Anda di halaman 1dari 12

Cairan Amnion

I.

Fungsi Cairan Amnion


Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam menunjang
proses kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal
kompartemen dari cairan amnion menyediakan ruang bagi janin untuk
tumbuh bergerak dan berkembang. Berikut beberapa fungsi dari cairan
amnion:
1. Melindungi janin dari Trauma
Tanpa cairan amnion rahim akan mengerut dan menekan
janin, pada kasus-kasus dimana tejadi kebocoran cairan amnion
pada awal trimester pertama janin dapat mengalami kelainan
struktur termasuk distorsi muka, reduksi tungkai dan cacat dinding
perut akibat kompresi rahim.
2. Protektif
Cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja
menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen.
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus
bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk membantu
dilatasi servik.
3. Sistem Komunikasi Fetal Maternal
Sistem komunikasi antara janin dan ibu yang disebut
Paracrine arm dimungkinkan melalui unsur utama dari cairan
amnion seperti urin janin dan sekresi paru-paru janin, hubungan
timbal baliknya, produk desidua yang terdapat dalam unsur utama
darah ibu memasuki cairan amnion dan masuk ke dalam janin
4.
5.
6.
7.

melalui pernafasan janin dan penelanan cairan amnion oleh janin.


Tempat perkembangan muskuloskeletal janin
Menjaga suhu tubuh janin
Meratakan tekanan uterus pada partus
Membersihkan jalan lahir sehingga bayi meminimalisir

kemungkinan infeksi
8. Menjaga perkembangan dan pertumbuhan normal dari paru-paru
dan traktus gastro intestinalis.

II.

Fisiologi Cairan Amnion


Pada hari ke-12 setelah ovum dibuahi, terbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitive yang terbentuk dekat embryonic plate.
Celah tersebut melebar dan membentuk kantung amnion yang berisi
caira amnion. Asal dari cairan amnion belum diketahui secara pasti dan
masih membutuhkan penelitian lanjut. Diduga cairan ini berasal dai
lapisan amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.
Cairan amnion umumnya berwarna putih, agak keruh serta
mempunyai bau khas agak amis dan manis.
Pada permulaan kehamilan, cairan amnion dihasilkan oleh plasma
ibu. Pada permulaan trimester ke dua, cairan amnion sebagian besar
terdiri dari cairan ekstra seluler yang berdifusi melalui kulit janin yang
kemudian mencerminkan komposisi plasma janin. Setelah minggu ke
20 kornifikasi dari kulit janin tetap mempertahankan difusi ini dan
pada saat ini komposisi terbesar pada cairan amnion adalah urin janin.
Ginjal janin mulai memproduksi urine pada minggu ke 12 usia
kehamilan dan setelah minggu ke 18 memproduksi 7 14 ml per hari.
Urin janin lebih banyak terdiri dari urea, kreatinin dan asam urat
dibandingkan plasma, juga terdiri dari deskuamasi sel-sel janin, vernix,
lanuga dan bermacam sekresi.
Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan
bervariasi secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada
minggu ke 8 usia kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu
pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun secara
bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu.
Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia
kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan
1000 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah
cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.
Pengukuran volume cairan amnion telah menjadi suatu komponen
integral dari pemeriksaan kehamilan untuk melihat adanya resiko
kematian janin. Hal ini didasarkan bahwa penurunan perfusi

uteroplasenta dapat mengakibatkan gangguan aliran darah ginjal dari


janin.
Phelan dan kawan-kawan mengemukakan suatu cara yang mudah
dan akurat dalam mengukur cairan amnion ini dengan menggunakan
indeks cairan amnion atau Amnion Fluid Index. Indeks ini didapatkan
dengan menambahkan kedalaman vertikal dari kantong terbesar pada
setiap kuadran uterus. Tetapi beberapa faktor mungkin akan
mempengaruhi indeks cairan amnion, seperti dehidrasi pada ibu, dan
ketinggian tempat.
III.

