Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO KASUS JIWA

Gangguan Anxietas dan Depresi

Disusun oleh:
dr. Isna Mahmudah

Pembimbing:
dr. Mefi Windiastuti, Sp.KJ

Pendamping:
dr. Kurniati, Sp.KK
dr. Lisa Puspitorini, Sp.S

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
2020
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. K
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Permpuan
Alamat : Desa Bolo Kec. Ujung Pangkah Gresik
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
Status pernikahan : Sudah menikah
Asuransi : Umum
No. RM : 596947
Tanggal Pemeriksaan : 31 Desember 2019

II. RIWAYAT PSIKIATRI

A. Keluhan Utama

Dada berdebar-debar

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Autoanamnesis

(Dilakukan pada tanggal saat pertama kali datang ke Poli Jiwa)

Pasien perempuan parubaya, usia 56 tahun, wajah sesuai usia,


perawakan kurus memakai jubah krem dan kerudung merah maroon. Pasien
datang ke poli jiwa RSUD Ibnu Sina menggunakan bahasa Jawa dengan
keluhan utama “ndrodog” atau dada berdebar-debar diikuti tubuh terasa
lemas, dialami sekitar 1 bulan yang lalu. Merasa jantung berdebar-debar,
telinga terasa tidak dapat mendengarkan apa-apa/tuli pada saat-sat tertentu,
leher terasa tegang nafsu, makan menurun dan malas dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Pasien juga mengeluh sulit memulai tidur maupun
tidak bisa tidur nyenyak baik malam maupun siang hari. Gejala di cetuskan
oleh teringat suatu keadaan. Saat itu, pasien memandikan jenazah adik
suami pasien dan merasa keadaan jenazahnya mengerikan karena seluruh
tubuh membengkak terutama wajah dan perut dan kulit yang menghitam,
diketahui jenazah sebelumnya menderita penyakit darah tinggi dan
komplikasi sehingga harus menjalankan pengobatan dan mengkonsumsi
obat-obatan yang sangat banyak. Sehingga malamnya pasien sulit tidur,
karena terlalu memikirkan keadaan jenazah adik ipar pasien tersebut. Sejak
saat itu pasien sering mengeluh berdebar-debar dan telinga terasa tuli bila
terbayang kondisi jenazah, pasien merasa takut akan komplikasi dari
meminum obat, karena pasien juga saat ini mengkonsumsi obat anti nyeri
yang diberikan dokter penyakit dalam untuk keluhan nyeri pinggang pasien,
pasien takut mengalami gagal ginjal akibat dari meminum obat itu karena
tidak ingin kondisinya seperti jenazah adik iparnya, sehingga sejak saat itu
pasien mengalami gangguan tidur dan memutuskan tidak mau
mengkonsumsi obat lagi. Pasien merasa tidak dapat mendengar apa-apa atau
tuli disertai dada berdebar-debar apaila terbayang saat memandikan jenazah
adik ipar pasien. Pasien tidak memiliki riwayat mendengar suara atau hal-
hal yang mengomentari tentang dirinya ataupun merasa seperti ada yang
memerintah atau mengendalikan dari luar dirinya. Pasien sekarang
beraktifitas seperti biasanya, tapi jarang bergaul dengan tetangga seperti
dulu. Pasien sering merasa sedih dan menangis jika terbayang kondisi
terakhir jenazah adik iparnya.

Tetangga pasien menyebut pasien “ketempelan” oleh arwah jenazah


adik ipar pasien, sehingga 1 hari setelah kejadian tersebut pasien diberi
tanah makam dan baju jenazah yang dibakar kemudian dilumurkan ke badan
pasien karena pasien merasa tidak ada perbaikan perubahan, 2 minggu
setelah kejadian pasien diantar suaminya ke tukan pijat “sawan” dan diberi
jamu “pojo petung” yang diyakini oleh tukang pijatnya sebagai obat
penurun kolestrol karena tukang pijat menduga gejala pasien akibat kadar
kolestrol yang tinggi. Satu minggu yang lalu pasien sudah memeriksakan
kesehatannya ke puskesmas Sidayu, di puskesmas tersebut pasien
melakukan cek kesehatan rutin. Hasilnya diketahui semua dalam batas
normal. Karena merasa tidak puas dengan hasilnya, pasien memutuskan
untuk berobat ke Poli Penyakit dalam RSUD Ibnu Sina hingga kemudian
pasien dirujuk ke Poli Jiwa.

