Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

REFLUKS GASTROESOFAGEAL
Pendahuluan
 Saluran pencernaan dapat diibaratkan sebagai sekelompok organ berbentuk corong
yang saling berhubungan dan membentuk satu tabung yang dilapisi oleh otot, mulai
dari rongga mulut sampai ke anus.
 Salah satu manifestasi klinis yang paling sering diperlihatkan oleh seorang anak
akibat adanya gangguan pada saluran cerna adalah muntah. Keadaan ini dapat
merupakan manifestasi klinis dari satu keadaan yang tidak berbahaya, tetapi dapat
pula sebagai tanda dari suatu penyakit ‘serius’
 Muntah bukan merupakan satu penyakit melainkan merupakan salah satu
manifestasi klinis dari suatu penyakit. Oleh karena itu, pendekatan diagnosis dan
tatalaksana muntah sangat bervariasi bergantung kepada dugaan penyebabnya.

Dodge JA. Vomitting and Regurgitation. In: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, Walker Smith JA, Watkins JB, eds. Pediatric gastrointestinal disease, 2 nd ed.
Philadelphia: BC Decker: 1991: 32-34
Fennig S. Cyclic vomiting syndrome. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. 1999.
Roy CC, Silverman A, Alagille D. Disease of gastrointestinal tract. In: Roy CC, Silverman A, Alagille D, eds. Pediatric clinical gastroenterology, 1 st ed. St Louis: Mosby.
1998: 20-30
 Refluks gastroesophageal atau gastroesophageal reflux (GER) adalah suatu keadaan
kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa regurgitasi dan muntah
 GER merupakan suatu keadaan fisiologis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa
sehat. GER bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, dengan episode terbanyak
kurang dari 3 menit, dan muncul setelah makan dengan sedikit atau tanpa gejala
 Berbeda dengan GER, jika refluks isi lambung menyebabkan gangguan atau
komplikasi disebut dengan GERD
 Pada bayi, gejala berupa muntah yang berlebih yang terjadi pada 85% pasien selama
seminggu pertama kehidupan, sedangkan 10% lainnya baru timbul dalam waktu 6
minggu

Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol. 49, No. 4, October 2009 : 498–547.
Ruigómez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L. Gastroesophageal reflux disease in children and adolescents in primary care. Scandinavian Journal Of
Gastroenterology. 2010; 45(2): 139-146. Available from: MEDLINE with Full Text.
Embriologi Sistem Pencernaan
 Esophagus berkembang dari usus depan postpharyngeal dan dapat dibedakan dari
perut pada usia embrio minggu ke empat. Pada saat yang sama, trakea mulai
kuncup ke anterior esophagus yang berkembang. Panjang esofagus adalah 8-10 cm
pada saat lahir, dan dua kali lipat lebih panjang dalam 2-3 tahun pertama
kehidupan, dan mencapai 25 cm pada orang dewasa
 Menelan dapat terlihat dalam rahim sedini mungkin pada usia 16-20 minggu
kehamilan, untuk membantu sirkulasi cairan ketuban. Mengisap dan menelan tidak
sepenuhnya terkoordinasi dengan baik sebelum minggu 3-4 kehamilan

Srivastava R, Jackson W, Barnhart D. Dysphagia and gastroesophageal reflux disease: dilemmas in diagnosis and management in children with
neurological impairment. Pediatric Annals [serial on the Internet]. 2010 ; 39(4): 225-31.
Anatomi Sistem Pencernaan
 Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter, sfingter
esophagus bagian atas (Upper Esophageal Sphincter/UES) pada
otot cricopharingeus dan sfingter esophagus bagian bawah
(Lower Esophageal Sphincter/LES) pada gastroesophageal
junction (GEJ). Dalam keadaan normal berada dalam keadaan
tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan
 Esofagus dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari
sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus
vagus yang merupakan saraf motorik esophagus. Selain
persarafan ekstrinsik tersebut terdapat jala-jala serabut saraf
intramural intrinsik diantara lapisan otot sirkular dan otot
longitudinal (pleksus Aurbach atau Myenterikus) dan berfungsi
untuk mengatur peristaltik esophagus normal

Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007; hal 229-35
Jayant Deodhar, MD: Pediatric Esophagitis. http://emedicine.medscape.com/article/928891-overview#showall [diakses 28 Juni 2020].
Fisiologi Sistem Pencernaan
 Proses menelan sendiri telah terjadi pada saat janin.
Menelan akan menimbulkan suatu gerakan peristaltik yang
dimulai dari faring, selanjutnya melalui otot serat lintang
dan otot polos esofagus dan berakhir pada kardia lambung.
Pada awal menelan, sfingter esofagus atas (SEA)
mengalami relaksasi yang menyebabkan makanan atau
minuman dapat masuk ke dalam esofagus. Begitu
makanan/minuman masuk ke dalam esofagus, SEA segera
menutup dan terjadi gerakan peristaltik esofagus
 Sfingter esofagus bawah (SEB) juga mengalami relaksasi
pada saat proses menelan berlangsung dan terus terbuka
sampai gerakan peristaltik mencapai SEB. Selanjutnya, SEB
berkontraksi kembali sampai mencapai tekanan pada saat
istirahat
Biancani P, Zabinski M, Kerstein M, Behar J. Lower esophageal sphincter mechanics: Anatomic and physiologic relationships of the esophagogastric junction of cat. Gastroenterology.
1982; 82: 468-75
Penagini R, Bartesaghi B, Bianchi PA. Effect of cold stress on postprandial lower esophageal sphincter competence and gastroesophageal reflux in healthy subjects. Dig Dis Sci. 1992;
37: 1200-5
 Pada saat menelan terdapat pula peristaltik
sekunder yang bertujuan mendorong bahan refluks
kembali ke dalam lambung. Nervus vagus berperan
dalam proses menelan dengan mengatur gerakan
otot rongga mulut, faring, serta kontraksi otot serat
lintang dan otot polos. Pada saat menelan, tekanan
SEB menurun sehingga mirip dengan tekanan
lambung
 Dalam keadaan istirahat terdapat gerakan siklus
gastrointestinal yang dikenal dengan migrating
motor complex (MMC). Pada keadaan ini, sebagian
otot polos bagian proksimal lambung dalam keadaan
kontraksi sedangkan bagian distal relaksasi.

Pope CE. A dynamic test of sphincter strength: Its application to the lower esophageal sphincter. Gastroenterology. 1967; 52: 779-86
Kumar D. Gross morphology of the gastrointestinal tract. In: Kumar D, Gustavsson eds. Gastrointestinal motility, 1 st ed. London: John Wiley and Sons. 1988: 3-8
Definisi
 Refluks gastroesofageal (RGE) didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung ke
dalam esofagus tanpa terlihat adanya usaha dari anak, dapat disebabkan oleh
hipotoni sfingter esofagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esofagus
dengan kardia, atau pengosongan isi lambung yang padat. Apabila bahan dari
lambung tersebut dikeluarkan melalui mulut, maka keadaan ini disebut regurgitasi

Pope CE. A dynamic test of sphincter strength: Its application to the lower esophageal sphincter. Gastroenterology. 1967; 52: 779-86
Kumar D. Gross morphology of the gastrointestinal tract. In: Kumar D, Gustavsson eds. Gastrointestinal motility, 1 st ed. London: John Wiley and Sons. 1988: 3-8
Epidemiologi

 Angka kejadian refluks pada bayi baru lahir terjadi pada bulan pertama kelahiran,
puncaknya pada bulan ke-4 dengan lebih dari 1 kali episode regurgitasi.
 Pada umur 6-7 bln gejala berkurang dari 61% menjadi 21% dan hanya 5% pada bayi
berumur 12 bulan yang masih mengalami RGE.
 Keadaan ini jarang terjadi tetapi akan meningkat pada anak dengan cerebral palsy,
sindroma Down, cystic fibrosis dan kelainan anatomi saluran cerna bagian atas
(hiatus hernia, stenosis pilorus).

Pramita W, Suraatmaja, Reflux gastroesofageal. In Sudaryat S, ed. Kapita selecta gastroenterologi anak ed 1. Jakarta: Sagung Seto, 2005; p.229-41.
Etiologi
 Meskipun dilaporkan bahwa tekanan intraabdominal yang
meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi mekanisme
yang lebih penting adalah peran tonus otot sfingter esofagus
bawah yang berkurang, baik dalam keadaan akut maupun
menahun
 Pada keadaan normal, kenaikan tekanan intraabdominal
akibat adanya kontraksi pada lambung akan diimbangi oleh
peningkatan tekanan pada SEB sehingga mencegah
terjadinya refluks.
 Beberapa peneliti menyatakan RGE terjadi karena
peningkatan tekanan intraabdominal disertai inkompetensi
SEB