Kelainan Kuantitas Amnion pada Proses Kehamilan


Keadaan dimana jumlah cairan amnion kurang dari 1000-1500
disebut olygohidoamnion. Serta pada keadaan-keadaan tertentu jumlah
cairan amnion dapat mencapai 2000 ml hal ini disebut dengan
hydramnion.
A. Hidramnion
1.
Definisi
Suatu keadaan dimana jumlah amnion >2000ml atau
2.

lebih dari normal.


Patofisiologi
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh
cairan yang komposisinya sangat mirip dengan cairan
ekstrasel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air
dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui
amnion, tapi juga menembus kulit janin. Selama trimester
kedua, janin mulai berkemih, menelan dan menghirup
cairan amnion. Hampir pasti proses ini secara bermakna
mengatur pengendalian volume cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan
amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah asalh
satu cara pengaturan volume cairan amnion. Teori ini
dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir
selalu terjadi bila janin tidak dapat menelan, seperti pada

kasus atresia esofagus. Proses menelan ini jelas bukan satu3.

satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion.


Manifestasi Klinis
Gejala utama yang menyertai hidramnion terjadi
semata-mata

karena

faktor

mekanis

dan

terutama

disebabkan oleh tekanan disekitar uterus yang mengalami


overdistensi terhadap organ-organ didekatnya apabila
peregangan berlebihan, ibu dapat menalami dipsnea dan
pada kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas bila
dalam posisi tegak. Seiring

dengan edema akibat

penekanan sistem vena besar oleh uterus yang sangat besar,


terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding
abdomen. Walaupun jarang, dpat terjad oliguria berat akibat
obstruksi ureter oleh uterus yang sangat besar.
Pada hidramnion kronik, penimbunan

cairan

berlangsung secara bertahap dan wanita yang bersangkutan


mungkin mentolerasi distensi abdomen yang berlebihan
tanpa banyak mengalami rasa tidak nyaman. Namun pada
hidramnon akut, distensi abdomen dapat menyebabkan
gangguan yang cukup serius dan mengancam. Hidramnion
akut cenderung muncul pada kehamilan dini dibandingkan
dengan bentuk kronik dan adapat dengan cepat dan
memberbesar uterus. Hidrmanion akut biasanya akan
menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28 minggu,
atau gejala dapat menjadi demikian parah sehingga harus
dilakukan intervensi. Pada sebagian besar kasus hidramnion
kronik, tekanan cairan amnion tidak terlalu tinggi
dibandingkan dengan pada kehamilan normal.
Gejala klinis lain pada hidramnion

adalah

pembesaran uterus disertai kesulitan dalam meraba bagianbagian janin dan mendengar denyut jantung janin. Pada
kasus berat, dinding uterus sangat tegang. Membedakan

anatara hodrmanion, asites, atau kista ovarium yang besar


biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi.
Cairan amnion dalam jumlah besar hampir selalu mudah
diketahui sebagai ruang bebas-echo yang sangat besar
diantara janin dan dinding uterus atau plasenta. Kadang
mungkin ditemui kelainan janin misalnya anensefalus atau
defek tabung syaraf lain, atau anomali saluran cerna.
B. Oligohidramnion
1. Definisi
Merupakan keadaan dimana jumlah cairan amnion kurang
dari normal.
2. Etilogi
Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara
umum, oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan
jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk.
Beberapa
keadaan
yang
dapat
menyebabkan
oligohidramnion
Faktor Janin

Faktor Ibu

Agenesis ginjal

Penyakit hipertensi

Uropati obstruksi

Insufisiensi utero-plasenta

Pecah selaput ketuban

Sindrom antifosfolipid

Kehamilan lewat waktu

Dehidrasi-hipovolemi

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan


kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan
berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang
sedikit).
Fenotop Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas
pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit
atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak
memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari
dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah
Potter). Selain itu, karena ruang didalam rahim sempit, maka

anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami


kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion
juga
menyebabkan

terhentinya

perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga


pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal
ginjal bawaan, baik karena pembentukan ginjal (agenesis ginjal
bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang
menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dala keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban
(sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban
menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter. Gejala
sindroma Potter berupa:
a. Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan
epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang
rendah dan adagu yang tertarik ke belakang).
b. Tidak terbentuk air kemih
c. Gawat pernapasan
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden
oligohidrmanion yang tinggi:
a. Anomali kongenital (misalnya: agenosis ginjal,
sindrom Potter)
b. Retardasi pertumbuhan intra uterin
c. Ketuban pecah dini (24-26 minggu)
d. Sindroma paska maturitas
3. Manifestasi Klinis
a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen
b. Ibu merasa nyeri diperut pada setiap pergerakan naik
c. Sering berakhir dengan partus prematurus
d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima
dan terdengar lebih jelas
e. Persalinan lebih lama dari biasanya
f. Sewaktt his akan sakit sekali
g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit bahkan tidak ada
yang keluar

IV.

Penegakan Diagnosis
a. Amniosintesis
Obstetri modern menginginkan deteksi kelainan pada
kehamilan sedini mungkin . Untuk membuat diagnosis terrsebut
umumnya dipakai sel-sel yang terdapat di dalam cairan amnion
dengan melakukan amniosintesis.
Amniosintesis pada saat ini lebih sering dilakukan melalui
transabdominal. Penggunaan amniosintesis antara lain digunakan
dalam manajamen kelahiran preterm , dimana dapat mendeteksi
secara cepat adanya infeksi intraamnion. Penggunaan lainnya
adalah untuk mendeteksi infeksi sitomegalo virus pada janin yang
dilakukan dengan kultur cairan amnion, hal ini berkaitan dengan
adanya reaksi rantai polymerase yang digunakan untuk mendeteksi
DNA virus .
Penggunaan lain Amniosintesis adalah untuk mendeteksi
kadar alpha feto protein dalam cairan amnion . deteksi kadar alpha
feto protein ini dilakukan jika pada pemeriksaan USG tidak
menunjukan adanya peningkatan kadar alpha feto protein serum
ibu.
Amniosintesis sering digunakan untuk mengkonfirmasi
kematangan paru janin , dengan menggunakan konsentrasi relatif
dari surfactan active phospholipid
Amniosintesis untuk diagnostic genetic biasannya dilakukan pada
usia kehamilan 15-20 minggu , beberapa pusat studi telah
mengkonfirmasikan pada saat itu amnioxintesis cukup aman
dilakukan dan mempunyai keakuratan diagnostic 99%.
Pada wanita yang berusia 35 tahun amniosintesis rutin
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan genetik, karena
terjadinya peningkatan resiko tersebut.
Pada penyakit-penyakit hemolitik dari janin penggunaan
amniosintesis dilakukan untuk mendeteksi kadar bilirubin dalam
cairan amnion. Ketika sel-sel darah janin mengalami hemolisis ,
menjadi pigmen-pigmen terutama bilirubin. Kadar bilirubin dalam

cairan amnion berhubungan langsung dengan derajat hemolisis dan


secara tidak langsung memprediksikan anemia pada janin,
pengukuran kadar bilirubin ini menggunakan spektrofometer, yang
dilakuka pada lebih 350 - 700 rentang panjang gelombang dan
nilai-nilainya ditulis pada suatu kertas semilogaritma dengan
panjang gelombang sebagai koordinat linear dan kepadatan optik
sebagai koordinat logaritma.
Selain penggunaan

