Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS PASIEN

Nama : Tn. M
No. RM : 928685
Jenis kelamin : Laki laki
Tanggal lahir : 8 – 7 – 1965
Usia : 53 tahun
Alamat : Gembongdadi
Pekerjaan : Buruh
Asuransi : BPJS

 Keluhan utama
Pusing berputar yang sangat berat disertai muntah 3 kali

 Riwayat penyakit sekarang


RPS : Pasien mengaku pada tanggal 14 Desember pasien sedang menonton TV dan
hendak beranjak ke kasur. Saat pasien merebahkan diri tiba tiba pasien merasa pusing
berputar yang sangat berat dan lama sejak dari pukul 22.00 – 01.00. Selama waktu
tersebut pasien mengaku pusing berputarnya naik turun intensitasnya meskipun sama
sama berat berputarnya. Mual dan muntah sebanyak 3 kali selama pusing berputar
tersebut. Pasien tidak merasa mengalami demam, penurunan pendengaran, bunyi
berdenging, atau telinga terasa penuh. Pasien mengaku juga sedang tidak mengalami
sakit apapun dalam waktu dekat ini maupun sesaat sebelum pusing berputar muncul.
Pasien juga mengaku tidak terdapat bicara pelo, bibir mencong, atau kelemahan tubuh
sebagian atau seluruhnya beberapa waktu sebelum atau saat pusing berputar terjadi

• Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. HT (-), Jantung (-), DM (-),
Paru (-), Ginjal (-), Alergi (-)

• Riwayat penyakit sekarang


Keluarga pasien tidak pernah mengalami hal yang sama. HT (-), Jantung (-), DM (-),
Paru (-), Ginjal (-), Alergi (-)

• Riwayat pengobatan
Tidak ada obat obatan yang secara rutin dikonsumsi oleh pasien
 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang

 Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmhg
Nadi : 92x/menit
Suhu : 36,7o celcius
Respiratory rate : 20x/menit

 Status generalis
Kepala : Normocephalli, kerut dahi simetris
Mata : Sklera ikterik -/-, conjunctiva anemis -/-
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), bibir mencong (-), lidah mencong (-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, gallop (-), murmur (-)
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel (+), bising usus (+)
Ekstremitas : oedem (-), akral hangat (+), tidak ada kelemahan

 Pemeriksaan fisik neurologis


Romberg mata terbuka (-)
Romberg mata tertutup (+) lateralisasi ke kiri
Tandem gait (+) lateralisasi ke kiri
Fukuda (+) lateralisasi ke kiri >45o
Finger to nose (-)
Disdiadokokinesis (+)
Tes nystagmus (+) horizontal
Dix hallpike (+) horizontal

ii
 Diagnosis neurologis
Klinis : Pusing berputar, nausea, vomitus
Etiologis : BPPV
Topis : Sistem vestibular

 Penatalaksanaan

 Medika mentosa
Betahistine 3 x 6 mg
Flunarizine 1 x 5 mg (malam hari)
Ondansentron 3 x 4 mg

 Non- medika mentosa


Terapi fisik brand-darrof
Manuver epley

iii
REFERAT
VERTIGO

Disusun oleh:
Gilang Akbar Darryl
030.12.118

Pembimbing:
dr. Haryo Teguh, Sp.S, Msi, Med

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

VERTIGO

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal periode
10 Desember 2018 – 12 Januari 2019

Disusun oleh:
Gilang Akbar Darryl
030.12.118

Jakarta, 30 November 2018

dr. Haryo Teguh, Sp.S, Msi, Med

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah karena


dengan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat
Vertigo.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini dapat berjalan dengan lancar dan
dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis dikarenakan bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Haryo Teguh, Sp.S, M.si, Med selaku dokter pembimbing atas segala
ilmu, bimbingan dan bantuannya selama penulis menjalani kepaniteraan
bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Kardinah
2. Para staf dan karyawan RSUD Kardinah yang telah membantu dan
memberi pengarahan selama berlangsungnya kegiatan kepaniteraan
3. Keluarga penulis yang senantiasa mendukung dalam semua tahap
pencapaian
4. Teman-teman kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi atas bantuan
dan kebersamaannya.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT akan selalu melindungi kami semua dan
membalas segala kebaikan bagi semua pihak yang sudah membantu. Semoga referat ini
dapat memberikan manfaat.