C. Riwayat Penyakit Dahulu & Pengobatan

● Pasien menderita nyeri pinggang sejak 4 tahun yang lalu diobati ke dokter
penyakit dalam dan merasa sembuh setelah pengobatan bulan. Namun 2
bulan teraakhir nyeri pinggang pasien kambuh dan berobat kembali ke
dokter penyakit dalam RSUD Ibnu Sina.
● Pasien tidak pernah mengalami gejala penyakit jiwa pada saat anak –
anak. Tidak ada riwayat cedera kepala & kejang.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga pasien baik dari ayah dan ibu yang mengalami
masalah kejiwaan.

E. Riwayat Keluarga

70
Sakit Sakit

56 52
60 58

54 68
Sakit

28 25 18
Keterangan:

Laki-laki Pasien

● Perempuan

● Pasien merupakan anak kempat dari lima bersaudara.


● Suami pertama pasien meninggal 15 tahun yang lalu akibat penyakit
batu ginjal dan pasien menikah lagi sejak 1 tahun yang lalu.
● Ketiga kakak dan adik pasien sudah berkeluarga dimana mereka tidak
tinggal berdekatan namun masih dalam satu kota Gresik. Pasien
mengatakan hubungan dengan kakak-kakak dan adik pasien tidak baik
akibat konflik harta warisan.
● Pasien memiliki tiga anak. Anak pertama dan kedua berjenis kelamin
perempuan dan anak ke tiga berjenis kelamin laki-laki. Anak pertama
dan kedua sudah berkeluarga dan tinggal mengikuti suami mereka, saat
ini pasien tinggal di rumah bersama anak laki-laki terakhirnya dan suami
baru pasien.
● Pasien mengatakan bahwa hubungan pasien dengan ketiga anaknya
tidak cukup baik. Anak-anak pasien juga tidak tidak menyetujui
pernikahan kedua pasien dengan suami barunya. Namun, pasien
mengatakan bahwa ia membutuhkan pendamping hidup karena ingin
ada yang mememani mengobrol dan mengurusi pasien. Karena menurut
pasien ketiga anaknya sudah tidak pernah peduli dengan keadaan pasien.

F. Riwayat Kelahiran & Tumbuh Kembang

Pasien lahir normal, cukup bulan dan ditolong dukun beranak. Langsung
menangis, tidak biru, tidak kuning. Tumbuh kembang sesuai anak
seusianya.

G. Riwayat Pendidikan

Pasien merupakan lulusan Madrasah setara SD. Namun karena keterbatasan


biaya pasien tidak melanjutkan sekolah.

H. Riwayat Pekerjaan
Setelah lulus MA, pasien langsung bekerja membantu orang tua di Sawah
sebagai petani hingga sekarang. Saat ini pasien menjadi buruh tani di sawah
milik anak pertamanya dan tetangganya. Selain itu, pasien juga bekerja
menjadi orang yang memandikan jenazah di desanya.

I. Riwayat Sosial

Sebelum mengalami kejadian tersebut, pasien dapat melakukan aktivitas


sosial terutama beribadah jamaah dengan tetangganya. Namun setelah
kejadian tersebut pasien menjadi tidak bersemangat karena takut badannya
lemas dan rasa berdebar-debar kembali muncul.

J. Riwayat Penggunaan Zat

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok maupun minum-minuman


beralkohol.

K. Riwayat Spiritual dan Religi

Pasien tinggal berdekatan denga tempat beribadah orang muslim. Pasien


mengaku selalu rutin beribadah shalat lima waktu. Pasien merupakan orang
yang aktif pengajian, dan menjadi orang yang selalu diandalkan apabila
memandikan jenazah wanita.

L. Faktor Organik

Pasien memiliki riwayat sakit pinggang sejak 4 tahun dan kambuh kembali
2 bulan terakhir.