diagnostik

amniosintesis

juga

digunakan sebagai terapi seperti kasus-kasus hidroamnion .dengan


memindahkan cairan amnion.
Teknik pengambilan
Bantuan USG diperlukan untuk memandu jarum spinal
ukuran 20-22 mencapai kantong amnion dengan menghindari
plansenta, tali pusat dan janin. Inspirasi awal sekitar 1-2 ml ,
kemudian cairan tersebut dibuang untuk mengurangi kemungkinan
adanya kontaminasi sel-sel ibu, kemudian lebih kurang 20 ml
cairan diambil lagi, kemudian jarum dilepaskan. Titik luka di
observasi kalau ada perdarahan dan denyut jantung janin dipantau
Komplikasi kecil seperti bercak perdarahan pada vagina, atau
kebocoran amnion berkisar 1-2 %. Dan insiden chorioamniotis
jauh lebih kecil dari 1 dibandingkan 1000 kejadian.
Kemungkinan terkenanya tusukan jarum pada janin sangat
jarang dengan penggunaan bantuan USG. Kesalahan dalam kultur
sel juga sangat jarang tetapi dapat terjadi jika janin abnormal.
Kematian pada janin berkisar kurang dari 0,5 % yang sebagian
dihasilkan karena telah adanya abnormalitas pada janin seperti
abrupsi plasenta, implantasi abnormal plasenta, anomali uterus dan
infeksi.
b. Amniosintesis Dini
Amniosintesis dini dilakukan pada usia kehamilan 11
sampai 14 minggu, teknik yang digunakan sama dengan uang biasa
dilakukan , tetapi karena membrane masih bersatu dengan dinding
uterus akan menimbulkan kesulitan dalam menembus kantong

kehamilan dan jumlah cairan yang diambil sangat sedikit biasanya


sekitar 1 ml untuk setiap minggu kehamilan.
Amniosintesis dini ini mempunyai resiko keguguran dan
komplilkasi

yang

lebih

tinggi

dibandingkan

dengan

cara

tradisional. Dari beberapa studi jumlah keguguran setalah


amniosintesis

dini

adalah

2,5

dibandingkan

dengan

amniosintesis tradisional yang berkisar 0,7 %.


Amniosintesis dini ini juga diduga menyebabkan kelainan
deformitas kaki pada janin lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan cara tradisional. Beberapa studi menunjukan angka
kejadian Talipes equines varus adalah 1 sampai dengan 1,4 %
dibandingkan dengan cara tradisional 0,1 %. Dan kemungkinan
kultur sel yang salah terjadi setelah prosedur awal sehingga
membutuhkan tindakan prosedur invasive tambahan
Karena alasaan-alasan inilah banyak pusat studi tidak
menganjurkan melakukan amniosintesis sebelum kehamilan 14
minggu.
c. Shake Test
Shake test atau test busa diperkenalkan oleh clements dan
kawan-kawan pada tahun 1972, untuk mempersingkat waktu dan
mempunyai akurasi yang lebih tepat dalam mengukur kadar lesitin
sphingomyelin.
Tes ini tergantung kepada kemampuan surfaktan dalam
cairan amnion , ketika dicampur dengan ethanol , untuk
mendapatkan busa yang stabil pada batas air dan cairan.
d. Pencitraan
Pengukuran volume caira amnion dengan ultrasonografi (USG)
telah menjadi suatu komponen integral dari pemeriksaan
kehamilan untuk melihat adanya resiko kematian janin. Hal ini
didasarkan

bahwa

mengakibatkan
menurunkan

penurunan

gangguan
volume

oligohidramnion.

perfusi

aliran

miksi

dan

darah

uteroplasenta
ginjal

menyebabkan

dari

dapat
janin,

terjadinya

Pemeriksaan cairan amnion dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:


pemeriksaan secara subjektif, pemeriksaan dengan vertical deep
single pocket, dan dengan metode AFI (Amniotic Fluid Indeks)
yang diperkenalkan oleh Phelan.
a. Secara subjektif
1) Membutuhkan pengalaman yang cukup
2) Secara subjektif dikatakan normal bila: tampak sebagian
tubuh janin melekat pada dinding uterus, dan sebagian lagi
tidak menempel diantara tubuh janin dan dinding uterus
masih terdapat cairan amnion.
b. Secara single pocket
1) Berdasarkan satu kuadran saja
2) Diambil kantong terbesar yang terletak antara dinding
uterus dan tubuh janin
3) Tidak boleh ada bagian janin yang terletak di dalam area
pengukuran tersebut.
Interpretasi pengukuran amnion berdasarkan single pocket:
Hasil Pengukuran

