Disusun oleh:
dr. Isna Mahmudah
Pembimbing:
dr. Mefi Windiastuti, Sp.KJ
Pendamping:
dr. Kurniati, Sp.KK
dr. Lisa Puspitorini, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Permpuan
Alamat : Desa Bolo Kec. Ujung Pangkah Gresik
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
Status pernikahan : Sudah menikah
Asuransi : Umum
No. RM : 596947
Tanggal Pemeriksaan : 31 Desember 2019
A. Keluhan Utama
Dada berdebar-debar
Autoanamnesis
● Pasien menderita nyeri pinggang sejak 4 tahun yang lalu diobati ke dokter
penyakit dalam dan merasa sembuh setelah pengobatan bulan. Namun 2
bulan teraakhir nyeri pinggang pasien kambuh dan berobat kembali ke
dokter penyakit dalam RSUD Ibnu Sina.
● Pasien tidak pernah mengalami gejala penyakit jiwa pada saat anak –
anak. Tidak ada riwayat cedera kepala & kejang.
Tidak ada keluarga pasien baik dari ayah dan ibu yang mengalami
masalah kejiwaan.
E. Riwayat Keluarga
70
Sakit Sakit
56 52
60 58
54 68
Sakit
28 25 18
Keterangan:
Laki-laki Pasien
● Perempuan
Pasien lahir normal, cukup bulan dan ditolong dukun beranak. Langsung
menangis, tidak biru, tidak kuning. Tumbuh kembang sesuai anak
seusianya.
G. Riwayat Pendidikan
H. Riwayat Pekerjaan
Setelah lulus MA, pasien langsung bekerja membantu orang tua di Sawah
sebagai petani hingga sekarang. Saat ini pasien menjadi buruh tani di sawah
milik anak pertamanya dan tetangganya. Selain itu, pasien juga bekerja
menjadi orang yang memandikan jenazah di desanya.
I. Riwayat Sosial
L. Faktor Organik
Pasien memiliki riwayat sakit pinggang sejak 4 tahun dan kambuh kembali
2 bulan terakhir.
M. Faktor Premorbid
N. Faktor Pencetus
A. Status Internistik
- Tanda Vital
- Nadi : 86 x/menit
- RR : 18 x/menit
- Suhu : 36,5 º C
B. Status Psikiatrik
7. Proses Berpikir:
- Bentuk : realistik
- Arus : lancar
12. Daya Nilai & Tilikan: baik, pasien merasa dirinya sakit, ingin
berobat dan sembuh.
V. PENANGANAN HOLISTIK
1. Farmakoterapi :
Cipralex (Escitalopram) 10 mg 1-0-0
Proclozam (clobazam) 10 mg 0-1-0
Merlopam (lorazepam) 2 mg 0-0-1/2
2. Psikoterapi suportif
3. Kontrol 2 minggu lagi
VI. MONITORING
1. Keluhan.
VII. PROGNOSIS
Gambar 2. Foto bagian ruang tamu pasien Gambar 3. Foto bagian ruang keluarga
pasien
Gambar 4. Foto bagian kamar tidur Gambar 5. Foto bagian kamar tidur
anak ketiga pasien pasien dan suami
Gambar 5. Foto bagian musholla dalam Gambar 6. Foto bagian dapur rumah
rumah pasien pasien
Gambar 6. Foto bagian kamar mandi Gambar 7. Foto tidak didapatkan plafon
rumah pasien pada rumah pasien
2. Epidemologi
Keberadaan ganggguan depresif berat dan gangguan panik secara
bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif memiliki
gejala ansietas yang menonjol, dan dua pertiganya dapat memenuhi kriteria
diagnostik ganguan panik. Peneliti telah melaporkan bahwa 20 sampai 90 persen
pasien dengan ganggguan panik memiliki episode gangguan depresif berat. Data
ini mengesankan bahwa keberadaan gejala depresif dan anxietas secara bersamaan,
tidak ada di antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau
ansietas lain dapat lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah klinisi dan
peneliti memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada populasi umum
adalah 10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai tertinggi 50 persen,
walaupun perkiraan konservatif mengesankan pravelensi sekitar 1 persen pada
populasi umum2
3. Stressor psikososial
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang; sehingga orang itu terpaksa
mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun,
tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut,
sehingga timbullah keluhan keluhan antara lain berupa cemas dan depresi.(3) Dari
sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
para pakar memberikan beberapa contoh antara lain sebagai berikut ;
1. Perkawinan
Terjadinya ketidaksetiaan berupa perselingkuhan.
2. Orang Tua
Masalah orang tua yakni kondisi tatanan sosial dan ekonomi,
masalah anak yakni kenakalan remaja, pergaulan bebas, kehamilan di luar
nikah, aborsi, atau penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat
Adiktif)
3. Hubungan Interpersonal (Antar Pribadi)
Hubungan antar sesama (perorangan/individual) yang tidak baik
dapat merupakan sumber stres. Misalnya hubungan yang tidak serasi, tidak
baik atau buruk dengan kawan dekat atau kekasih, antara sesama rekan,
antara atasan dan bawahan, pengkhianatan, dan sebagainya.
4. Pekerjaan
Kehilangan pekerjaan pada pengangguran akan berdampak pada
gangguan kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Sebaliknya
dengan pengangguran, maka terlalu banyak beban pekerjaan sementara
waktu yang tersedia sangat sempit dapat menyebabkan stres pula. Tekanan
dalam pekerjaan yang banyak dan persaingan yang ketat juga dapat
menyebabkan stres.
5. Keuangan
Masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata
merupakan salah satu stressor utama. Misalnya, pendapatan lebih kecil
dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan
lain-lain.
6. Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan
sumber stres. Misalnya, tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain
sebagainya.
7. Perkembangan
Yang dimaksudkan disini adalah tahapan perkembangan fisik
maupun mental seseorang. Misalnya masalah remaja, masa dewasa,
menopause, usia lanjut dan lain sebagainya
8. Penyakit Fisik
Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang
mengakibatkan invaliditas dapat menyebabkan stres pada diri seseorang.
9. Faktor keluarga
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan karena
kondisi keluarga yang tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak
yang dapat menimbulkan stres antara lain:
Hubungan kedua orangtua yang tidak harmonis
Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk
bersama dengan anak-anak
Komunikasi antara orang tua dan anak tidak serasi
Kedua orang tua bercerai atau berpisah
Salah satu orang tua menderita gangguan jiwa atau kelainan
kepribadian
Orang tua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras,
otoriter dan lain sebagainya.
10. Trauma
Seseorang yang mengalami bencana alam, kecelakaan
transportasi, kebakaran, kerusuhan, peperangan, kekerasan, penculikan,
perampokan, perkosaan dan lain sebagainya, merupakan pengalaman yang
traumatis yang pada gilirannya yang bersangkutan dapat mengalami stres
(stres pasca trauma).
4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala cemas 1.:
Tanda Fisik Gejala Psikologik
Gejala utama :
1. Afek depresi
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit) dan menurunnya
aktifitas.
Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :
Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh : penyalahgunaan
obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum.
6. Diagnosis banding
Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta
gangguan kepribadian. Diantara gangguan kecemasan, gangguan kecemasan umum
adalah salah satu yang paling sering bertumpang tindih dengan gangguan kecemasan –
depresif campuran. Diantara gangguan mood, gangguan distimik dan gangguan
depresif ringan adalah yang paling sering bertumpang tindih dengan gangguan
kecemasan-depresif campuran. Diantara gangguan kepribadian, gangguan kepribadian
menghindar, tergantung, dan obsesif-kompulsif mungkin memiliki gejala yang terlihat
pada gangguan kecemasan-depresif campuran. Hanya suatu riwayat psikiatrik,
pemeriksaan status mental dan pengetahuan tentang kriteria DSM-IV spesifik dapat
membantu klinisi membedakan kondisi – kondisi tersebut2.
7. Prognosis
Berdasarkan data klinis sampai saat ini, pasien tampak sama besar
kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala depresif yang
menonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang sama saat awitan. Selama
perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas dan depresif dapat bergantian. Prognosis
nya tidak diketahui5.
8. Tatalaksana
Obat anti-cemas disebut juga ansiolitik atau obat penenang, diberikan untuk
mengatasi gejala-gejala kecemasan. Obat anti-cemas memiliki efek mengendurkan otot-
otot, mengurangi ketegangan, membantu tidur dan mengurangi kecemasan. Karena semua
obat antiansietas menyebabkan sedasi, obat yang sama dalam klinik sering berguna sebagai
ansiolitik dan hipnotik (menyebabkan tidur). Terdapat empat golongan obat anti cemas,
yaitu benzodiazepine, antihistamin, barbiturate, dan buspirone.