M. Faktor Premorbid

Pasien jarang menceritakan permasalahannya kepada keluarga maupun


anak-anaknya. Pada saat pagi hingga petang, pasien tinggal sendiri di rumah
karena anak terakhir pasien sedang magang dan suami pasien masih bekerja
sebagai pedagang ayam potong. Pasien jarang berkomunikasi dengan anak-
anak maupun keluarga pasien. Pasien merupakan seorang yang ramah dan
mudah bergaul dengan tetangganya. Pasien mengaku sering mengalami
konflik/masalah pertengkaran dengan anak terakhirnya akibat masalah
sekolah.

N. Faktor Pencetus

Faktor pencetus pada pasien diduga terkait masalah dengan pekerjaan.


Pasien mulai mengalami keluhan cemas setelah memandikan jenazah adik
ipar pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Internistik

- Keadaan Umum : Baik

- Tanda Vital

- Tensi : 123/90 mmHg

- Nadi : 86 x/menit

- RR : 18 x/menit

- Suhu : 36,5 º C

B. Status Psikiatrik

1. Kesan Umum: ibu parubaya perempuan, wajah sesuai usia,


perawakan kurus memakai jubah daster lengan panjang
berwarna krem dan kerudung merah maroon.

2. Kontak: (+) Verbal, relevan, lancar.

3. Kesadaran: Compos mentis.

4. Orientasi: Waktu, tempat dan terhadap orang baik.


5. Daya Ingat: baik

6. Mood / Afek: depresif

7. Proses Berpikir:

- Bentuk : realistik

- Arus : lancar

- Isi : Preokupasi terhadap ketakutan keadaan seperti


jenazah adik ipar pasien

8. Fungsi Kognitif: belum dapat dievaluasi

9. Persepsi: dalam batas normal.

10. Kemauan: menurun

11. Psikomotor: dalam batas normal

12. Daya Nilai & Tilikan: baik, pasien merasa dirinya sakit, ingin
berobat dan sembuh.

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL PPDGJ III

Axis I : Gangguan Anxietas dan Depresi (F41.2)

Axis II : Pasien sebelumnya adalah orang yang ramah, senang


bergaul dan memiliki banyak teman. Ciri kepribadian tidak
khas.

Axis III : HNP

Axis IV : Masalah pekerjaan

Axis V : GAF Scale pemeriksaan: 70-61

V. PENANGANAN HOLISTIK

1. Farmakoterapi :
Cipralex (Escitalopram) 10 mg 1-0-0
Proclozam (clobazam) 10 mg 0-1-0
Merlopam (lorazepam) 2 mg 0-0-1/2

2. Psikoterapi suportif
3. Kontrol 2 minggu lagi

VI. MONITORING

1. Keluhan.

2. Keteraturan minum obat dan hipno.

3. Efek samping obat.

VII. PROGNOSIS

Dubia ad bonam, karena

 Tidak ada faktor organik yang bermakna


 Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga
 Keinginan pasien untuk sembuh dan berobat
 Orang-orang lingkungan pasien mendukung penuh kesembuhan
pasien
VIII. KUNJUNGAN RUMAH

Gambar 1. Halaman depan rumah pasien

Gambar 2. Foto bagian ruang tamu pasien Gambar 3. Foto bagian ruang keluarga
pasien
Gambar 4. Foto bagian kamar tidur Gambar 5. Foto bagian kamar tidur
anak ketiga pasien pasien dan suami

Gambar 5. Foto bagian musholla dalam Gambar 6. Foto bagian dapur rumah
rumah pasien pasien
Gambar 6. Foto bagian kamar mandi Gambar 7. Foto tidak didapatkan plafon
rumah pasien pada rumah pasien

