Anda di halaman 1dari 28

PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN MEDIK

STEMI Anterior + COPD Eksaserbasi akut

Disusun oleh :
dr. Isna Mahmudah

Pembimbing:
dr. Rachfita Candra, Sp.JP

Pendamping :
dr. Kurniati, Sp.KK
dr. Lisa Puspitorini, Sp.S

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
2020
I. PORTOFOLIO KASUS
No. ID dan Nama Peserta : Isna Mahmudah
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Ibnu Sina
Topik : Kasus Kegawatdaruratan Medik
Tanggal (kasus): 01 Februari 2020
Nama Pasien: Tn. M No RM: 221643
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. Kurniati, SpKK
dr. Lisa Puspitorini, SpS
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien laki-laki, dewasa, datang dengan keluhan nyeri dada
Tujuan: Mengoptimalkan penatalaksanaan kasus Sindroma koroner akut
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & E-mail Pos
diskusi

Data pasien Nama: Tn. M (55 tahun) No RM: 221643


Nama Klinik: RSUD Ibnu Sina Telp: Terdaftar sejak 01 Februari
2020
Data utama untuk bahan diskusi

ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama
Pingsan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RS Ibnu Sina karena pingsan. Sebelum pingsan pasien merasakan nyeri
ditekuk leher yang dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri tekuk leher dirasakan
memberat 5 jam sebelum pingsan. Setelah pasien sadar dari pingsan, pasien merasakan nyeri dada
yang dirasakan memberat, tembus hingga ke punggung, menjalar ke tangan kiri. Nyeri dada dirasakan
saat pasien dilakukan pemeriksaan foto thorax di IGD Ibnu Sina. Saat nyeri dada diikuti dengan rasa
mual dan keringat dingin. Dada terasa berdebar-debar sebelum pingsan. Muntah -. Tidak ada batuk,
ataupun demam.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hiperkolestrol + tidak minum obat teratur, hanya minum obat saat ada keluhan rasa berat di
leher. Riwayat penyakit jantung, darah tinggi dan kencing manis disangkal oleh pasien.

3. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga riwayat penyakit serupa.

4. Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai pegawai negeri di kantor dinas kesehatan, riwayat perokok aktif sejak SMP
hingga sekarang, dalam sehari kurang lebih menghabiskan 1 pak perhari.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : lemah
Kesadaan : compos mentis; GCS 456
Nadi : 82x/ menit
Tekanan darah : 125/77 mmHg
Pernapasan : 27 x/menit
Suhu : 36,2 oC
Kepala & leher : anemis, ikterus, cyanosis, dyspneu tidak ada,
Thorax : simetris, bentuk normal
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler/vesikuler, wheezing -/-, rhonchi -/-
Abdomen : Soepel, BU (+) normal, hepar/lien tidak teraba
Extremitas : akral hangat kering merah, CRT < 2 detik, edema tungkai -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG (ELEKTROKARDIOGRAFI) (01/02/2020)

Ritme sinus 82x/menit, axis LAD,


Konduksi : left anterior fasicular block
Koroner : Elevasi diV1-V5
Kesimpulan : Left fscicular block, anterior infark miokard akut

 FOTO THORAX (01/02/2020)

 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (01/02//2020)

Hematologi
Darah lengkap
Haemoglobin 14,5
Leukosit 14.400 (H)
LED -
PCV/Hematokrit 42
Trombosit 218.000
MCV 95
MCH 33
MCHC 35
Fungsi Ginjal
BUN 12,5
Serum Creatinine 1,29
Fungsi Hati
SGOT 24,1
SGPT 116,3
Fungsi Jantung
CK-MB 39 (H)
Troponin Negatif
Gula Darah
Gula Darah Acak 132
Elektrolit
Natrium (Na) 144
Kalium (K) 3,7
Chloride (Cl) 112
ASSESMEN
Diagnosa : STEMI Anterior + COPD eksaserbasi akut

PLANING
Planning Diagnosa :
- Foto Thorax
- Laboratorium darah lengkap, Serum Elektrolit, RFT, LFT, GDA
- Troponin, CKMB
Planing Terapi :
- MRS ICU
- O2 nasal kanul 3 lpm
- Pasang IV line
- Inf PZ 7 tpm
- Inj. Furosemide 2x1 amp
- Inj. Antrain ektra 1 amp
- Inj. Arixtra 1x2,5 mg SC
- Tab. CPG 300 mg lanjut 1x1
- Tab. ASA 300 mg lanjut 1x1
- Tab. ISDN 3x5 mg
- Tab. Concor 1x2,5 mg
- Tab Atorvastatin 1x40 mg
- Tab Aprezolam 1x0,5 mg (malam)
- Syr. Laxadin 2 cth malam
- Levofloxacin 1x750 mg
- Nebul combivent 3x1
Planing Monitoring :
Vital Sign, keluhan, EKG
Perkembangan Pasien

