Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

SEPSIS

Pembimbing: dr. Nurhayati, Sp.P

Disusun oleh:

Gilang Akbar Darryl


030.12.118

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :


SEPSIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang periode 30 April 2018 – 20 Juli 2018

Disusun oleh :

Gilang Akbar Darryl


030.12.118

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Nurhayati, Sp.P selaku dokter pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang

Karawang, 6 Juli 2018

dr. Nurhayati, Sp.P


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat. Referat disusun sebagai
bentuk evaluasi pembelajaran selama menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di
RSUD Karawang.
Dalam penulisan referat, tidak sedikit kendala yang penulis hadapi. Namun berkat
bimbingan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Nurhayati, Sp.P
selaku pembimbing yang telah sabar, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, pikiran dan tenaga
dalam memberikan bimbingan, motivasi dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis
selama penulisan referat.
Penulis menyadari perlunya saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, penulis berharap
referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu khususnya dibidang kesehatan.

Karawang, 6 Juli 2018

Penulis,

Gilang Akbar Darryl


BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis didefinisikan sebagai respon sistemik dari suatu infeksi bersama dengan gejala
sistemiknya. Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis ditambah disfungsi organ atau
hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh sepsis. Hipotensi yang disebabkan oleh sepsis
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) <90 mmHg atau MAP <70 mmHg atau
kurang dari dua standar deviasi di bawah normal untuk usia tanpa adanya penyebab lain dari
hipotensi. Syok sepsis didefinisikan sebagai hipotensi yang disebabkan oleh sepsis bertahan
meskipun resusitasi cairan sudah memadai. Hipoperfusi jaringan pada sepsis didefinisikan
sebagai hipotensi, peningkatan laktat, atau oliguria yang disebabkan oleh infeksi.1
Sepsis dan Septikemia adalah penyakit infeksi yang dapat mengancam jiwa dengan
cepat .Pasien dengan kondisi sepsis dan septicemia sering masuk kedalam ruang ICU untuk
mendapatkan pengobatan. Di Amerika Serikat, syok sepsis merupakan penyebab kematian yang
sering di ruang ICU .Berdasarkan data dari survei rumah sakit nasional di Amerika Serikat, dari
tahun 2000 sampai tahun 2008, jumlah rata – rata pasien per 10.000 populasi yang dirawat
dirumah sakit dengan sepsis dan septikemia mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat.
Rata – rata pasien wanita dengan pria mengalami sepsis dan septicemia hampir sama dan
mengalami peningkatan seiring dengan penambahan umur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

sepsis didefinisikan sebagai respon inflamasi karena infeksi . Respon inflamasi


sistemik ditandai dengan manifestasi dua atau lebih keadaan sebagai berikut :

1. Suhu lebih > 380 C atau < 360 C

2. Frekuensi denyut jantung > 90 x / menit

3. Frekuensi pernapasan > 20 x / menit atau PaCO2 < 32 mmHg

4. Hitung Leukosit > 12.000 / mm3, < 4.000 / mm3 atau ditemukan > 10 % sel

darah putih muda ( batang )

Apabila keadaan diatas tanpa disertai adanya infeksi maka disebut Systemic
Inflamatory Response Syndrome ( SIRS ).17 Sepsis berat merupakan keadaan sepsis
yang disertai dengan disfungsi organ,hipoperfusi atau hipotensi . Gangguan perfusi
ini mungkin juga disertai dengan asidosis laktat, oliguri, atau penurunan status mental
secara mendadak . Syok sepsis adanya sepsis yang menyebabkan

kondisi syok dengan hipotensi walaupun telah dilakukan resusitasi cairan . Bila
keadaan syok septik tidak segera ditangani dengan baik maka dapat berlanjut menjadi
kondisi klinis yang lebih parah yaitu MODS yang berarti munculnya penurunan
fungsi sejumlah organ ( paru – paru, ginjal, kulit, ginjal ).

