Anda di halaman 1dari 21

REFERAT PTERIGIUM

Oleh
Mauli Ardhiya 119810032

Pembimbing

SMF ILMU PENYAKIT MATA-FAKULTAS KEDOKTERAN UGJ-


RSUD WALED
-cirebon-MARET-2021
ANATOMI MATA
PTERIGIUM
DEFINISI
PTERIGIUM

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat


degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak
bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk
segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.
PREVALENSI PTERIGIUM

ORIGI
N

Prevalensi di dunia → 10,2%

Pterigium lebih sering ditemukan


di daerah panas dengan iklim
kering; prevalensinya dapat
mencapai 22% di daerah ekuator
Faktor resiko
Sinar ultraviolet
Pajanan sinar ultraviolet ↓
akan membentuk radikal bebas yang
menyebabkan kerusakan DNA, RNA, dan
Pajanan debu dan iritan matriks ekstraseluler.

Ultraviolet-B memacu ekspresi sitokin dan
faktor pertumbuhan di sel epitelial pterigial.
peradangan

Kekeringan pada mata ditemukan pada sebagian besar


Kekeringan pada mata pasien pterigium namun patofosiologinya belum jelas.

Polimorfisme pada DNA perbaikan gen Ku 70 telah


Genetik dikaitkan dengan kecenderungan genetik pterigium.
patogenesis

01 02
Teori pajanan sinar Teori growth
UV factor

04
Teori stem cell
TEORI PAJANAN SINAR ULTRAVIOLET

Adanya pajanan sinar UV-B



Menyebabkan perubahan sel di dekat limbus

Mengakibatkan:
• Proliferasi jaringan → akibat pembentukan enzim metalloproteinase
• Terjadi peningkatan signifikan produksi interleukin (IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF α

Menyebabkan mutasi supresor gen tumor P53



Sehingga terjadi proliferasi abnormal epitel limbus
TEORI GROWTH FACTOR DAN PEMBENTUKAN
SITOKIN PRO INFLAMASI
Pada pterigium terjadi inflamasi kronik

Merangsang keluarnya berbagai growth factor dan sitokin, seperti:
• FGF (Fibroblast Growth Factor)
• PDGF(Platelet derived Growth Factor),
• TGF-β (Transforming Growth Factor-β)
• TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α)
• VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)

Mengakibatkan proliferasi sel, remodelling matriks ektra-sel dan angiogenesis
TEORI STEM CELL

Adanya pajanan faktor lingkungan (sinar ultraviolet, angin, debu)



Merusak sel basal limbus

Merangsang keluarnya sitokin pro-inflamasi

sehingga merangsang sumsum tulang untuk mengeluarkan stem cell yang juga akan memproduksi
sitokin dan berbagai growth factors.

Sitokin dan berbagai growth factor akan mempengaruhi sel di limbus,

Sehingga terjadi perubahan sel fibroblas endotel dan epitel

Menimbulkan pterigium

Penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena air mata yang kurang baik.
MANIFESTASI KLINIS

01 02 03
Merasa seperti kelilipan Ada keluhan mata iritatif, Pterigium berbentuk
saat berkedip merah, gangguan segitiga dengan puncak
penglihatan sentral atau di daerah
kornea

04 05
Garis besi (iron line Pembuluh darah di
dari stocker) di ujung konjungtiva
pterigium memberikan mata lebih
merah
PTERIGIUM

Pterigium dari slit-lamp Stocker line


Derajat pterigium

01 02 03 04

Pterigium Pterigium sudah Pterigium sudah melebihi Pertumbuhan


hanya terbatas melewati limbus derajat dua tetapi tidak pterigium sudah
pada limbus kornea tetapi tidak melebihi pinggiran pupil melewati pupil
kornea lebih dari 2 mm mata dalam keadaan sehingga mengganggu
melewati kornea. cahaya normal (diameter penglihatan.
pupil sekitar 3-4mm).
Diagnosis banding

pseudopterigium
• Lipatan konjungtiva bulbar yang melekat pada
kornea
• Terbentuk karena adhesi konjungtiva bulbar dengan
ulkus kornea marginal
• Akibat trauma kimia biasanya

pinguecula

• Ditemukan pada orang tua


• Pembentukan patch atau nodul putih kekuningan
pada konjungtiva bulbar.
• Letak bercak di bagian nasal
Diagnosis banding

pannus

• Pembuluh darah yang masuk ke kornea

EPISKLERITIS
• Radang pada episklera (jar ikat vaskular diantara
konjungtiva dan permukaan sklera)
• Episkleritis→Fenil Efrin 2,5%→kemerahan hilang
• Skleritis→Fenil Efrin 2,5%→kemerahan tidak
hilang
TATALAKSANA

1. Tidak diperlukan pengobatan karena sering bersifat rekuren, terutama pada pasien
yang masih muda

2. Pterigium meradang → beri steroid atau tetes mata dekongestan.

3. Pemberian vasokontriktor perlu di kontrol 2 minggu dan indikasi untuk


penghentiannya adalah jika sudah ada perbaikan.

4. Kacamata hitam 99-100% dapat menghalangi sinar UVA dan UVB

5. Pembedahan → gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme iregular atau


pterigium yang telah menutupi media penglihatan
PEMBEDAHAN

1. Teknik operasi yang banyak → Conjungtival autograft

2. Indikasi → pterigium telah mencapai 2 mm ke dalam kornea, kosmetik dan optik.

3. Pemberian mitomisin C setelah pembedahan → untuk mengurangi ke kambuhan


PEMBEDAHAN

• Teknik eksisi sederhana pada bagian kepala dan pterigium dan membiarkan sklera
Bare sclera (scleral bed) terbuka sehingga terjadi re-epitelisasi.
• Kerugian: tingginya tingkat rekurensi sekitar 24-89%.

• Menggunakan free graft dari konjungtiva bulbi bagian subtemporal → di eksisi


Conjunctival sesuai ukuran luka → di pindahkan dan dijahit atau di fiksasi dengan bahan
Autograft perekat jaringan.
Technique • Kelebihan: rekurensinya rendah, hasil graft yang tipis dan bebas tegangan, tidak
terjadi retraksi setelah operasi menghasilkan hasil kosmetik yang baik.

• Membran amniotik ditempatkan di atas permukaan sklera dengan bagian basis


Amniotic
menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah. Lem fibrin → agar
Membrane
membran amniotik menempel pada jaringan episklera.
Grafting
• Tingakat rekurensinya 2,6-10,7
DAFTAR PUSTAKA

• Riordan, Emmet. Vaughan & Asbury’s: General Opthalmology 18 th Edition . Mc Graw Hill
Lange. New York. 2011.
• Ilyas, Sri. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. FKUI. 2015.
• American Academy of Ophtalmology. Pterygium-Asia Pacific [Internet]. 2015. Available
from: https://www.aao.org/topic-detail/pterygiumasia-pacific.
• Ilyas, S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
• IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi
Revisi. 2014.
• Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium. Ophthalmic Pearls. 2010 ; p. 37-
38.
• Ramalingam, et al. Outcome of surgical management of pterygium in Brunei Darussalam.
Brunei Int Med J. 2011;7(1):8-14.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai