BLOW OUT
I. PENDAHULUAN
Fraktur orbita pada maksilofasial merupakan fraktur yang sering ditemui.
Perawatannya tergantung dari aspek penatalaksanaan trauma kraniofasial. Untuk
Pasien, gejala dapat melemahkan, yaitu dua akibat utama dari diplopia dan
enophthalmos. Jika penatalaksanaannya tidak benar maka masalah kosmetik dan
fungsi menjadi mustahil untuk diperbaiki.(touseef)
Fraktur dasar orbita blow out dapat merupakan trauma yang berdiri sendiri
atau merupakan bagian dari kehancuran tulang wajah yang luas. Fraktur dasar
orbita blow out dapat timbul bersamaan dengan fraktur lengkung zygomatik,
fraktur daerah midfacial Le Fort II dan III, atau bersamaan dengan fraktur dinding
medial atau orbita rim. (Cohen,2005; Williams1994)
II. ANATOMI
Orbita adalah bangunan tulang yang melindungi bola mata. Bangunan ini
berbentuk dasar piramida segiempat dengan ujung berada di apex orbital
Orbita dibentuk oleh batas antara rongga kranium dan wajah bawah.
Tulang pembentuknya adalah :
• Frontal
• Zygoma
• Maxilla
• Ethmoid
• Sphenoid
• Palatina
• Lakrimal
1
2
Kuat Lemah
Ethmoid +
Frontal +
Lacrimal +
Maxilla +
Palatine +
Sphenoid +
Zygomatic +
Lingkar orbita dibentuk oleh tulang kortikal yang padat yang umumnya
melindungi isi orbital dan bola mata dari trauma tumpul. Adapun isi orbita
diantaranya adalah bola mata, otot, syaraf, pembuluh darah, jaringan lemak, dan
kelenjar air mata.
Otot-otot ekstrinsik bola mata berjumlah 6 otot, 4 buah otot lurus dan 2
buah otot serong, yaitu : M. rectus oculi medialis, M. rectus oculi lateralis, M.
rectus oculi superior, M. rectus oculi inferior, M. oblique oculi superior, M.
oblique oculi inferior.
Muskulus ekstra okular ini disuplay oleh nervus cranialis. Nervus cranialis
III occulomotor nervus mensuplay superior, inferior, medial rektus dan muskulus
obliqua inferior, nervus cranialis IV trochlear mensuplay obliqua superior, nervus
cranialis VI mensuplay lateral rektus.
Orbita juga memiliki nervus penting yang melintasi sepanjang dan sekitar
struktur orbital. Contohnya nervus trigeminal yang memiliki cabang ophtalmic di
aspek superiordan cabang maksilaris yang berjalan di bawah dasar orbita.
4
Fraktur dasar orbita blow out yang murni (fraktur dasar orbita yang berdiri
sendiri), terjadi karena jejas benturan terhadap bola mata dan kelopak mata atas.
Benda yang membentur biasanya cukup besar untuk tidak mengakibatkan
perforasi bola mata dan cukup kecil untuk tidak mengakibatkan fraktur rim orbita.
Fraktur dasar orbita blow out saja atau bersamaan dengan fraktur tulang wajah
lainnya paling sering ditemukan pada fraktur midfasial, setelah fraktur nasal.
Mekanisme terjadinya fraktur blow out terbagi menjadi dua teori, yaitu :
1. Teori Buckling
Dalam teori ini dikemukakan bahwa jika kekuatan membentur lingkaran
orbita, kekuatan tersebut akan menyebabkan dinding orbita mengalami efek
beriak. Kekuatan yang membentur lingkar tersebut akan menyalurkan
5
2. Teori Hidrolik
Teori ini dikemukakan oleh Pfeiffer tahun 1943 sebagai perbandingan atas
hipotesis LeFort. Ia menyimpulkan bahwa sangat jelas tekanan benturan
diterima oleh bola mata disalurkannya ke dinding orbita dengan fraktur yang
lembut. Oleh karena itu dibutuhkan tekanan pada bola mata untuk
menyebabkan luka secara langsung.
10. Tenderness pada saat palpasi orbita, juga dapat merasakan step pada tulang
orbital rim.
tulang, walaupun MRI bisa memperlihatkan detail regio orbita dengan sangat
halus. . (Cohen,2005; Williams1994)
Gambar 7. Fraktur dasar orbita kanan dan ekstensi posterior dasar orbita
VIII. TERAPI
Ada beberapa jalan yang merupakan akses ke dinding orbita. Hal ini
tergantung dari tipe fraktur, luas fraktur, pertimbangan estetik dan perkiraan
luasnya sayatan
Pada dasar orbita, akses surgikal terbagi menjadi
• Subcilliary
• Subtarsal
• Transconjuctival
Pendekatan-pendekatan ini berdasarkan langkah-langkah yang dibuat dalam
bidang yang terlibat: kulit, obicularis occuli dan periosteum. Hal ini akan
mengurangi resiko pembentukan jaringan parut dan pemendekan kelopak mata
bawah atau pembalikan yang dikenal sebagai ectropion
Pendekatan Subcilliary dan sub tarsal sangat mirip. Perbedaannya hanya
dimana insisi dibuat.
1. Pendekatan Transkonjungtival
Pendekatan ini diawali dengan incisi curvilinear kira-kira 3 mm dibawah
tarsal plate paralel terhadap tonjolan kelopak mata (lid punctum) bawah.
Keuntungan metoda ini yaitu tidak adanya jaringan parut yang terlihat dan
mengurangi resiko retraksi kelopak mata bawah. Kerugiannya adalah keterbatasan
akses.
2. Pendekatan Kutaneus
Pendekatan kutaneus dimulai dengan elevasi flap kulit-otot melalui incisi
2-3 mm di bawah kelopak mata bawah. Angkat diseksi ini ke anterior terhadap
septum orbita hingga orbita rim terlihat.
Incisi periosteum dan bebaskan dari perlekatannya terhadap tulang seperti
yang digambarkan pada pendekatan transkonjungtival.(Booth,2003; Cohen,2005;
Williams1994)
3. Pendekatan Transantral
Pendekatan transantral membuat akses terhadap dasar orbita melalui sinus
maksilaris.
12
IX. KESIMPULAN
Fraktur dasar orbita blow out bisa terjadi bersamaan dengan fraktur pada
daerah wajah lainnya. Jenis fraktur ini sering menimbulkan komplikasi berupa
enophtalmos, diplopia, dan emfisema, namun pemeriksaan klinis terkadang sulit
dilakukan karena adanya edema di daerah orbita, oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi radiologis secara seksama.
Pendekatan bedah pada kasus-kasus yang diindikasikan harus dilakukan
dengan hati-hati mengingat kemungkinan komplikasi yang akan terjadi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Cohen, AJ. Facial Trauma, Orbital Floor Fracture (Blow out). Available at
www.eMedicine.com. Last updated on March 7th 2005.
Zubair, Feharza. Orbital trauma : the blow out fracture. University of Glasbow.
2004
14
Kang, Do Byoung. A Case of Blowout Fracture of the Orbital All with Eyeball
Entrapped within the Ethmoid Sinus. Korean J Ophthalmo. Vol 17. 2003.