2.2 Etiologi

Sepsis bisa disebabkan oleh banyak mikroorganisme. Mikroba yang masuk ke


peredaran darah tidak esensial, sampai terjadi inflamasi lokal dan juga adanya kerusakan organ
yang jauh serta hipotensi. Pada kenyataannya kultur darah terdapat bakteri atau jamur hanya
sekitar 20-40% dari kasus severe sepsis dan 40-70% pada kasus syok sepsis.

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60-70% dari
kasus, yang menghasilkan berbagai macam produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel
tersebut kemudian dipacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting
dalam sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS berfungsi merangsang peradangan pada
jaringan, demam dan syok pada pasien yang terinfeksi. Bakteri gram positif lebih jarang
menyebabkan sepsis jika dibandingkan bakteri gram negatif. Angka kejadiannya hanya berkisar
20-40% dari keseluruhan kasus.

Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin berbagai


kuman juga dapat menjadi faktor penyebab karena dapat merusak integritas membran sel imun
secara langsung. Dari semua faktor tersebut yang terpenting adalah LPS endotoksin gram
negatif yang dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS tidak mempunyai sifat toksik,
tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis.

Makrofag mengeluarkan polipeptida yang disebut tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat
tinggi pada penderita immunocompromise yang mengalami sepsis.

2.3 Epidemiologi

Sepsis dan Septikemia adalah penyakit infeksi yang dapat mengancam jiwa
dengan cepat .Pasien dengan kondisi sepsis dan septicemia sering masuk kedalam
ruang ICU untuk mendapatkan pengobatan. Di Amerika Serikat, syok sepsis
merupakan penyebab kematian yang sering di ruang ICU .Berdasarkan data dari
survei rumah sakit nasional di Amerika Serikat, dari tahun 2000 sampai tahun 2008,
jumlah rata – rata pasien per 10.000 populasi yang dirawat dirumah sakit dengan
sepsis dan septikemia mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat. Rata – rata
pasien wanita dengan pria mengalami sepsis dan septicemia hampir sama dan
mengalami peningkatan seiring dengan penambahan umur.Pasien dengan sepsis atau
septicemia lebih terlihat sakit dan mendapat perawatan yang lebih lama.20 Menurut
penelitian Greg S, et al selama 22 tahun, total terdapat 10,319,418 kasus sepsis
( terhitung sebanyak 1.3 % dari semua kasus rumah sakit).
Angka pasien sepsis meningkat per tahun dari 164,072 pada tahun 1979
menjadi 659,935 pada tahun 2000 ( peningkatan 13,7 % per tahun ) . Rata – rata
umur wanita terkena sepsis pada 62.1 tahun, sedangkan pada pria rata – rata terjadi
pada umur 56,9 tahun. Sebanyak 15 % pasien meninggal tanpa mengalami kegagalan
organ, dan 70 % pasien dengan gagal 3 organ atau lebih meninggal.Organ yang
mengalami kegagalan paling sering pada pasien sepsis adalah paru – paru ( 18 %
pasien ) dan ginjal ( 15 % pasien ) , sedangkan kegagalan hematologi sebanyak 6 %
pasien , kegagalan metabolisme 4 % pasien, dan kegagalan neurologi 2 %
pasien .
2.4 Patofisiologi

Perjalanan terjadinya sepsis merupakan mekanisme yang kompleks, antara


mikroorganisme penginfeksi, dan imunitas tubuh manusia sebagai penjamu . Saat ini
sepsis tidak hanya dipandang sebagai respon inflamasi yang kacau tetapi juga
meliputi ketidakseimbangan proses koagulasi dan fibrinolisis . Hal ini merupakan
mekanisme – mekanisme penting dari patofisiologi sepsis yang dikenal dengan
kaskade sepsis. Mikroorganisme penyebab sepsis terutama bakteri gram negatif dapat
melepaskan endotoksinnya ke dalam plasma yang kemudian akan berikatan dengan
Lipopolysaccarida binding protein ( LBP ). Kompleks yang terbentuk dari ikatan
tersebut akan menempel pada reseptor CD 14 yeng terdapat dipermukaan monosit,
makrofag, dan neutrofil, sehingga sel – sel tadi menjadi teraktivasi. Makrofag,
monosit, makrofag, dan netrofil yang teraktivasi inilah yang melepaskan mediator
inflamasi atau sitokin proinflamatory seperti TNF α dan IL - 1β , IL – 2 , IL – 6,
interferon gamma , platelet activating factor ( PAF ) , dimana dalam klinis akan
ditandai dengan timbulnya gejala – gejala SIRS. Sitokin proinflamasi ini akan
mempengaruhi beberapa organ dan sel seperti di hipotalamus yang kemudian
menimbulkan demam, takikardi, dan takipneu . Terjadinya hipotensi dikarenakan
mediator inflamasi juga mempengaruhi dinding pembuluh darah dengan menginduksi
proses sintesis Nitrit oxide ( NO ) . Akibat NO yang berlebih ini terjadi vasodilatasi
dan kebocoran plasma kapiler, sel – sel yang terkait hipoksia yang bila berlangsung
lama terjadi disfungsi organ, biasanya hal ini sering terjadi bila syok septik yang
ditangani dengan baik.
Selain respon inflamasi yang sistemik, sepsis juga menimbulkan kekacauan dari
sistem koagulasi dan fibrinolisis . Paparan sitokin proinflamasi ( TNF – α , IL - 1β ,
IL – 6 ) juga menyebabkan kerusakan endotel, akibatnya neutrofil dapat migrasi,
platelet mudah adhesi ke lokasi jejas. Rusaknya endotel yang berlebihan ini akan
mengekpresikan atau mengaktifasikan TF, yang kita ketahui dapat menstimulasi
cascade koagulasi dari jalur ekstrinsik memproduksi trombin dan fibrin.Pembentukan
trombin selain menginduksi perubahan fibrinogen menjadi fibrin, juga memiliki efek
inflamasi pada sel endotel, makrofag, dan monosit sehingga terjadi pelepasan TF,
TNF – α yang lebih banyak lagi . Selain itu trombin juga menstimulasi degranulasi
sel mast yang kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan
menyebabkan kebocoran kapiler. Bila sistem koagulasi teraktivasi secara otomatis
tubuh juga akan mengaktifasi sistem fibrinolisis untuk mencegah terjadinya
koagulasi yang berlebihan. Akan tetapi dalam sepsis, TNF – α mempengaruhi system
antikoagulasi alamiah tubuh yang mengganggu aktivitas dari antitrombin III , protein
C , protein S , Tissue Factor Protein Inhibitor ( TFPI ) dan Plasminogen Activator
Inhibitor – I ( PAI – I ) sehingga bekuan yang terbentuk tidak dapat didegradasi .
Akibatnya formasi fibrin akan terus tertimbun di pembuluh darah , membentuk
sumbatan yang mengurangi pasokan darah ke sel sehingga terjadi kegagalan organ
2.5 Diagnosis dan Klasifikasi
Tabel 1 . Klasifikasi sepsis.

Kriteria Gejala
SIRS Temperatur > 38 0 C atau 36 0C
HR > 90 per menit
RR > 20 per menit atau
PaCO2 < 4,27 kPa Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3 atau
neutofil imatur > 10%

Sepsis SIRS dengan suspek infeksi

Sepsis Berat & SBP < 90mmHg atau MAP < 70 mmHg minimal selama 1 jam
Septic Syok walaupun telah dilakukan resusitasi adekuat atau vasopresor
Output urin < 0,5 ml/kg/jam untuk 1 jam walaupun telah
diberikan resusitasi yang adekuat
PaO2/FiO2 < 250 pada adanya kelainan organ atau kelainan
system yang lain atau < 200 jika hanya paru yang mengalami
disfungsi. Penghitungan platelet < 80000/mm3 atau turun
sebanyak 50% dari awal selama 3 hari
Asidosis metabolic pH < 7,30 atau defisit basa > 5,0 mmol/L
Level laktat > 1,5 kali dari normal.