8.1.1 Benzodiazepine
Benzodiazepin merupakan golongan obat anti cemas yang sering digunakan. Obat
ini telah menggantikan barbiturat dan meprobamat dalam pengobatan cemas karena lebih
efektif dan aman.
a. Cara kerja
Pengikatan GABA (Asam Gama Aminobutirat) ke reseptornya pada membran sel
akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion
klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi
postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja-potensial.
Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membran sel, yang
terpisah tetapi dekat dengan reseptor GABA. Reseptor benzodiazepin terdapat hanya
pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Pengikatan benzodiazepin
memacu afinitas reseptor GABA untuk neurotransmiter yang bersangkutan, sehingga
saluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memicu
hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron.
b. Efek
Benzodiazepin bukan antipsikotik atau analgetik. Semua benzodiazepin
memperlihatkan efek berikut :
1. Menurunkan Ansietas
Pada dosis rendah, benzodiazepin bersifat ansiolitik. Diperkirakan
dengan menghambat secara selektif saluran neuron pada sistem limbik
otak.
2. Bersifat sedatif dan hipnotik
Semua benzodiazepin yang digunakan untuk mengobati cemas
juga mempunyai efek sedatif. Pada dosis yang lebih tinggi, benzodiazepin
tertentu dapat menyebabkan hipnosis (tidur yang terjadi secara artifisial)
3. Antikonvulsan
Beberapa benzodiazepin bersifat antikonvulsan dan digunakan
untuk pengobatan epilepsi dan gangguan kejang lainnya.
4. Pelemas Otot
Benzodiazepin melemaskan otot skelet yang spastik dengan cara
meningkatkan inhibisi presinaptik dalam sumsum tulang.
c. Efek samping
Mengantuk dan Bingung, efek ini merupakan dua efek benzodiazepin ynag
paling sering. Ataksia terjadi pada dosis tinggi dan menghambat aktifitas yang
memerlukan koordinasi motorik halus seperti mengendarai mobil. Gangguan kognitif
dapat terjadi setelah penggunaan obat ini. Triazolam, sering menunjukan
pengembangan toleransi yang cepat, insomnia dan ansietas siang hari disertai amnesia
dan bingung. Perlu kewaspadaan jika menggunakan benzodiazepin untuk pasien yang
mengalami gangguan hati. Obat ini dapat memperkuat alkohol dan depresan. SSP lain.
Namun benzodiazepin tidak berbahaya dibandingkan obat ansiolitik dan hipnotik lain.
8.2 Antidepresan
A. Jenis Antidepresan
Antidepresan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu
heterosiklik dan monoamine inhibitor oksidase (MAOI). Heterosiklik merupakan
antidepresan yang paling sering digunakan. Heterosiklik dikelompokkan lagi menjadi
beberapa jenis obat, yaitu trisiklik (terbagi atas amin tersier dan amin sekunder) dan
antidepresan generasi kedua. Trisiklik amin tersier terdiri dari imipramin,
klomipramin, dan amitripilin. Trisiklik amin sekunder terdiri dari desipramin,
nortriptilin, dan protriptilin. Sedangkan antidepresan generasi kedua terdiri dari
fluoxetin, sertralin, citalopram, fluvoxamine, mianserin, mirtazapin, dan venlafaxine.
B. Mekanisme Kerja
Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang
menuju neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI
menghambat pengrusakan serotonin padasinaps. Mianserin dan mirtazapin
memblokade reseptor alfa 2 presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan
melibatkan modulasi pre atau post sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.
C. Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolismdi hepar. Respon anti-depresan jarang
timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma depresi ringan dan
sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)
reversibel.
D. Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna
juga pada penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan
depresi.
E. Efek Samping
Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi),
SSRI : nausea, sakit kepala dan MAOI : interaksi tiramin.
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic
syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium,
confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
Gastric lavage
Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat
diulangi setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
Monitoring EKG
PEMBAHASAN
1. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 1998. Anxietas dan Depresi dalam
Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika. Hal. 145-154 dan
227-232.
2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. 1997. Gangguan Kecemasan dalam
Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7
Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 29-32.
3. Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 3-11 dan 17-22.
4. Maslim Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ – III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal. 64 dan 75.
5. Kaplan, Harold I., Sadock, Benyamin J. 2010. Gangguan Anxietas Yang
Tidak Tergolongkan dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC. Hal.
266-267.