Jakarta, 19 Desember 2018

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan…………………………………………………………………...ii
Kata Pengantar……………………………………………………………..................iii
Daftar Isi……………………………………………………………............................iv
BAB I : Pendahuluan…………………………………………………………………..1
BAB II : Tinjauan Pustaka…………………………………………………………….2
2.1 Definisi…………………………………………………………….............2
2.2 Etiologi…….……………………………………………………………....2
2.3 Faktor Risiko………………………………………………………………8
2.4 Diagnosis……..…………………………………………………………..10
2.5 Penatalaksanaan…….……………………………………………………11
2.6 Pencegahan…………………………………………………………….....21
BAB III : Kesimpulan………………………………………………………………..22
Daftar Pustaka……………………………………………………………..................23

vii
BAB I
PENDAHULUAN

Equilibrium adalah suatu kondisi keseimbangan tubuh dalam ruang. Dalam mengatur
keseimbangan tubuh tersebut, terdapat tiga sistem yang berperan penting, yaitu sistem visual,
sistem vestibular, dan sistem somatosensori. Masing-masing sistem tersebut terdiri dari 3
tingkat: resepsi, integrasi, dan persepsi. Informasi sensorik diterima oleh retina, labirin (telinga
dalam), dan propioseptor sendi dan otot. Jaras asendens terutama diproyeksikan ke serebelum
dan nukleus vestibularis yang ada di medulla oblongata melalui neuron yang bersinaps
kepadanya. Ada juga yang mencapai korteks serebri, tetapi integrasi keseimbangan terutama
terjadi di serebelum. Sistem inilah yang membentuk persepsi tentang lokasi berbagai bagian
tubuh yang satu terhadap yang lain dan juga terhadap lingkungan. Jaras desendens dari nukleus
vestibularis menuju beberapa nukleus motorik yang melibatkan gerak mata menimbulkan
reflex vestibulookularis. Jaras ini menolong mata mengunci objek penglihatan bila kepala
bergerak.
Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere, yang berarti memutar. Vertigo adalah suatu
perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing,
sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif
atau objektif), dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh tidak
dapat menjaga keseimbangan tubuh dengan baik.
Vertigo harus dibedakan dengan keluhan dizziness non-vertigo, yaitu adanya ilusi
pergerakan, bukan hanya sensasi presinkop, lightheadedness. Bertentangan dengan vertigo,
sensasi-sensasi ini diakibatkan oleh gangguan suplai darah, oksigen, dan glukosa (contohnya:
stimulasi vagal, hipotensi ortostatik, aritmia jantung, iskemik miokardium, hipoksia, dan
hipoglikemia) dan mungkin mengakibatkan penurunan kesadaran.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi pasien
atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan
dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4
subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.
Terdapat empat tipe dizziness yaitu vertigo, lightheadedness, presyncope, dan
disequilibrium. Yang paling sering adalah vertigo yaitu sekitar 54% dari keluhan dizziness
yang dilaporkan pada primary care.

2.2 Etiologi
Pada vertigo tipe sentral, etiologi umumnya adalah gangguan vaskuler. Sedangkan pada vertigo
tipe perifer etiologinya idiopatik. Biasanya vertigo jenis perifer berhubungan dengan
manifestasi patologis di telinga.

Beberapa penyebab vertigo perifer:


Idopatik 49%, trauma 18%, labirintitis viral 15%, lain-lain (sindroma Meniere 2%,
pascaoperasi telinga 2%, pascaoperasi non telinga 2%, ototoksisitas 2%, otitis sifilitika 1%,
dan lainnya 3%).

Beberapa faktor predisposisi lain yang mencetuskan terjadinya vertigo adalah:


a. Kurang pergerakan aktif, sehingga saat mengalami perubahan posisi mendadak akan timbul
sensasi vertigo.
b. Alkoholisme akut
c. Pascaoperasi mayor
d. BPPV, kondisi ini juga dikenal sebagai vertigo posisional jinak, terjadi karena adanya debris
(otokonia) pada kanalis semisirkularis posterior, akibat dari degenerasi organ sensorik
keseimbangan utrikulus.

2
2.3 Epidemiologi

Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki epidemiologi dizziness, yang meliputi
vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling
sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis
dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1), sekitar 88%
pasien mengalami episode rekuren.
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari
stroke yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi di serebelum.
Sebanyak 10% dari pasien infark serebelum, hanya memiliki gejala vertigo dan
ketidakseimbangan. Sekitar 3.000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di Amerika
Serikat.

2.4 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei
N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna
untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;
reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian
reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi
tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka
proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul

3
gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan
gejala lainnya.
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang
dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu
saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat)
yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

4
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan
perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.5 Diagnosis

Klasifikasi Vertigo

Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan non-vestibular.
Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem vestibular, sedangkan
vertigo non vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem visual dan
somatosensori.

5
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular perifer dan
sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di ganglion vestibular atau di saraf kranial
VIII (Saraf Vestibulokoklear) divisi vestibular. Contoh penyakit-penyakit di labirin adalah
BPPV, penyakit peniere, fistula perilymph, obat-obat ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat
ototoksik mencakup: streptomisin, kinine, berbiturat, alcohol, aspirin, caffeine, antikonvulsan,
antihipertensi, tranquilizer, psikotropik dan obat hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus
vestibularis adalah neuritis vestibularis dan neuroma akustikus.
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi (serebelum dan batang otak)
ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral antara lain adalah perdarahan atau
iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf
pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga
termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat gangguan di korteks sangat jarang terjadi,
biasanya menimbulkan gejala kejang parsial kompleks.

6
Perbedaan Vertigo Sentral dan Perifer
1. Vertigo perifer beronset akut, sedangkan vertigo sentral beronset kronis atau perlahan
(gradual). Dengan kata lain, durasi gejala pada vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit,
harian, mingguan, namun berulang(recurrent)
2. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis), Ménière's, neuronitis,
iskemia, trauma, toksin. Penyebab umum vertigo sentral adalah vaskuler, demyelinatin,
neoplasma
3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral ringan hingga
sedang
4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang
terjadi pada vertigo sentral.
5. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally related),sedangkan
vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi.
6. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian (deafness) umumnya terjadi pada
vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.
7. Tinnitus (telinga berdenging) seringkali menyertai vertigo perifer. Pada vertigo sentral,
biasanya tidak disertai tinnitus.
8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis (neurologic deficits)
umumnya terjadi pada vertigo sentral.
9. Sifat nistagmus pada vertigo perifer adalah fatigable, berputar (rotary)atau horisontal, dan
dihambat oleh fiksasi okuler, sedangkan sifat nystagmus pada vertigo sentral adalah
nonfatigable,banyak arah(multidirectional), dan tidak dihambat oleh fiksasi okuler.

7
Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset mendadak Perlahan, onset gradual
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan Ya Kadang tidak berkaitan
posisi kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya muda Usia lanjut
Gangguan status mental Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
kadang
Defisit nervi cranial Tidak ada Kadang disertai ataxia
atau cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang atau Biasanya normal
dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal dan Nistagmus horizontal atau
rotatoar; ada nistagmus vertikal; tidak ada nistagmus
fatique 5-30 detik fatique
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple

2.6 Pemeriksaan Fisik


 Pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan terdiri dari:
1. Fungsi vestibular atau serebral
a. Test Romberg
Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Pada kelainan vestibular hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah dan kemudian kembali lagi.

8
Pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Pada kelainan serebelar badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

b. Tandem gait
Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian. Pada kelainan vestibular perjalanannya akan
menyimpang dan pada kelainan serebelar penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

9
d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat
lengannnya ke atas kemudian ditrunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa.
Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibular akan terlihat pennyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Fukuda test dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat sebanyak 50
langkah kemudian diukur sudut penyimpangan kedua kaki, normal sudut
penyimpangan tidak lebih dari 30°.

2. Pemeriksaan Neuro-Otologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer

10
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat,
sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign
positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang
dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo
berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-
fatigue).

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis
dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air
hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang
timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal
90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan.

11
Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air
hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas
ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau N.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukkan lesi sentral.

 Pemeriksaan Fungsi Pendengaran


a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes
Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach
memendek.

b. Audiometri

Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy
Audiometry, Tone Decay.

2.7 Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi Vertigo
 Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat
terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :

ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang
dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-
kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai
ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini
memberikan dampak yang positif.

12
- Betahistin

Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di


telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping
Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
 Betahistin Mesylate
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
 Betahistin di Hcl
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam
beberapa dosis.
- Dimenhidrinat
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg – 50
mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.

- Difhenhidramin Hcl

Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) –
50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek samping
mengantuk.

ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine dan Flunarizine sering digunakan. Merupakan obat supresan vestibular
karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,
antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan
antihistamin.