Bidang S O A P
03/02/2020
Jantung Nyeri dada jauh KU lemah STEMI Anterior Pdx : Lemak darah
lebih berkurang, GCS: 456, N: 75x/mnt PTx :
nafsu makan dan TD: 105/68, RR:20x/mnt - Pindah ruangan heliconia
minum baik t:36,6 - Inf. PZ 7 tpm
Tho : s1 s2 tunggal, m-, g- - Inj. Furosemide 1x1
Abd : dbn - Inj. Arixtra 1x2,5
Ekstremitas : Akral hangat
- PO ASA 1-0-0
kering merah, CRT <2”
edema -/-
- PO CPG 0-1-0
- PO ISDN 3x5
- PO Concor 0-1-0
- PO Atorvastatin 40 mg 0-
0-11
- PO Alprazolam 0,5 0-0-1
- PO Syr. Laxadin 0-0-2 cth

Lemak darah :
Cholestrol : 232
Trigliserida : 181 (H)
HDL : 31
LDL : 191 (H)

Paru Sesak berkurang, KU lemah COPD Pdx : -


batuk - GCS: 456, N: 85x/mnt eksaserbasi akut Ptx :
TD: 105/68, RR:20x/mnt - Inj. Levofloxacin
t:36,6 1x750 mg
Tho : ves/ves, Rh -/-, Wh - Nebul combivent /8
-/- jam
Abd : dbn
Ekstremitas : Akral hangat
kering merah, CRT <2”
edema -/-
04/02/2020
Jantung Nyeri dada sudah KU cukup, STEMI Anterior Pdx :
tidak ada GCS 456, N: 90x/mnt - Inf. PZ 7 tpm
TD: 110/65, RR:20x/mnt - Inj. Furosemide 1x1
t:36,2 - Inj. Arixtra 1x2,5
Tho : s1 s2 tunggal, m-, g- - PO ASA 80 mg 1-0-0
Abd : dbn
- PO CPG 75 mg 0-1-0
Ekst : Akral hangat kering
merah, CRT <2” edema
- PO ISDN 3x5 mg
-/- - PO Concor 0-1-0
- PO Atorvastatin 40 mg 0-
0-11
- PO Alprazolam 0,5 0-0-1
- PO Syr. Laxadin 0-0-2 cth
Paru Sesak-, batuk - KU lemah COPD Pdx : -
GCS: 456, N: 85x/mnt Ptx :
TD: 105/68, RR:20x/mnt - Inj. Levofloxacin
t:36,6 1x750 mg
Tho : ves/ves, Rh -/-, Wh - Nebul combivent /8
-/- jam
Abd : dbn
Ekstremitas : Akral hangat
kering merah, CRT <2”
edema -/-
05/02/2020

Jantung Nyeri dada - KU cukup, STEMI Anterior Pasien dipulangkan


GCS 456, N: 90x/mnt Terapi :
TD: 110/70, RR:20x/mnt - PO ASA 80 mg 1-0-0
t:36,6 - PO CPG 75 mg 0-1-0
Tho : s1 s2 tunggal, m-, g- - PO ISDN 3x5 mg
Abd : dbn - PO Concor 0,5 0-1-0
Ekst : Akral hangat kering
- PO Atorvastatin 40 mg 0-
merah, CRT <2” edema
0-11
-/-
- PO Alprazolam 0,5 0-0-1
- PO Syr. Laxadin 0-0-2 cth
Paru Sesak -, batuk - KU lemah COPD Pasien dipulangkan
GCS: 456, N: 90x/mnt - PO Tab. Levofloxacin 500
TD: 110/70, RR:20x/mnt mg 2x1
t:36,6 - PO Tab. Paracetamol 500
Tho : ves/ves, Rh -/-, Wh mg
-/-
Abd : dbn
Ekstremitas : Akral hangat
kering merah, CRT <2”
edema -/-
TINJAUAN PUSTAKA

Sindroma Koroner Akut

1.1 Patofisiologi

Sebagian besar SKA merupakan manifestasi dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan penipisan lapisan
fibrosa yang melapisinya. Kejadian ini diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi
jalur koagulasi sehingga terbentuk thrombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Thrombus ini akan menyumbat pembuluh darah koroner, baik sebagian ataupun total.
Atau menjadi mikroemboli di pembulu koroner lain di distal. Selain itu terjadi
vasokonstriksi karena pelepasan zat vasoaktif sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Gangguan ini meyebabkan iskemia. Jika terjadi iskemia selama kurang
lebih 20 menit, akan mengakibatkan myokard mengalami nekrosis (PERKI, 2018).
Selain nekrosis, iskemia juga mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan Stunning (setelah iskemia hilang), serta disritmia dan
remodelling ventrikel. Pada sebagian pasin, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat
spasme lokal arteri koronaria epikardial (angina prinzmetal). Penyempitan arteri
koronaria tanpa spasme dan thrombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembuntuan plak
atau restenosis setelah intervensi koroner perkutan (PCI). Faktor eksterna juga dapat
mencetuskan SKA pada pasien yang sudah memiliki plak aterosklerosis, seperti : demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia (PERKI, 2018).