Gambar 8. Gambar denah rumah pasien


 Luas rumah : + 12 m x 7 m
 Keadaan rumah : Pasien saat ini tinggal bertiga bersama anak terakhir
dan suami barunya. Pasien mengatakan bahwa
kepemilikan rumah tersebut adalah rumah anak
tetiga pasien. Ruangan-ruangan yang ada di dalam
rumah terdiri dari teras, ruang tamu, ruang keluarga,
2 kamar tidur, 1 mushollah, 1 kamar mandi, dan
dapur.
 Kondisi ruangan : Di bagian ruang tamu terdapat kursi sofa dan meja
kaca. Dibagian depan kursi sofa dan meja terdapat
kamar anak ketiga pasien. Di bagian ruang keluarga
terdapat perabotan rumah seperti lemari, televisi,
dan Kasur yang terletak depan televisi. Dihadapan
ruang keluarga terdapat kamar tidur pasien dan
mushollah. Di bagian dapur terdapat peralatan
makan, kompor gas, kulkas dan mesin cuci.
Disamping dapur terdapat kamar mandi.
 Dinding : batako
 Atap : genteng
 Plafon : tidak ada
 Lantai : keramik
 Pencahayaan : Di rumah pasien, terdapat 2 pintu sebagai akses
masuknya cahaya, yaitu di depan dan belakang
rumah. Terdapat 2 jendela di ruang tamu. Terdapat
1 buah jendela di setiap kamar tidur. Penerangan
berasal dari lampu berwarna putih.
 Kepadatan : 70 m2/orang
 Ventilasi : terdapat beberapa buah, yaitu 2 buah daun pintu
berukuran masing-masing 2m x 1m dan 7 buah
jendela.
 Kebersihan : Kondisi kebersihan baik karena barang tertata
dengan rapi, lantai bersih, serta barang-barang
perabotan hampir sebagian baik dan bersih.
Kesehatan Lingkungan
Air Minum
 Asal : air galon/isi ulang
 Nilai air : bersih, tidak berwarna,
Jamban dan kamar mandi
 Jumlah : 1 kamar mandi dengan WC di dalam
 Jenis jamban : jongkok
 Air : air sumur
 Kebersihan : bersih
Pekarangan dan Selokan
 Kebersihan : bersih
 Air limbah : mengalir lewat saluran.
 Pembuangan sampah : ada, sampah dikumpulkan menjadi satu di
belakang rumah, kemudian dibakar
Kandang ternak : tidak ada
TINJAUAN PUSTAKA

1. Gangguan Cemas dan Depresif


Gangguan campuran ansietas dan depresi merupakan gejala
kecemasan dan depresi yang bermakna secara klinis tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk gangguan mood spesifik atau gangguan kecemasan spesifik2.
Kecemasan (ansietas / anxiety) adalah gangguan alam perasaan
(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran
yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam
menilai realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian
masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas
normal3.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality
Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian tetap utuh, perilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal3.

2. Epidemologi
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara
bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif memiliki
gejala ansietas yang menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi kriteria
diagnostik ganguan panik. Peneliti telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen
pasien dengan ganggguan panik memiliki episode gangguan depresif berat. Data
ini mengesankan bahwa keberadaan gejala depresif dan anxietas secara bersamaan,
tidak ada di antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau
ansietas lain dapat lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah klinisi dan
peneliti memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi umum
adalah 10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50 persen,
walaupun perkiraan konservatif mengesankan pravelensi sekitar 1 persen pada
populasi umum2
3. Stressor psikososial
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang; sehingga orang itu terpaksa
mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun,
tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut,
sehingga timbullah keluhan keluhan antara lain berupa cemas dan depresi.(3) Dari
sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
para pakar memberikan beberapa contoh antara lain sebagai berikut ;
1. Perkawinan
Terjadinya ketidaksetiaan berupa perselingkuhan.
2. Orang Tua
Masalah orang tua yakni kondisi tatanan sosial dan ekonomi,
masalah anak yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan di luar
nikah, aborsi, atau penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat
Adiktif)
3. Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)
Hubungan antar sesama (perorangan/individual) yang tidak baik
dapat merupakan sumber stres. Misalnya hubungan yang tidak serasi, tidak
baik atau buruk dengan kawan dekat atau kekasih, antara sesama rekan,
antara atasan dan bawahan, pengkhianatan, dan sebagainya.
4. Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan pada pengangguran akan berdampak pada
gangguan kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Sebaliknya
dengan pengangguran, maka terlalu banyak beban pekerjaan sementara
waktu yang tersedia sangat sempit dapat menyebabkan stres pula. Tekanan
dalam pekerjaan yang banyak dan persaingan yang ketat juga dapat
menyebabkan stres.
5. Keuangan
Masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata
merupakan salah satu stressor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil
dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan
lain-lain.
6. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan
sumber stres. Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain
sebagainya.
7. Perkembangan
Yang dimaksudkan disini adalah tahapan perkembangan fisik
maupun mental seseorang. Misalnya masalah remaja, masa dewasa,
menopause, usia lanjut dan lain sebagainya
8. Penyakit Fisik
Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang
mengakibatkan invaliditas dapat menyebabkan stres pada diri seseorang.
9. Faktor keluarga
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan karena
kondisi keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak
yang dapat menimbulkan stres antara lain:
 Hubungan kedua orangtua yang tidak harmonis
 Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk
bersama dengan anak-anak
 Komunikasi antara orang tua dan anak tidak serasi
 Kedua orang tua bercerai atau berpisah
 Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau kelainan
kepribadian
 Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras,
otoriter dan lain sebagainya.
10. Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan
transportasi, kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan,
perampokan, perkosaan dan lain sebagainya, merupakan pengalaman yang
traumatis yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat mengalami stres
(stres pasca trauma).

4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala cemas 1.:
Tanda Fisik Gejala Psikologik

Gemetar, renjatan, rasa goyah Rasa takut

Nyeri punggung dan kepala Sulit konsentrasi


Ketegangan otot Hypervigilance/siaga berlebih

Napas pendek, hiperventilasi Insomnia

Mudah lelah Libido turun

Sering kaget Rasa mengganjal di tenggorok

Hiperaktivitas autonomik: Rasa mual di perut


- Wajah merah dan pucat
- Takikardia, palpitasi
- Berpeluh
- Tangan terasa dingin
- Diare
- Mulut kering
- Sering kencing

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi ke-3


(PPDGJ III), gejala depresi antara lain : 4

Gejala utama :

1. Afek depresi
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit) dan menurunnya
aktifitas.

Gejala lainnya dapat berupa :

 Konsentrasi dan perhatian berkurang


 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang.
5. Pedoman diagnosis
Kriteria DSM-IV-TR mengharuskan adanya gejala subsindrom ansietas dan
depresi serta adanya beberapa gejala somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering,
dan rasa perut yang bergejolak. Sejumlah studi pendahuluan menunjukkan bahwa
sensitivitas dokter umum untuk sindrom gangguan campuran ansietas - depresi masih
rendah walaupun kurangnya pengenalan ini dapat mencerminkan kurangnya label
diagnostik yang sesuai bagi pasien2.
Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif5
Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan

Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :

1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong


2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau lelap tidu atau
gelisah, tidur tak puas)
3. Lelah atau energy rendah
4. Iritabilitas
5. Khawatir
6. Mudah menangis
7. Hipervirgilance
8. Antisipasi hal buruk
9. Tidak ada harapan (pesimis menatap masa depan)
10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga

Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermaksna atau hendaknya


dalam area fungsi social, pekerjaan atau area fungsi penting lain.

Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh : penyalahgunaan
obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum.

Semua hal berikut ini :


1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat,
gangguan distimik; gangguan panic, atau gangguan ansietas
menyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau anxietas
lain (termasuk gangguan ansetas atau gangguan mood, dalam
remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.

Pedoman diagnostic menurut PPDGJ-III


1. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan
walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran
berlebihan.
2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika
karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan
depresif harus diutamakan.
4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian4.

6. Diagnosis banding
Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta
gangguan kepribadian. Diantara gangguan kecemasan, gangguan kecemasan umum
adalah salah satu yang paling sering bertumpang tindih dengan gangguan kecemasan –
depresif campuran. Diantara gangguan mood, gangguan distimik dan gangguan
depresif ringan adalah yang paling sering bertumpang tindih dengan gangguan
kecemasan-depresif campuran. Diantara gangguan kepribadian, gangguan kepribadian
menghindar, tergantung, dan obsesif-kompulsif mungkin memiliki gejala yang terlihat
pada gangguan kecemasan-depresif campuran. Hanya suatu riwayat psikiatrik,
pemeriksaan status mental dan pengetahuan tentang kriteria DSM-IV spesifik dapat
membantu klinisi membedakan kondisi – kondisi tersebut2.

7. Prognosis

Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar
kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala depresif yang
menonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang sama saat awitan. Selama
perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas dan depresif dapat bergantian. Prognosis
nya tidak diketahui5.

8. Tatalaksana

Karena penelitian yang adekuat yang membandingkan cara pengobatan untuk


gangguan kecemasan-depresif campuran sekarang ini belum tersedia, klinisi
kemungkinan besar mengobati pasien atas dasar gejala yang tampak, keparahannya dan
tingkat kesenangan dan pengalaman klinisi sendir terhadap berbagai modalitas
pengobatan2. Pendekatan psikoterapeutik mungkin melibatkan pendekatan yang
terbatas waktu, seperti terapi kognitif atau modifikasi perilaku, walaupun beberapa
klinisi menggunakan pendekatan psikoterapeutik yang kurang terstruktur, seperti
psikoterapi berorientasi-tilikan2. Farmakoterapi untuk gangguan kecemasan-depresif
campuran mungkin termasuk obat antiansietas atau obat antidepresan atau keduanya.

8.1 obat anti-cemas

Obat anti-cemas disebut juga ansiolitik atau obat penenang, diberikan untuk
mengatasi gejala-gejala kecemasan. Obat anti-cemas memiliki efek mengendurkan otot-
otot, mengurangi ketegangan, membantu tidur dan mengurangi kecemasan. Karena semua
obat antiansietas menyebabkan sedasi, obat yang sama dalam klinik sering berguna sebagai
ansiolitik dan hipnotik (menyebabkan tidur). Terdapat empat golongan obat anti cemas,
yaitu benzodiazepine, antihistamin, barbiturate, dan buspirone.

8.1.1 Benzodiazepine

Benzodiazepin merupakan golongan obat anti cemas yang sering digunakan. Obat
ini telah menggantikan barbiturat dan meprobamat dalam pengobatan cemas karena lebih
efektif dan aman.

a. Cara kerja
Pengikatan GABA (Asam Gama Aminobutirat) ke reseptornya pada membran sel
akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion
klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi
postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja-potensial.
Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membran sel, yang
terpisah tetapi dekat dengan reseptor GABA. Reseptor benzodiazepin terdapat hanya
pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Pengikatan benzodiazepin
memacu afinitas reseptor GABA untuk neurotransmiter yang bersangkutan, sehingga
saluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memicu
hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron.
b. Efek
Benzodiazepin bukan antipsikotik atau analgetik. Semua benzodiazepin
memperlihatkan efek berikut :
1. Menurunkan Ansietas
Pada dosis rendah, benzodiazepin bersifat ansiolitik. Diperkirakan
dengan menghambat secara selektif saluran neuron pada sistem limbik
otak.
2. Bersifat sedatif dan hipnotik
Semua benzodiazepin yang digunakan untuk mengobati cemas
juga mempunyai efek sedatif. Pada dosis yang lebih tinggi, benzodiazepin
tertentu dapat menyebabkan hipnosis (tidur yang terjadi secara artifisial)
3. Antikonvulsan
Beberapa benzodiazepin bersifat antikonvulsan dan digunakan
untuk pengobatan epilepsi dan gangguan kejang lainnya.
4. Pelemas Otot
Benzodiazepin melemaskan otot skelet yang spastik dengan cara
meningkatkan inhibisi presinaptik dalam sumsum tulang.
c. Efek samping

Mengantuk dan Bingung, efek ini merupakan dua efek benzodiazepin ynag
paling sering. Ataksia terjadi pada dosis tinggi dan menghambat aktifitas yang
memerlukan koordinasi motorik halus seperti mengendarai mobil. Gangguan kognitif
dapat terjadi setelah penggunaan obat ini. Triazolam, sering menunjukan
pengembangan toleransi yang cepat, insomnia dan ansietas siang hari disertai amnesia
dan bingung. Perlu kewaspadaan jika menggunakan benzodiazepin untuk pasien yang
mengalami gangguan hati. Obat ini dapat memperkuat alkohol dan depresan. SSP lain.
Namun benzodiazepin tidak berbahaya dibandingkan obat ansiolitik dan hipnotik lain.
8.2 Antidepresan

Antidepresan adalah obat yang dikonsumsi pasien depresi untuk


meningkatkan suasana jiwa (mood), dengan meringankan atau menghilangkan gejala
keadaan murung. Antidepresan tidak bekerja pada orang sehat.