Sunoto S. Refluks gastroesophagus (Kalasia). In Markum, Ismael, Alatas, Akib, Firmansyah, Sastroasmoro, ed. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta: Penerbit
FKUI, 1991; p.420-22.
Olsen M, Orenstein S, Peters J, John J Herbst, Azizkhan RG, Gershman G. Gastroesophageal reflux. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, ed. Nelson
textbook of pediatrics 16 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2007; p.1124-25.
Pramita W, Suraatmaja, Reflux gastroesofageal. In Sudaryat S, ed. Kapita selecta gastroenterologi anak ed 1. Jakarta: Sagung Seto, 2005; p.229-41.
Patogenesis
 Refluks gastroesofageal adalah suatu proses fisiologis normal yang
mucul beberapa kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang
sehat. Pada umumnya berlangsung kurang dari 3 menit, terjadi
setelah makan, dan menyebabkan beberapa gejala atau tanpa
gejala. Hal ini disebabkan oleh relaksasi sementara pada sfingter
esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi tonus sfingter
terhadap perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter
esofagus bawah, sebagai barier antirefluks primer, normal pada
kebanyakan anak dengan refluks gastroesofageal
 Refluks gastroesofageal terjadi secara pasif karena “katup” antara
lambung dan esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia
sfingter esofagus bawah, maupun karena posisi sambungan
esofagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya yang berfungsi
sebagai katup. Kemungkinan terjadinya refluks juga disebabkan
oleh memanjangnya waktu pengosongan lambung

Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol. 49, No. 4, October 2009 : 498–547.
Pollywog Baby. Practical Solutions for Infant Reflux and Colic. http://www.pollywogbaby.com/refluxandcolic/babyproducts.html (diakses 28 Juni 2020)
Pulse Pharmacy Richmond. Karicare Food Thickener. http://www.pulsepharmacy.com.au/Product/Karicare-Food-Thickener 380g.aspx (diakses 28 Juni 2020)
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis berhubungan langsung dengan iritasi epitel esofagus oleh isi lambung.
Gejalanya antara lain:
 Muntah yang berlebih terjadi pada 85% pasien selama minggu pertama kehidupan,
sedangkan 10% baru timbul sampai umur 6 minggu, sisanya setelah umur lebih dari 6
minggu. Bila bayi muntah maka isi lambung dengan pH yang rendah akan masuk ke esofagus
sehingga menimbulkan esofagitis, kemudian striktur dengan gejala disfagia atau
perdarahan pada esofagus
 Gangguan lain yang sering ditemukan pada RGE adalah gagal tumbuh kembang (failure to
thrive). Hal ini terjadi karena muntah yang berat dan terus menerus sehingga makanan
yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi terbuang. Gagal tumbuh kembang terjadi karena:
 muntah terus menerus sehingga asupan makanan tidak adekuat
 esofagitis dan perdarahan esofagus
 striktura akibat esofagitis sehingga menimbulkan disfagia, perut kembung dan muntah pada saat
tidur

Yezbek S. Gastroesophageal reflux. In Roy, Silverman, Alegile, ed. Pediatrics clinical gastroenterology. 4th edition. St.Louise, Baltimore, New
York, 2005; p.163-9.
Olsen M, Orenstein S, Peters J, John J Herbst, Azizkhan RG, Gershman G. Gastroesophageal reflux. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, ed. Nelson textbook of pediatrics 16 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2007; p.1124-25.
 Aspirasi pneumonia, terdapat pada 1/3 kasus pada bayi dengan muntah hebat dan
dapat berlanjut sampai anak besar dengan akibat batuk kronis, mengi atau
pneumonia berulang
 Gejala-gejala lain yang dapat terjadi:
 anemia defisiensi besi
 kematian mendadak pada bayi (sudden infant death syndrome =SIDS)
 ruminasi (regurgitasi kronik)

Yezbek S. Gastroesophageal reflux. In Roy, Silverman, Alegile, ed. Pediatrics clinical gastroenterology. 4th edition. St.Louise, Baltimore, New York, 2005; p.163-9.
Hartland WHS, Dudgeon DL, Colombeni PM and Beaver BL. Gastroesophageal reflux. In Rudolf and Hoffman, ed. Pediatrics. 18th edition. Norwalk Conneticut, 2003; p.907-18.
Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis refluks gastroesofagus (RGE) dan


regurgitasi cukup diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
cermat. Gejala klinis pada PRGE sangat tidak spesifik, sehingga tidak
direkomendasikan menegakkan diagnosis PRGE hanya berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis, tetapi diperlukan dukungan
pemeriksaan penunjang yang akurat

Vandenplas Y, Rudolph CD, Di Lorenzo C, Hassall E, Liptak G, Mazur L, Sondheimer J, Staiano A, Thomson M, Veereman-Wauters G, Wenzl TG, North American Society for
Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition, European Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition. Pediatric gastroesophageal reflux clinical
practice guidelines: joint recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2009;49:498-547.
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
 Tidak ada gejala spesifik untuk mendiagnosis
atau memperkirakan respons terapi penyakit
refluks gastroesofagus (PRGE) pada bayi dan
batita
 Anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat dipakai
untuk mendiagnosis dan memulai terapi PRGE
pada anak lebih besar dan remaja

Vandenplas Y, Rudolph CD, Di Lorenzo C, Hassall E, Liptak G, Mazur L, Sondheimer J, Staiano A, Thomson M, Veereman-Wauters G, Wenzl TG, North American Society for
Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition, European Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition. Pediatric gastroesophageal reflux clinical
practice guidelines: joint recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2009;49:498-547.
2. Pemeriksaan Penunjang
 Pemantauan pH esofagus (pH-metri) dapat dipercaya untuk menilai
paparan asam pada esofagus.
 Pemeriksaan kombinasi impedansi dan pH-metri lebih baik
dibandingkan dengan pH- metri saja untuk mengevaluasi PRGE
 Endoskopi untuk menentukan kerusakan mukosa esofagus akibat
refluks
 Pemeriksaan endoskopi sebaiknya diikuti dengan biopsi untuk
mengetahui esofagus Barrett dan penyebab esofagitis selain PRGE.
Walaupun demikian, tidak ada perubahan histologi tidak
menyingkirkan RGE.
 Pemeriksaan barium meal tidak bermanfaat untuk mendiagnosis RGE,
namun bermanfaat untuk mendiagnosis kelainan anatomi.
 Skintigrafi nuklir bermanfaat untuk mendiagnosis aspirasi pada
keadaan respirasi kronik yang sulit diatasi

Vandenplas Y, Rudolph CD, Di Lorenzo C, Hassall E, Liptak G, Mazur L, Sondheimer J, Staiano A, Thomson M, Veereman-Wauters G, Wenzl TG, North American Society for
Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition, European Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition. Pediatric gastroesophageal reflux clinical
practice guidelines: joint recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2009;49:498-547.
Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding dari penyakit refluks gastroesofageal antara lain:


 Hiatus hernia, yaitu kelainan yang terjadi sejak masa janin dengan insufisiensi
bagian kardia gaster.
 Akhalasia, yaitu suatu keadaan dimana tidak terjadi relaksasi terminal esofagus,
sehingga menimbulkan sumbatan partial pada daerah perbatasan gaster-esofagus.
 Stenosis pylorus hipertrofi congenital.
 Obstruksi/atresia duodenum, dimana gejala klinis yang sering terjadi adalah
muntah-muntah mengandung empedu, mekonium tidak keluar dalam waktu >24
jam.
 Mekoneum ileus

Hartland WHS, Dudgeon DL, Colombeni PM and Beaver BL. Gastroesophageal reflux. In Rudolf and Hoffman, ed. Pediatrics. 18th edition. Norwalk
Conneticut, 2003; p.907-18.
Tatalaksana
 Penatalaksanaan ditujukan terhadap gejala pengurangan refluks, menyembuhkan
esofagitis (jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi (26).

Yudith M.S & Arnold S, Gastroesophageal reflux & chalasia. In William E. H, Jessie R.G & John W.P, ed. Current pediatric diagnosis & treatment.
ed.10. Denver Colorado, 1991; p.538-41.
Pendekatan Tatalaksana
 Protein hidrolisat ekstensif selama 2-4 minggu dapat dicoba
pada bayi yang telah mendapat susu formula dengan muntah
berlebihan disertai gejala klinis alergi seperti dermatitis atopi
atau riwayat atopi dalam keluarga
 ‘Thickening formula’ menurunkan kejadian regurgitasi

 Posisi tengkurap dan lateral dikaitkan dengan sudden infant


death syndrome (SIDS). Pada neonatus hingga usia 12 bulan,
risiko SIDS lebih besar, sehingga tetap direkomendasikan posisi
telentang saat tidur dibanding tidur tengkurap
 Pada remaja, posisi tidur miring ke sisi kiri dan menaikkan
posisi kepala dapat mengurangi gejala RGE.
 Pada anak lebih besar dan remaja, belum ada bukti yang
mendukung pembatasan diet untuk mengurangi gejala RGE.

Sherman PM, Hassall E, Fagundes-Neto U, Gold BD, Kato S, Koletzko S, Orenstein S, Rudolph C, Vakil N, Vandenplas Y. A Global, Evidence-Based Consensus on the
Definition of Gastroesophageal Reflux Disease in the Pediatric Population. Am J Gastroenterol 2009;104:1278-95
 Antagonis reseptor histamin (H2RA) dan inhibitor pompa proton
(PPI) mengurangi gejala dan mendukung penyembuhan mukosa.
PPI lebih baik dibanding H2RA. Karena tersedia alternatif yang
lebih efektif (H2RA dan PPI), maka antasid dan sukralfat tidak
disarankan untuk PRGE.
 Potensi efek samping obat prokinetik melebihi potensi
manfaatnya. Metoklopramid terbukti tidak efektif untuk GERD.
Belum cukup bukti penggunaan eritromisin atau domperidone
secara rutin untuk PRGE.
 Operasi antirefluks hanya dipertimbangkan pada bayi dengan
PRGE yang mengalami kegagalan terapi medis yang sudah
optimal, ketergantungan jangka panjang terapi medis, masalah
keteraturan minum obat, pasien menolak minum obat terus
menerus, atau komplikasi yang mengancam nyawa

Sherman PM, Hassall E, Fagundes-Neto U, Gold BD, Kato S, Koletzko S, Orenstein S, Rudolph C, Vakil N, Vandenplas Y. A Global, Evidence-Based Consensus on the
Definition of Gastroesophageal Reflux Disease in the Pediatric Population. Am J Gastroenterol 2009;104:1278-95
Evaluasi dan tata laksana bayi dan anak
dengan dugaan PRGE
 Pada bayi dengan regurgitasi berulang, anamnesis dan pemeriksaan fisis
yang teliti dengan memperhatikan ‘tanda bahaya’, cukup untuk menegakkan
diagnosis RGE tanpa komplikasi.
 Orangtua harus diberikan edukasi, keyakinan (reassurance), dan petunjuk
mengenai hal-hal yang harus diantisipasi.
 Secara umum, RGE tidak perlu diintervensi. Bila gejala makin berat atau
tidak membaik pada usia 12-18 bulan, atau terdapat "tanda bahaya", perlu
dievaluasi lebih lanjut oleh ahli gastrohepatologi anak.
 Bayi regurgitasi dengan kenaikan berat badan kurang meskipun asupan
nutrisi adekuat, perlu dilakukan pemeriksaan tanda infeksi, gangguan
elektrolit, kelainan organik, dan dipertimbangkan pemeriksaan barium meal.

Sherman PM, Hassall E, Fagundes-Neto U, Gold BD, Kato S, Koletzko S, Orenstein S, Rudolph C, Vakil N, Vandenplas Y. A Global, Evidence-Based Consensus on the
Definition of Gastroesophageal Reflux Disease in the Pediatric Population. Am J Gastroenterol 2009;104:1278-95
 Bila tatalaksana diet gagal dan pemeriksaan penunjang tidak menunjukkan kelainan,
anak perlu dirujuk ke ahli gastrohepatologi anak.
 Tidak ada bukti kuat yang mendukung pemberian supresi asam lambung pada bayi
‘sehat’ yang iritabel atau menangis yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Kedua gejala tersebut terdapat pada bayi normal.
 Untuk tatalaksana nyeri ulu hati kronis pada anak besar atau remaja, disarankan
melakukan perubahan gaya hidup dan uji coba pemberian PPI selama 4 minggu. Bila
gejala teratasi, lanjutkan PPI selama 2 bulan. Bila nyeri ulu hati terus dirasakan
atau kembali muncul setelah terapi dihentikan, pasien perlu dievaluasi lebih lanjut
oleh ahli gastrohepatologi anak.

Sherman PM, Hassall E, Fagundes-Neto U, Gold BD, Kato S, Koletzko S, Orenstein S, Rudolph C, Vakil N, Vandenplas Y. A Global, Evidence-Based Consensus on the
Definition of Gastroesophageal Reflux Disease in the Pediatric Population. Am J Gastroenterol 2009;104:1278-95
 Untuk bayi yang tinggal di wilayah dengan keterbatasan alat penunjang diagnostik,
dapat digunakan Kuesioner Penyakit Refluks Gastroesofagus yang direkomendasikan
oleh IDAI.
 Bila hasil kuesioner menunjukkan kemungkinan PRGE dapat dipertimbangkan
pemberian terapi empiris H2 antagonis atau PPI selama 2 minggu dengan melakukan
pemantauan respons terapi.
 Pada bayi atau anak yang terbukti adanya refluks esofagitis, terapi awal adalah
perubahan gaya hidup dan pemberian PPI. Efektivitas terapi dipantau berdasarkan
derajat hilangnya gejala

Sherman PM, Hassall E, Fagundes-Neto U, Gold BD, Kato S, Koletzko S, Orenstein S, Rudolph C, Vakil N, Vandenplas Y. A Global, Evidence-Based Consensus on the
Definition of Gastroesophageal Reflux Disease in the Pediatric Population. Am J Gastroenterol 2009;104:1278-95
 Pada bayi yang menolak minum, tidak direkomendasikan pemberian supresi asam
lambung tanpa evaluasi diagnostik terlebih dahulu. Pada anak dengan disfagia atau
odinofagia, disarankan pemeriksaan barium meal, dilanjutkan endoskopi saluran
cerna atas. Tidak disarankan supresi asam lambung tanpa evaluasi diagnostik
terlebih dahulu.
 Pada sebagian besar bayi, RGE tidak berkaitan dengan apnea patologis maupun
kejadian yang mengancam nyawa. Pada bayi yang diduga terdapat hal tersebut,
pemeriksaan pH metri dapat membantu menentukan penyebab.
 Obat antirefluks jangka panjang hanya bermanfaat pada anak dengan gejala asma
nokturnal atau asma dependen steroid sulit terkontrol.

Sherman PM, Hassall E, Fagundes-Neto U, Gold BD, Kato S, Koletzko S, Orenstein S, Rudolph C, Vakil N, Vandenplas Y. A Global, Evidence-Based Consensus on the
Definition of Gastroesophageal Reflux Disease in the Pediatric Population. Am J Gastroenterol 2009;104:1278-95
Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat penyakit refluks gastroesofageal


diantaranya:
 Esophagitis
 Barret esofagus, yaitu esophagitis yang berlangsung lama sehingga menyebabkan
perubahan metaplasia dari epitel skuamosa dimana hal ini merupakan suatu
precursor untuk terjadinya adenocarcinoma esofagus
 Defisit nutrisi

Suraatmaja, Sudaryat. Refluks Gastroesofageal. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007; hal 229-35
Prognosis

 Sebagian besar pasien dengan PRGE akan membaik dengan pengobatan, walaupun
relaps mungkin akan muncul setelah terapi dan memerlukan terapi medis yang lebih
lama. Kebanyakan kasus GER pada bayi dan balita adalah benigna dan berespon
terhadap terapi non farmakologi. 80% gejala berkurang pada umur 18 bulan
 Apabila kasus GERD ini disertai komplikasi (seperti striktur, aspirasi, penyakit
saluran nafas, Barrett esophagus), biasanya memerlukan terapi pembedahan.
Prognosis untuk pembedahan biasanya baik. Meskipun begitu, mortalitas dan
morbiditas tinggi pada pasien pembedahan dengan masalah medis yang kompleks

Marks JW. Gastroesophageal reflux disease (GERD, Acid Reflux, Heartburn). 2008. [cited 2020 June 28]. Available from http:// www.medicinenet.com/gastro
esophageal-reflux-disease-gerd/page2. html.
Yudith M.S & Arnold S, Gastroesophageal reflux & chalasia. In William E. H, Jessie R.G & John W.P, ed. Current pediatric diagnosis & treatment. ed.10. Denver Colorado,
1991; p.538-41.
Kesimpulan
 Pada neonatus, RGE biasanya disebabkan oleh tonus otot SEB yang belum sempurna
dan panjang esofagus yang belum maksimal. RGE dapat pula terjadi akibat
peningkatan tekanan intraabdominal.
 Penegakkan diagnosis RGE berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium dan
radiologi.
 Tujuan pengobatan RGE adalah eliminasi gejala, penyembuhan esofagitis, mencegah
dan mengatasi komplikasi. Pilihan terapi antara lain nonfarmakologis termasuk
perubahan gaya hidup seperti mengatur posisi tidur. Terapi farmakologis yang
paling baik dengan obat PPI karena efektif mengurangi sekresi asam tanpa
memandang apakah ada stimulasi atau tidak oleh histamine, asetilkolin atau
gastrin. Terapi pembedahan dapat dilakukan pada anak yang gagal ditangani dengan
terapi farmakologis.

Anda mungkin juga menyukai