1.2 Klasifikasi

Sindroma koroner akut dapat dibagi menjadi 3 (PERKI, 2018), yaitu :


a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
b. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
c. Angina pectorir tidak stabil (APTS)

1.3 Diagnosis
1.3.1 Manifestasi Klinis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard, bisa berupa nyeri dada yang tipikal atau
atipikal (ekuivalen). Angina tipikal berupa rasa tertekan atau berat di daerah retrosternal,
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, dan epigastrium. Bisa
berlangsung intermiten (beberapa menit) atau prsisten (>20menit). Keluhan ini sering disertai
dengan keluhan diaphoresis (keringat dingin), mual, muntah nyeri abdomen, sesak nafas dan
sinkop (PERKI, 2018),
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai adalah nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, gangguan pencernaan, sesak nafas yang tidak dapat dijelaskan, atau rasa lemah
mendadak yang sulit dijelaskan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada usia muda
(25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita DM, gagal ginjal menahun, atau
dementia. Meskipun angina atipikal dapat muncul saat istirahat, namun keluhan ini patut
dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien
dengan riwayat PJK. Hilangnya keluhan angina setelah pemberian nitrat sublingual tidak
prediktif terhadap diagnosis SKA (PERKI, 2018),.
Pada IMA-NEST dan APTS gambaran klinis berupa (Cannon, & Braunwald, 2012;
Roffi, et. al., 2016):
a. Angina tipikal (80% kasus)
b. Angina awitan baru (30% kasus)
c. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (progresif dan kresendo). Jadi makin
sering, lebih lama atau makin berat.
d. Angina pasca infark miokard (angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark
miokard)
e. Angina ekuivalen (pada wanita, lansia, riwayat PJK, faktor risiko lain seperti: HT, -
merokok, dislipid, riw PJK dini keluaarga). Angina atipikal tanpa disertai
karakteristik tertentu tersebut, berpeluang kecil merupakan presentasi dari SKA.
1.3.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk mencari faktor pencetus iskemia, komplikasi


iskemia, penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral, suara
jantung tiga, ronchi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk
mendeteksi komplikasi (PERKI, 2018).

1.3.3 Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak pasien datang ke IGD.
Pemeriksaan EKG juga sebaiknya diulang setiap kali keluhan angina timbul kembali.
Diperlukan minimal sadapan 12 lead. Untuk kecurigaan infark inferior, diperlukan
sadapan V3R dan V4r, serta V7-V9. Sedangkan untuk semua pasien yang memiliki hasil
EKG non diagnostik, perlu di buat sadapan V7-V9. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali (PERKI, 2018).
Penilaian elevasi ST dilakukan pada titik J dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis IMA-EST untuk laki-
laki dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Nilai ambang untuk
diagnostic pada berbagai sadapan beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin
(Tabel 1). Depresi ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan
tubuh segmen elevasi ST, dapat dijumpai pada pasien IMA-EST kecuali jika IMA-EST
terjadi di mid anterior (elevasi di V3-V6). Kriteria ini dapat diterapkan pada pasien tanpa
LVH dan LBBB (PERKI, 2018).
Tabel 1. Nilai Ambang Diagnostik Elevasi Segmen ST
Sadapan Jenis kelamin dan usia Nilai ambang ST elevasi
V1-3 Laki-laki >40th >0,2 mV
Laki-laki <40th >0,25 mV
Perempuan usia berapapun
V3R dan V4R Laki-laki & perempuan >0,05 mV
Laki-laki <30 th >0,1 mV
V7-9 Laki-laki & perempuan >0,05 mV
Sumber : PERKI, 2018

Tabel 2. Lokasi Infark Berdasarkan Sadapan EKG.

Sadapan dengan deviasi segmen ST Lokasi iskemia atau infark


V1-V4 Anterior
V5-V6, I aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan

Jika gambaran EKG pasien LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan
elevasi ST >1mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi ST >1 mm
di V1-V3, maka persangkaan infark miokard menjadi kuat. Gambaran seperti ini
disebut perubahan konkordan yang memiliki spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah
untuk diagnosis iskemia akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan
dengan kompleks QRS negatif memiliki sensitivitas dan spesivisitas sangat rendah
(PERKI, 2018).
Pada LBBB, diagnostik EKG untuk IMA sulit ditegakkan tetapi sering kali
dimungkinkan jika ditemukan abnormalitas ST yang bermakna. Pasien dengan dugaan
klinis iskemia miokard dan LBBB baru/dianggap baru, dirawat sebagai pasien IMA-
EST. sementara pasien dengan dugaan klinis iskemia miokard dan LBBB
sebelumnya, dianjurkan untuk melakukan angiografi koroner (PERKI, 2018).
Pasien dengan IMA dan RBBB memiliki prognosis buruk. Iskemia transmural
pada pasien dengan nyeri dada dan RBBB sulit terdeteksi. Karenanya strategi PCI
primer harus dipertimbangkan jika gejala-gejala iskemia persisten terjadi pada RBBB
(PERKI, 2018).
Adanya keluhan angina, tanpa disertai elevasi segmen ST masuk dalam
golongan IMA-NEST atau APTS. Depresi ST yang diagnostik untuk iskemia miokard
adalah sebesar >0,05 mV di sadapan V1-V3 dan >0,1 mv di sadapan lainnya.
Bersamaan dengan itu dapat juga dijumpai elevasi ST yang tidak persisten (<20
menit), dan terdeteksi pada >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang
simetris >0,2 mV mempunyai spesivisitas tinggi untuk iskemia akut (PERKI, 2018).
EKG yang mungkin dijumpai pada IMA-NEST dan APTS antara lain adalah :
a. Depresi ST (Depresi segmen ST >1 mm di >2 sadapan berdekatan) dan/atau
inverse gelombang T (>2 mm). Dapat disertai dengan elevasi ST yang tidak
persisten (<20 menit)
b. Gelombang Q yang menetap
c. Non-diagnostik
d. Normal.
Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan hasil non diagnostik, namun angina
masih terjadi, maka perlu dilakukan EKG ulang 10-20 menit kemudian (rekam juga
V7-V9). Dalam keadaan EKG ulang tetap negatif, biomarker negatif namun angina
sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang setiap
terjadi angina berulang atau setidaknya 1 kali dalam 24 jam (PERKI, 2018).
Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa
pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap non-diagnostik, biomarker jantung
negatif dan tidak terdapat tanda-tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif
meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi APTS atau IMA-NEST.
Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjtkan dengan
rawat jalan (PERKI, 2018).
1.3.4 Biomarker

Troponin I/T lebih sensitif dan spesifik untuk mendeteksi adanya nekrosis
miosit dibandingkan CK-MB. Dua biomarker ini hanya menunjukkan adanya nekrosis
miosit, namun tidak menunjukkan penyebab nekrosisnya. Troponin I/T juga dapat
naik akibat kelainan kardiak non koroner seperti: takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan non kardiak yang
dapat meningkatkan troponin I/T adalah: Takiaritmia, gagal jantung, HT emergensi,
Penyakit kritis (sepsis, luka bakar), miokarditis, penyakit jantung structural (stenosis
aorta), emboli paru, HT pulmonal, kemoterapi, neurologic akut, insufisiensi ginjal,
hipo/hipertiroid, rabdomiolisis dll (Roffi, et. al., 2016). Troponina I lebih spesifik.
Pada keadaan nekrosis kadar Troponin I/T dan CKMB masih normal pada 4-6
jam prtama, sehingga perlu diulang setelah 8-12 jam awitan SKA. CK-MB memiliki
waktu paruh yang lebih singkat, yaitu 48 jam, sehingga lebih dipilih untuk
mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang), namun spesifisitasnya rendah karena
juga dapat meningkat akibat kerusakan otot skelet.
Tes yang negative pada 1 kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis IMA. Kadar troponin pada pasien IMA meningkat dalam
darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu.
Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2-3 hari, namun bila
terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Pada setting
dimana pemeriksaan kadar troponin tidak tersedia, pemeriksaan CK-MB bisa
dijadikan alternatif. CK-MB akan meningkat dalam waktu 4-6 jam, mencapai
puncaknya pada 12 jam, dan menetap selama 2 hari.

Gambar 1. Waktu Timbulnya Berbagai Jenis Marka Jantung


1.3.5 Pemeriksaan Non-invasif
Pemeriksaan ekokardiografi dapat memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri dan
berguna untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesiaatau akinesia ventrikel bisa
terlihat saat iskemia dan menghilang saat iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis
banding lainnya dapat didiagnosis dengan ekokardiografi, seperti stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofik atau diseksi aorta. MSCT dapat digunakan untuk
menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri dengan kemungkinan PJK rendah dan
jika pemeriksaan troponin meragukan (PERKI, 2018).
1.3.6 Pemeriksaan Invasif
Angiografi koroner dapat memberikan informasi tentang keberadaan dan tingkat
keparahan PJK, sehingga dianjurkan untuk segera dilakukan pada pasien dengan
risiko tinggi dan diagnosis banding yang tidak jelas. Penemuan pada angiografi yang
khas adalah : eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakan yang kabur, dan
filling defect yang mengesankan adanya thrombus intrakoroner.
1.3.7 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium selain biomarker jantung yang harus di periksa adalah
darah rutin, gula darah sewaktu, elektrolit, koagulasi darah, fungsi ginjal, dan profil
lipid. Pemeriksaan laboratorium ini tidak boleh menunda terapi SKA.
1.3.8 Pemeriksaan Foto Polos Dada
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta.
Dengan mengintegrasikan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, EKG dan
biomarker jantung, diagnosa awal pasien dengan chest pain dapat dikelompokkan
seperti bagan dibawah ini :