A. Jenis Antidepresan
Antidepresan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu
heterosiklik dan monoamine inhibitor oksidase (MAOI). Heterosiklik merupakan
antidepresan yang paling sering digunakan. Heterosiklik dikelompokkan lagi menjadi
beberapa jenis obat, yaitu trisiklik (terbagi atas amin tersier dan amin sekunder) dan
antidepresan generasi kedua. Trisiklik amin tersier terdiri dari imipramin,
klomipramin, dan amitripilin. Trisiklik amin sekunder terdiri dari desipramin,
nortriptilin, dan protriptilin. Sedangkan antidepresan generasi kedua terdiri dari
fluoxetin, sertralin, citalopram, fluvoxamine, mianserin, mirtazapin, dan venlafaxine.

Antidepresan kelompok MAOI merupakan suatu sistem enzim kompleks


yang terdistribusi luas di dalam tubuh. MAOI diberikan jika pasien depresi tidak
memberikan respon pada antidepresan kelompok heterosiklik.

B. Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang
menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI
menghambat pengrusakan serotonin padasinaps. Mianserin dan mirtazapin
memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan
melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.

C. Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolismdi hepar. Respon anti-depresan jarang
timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan
sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)
reversibel.
D. Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna
juga pada penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan
depresi.

E. Efek Samping
Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi),
SSRI : nausea, sakit kepala dan MAOI : interaksi tiramin.
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic
syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium,
confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
 Gastric lavage
 Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
 Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat
diulangi setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
 Monitoring EKG
PEMBAHASAN

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2) merupakan gejala-


gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan
rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk
anxietas, beberapa gejala otonomik, harus ditemukan walaupun harus tidak terus
menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
Berdasarkan PPDGJ III untuk mendiagnosis pasien Gangguan Campuran
Anxietas dan Depresi (F41.2) harus memenuhi pedoman diagnostik, yaitu:
d. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik, harus ditemukan
walaupun hasus tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran
berlebihan.
e. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
f. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan
diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal
hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan.
g. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas
maka harus digunakan kategori F.43.2 (gangguan penyesuaian). Dari hasil
pemeriksaan status mental.
Dari hasil pemeriksaan status mental ditemukan gejala anxietas dan depresi
yang masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat dan
tidak ditemukan gangguan isi pikir dan gangguan realitas sehingga pasien di
diagnosis dalam kategori Gangguan campuran Anxietas dan Depresi (F41.2).
Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu :
 Psikofarmaka :
1) Cipralex (Escitalopram) 10 mg 1-0-0, yang merupakan obat anti
depresan golongan SSRI
2) Proclozam (clobazam) 10 mg 0-1-0, yang merupakan obat ansiolitik
golongan benzodiazepin
3) Merlopam (lorazepam) 2 mg 0-0-1/2 yang merupakan obat ansiolitik
golongan benzodiazepin
Yang selanjutnya dosis akan disesuaikan dengan kondisi pasien
apabila kontrol 14 hari kemudian.
 Psikoterapi
a) Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme
defens (pertahanan) pasien terhadap stres. Perlu diadakannya
terapi untuk meningkatkan kemampuan pengendalian diri dan
memberikan motivasi hidup.
b) Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien
dengan mengawasi pasien untuk minum obat teratur.
c) Psikoterapi rekonstruktif bertujuan membangun kembali
kepercayaan diri pasien, menjelaskan kepada pasien bahwa
pasien memiliki semangat hidup dan keinginan kuat untuk
sembuh dari penyakitnya. Menolak semua pikiran negatif.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam didukung oleh
adanya keinginan pasien untuk sembuh dan berobat, keluarga
mendukung pasien untuk sembuh, tidak ada kelainan organic yang
serius, dan tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 1998. Anxietas dan Depresi dalam
Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika. Hal. 145-154 dan
227-232.
2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam
Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7
Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 29-32.
3. Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 3-11 dan 17-22.
4. Maslim Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ – III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal. 64 dan 75.
5. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 2010. Gangguan Anxietas Yang
Tidak Tergolongkan dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC. Hal.
266-267.

Anda mungkin juga menyukai