Interpretasi

2-8 cm

Volume

cairan

amnion

normal
>8 cm

Polihidramnion

8-12 cm

Polihidramnion ringan

12-16 cm

Polihidramnion sedang

>16 cm

Polihidramnion berat

1-2cm

Borderline, evaluasi ulang

<1 cm

Oligohidramnion

c. Pengukuran amnion dengan metode Phelan (4 kuadran/AFI)


1) Abdomen dibagi atas 4 kuadran
2) Setiap kuadran diukur indeks cairan amnionnya
3) Pengukuran harus tegak lurus dengan bidang horizontal dan
tidak boleh ada bagian janin diantaranya
Interpretasi Pengukuran cairan amnion dengan metode AFI

V.

Hasil Pengukuran

Interpretasi

>25 cm

Polihidramnion

9-25 cm

Normal

5-8 cm

Borderline

<5 cm

Oligohidramnion

Kelainan Kualitas Amnion Pada Kehamilan


1. Variasi warna
a. Buram dapat emengindikasikan korioamnionitis
b. Kehijauan
mengindikasikan
bercampur

mekonium,

korioamnionitis, atau perdarahan kronis


c. Merah-coklat mengindikasikan abrupsio yang sudah lama
terjadi
d. Merah muda agak gelap mengindikasikan hemolisis, dapat
dilihat setelah kematian janin.
2. Bau
Pada infeksi intrapartum didapatkan cairan amnion yang berbau.
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam persalinan.
Infeksi

dapat

juga

terjadi

sebelum

persalinan

berupa

korioamnionitis. Faktor predisposisi infeksi intrapartum adalah


distosia, pemeriksaan dalam lebih dari 2 kali, keadaan umum
lemah, ketuban pecah dini, servisitis, vaginitis. Manifestasi klinis
suhu meningkat lebih dari 38oC, air ketuban keruh kecoklatan dan
berbau, leukositosis lebih dari 15.000/mm3 pada kehamilan atau
lebih dari 20.000/mm3 pada persalinan.
Untuk melihat kelainan kualitas dari cairan amnion seperti adanya
mekonium biasanya dilakukan pemeriksaan amniosintesis. USG
hanya digunakan untuk melokalisasi plasenta dan fetus. Selain itu
indikasi amniosintesis dapat untuk mendeteksi kelainan kromosom,
kelainan tuba neural, penyakit hemolitik akibat inkompatibilitas
Rh; untuk menentukan gangguan faktor X, maturitas fetal, stres
fetal, dan maturitas paru fetal. Dapat pula dilakukan amnioskopi

yaitu

pemasangan

instrumen

serat

optik

yang

berlampu

(amnioskop), ke dalam saluran servical untuk visualisasi cairan


amnion.
VI.

Pemeriksaan

tersebut

jarang

dilakukan

karena

kemungkinan dapat menyebabkan infeksi.


Kesimpulan
Cairan Amnion mempunyai peranan penting dalam menunjang
proses kehamilan dan persalinan.
Cairan amnion merupakan salah satu sistem komunikasi fetal
maternal. Volume cairan amnion pada saat aterm berkisar antara 10001500 ml yang dapat diukur dengan menggunakan ultrasonografi
ataupun indeks cairan amnion.
Cairan amnion mempunyai banyak fungsi baik sebagai pelindung
janin , tempat pertumbuhan dan perkembangan janin ataupun sebagai
barier pada proses persalinan.
Didalam cairan Amnion terkandung zat-zat seperti prolactin ,
Alpha feto protein , lesitin dan sphingomyelin dan sejumlah agen
bioaktif seperti sitokinin , prostaglandin , Platelet activing factor ,
selain urine , lanugo ,sel-sel epitel , verniks kaseosa dan protein
Tes tes yang dapat dilakukan dengan menggunakan cairan
amnion antara lain amniosintesa , shake test, AFI.

Anda mungkin juga menyukai