Sumber : Anderson et. al. 2007

Bagan 2. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana SKA


1.4 Diagnosis Banding

- Kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup jantung (stenosis atau regurgitasi katup
aorta) dapat mengakibatkan keluhan nyeri dada, perubahan ekg dan peningkatan
biomarker jantung seperti pada pasien IMA-NEST.
- Miokarditis dan pericarditis
- Stroke dapat disertai perubahan EKG dan peningkatan biomarker jantung, dan
gangguan gerak dinding jantung.
- Emboli paru, diseksi aorta (non cardiac)

1.5 Tatalaksana

1.5.1 Tatalaksana Awal

Tatalaksana awal SKA di IGD adalah :


a. Bed rest
b. Ukur saturasi oksigen perifer, jika hipoksemia <90% atau PaO2 <60% maka berikan
terapi oksigen
c. Aspirin 160-320mg diberikan segera. Aspirin sublingual lebih dipilih.
d. Penghambat reseptor adenosine difosfat (ADP)
 Dosis awal ticagrelol yang dianjurkan adalah 180mg dilanjutkan dengan
2x90mg/hr kecuali pada IMA-EST yang direncanakan reperfusi dengan
fibrinolitik
 Dosis awal clopidogrel adalah 300mg dilanjutkan dengan maintenance 75mg/hr.
Pada pasien yang direncanakan untuk reperfiusi menggunakan fibrinolitik, yang
direkomendasikan adalah clopidogrel)
e. Nitroglycerin
Nitrogliserin sublingual untuk pasien dengan angina, dan dapat diberikan ulang dalam
jeda 5 menit jika nyeri dada masih persisten, maksimal 3 kali pemberian. Jika NTG
tidak ada dapat digunakan ISDN.
f. Morfin sulfat 1-5mg IV dapat diulang setiap 10-30 menit untuk pasien yang tidak
berespon dengan pemberian NTG sublingual.
1.5.2 Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST(IMA-EST)

Tatalaksana IMA-EST adalah reperfusi. Berikut adalah alur tatalaksana nya :


Hal prtama yang harus dilakukan adalah menegakkan diagnosis IMA-EST> setelah
diagnosis tegak, maka nilailah faktor risiko. Reperfusi diindikasikan pada pasien IMA-EST
dengan onset <12 jam, atau > 12 jam dengan kondisi tertentu seperti, mengancam jiwa,
gangguan hemodinamik, gejala iskemia tidak membaik.

Bagi pasien kandidat reperfusi, namun fasilitas tidak memadahi untuk primery PCI,
maka estimasikan waktu yang dibutuhkan untuk merujuk, jika <120 menit, maka beri
penanganan awal (target 10 menit setelah terdiagnosis IMA-EST)., dan preprosedural untuk
primery PCI. Periprocedural PCI yaitu : Aspirin 300mg PO/ 250-500mg IV, Clopidogrel
600mg (bisa langsung, atau 300mg dulu), antikoagulan ( UFH atau Enoksaparin). Stant saat
PCI lebih direkomendasikan daripada ballon.

Jika estimasi waktu rujuk>120 menit, maka berikan fibrinolitik terlebih dahulu sebelum
merujuk pasien. Fibrinolitik spesifik fibrin (tenectaplase) lebih direkomendasikan daripada
non spesifik (streptokinase). Berikut adalah kontra indikasi fibrinolitik’
Tabel 3. Kontraindikasi Fibrinolitik

Pasien post fibrinolitik harus diberikan anti koagulan hingga 5 hari atau sampai keluar
rumah sakit. Antikoagulan yang direkomendasikan adalah : enoksaparin subcutan (1A), UFH
IV (3hr) (IC), Fundaparinux IV labnjut SC, s/d 24 jam (post streptokinase) (IIA-B).

Pasien yang telah diberikan fibrinolitik, dan mengalami reperfusi, tetap diindikasikan
untuk angiografi, namun tidak urgent (routinr PCI strategy). Yaitu dilakukan maksimal 25
jam setelah onset IMA-EST. Namun pada pasien yang gagal reperfusi dengan fibrinolitik,
harus segera dilakukan Rescue PCI.

Berikut adalah macam dan dosis fibrinolitik :

Tabel 4. Macam dan Dosis Fibrinolitik


1.5.3 Tatalaksana Jangka Panjang SKA

1.5.3.1 Non Farmakologis

Perubahan Lifestyle control faktor risiko, yaitu :


a. Berhenti merokok
b. Pengaturan Diet dan berat badan
c. Exercise sesuai kondisi jantung
d. Kembali beraktivitas rutin kontrol tekanan Darah
e. Kepatuhan pada terapi

1.5.3.2 Farmakologis

Anti iskemia
Beta bloker
Beta bloker berfungsi menurunkan konsumsi oksigen miokardium. Beta bloker
oral ini hendaknya diberikan pada 24 jam pertama. Tidak boleh diberikan pada :
pasien dengan gagal jantung, berisiko shock kardiogenik, gangguan konduksi atrio-
ventrikuler yang signifikan, astma bronchial, disfungsi akut ventrikel kiri. Beta
bloker direkomendasikan terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia dan
selama tidak ada kontraindikasi. Beta bloker tetap diberikan pada pasien dengan
riwayat terapi beta bloker kronik yang datang dengan SKA kecuali kategori kilip >III.
Beta bloker yang sering digunakan adalah bisoprolol (β1) 10mg/hr. Carvedilol (α dan
β) agonis parsial, 2x 6,25mg/hr, titrasi sampai maksimum (PERKI, 2018).
Nitrat
Nitrat memiliki efek dilatasi vena yang berakibat menurunkan preload dan
volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi O2 miokard menirun. Selain
itu juga memiliki efek dilatasi koroner baik yang normal maupun yang aterosklerosis.
Nitrat sublingual atau IV efektif menghilangkan keluhan nyeri dada dalam fase akut.
Nitrat intravena juga diindikasikan pada iskemia persisten, gagal jantung dan
hipertensi dalam 48 jam pertama APTS/IMA-NEST, dan tidak boleh menghalangi
terapi ACE dan β bloker. Pasien APTS/IMA-NEST yang mengalami angina berlanjut
dapat diberikan nitrat sublingual setiap 5 menit, maksimal 3x, setelah itu harus
dipertimbangkan nitrat intravena. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien dengan
TDS <90 atau >30mmHg dibawah nilai awal, bradikardia berat (<50x/menit),
takikardia tanpa gagal jantung, atau infark ventrikel kanan (PERKI, 2018).
Tabel 5. Jenis dan Dosis Nitrat untuk Tatalaksana Infark Miokard

Nitrat Dosis
ISDN Sublingual 2,5 – 15 mg (onset 5 menit)
Oral 15-80 mg/hr terbagi 2-3 dosis
IV 12,5 – 5 mg/jm
Isosorbit 5 mononitrat Oral 2x20 mg/hr
Nitrogliserin Sublingual 0,3-0,6 mg – 1,5 mg
IV 5-200mcg/menit
CCB
Nifedipin dan amlodipin memiliki efek vasodilatasi arteri dengan sedikit/tanpa
efek pada SA node dan AV. Sedangkan Verapamil memiliki efek pada SA dan AV
node yang menonjol. Olehkarena itu CCB, terutama golongan golongan dihidropiridin
merupakan pilihan untuk angina vasospastik. Studi penggunaan CCB umumnya
memberikan hasil yang seimbang dengan penggunaan β bloker. CCB non
dihidropiridin dapat dipertimbangkan untuk pengganti B-boker pada pasien yang
kontra indikasi pemberian B-bloker (PERKI, 2018).

Antiplatelet

Gambar 2.
Mekanisme Kerja Obat-
obatan Antitrobotik

Aspirin
Aspirin termasuk dalam golongan COX 1 inhibitor. Aspirin menghambat aktivasi
platelet dengan cara menghambat sintesis tromboksan A2. Aspirin harus diberikann
pada semua pasien tanpa kontraindikasi dengan dosis loading 150-300 mg, dan
maintanance75-100 mg, jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan uyang
dilkukan. Suatu rendomize control trial untuk penggunaan Aspirin dengan dosis di atas,
terbukti menurunkan angka kematian dan angka kejadian infark miokard sebesar 25%
(Cannon, & Braunwald, 2012). Tidak disarankan memberikan aspirin bersamaan
dengan NSAID lain (PERKI, 2018).
ADP Antagonis
Selain COX1 Inhibitor, obat lain yang dapat menghambat aktivasi platelet adalah
golongan ADP antagonis. Termasuk didalamnya adalah Thienopyridine (clopidogrel,
Ticlopidine, Prasugrel) dan Ticagrelol. ADP antagnis tersebut perlu diberikan bersama
aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontra
indikasi (risiko perdarahan berlebih) (PERKI, 2018; Roffi, et. al., 2016).
Ticagrelol merupakan reversible blokcer dari P2Y12 reseptor platelet yang bekerja
langsung pada platelet. Ticagrelol direkomendasikan pada semua pasien dengan risiko
iskemia sedang-tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180mg,
dilanjutkan 2x90mg. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang telah mendapatkan
clopidogrel (kemudian clopidogrel dihentikan) (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelol. Dengan dosis loading 300 mg, lanjut 1x75mg. Dosis loading 600mg
direkomendasikan untuk pasien yang akan mendapatkan tindakan invasive. Penggunaan
antagosis ADP harus di hentikan selama 5 hari sebelum pasien hendak menjalani
prosedur pembedahan elektif (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Dual Antiplatelet Therapy
Pemberian Dual Anti Platelet Terapi (DAPT), aspirin dan ADP antagonis,
direkomendasikan selama 12 bulan. durasi ini dapat diperpendek ataupun diperpanjang
berdasarkan kondisi pasien (iskemia pasien dan resiko perdarahan), diperpendek
menjadi 3-6 bulan, atau diperpanjang hingga 30 bulan. Obat golongan PPI, disarankan
diberikan bersama dengan DAPT, pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran
cerna, dan pasien dengan beragam resiko seperti ; infeksi H.pylori, usia 65 tahun, serta
konsumsi bersama antikoagulan atau steroid (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
Agen ini merupakan penghambat agregasi platelet. Agen ini disarankan diberikan
pada pasien yang telah menjalani PCI yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko
tinggi , apabila risiko perdarahan rendah. Tidak disarankan diberikan pada pasien yang
belum menjalani angiografi atau pasien dengan terapi konservatif. Agen ini memberikan
risiko perdarahan yang lebih besar dibandingan dengan placebo (PERKI, 2018).
Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.
Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan efikasi
obat. Fundaparinux memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dalam
strategi terapi konservatif, pemberian antikoagulan diberikan hingga pasien hendak
dipulangkan dari Rumah Sakit (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018).
Heparin
Heparin, UFH, merupakan dasar dari terapi pasien dengan APTS/IMA-NEST. Suatu
meta analisis menunjukkan bahwa, angak kematian atau infark miokard menurun 33%
pada pemberian terapi heparin dan aspirin dibandingkan dengan terapi aspirin saja.
Terdapat dua jenis heparin yang tersedia, UFH dan LMWH. UFH mengaktivasi dan
mempercepat pembentukan anti thrombin yang dapat menghambat kerja thrombin dan
faktor Xa. Selain itu juga menghambat konversi protrombin menjadi thrombin.
Sedangkan LMWH memiliki efek yang lebih lama terhadap inhibisi faktor Xa, dan
memiliki efek lebih rendah pada inhibisi pembentukan thrombin (Cannon, & Braunwald,
2012). UFH memiliki karakteristik farmakokinetik yang sangat bervariasi pada masing-
masing individu, serta memiliki therapeutic window yang sempit (Roffi, et. al., 2016).
UFH memiliki afinitas yang tinggi pada plasma protein, platelet, endotel dan
makrofag, sehingga efek antikoagulannya sulit diprediksi. Monitoring APTT diperlukan
untuk mencegah adanya efek perdarahan (Weitz, J. I., 2012). Therapeutik window
berdasarkan aPTT adalah 50-75 detik, yaitu 1,5-2,5 kali nilai normal. Meskipun
demikian, UFH masih tetap menjadi antikoagulan yang digunakan secara luas dalam
terapi IMA-NEST dalam kasus short delay angiografi dan lama rawat inap yang pendek,
meskipun resiko perdarahannya terbukti lebih besar daripada strategi lainnya (Roffi, et.
al., 2016). Dosis terapi UFH adalah 60IU/kg bolus maksimal 5000IU, dan dilanjutkan
12-15 IU/kg/hr infuse maksimal 1000IU/jam.
Berbeda dengan UFH, LMWH memiliki afinitasnya terhadap plasma protein dan sel
lain lebih rendah. Sehingga memiliki respon antikoagulan yang lebih bisa diprediksi dan
monitoring APTT tidak diperlukan. LMWH juga memiliki DOA yang lebih panjang.
bioavailibilitas UFH rendah setelah pemberian subcutan. Sehingga pemberiannya
biasanya intravena. Bioavailibilitas LMWH melalui pemberian subkutan lebih tinggi
daripada UFH, sehingga LMWH dapat diberikan subkutan. Salahsatu LMWH yang
sering digunakan adalah enoxaparin. Enoxaparin di rekomendasikan untuk pasien dengan
risiko perdarahan rendah, jika fundaparinux tidak tersedia. Dosis enoxaparin adalah
1mg/kg subkutan setiap 12 jam. Dosis ini harus disesuaikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal. UFH dan LMWH di rekomendasikan jika fundaparinux tidak
tersedia (Cannon, & Braunwald, 2012).
Fundaparinux
Fundaparinux menghambat kerja faktor Xa secara selektif. Bioavailibilitasnya 100%
setelah pemberian subkutan. Waktu paruhnya 17 jam, sehingga pemberiannya cukup 1x
sehari. Eliminasinya di ginjal, sehingga fundaparinux di kontraindikasikan pada pasien
dengan eGFR<20mL/min/1,73m2. Fundaparinux memiliki profil keamanan berbanding
risiko yang paling baik. Dosis yang direkomendasikan adalah 2,5 mg setiap hari
subkutaneus. Pada studi OASIS-5 didapatkan bahwa, angka mortalitas setelah 30hari dan
6 bulan serta kejadian iskemia miokard pada penggunaan terapi fundaparinux lebih renda
dibandingkan penggunaan enoxaparin. Namun angka kejadian catheter thrombus paasca
PCI pada pemberian fundaparinux, pasca PCI, lebih tinggi daripada pemberian
enoxaparin (Roffi, et. al., 2016).
Tabel 15. Dosis rekomendasi Berbagai Macam Antikoagulan
Obat Rekomendasi
Fungsi ginjal Normal / CKD Stage 4 CKD stage 5
CKD stg 1-3
UFH Sebelum angiografi : 60-70IU/kg IV (max. 5000IU), lanjut inf. 12-
15IU/kg/jam ( maks. 1000IU/jam). Target aPTT 1,5-2,5 kali control
Selama PCI : 70-100IU/kg IV, pada pasien tanpa antikoagulan
sebelumnya. (50-70IU/kg jika pasien sudah dengan terapi GPIIb/IIIa
inhibitor) 2 hari
Enoxaparin 1 mg/kg SC 2x sehari 1 mg/kg SC 1x Tidak
Max 8 hari sehari direkomendasikan
Fundaparinux 2,5mg SC 1x seahri Tidak Tidak
Max 8 hari direkomendasika direkomendasikan
n Sumber : Roffi, et. al., 2016
ACE Inhibitor dan ARB
ACE inhibitor berfungsi menghambat remodelling dan mengurangi angka kematian
pasien infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik, dan atau tanpa gejala klinis
gagal jantung. Pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40%, pasien dengan
diabetes mellitus, hipertensi, dan CKD, ACE inhibitor diindikasikan untuk jangka
panjang, kecuali ada kontra indikasi. ARB menjadi alternative bagi pasien yang intoleransi
ACE inhibitor (Roffi, et. al., 2016; PERKI, 2018). Dosis rekomendasi adalah, captopril 2-
3x 6,25-50mg. ramipril 2,5-10mg/hr dalam 1-2 dosis, lisinopril 2,5-20 mg/hr dalam 1
dosis.
Statin
Tanpa melihat nilai awal LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, statin
harus diberikan pada semua penderita APTS/IMA-NEST, termasuk mereka yang telah
menjalani revaskularisasi, jika tidak ada kontra indikasi. Terapi statin intensitas tinggi
hendaknya dimulai sedini mungkin. Dosis yang direkomendasikan adalah atorvastatin 20-
40mg/hari Roffi, et. al., 2016).

