Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

PEMBIMBING:
dr. Mario, Sp.KJ

DISUSUN OLEH:
Gilang Akbar Darryl
030.12.118

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA MARZOEKI MAHDI BOGOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 29 APRIL 2019 – 1 JUNI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

Diajukan untuk memenuhi syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor

29 April 2019 – 1 Juni 2019

Disusun oleh:

Gilang Akbar Darryl

030.12.118

Jakarta, 2 Mei 2019

dr. Mario, Sp.KJ


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah karena dengan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat Penatalaksanaan Skizofrenia.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat
diselesaikan dengan baik oleh penulis dikarenakan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk
itu izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Mario, Sp.KJ selaku dokter pembimbing atas segala ilmu, bimbingan dan
bantuannya selama penulis menjalani kepaniteraan klinik.
2. Keluarga penulis yang senantiasa mendukung dalam semua tahap pencapaian
3. Teman-teman kepaniteraan klinik ilmu Keodkteran Jiwa atas bantuan dan
kebersamaannya.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT akan selalu melindungi kami semua dan membalas
segala kebaikan bagi semua pihak yang sudah membantu. Semoga referat ini dapat memberikan
manfaat.

Jakarta, 2 Mei 2019

Penulis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan


gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.

Antagonis Reseptor Dopamin

Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap


gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase
kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara
bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu adalah gejala lir-parkinsonian
berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tardive dan sindrom
neuroleptik maligna.

Antagonis Serotonin-Dopamin

SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani
gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini
tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen
antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya
dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif,
dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah
disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan
ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai
obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.

Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada
banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.

Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.

Nama Obat
Haloperidol Untuk manajemen psikosis. Mekanisme tidak secara jelas dimengerti,
(Haldol) tetapi diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine (D2)
reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic; meningkatnya
dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik,
depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine
(Risperdal) selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-
HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.
Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian
pada efek ekstrpiramidal.
Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem
(Zyprexa) reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha
adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan dopamine
dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan psikosis
dan gangguan bipolar.
Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi
(Clozaril) nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal
menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko
terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsive
atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.
Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu
(Seroquel) melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal
antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,
parkinsonism, dan tardive diskinesia.
Aripiprazole Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme
(Abilify) kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik
lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial dopamine (D2) dan
serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin (5HT2A).

Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran


Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari
Risperidone
Tab. 1 – 2 – 3 mg 2 – 6 mg/hari
(Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa) Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari
Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100 mg 25 – 100 mg/hari
Quetiapine (Seroquel) Tab. 25 – 100 mg
50 – 400 mg/hari
200 mg
Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10 – 15 mg/hari

Profil Efek Samping

Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja


psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan
miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung).
 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
 Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai
membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.

Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter pada:
lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut
menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada
pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi
dini perubahan akibat efek samping obat.

Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau
untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan
pada penggunaan berlebih sebaiknya dilakukan bilas lambung bila obat belum lama dimakan.

Interaksi Obat

 Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati


pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).
 Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan
gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat.
 Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan kejang
meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar. Yang paling minimal
menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis Haloperidol.
 Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurun disebabkan gangguan
absorpsi.

Terapi Psikososial

- Pelatihan keterampilan sosial


Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi keterampilan
perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna untuk pasien bersama
dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa tampak pada pasien skizofrenia,
beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan hubungan orang tersebut dengan
orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim,
ekspresi wajah yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi yang
tidak akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan
perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si
pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk keterampilan
khusus yang dipraktekkan.
- Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk orang dengan skizofrenia umumnya berfokus pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku,
psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.

- Terapi perilaku kognitif


Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk memperbaiki
distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi kesalahan daya nilai.
Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang membaik pada sejumlah pasien yang
menggunakan metode ini. Pasien yang mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini
umumnya aalah yang memiliki tilikan terhadap penyakitnya.

- Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun hubungan
terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional antara
terapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh pasien,
semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia
sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade, dan bukannya
beberapa sesi, bulan, atau bahkan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti menekankan bahwa
kemampuan pasien skizofrenia untuk membentuk efek terapeutik dengan terapis dapat
meramalkan hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu membentuk efek terapeutik yang
baik cenderung bertahan dalam psikoterapi, patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil
akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut
terapi personal merupakan bentuk penanganan individual untuk pasien skizofrenia.
Tujuannya adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah
terjadinya relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial
dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi
kerentanan individu terhadap stress.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar


psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010.h.170-94.
2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:31-40.
3. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA.
Kaplan & sadock’s concise textbook of clinical psychiatry. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2010.h.147-75.

Anda mungkin juga menyukai