MODS Kerusakan lebih dari satu organ yang menyebabkan


ketidakmampuan untuk mengatur homeostasis tanpa intervensi.
2.6 Penatalaksanaan

Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:


1. Stabilisasi pasien langsung
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus
dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat.
Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah
arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan
norepinefrin.
2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme
Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini
dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel
didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas
luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan
agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya
antara golongan penisilin/penicillinase—resistant penicillin dengan gentamisin.
A. Golongan penicillin
– Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis
– Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari
B. Golongan penicillinase—resistant penicillin
– Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering
dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat
diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada
(Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).
– Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.
C. Gentamycin
Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap
efek nefrotoksiknya.
Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa
bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:
Bakteri Antibiotik Dosis

Escherichia Ampisilin/sefalotin – Sefalotin: 1-2


coli gram tiap 4-6 jam,
biasanya dilarutkan
Klebsiella, Gentamisin dalam 50-100 ml
Enterobacter cairan, diberikan
per drip dalam 20-
Proteus Ampisilin/sefalotin 30 menit untuk
mirabilis menghindari
flebitis.
Pr. rettgeri, Gentamisin
Pr. morgagni, – Kloramfenikol: 6
Pr. vulgaris x 0,5 g/hari iv
– Klindamisin: 4 x
Mima- Gentamisin
0,5 g/hari iv
Herellea

Pseudomonas Gentamisin

Bacteroides Kloramfenikol/klindamisin
(Purwadianto dan Sampurna, 2000).
1. Fokus infeksi awal harus diobati
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi
anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang
gangren (Hermawan, 2007).
Penatalaksanaan Syok Septik
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam
pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway:
a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan
transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya
dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri
rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau
kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor
oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi
miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah
akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor
oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi
vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang
mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi
oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen
di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid
maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar
tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat
terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi
nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan
kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan
vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik
melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit
(PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada
keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang
akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan
pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi
vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60
mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin
dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8
mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan
adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-
0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum bikarbonat <9
meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun
hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada hemodialisis digunakan
gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi
digunakan gradien tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama
perawatan, sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak, cairan, vitamin dan
mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan
bila tidak memungkinkan beru diberikan secara parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi adrenal, dan
diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut. Hidrokortison
dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada pasien renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibanding control

2.7 Prognosis
Pada sepsis fase awal jika dapat ditangani dengan baik kebanyakan pasien
dapat sembuh. Tetapi pada pasien sepsis berat atau syok septic sebanyak 40% pasien
meninggal.
BAB III
PENUTUP
Arti kata sepsis dalam bahasa Yunani adalah pembusukan.
Menurut Kamus Kedokteran Dorland, sepsis adalah adanya
mikroorganisme pathogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan
lain.16 Berdasarkan konsensus American College of Chest Physian and
Society of Critical Medicine ( ACPP/SCCM Consensus conference )
tahun 1992, sepsis didefinisikan sebagai respon inflamasi karena infeksi
baik yang diketahui fokus infeksinya maupun tidak.

Sepsis sendiri adalah sebuah penyakit yang dapat disembuhkan


meskipun dapat meninggalkan sekuele yang bermakna. Pada pasien
dengan sepsis ringan / sedang, pasien rata rata dapat disembuhkan jika
didiagnosa sedini mungkin dan diberikan penatalaksanaan yang adekuat.
Tetapi pada pasien sepsis berat atau syok septic, maka angka harapan
hidup pasien hanya sekitar 60%
DAFTAR PUSTAKA
1. National health service United Kingdom. Sepsis [Internet]. [cited 2013 des 3]. Available from:
http://www.nhs.uk/Conditions/bloodpoisoning/Pages/introduction.aspx
2. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. Surviving Sepsis
Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock. 2012.
3. Danai P, Martin GS. Epidemiology of sepsis: recent advances. Curr. Infect. Dis. Rep.
2005;7(5):329-34.
4. Global sepsis alliance. Sepsis facts [internet].[updated 2013; cited 2013 Dec 9]. Available
from: http://www.world-sepsisday.org/?
MET=SHOWCONTAINER&vPRIMNAVISELECT=3&vSEKN
AVISELECT=1&vCONTAINERID=
5. Vincent JL, Sakr Y, Sprung CL, et al. Sepsis in European intensive care units: results of the
SOAP study. Crit. Care Med. 2006;34(2):344-53.

Anda mungkin juga menyukai