PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan pada organ appendiks vermiformis atau yang
dikenal dengan usus buntu. Diklasifikasikan sebagai suatu kasus medical
emergency dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering
ditemui. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichura dan Enterobius vermicularis. Apendisitis Akut adalah inflamasi
pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus operasi intraabdominal
tersering yang memerlukan tindakan bedah (Williams, 2010). Obstruksi yang
disebabkan hiperplasia ringan limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing
4%, dan sebab lain 1% (Sjamsuhidajat, 2010).
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dibanding negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi makanan berserat
dalam menu sehari-hari. apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Pada
pasien usia tua lebih sering ditemukan apendisitis perforasi, morbiditas pos
operasi, mortalitas, dan perawatan di rumah sakit lebih lama daripada pasien usia
muda.
Diagnosis banding banyak dan bervariasi tergantung dengan usia dan jenis
kelamin. Apendisitis juga menyebabkan banyak komplikasi diantaranya
appendicular infiltrat, appendicular abscess, perforasi, peritonitis, syok septik,
mesenterial pyemia dengan abses hepar, gangguan peristaltik, dan ileus
(Brunicardi, 2015).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Apendiks Vermiformis
Apendiks vermiformis merupakan organ dengan struktur tubular yang
rudimenter. Apendiks vermiformis berkembang dari posteromedial sekum dengan
panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15cm dan diameter
sekitar 0,5-0,8cm. Apendiks vermiformis merupakan derivat bagian dari midgut
yang terdapat di antara ileum dan colon ascendens. Sekum terlihat pada minggu
ke-5 kehamilan dan apendiks terlihat minggu ke-8 kehamilan, yaitu bagian ujung
dari protuberans sekum. Dalam proses perkembangannya, awalnya apendiks
vermiformis berada pada apeks sekum, tetapi kemudian ber-rotasi dan terletak
lebih medial dekat dengan plica iliocaecalis.
Lumen apendiks vermiformis sempit dibagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Pada bayi, apendiks vermiformis berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Hal ini menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu. Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi
oleh peritoneum dan mesoappendiks (mesenter dari apendiks vermiformis) yang
merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu di sepanjang apendiks
vermiformis dan berakhir di ujung apendiks vermiformis (Snell, 2006).
Pada apendiks vermiformis terdapat tiga taenia coli yaitu taenia libera,
taenia colica, dan taenia omentum yang menyatu dipersambungan sekum dan
berguna untuk mendeteksi posisi apendiks vermiformis. Posisi apendiks
vermiformis terbanyak adalah retrocaecal 65,28%, baik intraperitoneal maupun
retroperitoneal dimana apendiks vermiformis berputar ke atas di belakang sekum
dan 65% terletak intraperitoneal. Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul)
31,01% (apendiks menggantung ke arah pelvis minor), subcaecal (dibawah
caekum) 2,26%, retroileal (di belakang usus halus) 0,4%, retrokolika, dan preileal.
Gambar 2.2 Variasi letak Apendiks
Vermiformis
Perdarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis, yang merupakan arteri
tanpa kolateral, cabang dari a.ileokolika.
Jika
arteri
ini
tersumbat,
misalnya
permukaan peritoneum parietal dan terjadi nyeri somatik atau nyeri lokal pada
kuadran kanan bawah abdomen (Snell, 2006).
2.3.2 Epidemiologi
Apendisitis akut merupakan penyakit urutan keempat penyakit abdomen di
Indonesia pada tahun 2006. Jumlah pasien apendisitis akut yang menjalani rawat
inap pada tahun tersebut mencapai 28.949 jiwa (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2007).
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dibandingkan dengan di
negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi makanan
berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden pada umur 20-
30 tahun, lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus apendisitis
neonatal dan prenatal. Pada pasien usia tua lebih sering ditemukan apendisitis
perforasi, morbiditas pos operasi, mortalitas, dan perawatan di rumah sakit lebih
lama daripada pasien usia muda (Brunicardi, 2015).
2.3.3 Etiologi
Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen apendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteri yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith,
tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat (Sjamsuhidajat, 2010).
Beberapa
faktor
yang
mempermudah
terjadinya
radang
apendiks,
diantaranya:
a. Faktor sumbatan
Faktor obstuksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan limfoid submukosa, 35% karena statis fekal, 4% karena benda asing dan
sebab lainnya sebanyak 1%, diantaranya karena sumbatan cacing dan parasit.
b. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogennesis primer pada apendisitis.
Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks. Pada temuan kultur terbanyak di dapatkan kombinasi anatara
Bakteri anaerob
Escherichia coli
Bacteroides fragilis
Viridans streptococci
Peptostreptococcus micros
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Bilophila species
Lactobacillus species
makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan
terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
e. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih
tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun kini, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan
tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini
beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi
(Sjamsuhidajat, 2010).
2.3.4 Patofisiologi
Sebagian besar apendisitis disebabkan oleh sumbatan yang kemudian
diikuti oleh infeksi. Bila bagian proksimal apendiks tersumbat, lumen tetap
mensekresi mukus dan tertimbun, sehingga tekanan intra lumeniner meninggi.
Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat
luka pada mukosa. Stadium ini disebut apendisitis akut ringan. Tekanan yang terus
meninggi, edema dan disertai inflamasi menyebabkan hambatan aliran vena yang
akan memperberat edema. Pada lumen apendiks juga terdapat bakteri, sehingga
dalam keadaan tersebut suasana lumen apendiks cocok untuk bakteri
berdiapedesis dan infasif ke dinding lumen dan membelah diri sehingga
menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus, stadium ini disebut apendisitis akut
purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah
arteri juga terganggu, terutama bagian antemesenterial yang mempunyai
vaskularisasi minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut
berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat kembali
meradang dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut. Apendisitis terjadi dari proses
inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya
10
gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari (Silbernagl,
2007).
2.7 Diagnosis
11
Frekuensi (%)
100
100
90
12
Muntah
Nyeri berpindah
Gejala
sisa
klasik
(nyeri
periumbilikal
kemudian
anoreksia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke regio
inguinal kanan bawah, demam tidak terlalu tinggi)
*Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
75
50
50
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Cara berjalan pasien yaitu sambil bungkuk dan memegang perut serta
tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan abnormalitas yang
spesifik. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendikular (Way, 2006).
2. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik dan peritonitis umum akibat apendisitis perforasi (Way, 2006).
3. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik mc. burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
Nyeri tekan (+)
Nyeri lepas (+)
Defence muscular lokal (+). Gejala ini menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietalis. Pada apendiks dengan letak retroperitoneal,
defence muscular mungkin tidak ada, yang ada yaitu nyeri pinggang.
Pemeriksaan khusus / tanda khusus :
Rovsing sign
Perut kiri bawah ditekan pada daerah kontralateral titik mc. burney, akan
terasa sakit pada perut kanan bawah.
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas kontralateral. Palpasi pada kuadran kiri
bawah kemudian dilepaskan secara tiba-tiba, akan terasa nyeri pada
13
Obturator sign
Dilakukan dengan meminta pasien tidur terlentang, lalu dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul. Nilai positif bila tersa nyeri
di perut kanan bawah.
14
Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah nyeri pada cara ini
menunjukkan peradangan pada M. obturatorius. Di rongga pelvis
apendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak
dengan otot obturator internus saat pemeriksaan.
4. Rectal toucher. Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada
apendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewatu dilakukan colok
dubur (Way, 2006).
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah: leukositosis ringan (10.000 18.000 / mm3) yang di
dominasi > 75% oleh sel polimorfonuklear (PMN), neutrofil (shift to the
left) dimana terjadi pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien
dengan akut apendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan
leukosit > 18.000 / mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
apendiks dengan / tanpa abses ( Sjamsuhidajat, 2010).
15
dalam
urin.
Pemeriksaan
ini
sangat
membantu
dalam
ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan apendisitis.
Pemeriksaan laboratorium lain : CRP merupakan reaktan fase akut
terhadap infeksi bakteri yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai
meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada
umumnya, pemeriksaan ini jarang digunakan karena tidak spesifik.
Spesifisitasnya hanya mencapai 50-87% dan hasil dari CRP tidak dapat
2.
3.
USG
Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk mendiagnosis apendisitis.
Kriteria sonografi untuk mendiagnosis apendisitis akut adalah adanya noncompressible
4.
Barium Enema
Merupakan pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan kontras Barium
ke dalam colon melalui anus. Barium enema merupakan kontra-indikasi
pada suspek apendisitis akut, karena pada apendisitis akut ada kemungkinan
sudah terjadi mikroperforasi sehingga kontras dapat masuk ke intra
abdomen
dan
menyebabkan
penyebaran
kuman
ke
intraabdomen.
17
5.
CT-Scan
Pemeriksaan pada pasien yang dicurigai mengalami proses inflamasi
pada abdomen dan gejala yang tidak khas untuk apendisitis. Apendiks
dikatakan abnormal apabila terdistensi atau menebal dan membesar >57mm. Inflamasi periappendiceal atau edema terllihat sebagai perkaburan
dari lemak mesenterium (dirty fat), penebalan fascia lokalis, dan
peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah. Temuan
penting adalah arrow-head sign yang disebabkan penebalan sekum
(Grace,2006).