- Cinnarizine

Mempunyai efek menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons


terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari
atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa lelah, diare
atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

13
- Flunarizine
Mempunyai efek antivertigo dengan dosis pemberian 5 – 10 mg per hari
diberikan 1 kali sehari setiao malam karena memliki efek sedasi (ngantuk)

ANTIEMESIS

- Ondansentron
Memiliki efek untuk mengurangi mual dan muntah yang diakibatkan oleh rasa
pusing berputar yang diakibatkan vertigo. Dosisnya adalah 4 mg, 3 kali sehari atau
sesuai kebutuhan
- Metoklopramid
Memiliki efek untuk mengurangi mual dan muntah yang diakibatkan oleh rasa
pusing berputar yang diakibatkan vertigo. Dosisnya adalah 10 – 15 mg, 3 – 4 kali
sehari

OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.

- Efedrin

Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya.
Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah –
gugup.

OBAT PENENANG MINOR


Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang
diderita yang sering menyertai gejala vertigo. Efek samping seperti mulut kering dan
penglihatan menjadi kabur.

- Lorazepam: Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg

- Diazepam : Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

14
OBAT ANTI KHOLINERGIK
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular
dan dapat mengurangi gejala vertigo.

- Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan


mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali
sehari.

 Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang kemampuan
adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan
lain di susunan saraf pusat atau didapatkan defisit di sistem visual atau
proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan
fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan
atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk
meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

Contoh latihan :
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak
miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata
tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup.
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu menyentuh
jari kaki lainnya dalam melangkah).

15
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga memfiksasi
pada objek yang diam

Terapi Fisik Brand-Darrof


Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-Darrof.

Keterangan Gambar:
 Ambil posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan
lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
 Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.17

Terapi Spesifik
 BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo dapat membaik
dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan mmemindahkan deposit kalsium yang bebas ke
belakang vestibule,. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver epley,
modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi kanalit
untuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis

16
 Vestibular neuronitis dan Labirynthis
Terapi fokus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang mensupresi
vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi vestibular terjasi lebih cepat
dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali sehari latihan vestibular sesegera mungkin
setelah vertigo berkurang dengan obat-obatan.

 Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet rendah garam
dan diuretik seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang efektif dalam mengobati
ketulian dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt endolimfatik atau
cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini resisten terhadap pengobatan diuretic dan
diet.

17
BAB III
KESIMPULAN

Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere, yang berarti memutar. Vertigo adalah suatu
perasaan gangguan keseimbangan. Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing,
sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar-putar (vertigo subjektif
atau objektif), dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh tidak
dapat menjaga keseimbangan tubuh dengan baik.
Vertigo harus dibedakan dengan keluhan dizziness non-vertigo, yaitu adanya ilusi
pergerakan, bukan hanya sensasi presinkop, lightheadedness. Bertentangan dengan vertigo,
sensasi-sensasi ini diakibatkan oleh gangguan suplai darah, oksigen, dan glukosa (contohnya:
stimulasi vagal, hipotensi ortostatik, aritmia jantung, iskemik miokardium, hipoksia, dan
hipoglikemia) dan mungkin mengakibatkan penurunan kesadaran.
Sejatinya vertigo adalah sebuah keluhan yang dapat dikendalikan dengan
pengobatan dan terapi latihan fisik yang baik, namun memang membutuhkan keteraturan
yang tinggi dalam mengkonsumsi obat dan terapi latihan fisik sehingga dapat mencapai
tujuan terapi yang diinginkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Joesoef AA. Neuro-Otologi Klinis. Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI. Airlangga


University Press; Jakarta. 2002.
2. Wreksoatmodjo, BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Rumah Sakit Marzuki Mahdi, Bogor,
Indonesia. 2004.
3. Marril KA, Central Vertigo. Medscape Reference.Updated : Jan 21st, 2011. Available : Jan
6th, 2013. http://emedicine.medscape.com/article/794789-overview
4. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai
Penerbit FKUI; Jakarta. 2004.
5. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta; 2009.
6. Bhaer M, Fortscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. Thieme, New York; 2005.
7. Greenberg, David A, Aminoff, Michael J, Simson, Roger P. Clinical Neurology 5th
Ediotion. McGraw-Hill; 2002.
8. Dwivedee S. Central Vertigo. Department of Neurology, Max Healthcare, New Delhi.
2001.
9. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI; Jakarta. 1998.
10. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Jakarta; 1996.

19

Anda mungkin juga menyukai