Anda di halaman 1dari 13

PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA ORANG

DEWASA

Oleh :
R. A. Anggie Bonita P Diponegoro
Pembimbing :
Dr. Eka Dian Safitri Sp. THT
KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT
TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RSIJ CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

AUDIOLOGI
Audiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi
pendengaran yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya.
Rehabilitasi ialah usaha untuk mengembalikan fungsi yang pernah dimiliki,
sedangkan habilitasi ialah usaha untuk memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki.
Audiologi medic dibagi atas audiologi dasar dan audiologi khusus.

Audiologi dasar ialah pengetahuan mengetahui nada murni, bising,


gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan: tes penala, tes berbisik dan
audiometri nada murni.

Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea


dengan retrokoklea, audiometri obyektif, tes untuk tuli anorganik, audiologi anak,
audiologi industry.

CARA PEMERIKSAAN PENDENGARAN


Untuk memeriksa pendengaran diperlukan hantaran melalui udara dan melalui
tulang dengan memakai garpu tala atau audiometri nada murni.
Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada
kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis
liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah.
Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.
Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai18.000 Hz.
Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena
itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala ini penting untuk pemeriksaan
secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya
gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara
bising disekitarnya.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan
garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.

1. TES PENALA
Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz,
1024 Hz dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam penala: 512 Hz, 1024 Hz dan
2048 Hz .
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala,
seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing dan tes Stenger.

Tes Rinne
Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui
tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara pemeriksaan : Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus
mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang didepan telinga kira-kira
cm bila masih terdengar disebut Rinne Positif. Bila tidak terdengar
Rinne Negatif.

Tes Weber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga yang sakit
dan telinga yang sehat.
Cara Pemeriksaan : Penala digetarkkan dan tangkai penala diletakkan di
garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi
seri atau dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras dari salah satu
telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak terdapat
dibedakan kearah telinga mana bunyi terdenagr lebih keras disebut Weber
tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach

membandingkan hantaran tulang orang yang diepriksa dengan pemeriksa


yang pendengarannya normal.
Cara Pemeriksaan : Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian tangkai
penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa
yang pendengarannya normal.
- Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek.
- Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan
cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus
-

pemeriksa lebih dulu.


Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang

dan

bila

pasien

dan

pemeriksa

kira-kira

mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.

sama

Tes Bing (Oklusi)


Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup
liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala
digetarkkan dan diletakkan pada pertengahan kepala ( seperti tes Weber).
Penilaian : Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup berarti telinga
tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras,
berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

Tes Stenger
Digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik ( simulasi atau pura-pura tuli)
Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang
yang berpura-pura tuli pada telinga kiri dua buah penala yang identic
digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan,
dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa penala pertama digetarkan dan
diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar.
Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
telinga kiri ( pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek
masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi. Jadi telinga kanan tidak
akan mendengar bunyi.
Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipaki tes Rinne, Tes
Weber, Tes Schwabch secara bersamaan.

2. TES BERBISIK
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian
secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan
panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik 5/6 6/6.

3. AUDIOMETRI NADA MURNI

Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer. Pada pemeriksaan


audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada murni, bising
NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang
dengar, nilai nol audiometric, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram,
jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking.
Nada murni : merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi,
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.
Bising : merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari
(narrow band) : spectrum terbatas dan ( white noise) spectrum luas.
Frekuensi ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda
yang sifatnya harmonis sederhana ( simple harmonic motion). Jumlah getaran
per detik dinyatakan dalam Hertz.
Bunyi suara yang dapat didengar oleh telinga manusia 20-18.000 Hertz. Bunyi
yang mempunyai frekuensi dibawah 20 Hertz disebut infrasonic sedangkan
bunyi yang frekuensinya diatas 18.000 Hertz disebut suprasonik (ultrasonic).
Intensitas bunyi : dinyatakan dalam dB (decibell). Dikenal dengan dB
HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound pressure level).
dB SL dan dB HL dasarnya adalah subyektif dan inilah yang biasanya
digunakan pada audiometer, sedangkan dB SPL digunakan apabila ingin
mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).
Contoh: pada 0 dB HL dan 0 dB SL ada bunyi, sedangkan pada 0 dB SPL
tidak ada bunyi, sehingga untuk nilai dB yang sama intensitas dalam HL/SL
lebih besar daripada SPL.
Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi
tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang.
terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi
tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik
AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat
diketahui jenis dan derajat ketulian.
Nilai nol audiometric dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada
murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar
oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada
tiap frekuensi intensitas nol audiometric tidak sama.
Telinga manusia paling sensitive terhadap bunyi dengan frekuensi1000Hz
yang besar nilai nol audiometriknya kira-kira 0,0002 dyne/cm. Jadi pada
frekuensi 2000Hz lebih besar dari 0,0002 dyne/cm. Standar yang dipakai yaitu

standar ISO dan ASA. ISO = International Standard Organization dan ASA =
American Standard Association.
0 dB ISO = -10 dB ASA atau
10 dB ISO = 0 dB ASA
Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan
kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan.
Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai
grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus (Intensitas yang diperiksa antara
125-8000Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus
(Intensitas yang diperiksa 250-4000Hz).
Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan, warna
merah.

JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP


Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli.
Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur. Derajat
ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:
AD 500 Hz+ AD 1000 Hz+ AD 2000 Hz
Ambang dengar (AD) =
3
Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting
untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat
ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan
ketiga ambang dengar diatas, kemudian dibagi 4.
Ambang
dengar

(AD)

AD 500 Hz+ AD 1000 Hz+ AD 2000 Hz+ AD 4000 Hz


4
Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran
tulang (BC.
Pada intepretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa
jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya : telinga kiri
tuli campur sedang.

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang


dengar hantaran udaranya (AC) saja.
Derajat ketulian ISO :
0-25 dB : normal
>25-40 dB : tuli ringan
>40-55 dB : tuli sedang
>55-70 dB : tuli sedang berat
>70-90 dB : tuli berat
>90 dB : tuli sangat berat

Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut gap apabila antara AC dan


BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2
frekuensi yang berdekatan. Pada pemeriksaan audiometri, kadang-kadang
perlu diberikan berupa suara seperti angina (bising), pada head phone telinga
yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat
mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa.
Pemeriksaan dengan masking dilakukan apabila telinga yang diperiksa
mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari telinga yang satu lagi.
Oleh karena AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui tenggorokan
ke telinga kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising supaya tidak dapat
mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang diperiksa.
- Narrow bandnoise (NB) = masking audiometri nada murni
- White Noise (WN) = masking audiometri tutur (speech)

KELAINAN / PENYAKIT YANG MENYEBABKAN


KETULIAN
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli
sensorineural (perseptif).
Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar
atau telinga tengah. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif ialah atresia
liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitits eksterna sirkumskripta, osteoma
liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif
ialah tuba katar / sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,
timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran.

Tuli sensorineural (perseptif) dibagi dalam tuli sensorineural koklea


dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia
(kongenital), labirinitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin,
kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alcohol. Selain itu juga
dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis,
trauma akustik dan pajanan bising.
tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut
pons serebelum, myeloma multiple, myeloma multiple, cedera otak,
perdarahan otak dan kelainan otak lainnya. Prebikusis ialah penurunan
kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi
kerusakan otak karena hematoma, sehingga terjadi pendengaran.

TULI KOKLEA DAN TULI RETROKOKLEA


AUDIOMETRI KHUSUS
Untuk mempelajari audiometri khusus diperlukan pemahaman istilah
rekrutmen (recruitment) dan kelelahan (decay/figure).
Rekrutmen ialah suatu fenomena, terjadi peningkatan sensitifitas
pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Keadaan ini khas pada
tuli koklea. Pada kelainan koklea pasien dapat menyebabkan bunyi 1 dB,
sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5dB. Misalnya, pada
seseorang yang tuli 30 dB, ia dapat membedakan bunyi 31 dB. Pada orang tua
bila mendengar suara perlahan, ia tidak dapat mendengar, sedangkan bila
mendengar suara keras dirasakannya nyeri telinga.
Kelelahan (decay/failure) merupakan adaptasi abnormal, merupakan
tanda khas pada tuli retrokoklea. Saraf pendengaran cepat lelah bila
dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali.
Fenomena tersebut dapat dilacak pada pasien tuli sensorineural dengan
melakukan pemeriksaan khusus, yaitu:

1. TES SISI (short increment sensitivity index)


Tes ini khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea, dengan
memakai fenomena rekrutmen, yaitu keadaan koklea yang dapat
mengadaptasi secara berlebihan peninggian intensitas yang kecil, sehingga
pasien dapat membedakan selisih intensitas yang kecil itu (sampai 1 dB).

Cara pemeriksaan itu ialah dengan menentukan ambang dengar pasien


terlebih dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsangan 20 dB
diatas ambang rangsang, jadi 50 dB. Lalu diturunkan 4 dB, lalu 3 dB, 2
dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat membedakannya, berarti tes SISI
positif.

2. TES ABLB (alternate binaural loudness balans test)


Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang
sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang
sama, yang disebut balans negative. Bila balans tercapai, terdapat
rekrutmen positif. (Pada rekrutmen, fungsi koklea lebih sensitive).
Pada MLB ( monoaural loudness balance test ) prinsipnya sama
dengan ABLB. Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat tuli perseptif
bilateral. Tes ini lebih sulit karena yang dibandingkan ialah 2 frekuensi
yang berbeda pada satu telinga (dianggap telinga yang sakit frekuensi naik,
sedangkan pada frekuensi turun yang normal).

3. TES KELELAHAN (Tone decay)


Terjadinya kelelahan saraf oleh karena perangsangan terus menerus.
Jadi kalau telinga yang diperiksa dirangsang terus menerus, maka terjadi
kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak dapat mendengar dengan telinga
yang diperiksa itu. Ada 2 cara : TTD (threshold tone decay) dan STAT
(supra threshold adaptation test)

4. AUDIOMETRI TUTUR (speech audiometri)


Pada test ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku
kata) Monosilabus = satu suku kata dan Bisilabus = dua suku kata. Katakata ini disusun dalam daftar yang disebut Phonetically balance word LBT
(PB,LIST). Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar
melalui kaset tape recorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk
membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan pada tuli retrokoklea
lebih sulit lagi.
5. AUDIOMETRI BEKESSY (bekessy audiometri)

Macam audiometri ini otomatis dapat menilai ambang pendengaran


seseorang. Prinsip pemeriksaan ini ialah

dengan nada yang terputus

(interrupted sound) dan nada yang terus menerus (continues sound). Bila
ada suara masuk, maka pasien memencet tombol. Akan didapatkan grafik
seperti gigi gergaji, garis yang menarik ialah periode suara yang dapat
didengar, sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak terdengar.
Pada telinga normal, amplitude 10 dB. Pada rekrutmen amplitude lebih
kecil.

AUDIOMETRI OBJEKTIF
Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi. Terdapat 4 cara
pemeriksaan, yaitu audiometri impedans, elektrokokleografi (E.Coch),
evoked response audiometry dan Oto acoustic Emmision (emisi
otoakustik).

1. AUDIOMETRI IMPEDANS
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membrane timpani
dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.
a. Timpanometri, yaitu pemeriksaan untuk mengetahui keadaan
dalam kavum timpani.
Terdapat 5 jenis timpanogram yaitu:
- tipe A (normal)
- tipe AD (diskontinuitas tulang-tulang pendengaran)
- tipe AS (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)
- tipe B (cairan di dalam tengah)
- tipe C (gangguan fungsi tuba Eustachius)
b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachion tube function), untuk
mengetahui tuba Eustachius terbuka atau tertutup.
c. Refleks stapedius, pada telinga normal reflex stapedius muncul
pada rangsangan 80-110 dB di atas ambang dengar.

2. ELEKTROKOKLEOGRAFI
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombanggelombang yang khas dari evoke electropotential cochlea
Caranya ialah dengan electrode jarum (needle electrode), membrane
timpani ditusuk sampai promontorium, kemudian dilihat grafiknya.

Pemeriksaan ini cukup invasive sehingga saat ini sudah jarang


dilakukan. Pengembangan pemeriksaan ini yang lebih lanjut dengan
electrode permukaan (surface electrode), disebut BERA (brain stem
evoked response audiometry).

3. EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY


Dikenal juga sebagai brainstem evoked response audiometry
(BERA), evoked response audiometry (ERA), atau audiometry
brainstem response (ABR) yaitu suatu pemeriksaan untuk menilai
fungsi pendengaran dan fungsi N VIII. Caranya dengan merekam
potential listrik yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh
perjalanan mulai telinga dalam hingga inti-inti tertentu di batang otak.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan
yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau
lobules telinga. Cara pemeriksaan ini mudah, tidak invasive dan
bersifat objektif.
Pemeriksaan BERA sangat bermanfaat terutama pada keadaan
tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa,
misalnya pada bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku,
intelegensia rendah, cacat ganda, kesadaran menurun. Pada orang
dewasa dapat untuk memeriksa orang yang berpura-pura tuli
(malingering) atau ada kecurigaan tuli saraf retrokoklea.
Cara melakukan pemeriksaan BERA, menggunakan tiga buah
elektroda yang diletakkan di vertex atau dahi dibelakang kedua telinga
(pada prosesus mastoideus) atau pada kedua lobules auricular yang
dihubungkan dengan preamplifier. Untuk menilai fungsi batang otak
pada umumnya digunakan bunyi rangsang Click, karena dapat
mengurangi artefak. Rangsang ini diberikan melalui headphone secara
unilateral dan rekaman dilakukan pada masing-masing telinga. Reaksi
yang timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur saraf pendengaran
dapat dibedakan menjadi bebrapa bagian. Pembagian ini berdasarkan
waktu yang diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara
sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang, yaitu Early
response timbul dalam waktu kurang dari 10 mili detik, merupakan

reaksi dari batang otak. Middle response antara 10-50 mili detik,
merupakan reaksi dari thalamus dan korteks auditorius primer, Late
response antara 50-500 mili detik, merupakan reaksi dari area
auditorius primer dan sekitarnya.
Penilaian BERA:
1. masa laten absolut gelombang I,III,V
2. beda masing-masing masa laten absolute
3. beda masa latebn absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)
4. beda masa laten pada penurunanintensitas bunyi (latency intensity
function)
5. Rasio amplitude gelombang V/I, yaitu rasio antara nilai puncak
gelombang V ke puncak gelombang I. yang akan meningkat
dengan menurunnya intensitas.
4. OTOACOUSTIC EMISSION/OAE (emisi otoakustik)
Emisi otoakustik merupakan respons koklea yang dihasilkan
oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energy
akustik. Sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut saraf eferan dan
mempunyai elektromotilitas, sehingga pergerakkan sel-sel rambut akan
menginduksi depolarisasi sel. Pergerakan mekanik yang kecil diinduksi
menjadi besar, akibatnya suara yang kecil diinduksi menjadi besar,
akibatnya suara yang kecil diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang
menunjukkan bahwa emisi otoakustik adalah gerakan sel rambut luar
dan merefleksikan fungsi koklea. Sedangkan sel rambut dalam
dipersarafi serabut aferen yang berfungsi mengubah suara menjadi
bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel rambut sendiri.
Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan sumbat
telinga (probe) ke dalam liang telinga luar. Dalam probe tersebut
terdapat mikrofon dan pengeras suara (loudspeaker) yang berfungsi
memberikan stimulus suara. Mikrofon berfungsi menangkap suara
yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga di
hubungkan dengan computer untuk mencatat respon yang timbul dari
koklea. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan diruangan yang sunyi atau
kedap suara, hal ini untuk mengurangi bising lingkungan. Emisi
Otoakustik dibagi menjadi dua kelompok yaitu : Emisi otoakustik

spontan (Spontaneus Otoacustic Emission/SOAE) dan Evoked


Otoacustic Emission/EOAE).

PEMERIKSAAN TULI ANORGANIK


Pemeriksaan ini diperlukan untuk memeriksa seseorang yang purapura tuli, misalnya untuk mengklaim asuransi, terdapat beberapa cara
pemeriksaan antara lain:
1. Cara Stenger : memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada
kedua telinga, kemudian pada sisi yang sehat nada dijauhkan
2. Dengan audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu,
hasil audiogramnya berbeda
3. Dengan Impedans
4. Dengan BERA

Anda mungkin juga menyukai