D. Scoring
1. Alvarado Score
Tabel 2.3 Alvarado Score
Gejala
Tanda
Laboratorium
Manifestasi
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri perut kanan bawah
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Shift to the left
Total point
Interpretasi nilai;
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10: pasti apendisitis akut
Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10
18
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor>6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan (Brunicardi, 2015).
2. Samuel Score
Skoring apendisitis pada anak-anak. Sistem penilaian ini meliputi 9
variable untuk menilai apendisitis akut:
Tabel 2.4 Skoring apendisitis pada anak
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kriteria
Gender
1. Laki-laki
2. Perempuan
Intensitas nyeri
1. Berat
2. Sedang
Perpindahan
1. Ya
2. Tidak
Nyeri pada kuadran perut kanan bawah
1. Ya
2. Tidak
Muntah
1. Ya
2. Tidak
Suhu badan
1. 37,50C
2. 37,50 C
Guarding
1. Ya
2. Tidak
Bising usus
1. Absent / meningkat
2. Normal
Rebound tenderness
1. Ya
2. Tidak
Skoring
2
0
2
0
4
0
4
0
2
0
3
0
4
0
4
0
7
0
19
Sistem ini mempunyai nilai 0 s/d nilai maksimum 32. Dan nilai ini
digunakan untuk mendiagnosa ada atau tidaknya apendisitis akut. Nilai 21
kemungkinan besar apendisitis akut. Jika nilainya 15, kemungkinan untuk
apendisitis akut adalah rendah (Way, 2006).
2.3.7 Diagnosis banding
Beberapa penyakit mempunyai tanda dan gejala yang menyerupai
apendisitis akut dan perlu dipertimbangkan sebagai diagnosa banding. Penyakitpenyakit itu adalah:
1. Gastroenteritis
Pada penyakit ini ditemukan mual, muntah dan diare, gejala yang sama
akan ditunjukkan pada peradangan apendiks yang terletak pelvikal. Pada
anamnesis akan ditemukan mual muntah mendahului rasa sakit (berlawanan
dengan apendisitis akut) juga pada gastroenteritis sakit perut lebih ringan. Panas
dan lekositosis kurang menonjol jika dibandingkan apendicitis akut. Pada
20
pemeriksaan colok dubur apendicitis akut letak pelvikal akan memberikan rasa
nyeri, sedangkan gastroenteritis tidak.
2. Demam dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, disini didapatkan hasil
tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopeni dan hematokrit yang meningkat.
3. Limfadenitis mesenterika
Ditandai dengan rasa nyeri perut terutama kanan, disertai mual dan nyeri
tekan perut yang samar. Pada anamnesa akan ditemukan mual dan muntah yang
mendahului rasa sakit (pada apendicitis akut mual dan muntah timbul setelah rasa
sakit)
21
Pada apendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri
tidak seberapa nyata seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik. Nyeri perut
bagian bawah pada apendicitis terletak pada titik McBurney.
7. Kista ovarium yang terpuntir
Nyeri timbul mendadak dengan intensitas yang tinggi serta teraba massa
dalam rongga pelvis, tidak ada demam.
8. Endometriosis eksterna
Nyeri didapatkan ditempat endometriosis berlangsung, nyeri pada saat
menstruasi karena darah tidak dapat keluar.
9. Gangguan traktus urinarius
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas pada batu ureter atau batu ginjal kanan, juga
ditemukan eritrosuria. Pada pielonefritis sering disertai demam tinggi menggigil,
nyeri kostovertebral disebelah kanan dan piuria.
10. Penyakit lain
Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut seperti
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistisis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam
tifoid abdominalis. (Sjamsuhidajat, 2010).
2.3.8 Penatalaksanaan
A.
tanpa komplikasi didapatkan pasien yang dilakukan operasi dengan lebih dipilih
daripada konservatif (terapi antibiotik). Karena pada pasien yang dilakukan
22
operasi
lebih
sedikit
menimbulkan
komplikasi.
Tindakan
operasi
bisa
direncanakan 12-24 jam atau tergantung kesiapan tim bedah (Brunicardi, 2015).
B.
operasi. Untuk pasien dengan appendicular abses dan peritonitis yang minimal
pilihan terapi konservatif lebih dipilih. Terapi konservatif dilakukan dengan cara
pemberian antibiotik parenteral, drainage perkutan, meminimalisir stimuli
gastrointestinal, dan mencukupi kebutuhan cairan. Tetapi pada pasien anak
disaranakn untuk dilakukan operassi segera (Brunicardi. 2015).
C.
Terapi operatif
Persiapan preoperatif:
- Pasien dipuasakan sedikitnya 4-6 jam sebelum operasi.
- Pemberian antibiotik spektrum luas, gram negatif, dan untuk kuman
anaerob. Biasanya digunakan kombinasi, seperti; cefotaxime dan
clindamycin, cefazolin dan metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena
frekuensi bakteri yang terlibat termasuk; Escheria coli, Pseudomonas
aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan
Bacteroides.
Teknik Operasi Appendiktomi
A. Open Apendictomy
Lapisan kulit yang dibuka yaitu kutis, subkutis, fascia scarpae,
fascia camperi, aponeurosis m.obliquus externus dan internus,
m.transversus
abdominis,
fascia
transversalis,
preperitoneum,
23
Mempunyai
keuntungan
(insisi
suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak
di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.
24
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke
lateral bawah.
25
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi
searah dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar
tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan
saraf.
2. Peritoneum dibuka.
26
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini
ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang
sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset,
memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
27
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat
mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem
ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
4. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi
lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah
Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang
pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).
28
29
7. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
8. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis (Wibowo, 2008)
b. Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparaskopic dapat dipakai
sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut
abdomen dan suspek apendisitis akut (Brunicardi, 2015).
30
BAB 3
CASE REPORT
A. PATIENT IDENTITY
Name
: Mr. Fathorrachman
Age
: 40 Years Old
Address
: Bratang I E/4
Job
: Ex. civil servant
Lats education
: S1
MRS
: 03th August, 15.30 PM
Registry number
: 198887
A. ANAMNESIS :
Main complaint :
Lower right abdominal pain
HISTORY OF PRESENT ILLNESS :
Lower right abdominal pain has experienced since 3 day ago. At
first, abdominal pain presented in the stomach and then move to
the lower right abdomen. pain isintermittent. Pain is increase since
31
1 day ago. nausea (+), vomiting (-). body heat since 2 days ago,
intermittent, and temperature is down if taking paracetamol , shiver
(+), defecation 2 days ago, , normal urination, not pain, clear
yellow color. diarrhea ( - ), flatus ( + ), no other complaints, eat and
drink normal
: sonor/ sonor
COR
Abdomen
I
: Flat simetris
32
Ekstremitas
o Warm akral
+
+
o Oedema
+
+
o Cyanosis
(+), blumberg sign (-), obturator sign (+), Psoas sign (+)
P : Tympani
A : Bowel sounds (+) N
R Flank : Flank pain -/Flank mass -/Tenderness -/Percussion pain -/RT: TSA (+) N, Ampula not collapse, mass (-), pain (+) at 9-11
oclock
HS : feces (+), mucous (-), blood (-)
D. LABORATORY
03/06/2016
Hb
: 14,6 g/dl
(N: 12,8-16,8)
Leukosit
: 25,500 /mm3 (N: 4.500-13.500)
Hct
: 41.7%
(N: 33-45)
Trombosit
: 189.000
(N: 150.000-440.000)
BUN
: 9 mg/dl
(N : 6-20)
33
E.
F.
G.
H.
34
DAILY SOAP
Date
Subjective
04/8/16 Pain at
incision
Heat (-)
Nausea (+)
Vomiting
(-)
Minimal
drain
production
Flatus (+)
Objective
General state:
enough
Vital Sign:
Blood pressure :
110/80mmHg
HR:89x/m
RR 20x/m
Tax: 36,8 C
Head/Neck:
A/I/C/D Thorax:
Cor/pulmo:
normal
Abdomen:
flat, dressing +
soepel,
tenderness - - - - ++Tympani
Bowel sounds (+)
N
Extrimity:
normal
Localys status :
Regio Mid
lower
quadrant of
abdomen and
right lower
abdomen
L: post
laparotomy
appendectom
y wound (+),
drain (+),
mass (-),
hyperemia (-)
swelling (-),
Assesment
appendicitis
perforation
(post
laparotomy
day 1)
Planning
Planning diagnosis:
Planning therapy:
Diet high kalori
and high protein
Infus RL 1500/
24 hour.
Injection
ceftriaxone 2x1
g
Injection
metronidazole
3x500 mg
Injection
Ondansetron
3x8 mg
Injection
omeprazole
2x40 mg
Injection
paracetamol 3x1
amp
Planning
monitoring :
General state
Vital sign
Complaints
Urination
Defecation
Laparotomy
wound
wound
(+),drain (+),
pain (+)
blood (-), pus
(- )
35
5/8/16
Pain at
incision
Heat (+)
Nausea (-)
Vomiting
(-)
Minimal
drain
production
F: tenderness
(+)
General state:
enough
Vital Sign:
Blood pressure :
110/80mmHg
HR:87x/m
RR 18x/m
Tax: 36,8 C
Head/Neck:
A/I/C/D Thorax:
Cor/pulmo:
normal
Abdomen:
flat, dressing +
soepel,
tenderness - - - - ++Tympani
Bowel sounds (+)
N
Extrimity:
normal
Localys status :
Regio Mid
lower
quadrant of
abdomen and
right lower
abdomen
L: post
laparotomy
appendectom
y wound (+),
drain (+),
mass (-),
hyperemia (-)
swelling (-),
F: tenderness (+)
appendicitis
perforation
(post
laparotomy
day 2)
Planning diagnosis:
Planning therapy:
Diet high kalori
and high protein
Infus RL 1500/
24 hour.
Injection
ceftriaxone 2x1
g
Injection
metronidazole
3x500 mg
Injection
Ondansetron
3x8 mg
Injection
omeprazole
2x40 mg
Injection
paracetamol 3x1
amp
Planning
monitoring :
General state
Vital sign
Complaints
Urination
Defecation
Laparotomy
wound
wound
(+),drain
(+), pain
(+) blood
(-), pus (-)
36
6/8/16
Decrease
pain at
incision
Heat (-)
Nausea (-)
Vomiting
(-)
General state:
enough
Vital Sign:
Blood pressure :
110/80mmHg
HR:87x/m
RR 18x/m
Tax: 36,8 C
Head/Neck:
A/I/C/D Thorax:
Cor/pulmo:
normal
Abdomen:
flat, dressing +
soepel,
tenderness - - - - -+Tympani
Bowel sounds (+)
N
Extrimity:
normal
Localys status :
Regio Mid
lower
quadrant of
abdomen and
right lower
abdomen
L: post
laparotomy
appendectom
y wound (+),
drain (+),
mass (-),
hyperemia (-)
swelling (-),
appendicitis
perforation
(post
laparotomy
day 3)
Planning diagnosis:
Planning therapy:
Diet high kalori
and high protein
Infus RL 1500/
24 hour.
Injection
ceftriaxone 2x1
g
Injection
metronidazole
3x500 mg
Injection
Ondansetron
3x8 mg
Injection
omeprazole
2x40 mg
Injection
paracetamol 3x1
amp
Planning
monitoring :
General state
Vital sign
Complaints
Urination
Defecation
Laparotomy
wound
wound
(+),drain (+),
pain () blood
(-), pus (-)
37
F: tenderness (-)
7/8/16
Decrease
pain at
incision
Heat (-)
Nausea (-)
Vomiting
(-)
General state:
enough
Vital Sign:
Blood pressure :
110/80mmHg
HR:87x/m
RR 18x/m
Tax: 36,8 C
Head/Neck:
A/I/C/D Thorax:
Cor/pulmo:
normal
Abdomen:
flat, dressing +
soepel,
tenderness - - - - --Tympani
Bowel sounds (+)
N
Extrimity:
normal
Localys status :
Regio Mid
lower
quadrant of
abdomen and
right lower
abdomen
L: post
laparotomy
appendectom
y wound (+),
drain (+),
mass (-),
hyperemia (-)
swelling (-),
appendicitis
perforation
(post
laparotomy
day 4)
Planning diagnosis:
Planning therapy:
Diet high kalori
and high protein
Infus RL 1500/
24 hour.
Injection
ceftriaxone 2x1
g
Injection
metronidazole
3x500 mg
Injection
Ondansetron
3x8 mg
Injection
omeprazole
2x40 mg
Injection
paracetamol 3x1
amp
Aff drain
Planning
monitoring :
General state
Vital sign
Complaints
Urination
Defecation
Laparotomy
wound
Wound (+),
pain () blood
(-), pus (-)
38
F: tenderness (-)
8/8/16
appendicitis
perforation
(post
laparotomy
day 5)
Planning go home
today
Planning therapy :
- ciprofloxacin
3x500 mg
-mefenamic acid
3x500 mg
- Control to surgery
department 3 day in
the future
Head/Neck:
A/I/C/D Thorax:
Cor/pulmo:
normal
Abdomen:
flat, dressing +
soepel,
tenderness - - - - --Tympani
Bowel sounds (+)
N
Extrimity:
normal
Localys status :
Regio Mid
lower
quadrant of
abdomen and
right lower
abdomen
L: post
laparotomy
appendectom
y wound (+),
drain (+),
mass (-),
hyperemia (-)
39
swelling (-),
F: tenderness (+)
DAFTAR PUSTAKA
40
41