisma jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan
titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisma jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

5. Astigmatismus Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis
ini adalah Sph +X Cyl Y, atau Sph X Cyl +Y, dimana ukuran tersebut
tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan
Y menjadi sama-sama + atau -.

26

Mata dengan astigmatisma dapat dibandingkan dengan melihat melalui


gelas dengan air bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar,
kurus, atau terlalu lebar dan kabur.
PENYEBAB ASTIGMATISME
Penyebab tersering dari astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Pada
sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa. Pada umumnya astigamtisma
bersifat menurun, beberapa orang dilahirkan dengan kelainan bentuk anatomi
kornea yang menyebabkan gangguan penglihatan dapat memburuk seiiring
bertambahnya waktu. Namun astigmatisme juga dapat disebabkan karena trauma
pada mata sebelumnya yang menimbulkanjaringan parut pada kornea, dapat juga
jaringan parut bekas operasi pada mata sebelumnya atau dapat pula disebabkan
oleh keratokonus.
Astigmatisma juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang tidak
teratur dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu bidangnya (Guyton
dkk., 197). Permukaan lensa yang berbentuk bulat telur pada isis datangnya
cahaya, merupakan contoh dari lensa astigmatismatisma. Derajat kelengkungan
bidang yang melalui sumbu panjang telung tidak sama dengan derajat
kelengkungan pada bidang yang melalui sumbu pendek.
Karena lengkung lensa astigmatis pada suatu bidang lebih kecil daripada
lengkung pada bidang yang lain, cahaya yang mengenai bagian perifer lensa pada
suatu sisi tidak dibelokkan sama kuatnya dengan cahaya yang mengenai bagian
perifer pada bidang yang lain. Astigaatisme pasca operasi katarak dapat terjadi
bila jahitan terlalu erat.
Selain itu daya akomodasi mata tidak dapat mengkompensasi kelainan
astigamtisme karena pada akomodasi, lengkung lensa mata tidak berubah sama
kuatnya di semua bidang. Dengan kata lain, kedua bidang memerlukan koreksi
derajat akomodasi yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi pada saat
bersamaan tanpa dibantu kacamata.

TANDA DAN GEJALA ASTIGMATISME


Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi
terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala atau
27

kelelahan mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah, mengecilkan celah


kelopak jika ingin melihat, garis lurus tampak bengkok, tulisan menjadi
berbayang.

PEMERIKSAAN ASTIGMATISMA
a. Refrakasi Subjektif
Alat :
Kartu Snellen
Bingkai percobaan
Sebuah set lensa coba
Kipas astigmat
Prosedur :
Astigmat bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging techinque of
refraction) yang menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah
set lensa coba, dan kipas astigmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan
1.
2.
3.
4.

teknik sebagai berikut, yaitu :


Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
Pada mata dipasang bingkai percobaan
Satu mata ditutup
Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dengan lensa (+) atu (-) sampai tercapai ketajaman

penglihatan terbaik
5. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) yang cukup besar (misal S +3.00)
untuk membuat pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat miopikus
6. Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat
7. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat
8. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S
(+3.00) diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat menentukan
garis mana yang terjelas dan terkabur
9. Lensa silinder (-) diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut
hingga tampak garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya
dengan garis yang terjelas sebelumnya
a) Bila sudah dapat melihat garis-garis kipas astigmat dengan jelas,
lakukan tes dengan kartu Snellen
b) Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa
(+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu mengurangi lensa (+)
atau menambah lensa (-)
28

c) Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa (-) ditambah
perlahan-lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6.
Sedangkan nilainya : Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder (-) yang
dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas.
b. Refraksi Objektif
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmatisma dapat diketahui. Cara
objektif semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat ditentukan
dengan skiaskopi, retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktomteri.
Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan
sangat berharga namun mempunyai keterbatasan. Keterbatasan keratometer
adalah hasil yang tidak valid ketika terdapat defek pada kornea dan gamgguan
pada kornea seperti penebalan jaringan pada pterygium.

PENATALAKSANAAN ASTIGMATISMA

Kacamata
Astigmatisma regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan,
yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa
kombinasi lensa sferis. Astigmatisme iregular, bila ringan bisa dikoreksi
dengan lensa kontak keras, tetapi bila berat bisa dilakukan transplantasi

kornea.
Terapi operatif
LASIK adalah suatu tindakan operasi kelainan refraksi mata yang
menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara
merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan
LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamat atau lensa
kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia),
rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal,
yaitu :
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak

29

b. Kelainan refraksi
- Miopia -1.00 sampai dengan -13.00 dioptri
- Hipermetropia +1.00 sampai dengan +4.00 dioptri
- Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hami atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/lensa kontak yang stabil selama paling
tidak 6 (enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata,
katarak, glaukoma, dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2
(dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact
lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain :
a. Usia < 18 tahun/usia di bawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

stabil
Sedang hamil atau menyusui
Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis
Riwayat penyakit glaukoma
Penderita diabetes melitus
Mata kering
Penyakit autoimunn, kolagen
Pasien monokular
Kelainan retina atau katarak

PRESBIOPIA
DEFINISI
Presbiopia merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopia adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Daya
akomodasi adalah kemampuan lensa mata mencembung dan memipih. Biasanya
terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu umumnya seseorang akan
membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi presbiopnya. Presbiopia
merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopia ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapat dicegah.

30

ETIOLOGI
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
2. Kelemahan otot-otot akomodasi
3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.
KLASIFIKASI
a. Presbiopi Insipien: tahap awal perkembangan presbiopi, dari
anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca
dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien
b.

biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.


Presbiopi Fungsional: Amplitudo akomodasi yang semakin menurun

c.

dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.


Presbiopi Absolut: Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi

d.

fungsional, dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.


Presbiopi Prematur: Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40
tahun dan biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit.

PATOFISIOLOGI
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

DIAGNOSIS
Anamnesis
31

a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus/kecil


b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa
juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama.
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan
punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik
dekat mata makin menjauh).
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari.
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca.
f. Sulit membedakan warna.
Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus,

pemeriksaan

dasar

untuk

mengevaluasi

presbiopi

dengan

menggunakan Snellen Chart.


b. Refraksi, periksa mata satu persatu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta
untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang
bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding presbiopia adalah hipermetropia dan low vision jika
hipermetropi lebih dari 3 dioptri.
PENATALAKSANAAN
1.

Dilakukan pemeriksaan visus jauh dengan menggunakan snellen chart.

2.

Kemudian pasien diberi kartu baca (kartu jaeger)

3.

Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopia. Tujuan koreksi adalah


untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objekobjek yang dekat.

4.

Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan lensa positif yang
sesuai usia, dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu
membaca tulisan pada kartu Jaeger.

5.

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,00 D saat umur 60 tahun
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan
32

ini, mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena
tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa +3,00 D.

Kekuatan Lensa Positif yang

Usia (Tahun)
40 tahun
40-45 tahun
45 tahun
45-50 tahun
50 tahun
50-55 tahun
55 tahun
55-60 tahun
60 tahun

6.

Dibutuhkan
+1,00 D
+1,25 D
+1,50 D
+1,75 D
+2,00D
+2,25 D
+2,50 D
+2,75 D
+3,00 D

Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopinya. Ini termasuk :
a. Bifokal, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
b. Trifokal, untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang dan jauh,
bisa yang mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
c. Bifokal kontak, untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat,
bagian bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang
memuaskan hasil koreksinya.
d. Monovision kontak, lensa kontak untuk melihat jauh di mata
dominan, dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non
dominan. Mata yang dominan umumnya adalah mata yang
digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto.
e. Monovision modified, lensa kontak bifokal pada mata non dominan,
dan lensa kontak untuk melihat pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk
membaca.

33

f. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK,


LASEK, dan keratektomi fotorefraktif.
MIOPIA
DEFINISI
Merupakan kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang dari
jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat, dibiaskan di depan retina,
sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur.
Pada penderita mata rabun jauh (miopia) tidak dapat melihat objek atau
benda jarak jauh, namun akan terlihat jelas apabila objek atau benda itu berada
dalam jarak dekat. Sering kali para penderita rabun jauh merasakan pusing pada
kepala jika terlalu memaksa melihat benda yang jauh dari kemampuan jarak
pandangnya.
Penderita miopia dapat dibantu dengan menggunakan lensa (corrective
lenses) seperti lensa kontak, dengan operasi refraktif seperti lasik atau yang
banyak digunakan oleh penderita miopia adalah kacamata dengan kontak lensa
negatif.
ETIOLOGI
Penyebab miopia dapat bersifat keturunan, ketegangan visual atau faktor
lingkungan. Faktor keturunan pada miop pengaruhnya lebih kecil dari faktor
ketegangan visual. Terjadinya miop lebih dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
menggunakan penglihatannya, dalam hal ini seseorang yang lebih banyak
menghabiskan waktu di depan komputer atau seseorang yang menghabiskan
banyak waktu dengan mebmbaca tanpa istirahat akan lebih besar kemungkinan
untuk menderita miopi.

KLASIFIKASI

34

1. Menurut penyebabnya:
a. Miopia refraktif bertambahnya indeks bias media penglihatan
(katarak intumesen) dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat.
b. Miopia aksialis akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
2. Menurut derajat beratnya (tinggi dioptrinya)
a. Miopia sangat ringan sampai dengan 1 dioptri
b. Miopia ringan sampai dengan 1-3 dioptri
c. Miopia sedang sampai dengan 3-6 dioptri
d. Miopia tinggi sampai dengan 6-10 dioptri
e. Miopia sangat tinggi sampai dengan lebih dari 10 dioptri
3. Secara klinik
a. Miopia stasioner, miopia simpleks, miopia fisiologik
Timbul pada usia muda, kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit
pada waktu atau segera setelah pubertas atau didapat kenaikan sedikit
sampai usia 20 tahun. Besarnya dioptri kurang dari -5D atau 6D
b. Miopia progresif
Ditemukan pada semua umur dan mulai sejak lahir. Kelainan
mencapai puncaknya waktu masih remaja, bertambah terus sampai
usia 25 tahun atau lebih. Besarnya dioptri melebihi 6 dioptri.
c. Miopia maligna
Miopia yang berjalan progresif, karena disertai kelainan degenerasi
dikoroid dan bagian lain dari mata.
GEJALA KLINIS
1. Melihat jauh kabur, melihat dekat jelas
2. Sakit kepala
3. Mempunyai kebiasaan mengernyitkan dahi atau memicingkan mata saat
melihat objek yang jauh.
PENATALAKSANAAN
1. Kacamata dengan sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal.
2. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (lasik) atau
operasi lasik mata. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea
mata dan dirubah tingkat miopia dengan menggunakan sebuah laser.

35

HIPERMETROPIA
DEFINISI
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat.
Hipermetropia adalah keadaan dimana mata yang

tidak berakomodasi

memfokuskan bayangan di belakang retina.


Pasien dengan Hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat
akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya
usia yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk berakomodasi dan
berkurangnya kekenyalan lensa.
Pada perubahan usai lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan
bayangan pada selaput jala (retina) sehingga akan lebih terletak di belakang.
Sehingga

diperlukan

penambahan

lensa

positif

atau

konveks

dengan

bertambahnya usia.
ETIOLOGI
Kekuatan optik mata terlalu rendah, bola mata terlalu pendek dan sinar
cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di belakang retina. Akibat bola
mata yang pendek bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
Sebab atau jenis Hipermetropia:
1. Hipermetropia sumbu/aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata terlau pendek atau sumbu anteroposteriornya pendek.
2. Hipermetropia kurvaktur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan dibelakang retina.
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kuarang pada system optik mata, misalkan pada usia lanjut lensa
mempunyai indeks refraksi lensa yang berkurang.

BENTUK HIPERMETROPIA
36

Hipermetropia dikenal dalam bentuk:


1. Hipermetropia manifes, ialah Hipermetropia yang dapat dikoreksi
dengan

kacamata

positif

maksimal

yang

memberikan

tajam

pengliahatn normal. Hipermetropia ini terdiri atas Hipermetropia


absolut ditambah dengan Hipermetropia fakultatif.
2. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat
jauh.
3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan Hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien
hanya mempunyai Hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa
kacamata. Bila diberikan kacamata positif yang memberikan
penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan
isitirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga
akomodasi disebut sebagai Hipermetropia fakultatif.
4. Hipermetropia laten, dimana kelainan Hipermetropia tanpa siklopegia
(atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangin
sekuruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen
Hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi
kelemahan akomodasi sehinggan Hipermetropia laten menjadi
Hipermetropia fakultatif dan kemudian menjadi Hipermetropia
absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan
akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya
akomodasinya masih kuat.
5. Hipermetropia total, Hipermetropia yang ukurannya didapatkan
sesudah diberikan siklopegia.
GEJALA KLINIS
Biasanya seseorng dengan hipermetropia tidak menyukai keramaian dan
lebih senang sendiri. Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar meliaht
jauh. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit

37

dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena
dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari +3.00 D maka tajam penglihatan jauh akan
terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan
hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk
mengatasi hipermetropia ringan berkurang. Pasien hipermetropia hingga +2.00
dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa
kacamata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan
hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat
melihat dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan megeluh matanya
lelah dan sakit karena terus-menerus hasru berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang retina agar terletak tepat di
retina. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus
berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata
akan sering terlihat mempunyai kedudukan esteropia atau juling ke dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama
pada usia yang lebih lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah
membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.

PEMERIKSAAN HIPERMETROPIA
1. Tujuan pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang
diperlukan

untuk

memperbaiki

tajam

penglihatan

sehingga

tajam

penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan yang terbaik.


2. Dasar mata hipermetropia mempunyai keuatan lensa positif kurang
sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina. Lensa
positif menggeser bayangan benda ke depan sehingga pada mata

38

hipermetropia lensa positif dapat diatur derajat kekuatannya untuk


mendapatkan bayangan jatuh tepat diretina.
3. Alat kartu snellen, gangang lensa coba, satu set lensa coba
4. Teknik pasien duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter. Pada
mata dipasang gagang lensa coba. Satu mata ditutup, biasanya mata kiri
yang ditutup terlebih dahulu. Pasirn diminta membaca kartu snellen. Mulai
dari huruf terbesar hingga huruf terkecil yang masih dapat dibaca. Lensa
positif terkecil ditambah secara bertahap hingga terbaca huruf pada garis
6/6. Ditambah lagi sferis positif +0,25 ditanyakan apakah masih
terlihathuruf diatas. Lakukan hal yang sama di mata sebelahnya.
5. Nilai dengan S + 2.50 tajam pengliahatan 6/6 maka pada keadaan ini
derajat Lakukan hal yang sama di mata sebelahnya. Yang diperiksa S +2.25
dan kaca mata dengan ukuran S +2.50 akan diberikan kepada pasien. Pasien
hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis positif terbesar yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
PENGOBATAN
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem
pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia, memerlukan lensa cembung atau
konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan
hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa
siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang meberikan tajam
penglihatan normal 6/6.
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar atau eksoforia
maka diberikan kacamata koreksi positif kurang. Bila terlihat adanya ambliopia
diberikan koreksi hipermetropia total. Maka ambliopia tidak terdapat daya
akomodasi.
Pasien hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terbesar
yang masih memebrikan tajam penglihatan normal (6/6).hal ini meberikan
istirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatif diistirahatkan dengan kacamata
positif.

39

PENYULIT
Mata dengan hipermetropia sering memperlihatkan ambliopia akibat mata
tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat
perbedaan kekuatan hipermetropia anatara kedua mata, maka akan terjadi
ambliopia pada salah satu matanya. Mata ambliopia sering menggulir ke arah
temporal.
Penyulit lain adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling
kedalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma
sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata.
PTERIGIUM
Definisi
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga
yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Pterygium berasal
dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.
Epidemiologi
Pterygium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang
sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak
0
kurang 37 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22%
0

di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak diatas 40

Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah


ekuator, yaitu 13,1%.
Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium
meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden
tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada
umur muda dari pada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko dari perempuan dan
berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di
luar rumah.

40

Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni
radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan
faktor herediter.
a.

Radiasi
Faktor risiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium

adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorpsi kornea dan


konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu
diluar rumah penggunaan kacamata dan topi merupakan faktor penting.
b. Faktor genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

c. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru pathogenesis dari pterygium. Wong
juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan
pharmaco therapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang
rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma
juga penyebab dari pterygium.
Patogenesis
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor faktor
lingkungan sepreti paparan terhadap matahari (sinar ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angina kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film
menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal

41

basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi


dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel
bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi
degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian
menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membrane
bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan
inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membrane basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan
karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum
dengan konsentrasi rendah disbanding dengan fibroblast konjungtiva normal.
Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang
berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase,
dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan
luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus
tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
Klasifikasi
Klasifikasi pterigium :
a. Pterigium simpleks

: jika terjadi hanya dibagian nasal atau temporal saja

b. Pterigium dupleks

: jika terjadi pada nasal dan temporal.

Menurut

Perhimpunan

Dokter

Spesialis

Mata

Indonesia

derajat

pertumbuhan pterigium dibagi menjadi :


a. Derajat I : hanya terbatas pada limbus kornea

42

b. Derajat II : sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati


kornea
c. Derajat III: jika telah melebihi derajat II tetapi tidak melebihi pinggir pupil
mata dalam keaadaan cahaya ( pupil dalam keaadaan normal sekitar 3 4
mm).
d. Derajat IV: jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2tipe,
yaitu:
a. Progresif pterigium
Tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrate di depan kepala
pterygium (disebut cap pterygium).
b. Regresif pterigium
Tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk membran
tetapi tidak pernah hilang.
Gambaran Klinis dan Gejala Klinis
Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.
Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium
yang terletak dinasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun
pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi
jarang simetris. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus
sehingga menutupi sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.
Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada
konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissure interpalpebra. Biasanya
pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi
dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium
(stoker'sline).
Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan
terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme
karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia

43

sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata. Biasanya pasien juga


mengeluhkan mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda
asing.
DIAGNOSIS
a. Anamnesa
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata
merah, gatal, mata sering berair, gangguan penglihatan.Selain itu perlu
juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak
bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari
yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwyat trauma sebelumnya.
b. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskuler
pada permukaan kojungtiva. Pterigium dapat memberikan gambaran
vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat.
Pterigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan
berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium
pada daerah temporal.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium
adalah

topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi

berupa astigmtisme ireguler yang di sebabkan oleh pterigium.


DIAGNOSIS BANDING
a. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna kekuningan. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi
dan insiden meningkat dengan meningkat nya umur. Pinguekula sering
pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada lakilaki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor risiko
penyebab pinguekula.
b. Pseudopterigium

44

Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium.


Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi
permukaan

ocular

sebelumnya

seperti

trauma,

trauma

kimia,

konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk


mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus
kornea. Probing dengan musclehook dapat dengan mudah melewati
bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak
dapat dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat
dibedakan antara head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung
keluar dari ruang fissure interpalpebra

yang berbeda dengan true

pterigium.

PENATALAKSANAAN
Karena kejadian pterigium berkaitan dengan aktivitas lingkungan,
penanganan

pterigium

asimptomatik

atau

dengan

iritasi

ringan

dapat

diobatidengan kacamata sinar UV-blockking dan salep mata. Anjurkan pasien


untuk menghindari daerah berasap atau berdebu sebisa mungkin. Pengobatan
pterigium yang meradang atau iritasi dengan topikal dekongestan atau kombinasi
antihistamin dan atau kortikosteroid topikal ringan empat kali sehari.
Bedah eksisi adalah satu-satunya pengobatan yang memuaskan, yang
dapat diindikasikan untuk: (1) alasan kosmetik, (2) perkembangan lanjutan yang
mengancam daerah pupil (sekali pterigium telah mencapai daerah pupil, tunggu
sampai melintasi disisi lain), (3) diplopia karena gangguan digerakan okular.
Tujuan utama pembedahan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan
pterigium dan untuk mencegah terjadinya rekurensi. Berbagai teknik bedah yang
digunakan saat ini untuk pengelolaan pterigium.
a. Bare sclera: bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva
dengan permukaan sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya
tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%.
b. Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka,
dimana teknik ini dilakukan bila luka pada konjungtiva relative kecil.

45

c. Sliding flap dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi
untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
d. Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas
eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang
kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
e. Conjungtival graft: menggunakan free graft yang biasanya diambil
dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran
luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan
perekat jaringan.
Rekurensi menjadi masalah setelah dilakukan bedah eksisi yakni sekitar
30-50%. Tapi hal ini dapat di minimalisir dengan cara berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Penggunaan mitomicin C intra dan post operasi


Post poerasi beta iradiasi
Conjungtival autograft
Limbal and limbalconjunctival transplantation
Amniotic membrane transplantation
Cultivated conjunctival transplantation
Lamellar keratoplasti
Fibrin glue

KOMPLIKASI
Komplikasi pterigium meliputi iritasi, kemerahan, diplopia, distorsi
penurunan visus dan skar pada konjungtiva, kornea dan otot rektus medial.
Komplikasi pasca operasi termasuk infeksi, diplopia dan terbentuknya jaringan
parut. Retina detachment, perdarahan vitreous dan perforasi bola mata meskipun
jarang terjadi.
Komplikasi pasca operasi akhir radiasi beta pterygia dapat meliputi: Sclera
dan atau kornea yang menipis atau ektasia dapat muncul beberapa tahun atau
bahkan puluhan tahun setelah perawatan. Beberapa kasus bisa sangat sulit untuk
ditangani.
Komplikasi yang paling umum dari operasi pterigium adalah rekurensi.
Bedah eksisi sederhana memiliki tingkat rekurensi tinggi sekitar 50-80%. Tingkat
rekurensi telah berkurang menjadi sekitar 5-15% dengan penggunaan autografts
konjungtiva/limbal atau transplantasi membran amnion pada saat eksisi. Pada
kesempatan langka, degenerasi ganas dari jaringan epitel yang melapisi sebuah
pterigium yang ada dapat terjadi.

46

PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan
pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan
pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva
autograft atau transpalantasi membrane amnion.

DAFTAR PUSTAKA

1. Voughan & Asbury. 2010. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC
2. Shock JP, Richard AH, MD. Lensa. Dalam : Whitcher John P, Paul
Riordan Eva, editor. Oftalmologi Umum; edisi ke-17. Jakarta: Penerbit
buku Kedokteran EGC, 2010 : 169-177.
3. Ilyas S. Lensa Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran; edisi ke-2. Cetakan I. Jakarta: FKUI, 2002: 143157.
4. Ilyas S. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Dalam: Ilmu
Penyakit Mata; edisi ke-3. Cetakan I. Jakarta: FKUI, 2006: 200-211.

47

Anda mungkin juga menyukai