Tabel 16. Rekomendasi Terapi jangka Panjang pada APTS/IMA-NEST


Penentuan durasi terapi DAPT bisa ditentukan dengan menggunakan skor dibawah ini :

Tabel 17. Skor DAPT

Sumber : Velgimigli et. al., 2018


1.5.4 Tatalaksana perdarahan Akut
Perdarahan akibat antiplatelet
Sampai saat ini belum ada antidote untuk antitrombotik oral, sehingga pilihan
terapinya masih terbatas. Efek antiagregasi aspirin dapat dikembalikan setelah 2-5 unit
tranfusi trombosit, mungkin efektif untuk mengembalikan fungsi trombosit dalam 4-6
jam setelah konsumsi obat terakhir. Pada pasien yang mengkonsumsi ticagrelol, butuh
waktu >24 jam agar tranfusi trombosit dapat mengembalikan fungsi hemostasis
(PERKI, 2018).
Perdarahan akibat antagonis Vit K
Efek antitrombotik antagonis vit K melibatkan faktor II (protrombin) dan waktu
paruhnya panjang (60-72 jam). Pada terapi warfarin, butuh waktu 2,5 hari untuk
menurunkan INR dari 6-10 menjadi 4. Umumnya perdarahan akan bermakna jika INR
>4,5. Pemberian vit K dapat dipertimbangkan jika INR>10.
DAFTAR PUSTAKA

Cannon, C.P & Braunwald, E. 2012. Ch 56 Unstable Angina and Non-ST Elevation
Myocardial Infarction. Dalam Braunwald’s Heart Disease 9th edition.
PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut Edisi Keempat. Jakarta :
PERKI
Roffi, M., et. al. 2016. 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. European
Heart Journal (2016) 37, 267–315
Sebatine & Cannon, 2012. Ch 53.Approach to the Patient with Chest Pain. Dalam
Braunwald’s Heart Disease 9th edition.
Weitz, J. I., 2012. Ch. 87 Hemostasis, Thrombosis, Fibrinolysis, and Cardiovascular Disease.
Dalam Braunwald’s Heart Disease 9th edition.
Ponikowski, et. al. 2016. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure. European Heart Journal (2016) 37, 2129–2200
Joewono, B. S. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai