SEPSIS
Disusun oleh:
Disusun oleh :
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Nurhayati, Sp.P selaku dokter pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat. Referat disusun sebagai
bentuk evaluasi pembelajaran selama menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di
RSUD Karawang.
Dalam penulisan referat, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi. Namun berkat
bimbingan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Nurhayati, Sp.P
selaku pembimbing yang telah sabar, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, pikiran dan tenaga
dalam memberikan bimbingan, motivasi dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis
selama penulisan referat.
Penulis menyadari perlunya saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, penulis berharap
referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu khususnya dibidang kesehatan.
Penulis,
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
4. Hitung Leukosit > 12.000 / mm3, < 4.000 / mm3 atau ditemukan > 10 % sel
Apabila keadaan diatas tanpa disertai adanya infeksi maka disebut Systemic
Inflamatory Response Syndrome ( SIRS ).17 Sepsis berat merupakan keadaan sepsis
yang disertai dengan disfungsi organ,hipoperfusi atau hipotensi . Gangguan perfusi
ini mungkin juga disertai dengan asidosis laktat, oliguri, atau penurunan status mental
secara mendadak . Syok sepsis adanya sepsis yang menyebabkan
kondisi syok dengan hipotensi walaupun telah dilakukan resusitasi cairan . Bila
keadaan syok septik tidak segera ditangani dengan baik maka dapat berlanjut menjadi
kondisi klinis yang lebih parah yaitu MODS yang berarti munculnya penurunan
fungsi sejumlah organ ( paru – paru, ginjal, kulit, ginjal ).
2.2 Etiologi
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60-70% dari
kasus, yang menghasilkan berbagai macam produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel
tersebut kemudian dipacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting
dalam sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS berfungsi merangsang peradangan pada
jaringan, demam dan syok pada pasien yang terinfeksi. Bakteri gram positif lebih jarang
menyebabkan sepsis jika dibandingkan bakteri gram negatif. Angka kejadiannya hanya berkisar
20-40% dari keseluruhan kasus.
Makrofag mengeluarkan polipeptida yang disebut tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat
tinggi pada penderita immunocompromise yang mengalami sepsis.
2.3 Epidemiologi
Sepsis dan Septikemia adalah penyakit infeksi yang dapat mengancam jiwa
dengan cepat .Pasien dengan kondisi sepsis dan septicemia sering masuk kedalam
ruang ICU untuk mendapatkan pengobatan. Di Amerika Serikat, syok sepsis
merupakan penyebab kematian yang sering di ruang ICU .Berdasarkan data dari
survei rumah sakit nasional di Amerika Serikat, dari tahun 2000 sampai tahun 2008,
jumlah rata – rata pasien per 10.000 populasi yang dirawat dirumah sakit dengan
sepsis dan septikemia mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat. Rata – rata
pasien wanita dengan pria mengalami sepsis dan septicemia hampir sama dan
mengalami peningkatan seiring dengan penambahan umur.Pasien dengan sepsis atau
septicemia lebih terlihat sakit dan mendapat perawatan yang lebih lama.20 Menurut
penelitian Greg S, et al selama 22 tahun, total terdapat 10,319,418 kasus sepsis
( terhitung sebanyak 1.3 % dari semua kasus rumah sakit).
Angka pasien sepsis meningkat per tahun dari 164,072 pada tahun 1979
menjadi 659,935 pada tahun 2000 ( peningkatan 13,7 % per tahun ) . Rata – rata
umur wanita terkena sepsis pada 62.1 tahun, sedangkan pada pria rata – rata terjadi
pada umur 56,9 tahun. Sebanyak 15 % pasien meninggal tanpa mengalami kegagalan
organ, dan 70 % pasien dengan gagal 3 organ atau lebih meninggal.Organ yang
mengalami kegagalan paling sering pada pasien sepsis adalah paru – paru ( 18 %
pasien ) dan ginjal ( 15 % pasien ) , sedangkan kegagalan hematologi sebanyak 6 %
pasien , kegagalan metabolisme 4 % pasien, dan kegagalan neurologi 2 %
pasien .
2.4 Patofisiologi
Kriteria Gejala
SIRS Temperatur > 38 0 C atau 36 0C
HR > 90 per menit
RR > 20 per menit atau
PaCO2 < 4,27 kPa Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3 atau
neutofil imatur > 10%
Sepsis Berat & SBP < 90mmHg atau MAP < 70 mmHg minimal selama 1 jam
Septic Syok walaupun telah dilakukan resusitasi adekuat atau vasopresor
Output urin < 0,5 ml/kg/jam untuk 1 jam walaupun telah
diberikan resusitasi yang adekuat
PaO2/FiO2 < 250 pada adanya kelainan organ atau kelainan
system yang lain atau < 200 jika hanya paru yang mengalami
disfungsi. Penghitungan platelet < 80000/mm3 atau turun
sebanyak 50% dari awal selama 3 hari
Asidosis metabolic pH < 7,30 atau defisit basa > 5,0 mmol/L
Level laktat > 1,5 kali dari normal.
Pseudomonas Gentamisin
Bacteroides Kloramfenikol/klindamisin
(Purwadianto dan Sampurna, 2000).
1. Fokus infeksi awal harus diobati
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi
anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang
gangren (Hermawan, 2007).
Penatalaksanaan Syok Septik
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam
pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway:
a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan
transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya
dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri
rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah
akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor
oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi
vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen
di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid
maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar
tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi
nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan
kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan
vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit
(PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada
keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang
akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin
dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan
adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-
0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi
digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama
perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan
bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison
dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibanding control
2.7 Prognosis
Pada sepsis fase awal jika dapat ditangani dengan baik kebanyakan pasien
dapat sembuh. Tetapi pada pasien sepsis berat atau syok septic sebanyak 40% pasien
meninggal.
BAB III
PENUTUP
Arti kata sepsis dalam bahasa Yunani adalah pembusukan.
Menurut Kamus Kedokteran Dorland, sepsis adalah adanya
mikroorganisme pathogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan
lain.16 Berdasarkan konsensus American College of Chest Physian and
Society of Critical Medicine ( ACPP/SCCM Consensus conference )
tahun 1992, sepsis didefinisikan sebagai respon inflamasi karena infeksi
baik yang diketahui fokus infeksinya maupun tidak.