Anda di halaman 1dari 35

KEHAMILAN MULTIPEL

PENDAHULUAN
Di Amerika Serikat jumlah dan frekuensi kehamilan kembar dua dan tiga (triplet)
serta kehamilan multijanin lainnya telah meningkat secara tidak terduga selama dua
dekade terakhir. Antara tahun 1980 dan 1997, jumlah pelahiran kembar meningkat 52
persen dan jumlah kelahiran triplet serta kelahiran dengan janin yang jumlahnya lebih
besar lagi melonjak 404 persen. Sebaliknya kelahiran janin tunggal hanya meningkat 6
persen. Peningkatan luar biasa kehamilan multijanin ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena para bayi ini lebih kecil kemungkinannya untuk bertahan hidup dan
lebih sering mengalami kecacatan jangka panjang akibat pelahiran preterm. Jewell dan
Yip (1995) mengumpulkan profil para wanita yang melahirkan multijanin di Amerika
Serikat selama tahun 1980an dan mengamati bahwa meningkatnya persalinan multijanin
disebabkan oleh penggunaan terapi stimulasi kesuburan oleh wanita yang biasanya
berusia lebih tua, berkulit putih, dan berstatus pendidikan tinggi. Gestasi multipel saat ini
meliputi 3 persen diantara semua kehamilan (American College of Obstetricians and
Gynecologists, 1998).1
Powers dan Kiely (1994) menggunakan surat kematian dan akte kelahiran bayi
dari 7,4 juta kelahiran tunggal dan 156.690 kelahiran kembar pada tahun 1985 dan 1986
untuk mengukur dampak kembar pada morbiditas dan mortalitas bayi secara nasional.
Walaupun relatif jarang di Amerika Serikat sekitar 1 per 94 kehamilan kehamilan
kembar menyebabkan kelainan hasil akhir kehmailan dengan proporsi yang cukup besar,
terutama akibat kelahiran preterm. Demikian juga di Parkland Hospital, bayi kembar
terdapat hanya pada 1 dari 45 kelahiran, namun menyebabkan 1 dari 11 kematian
perinatal. Selain morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kelahiran preterm, janin
pada gestasi multipel rentan terhadap berbagai penyulit unik seperti malformasi struktural
dan sindrom transfusi antarjanin kembar (twin-to-twin transfusion syndrome) sehingga
angka lahir mati juga meningkat secara bermakna. Penundaan pelahiran preterm pada
kehamilan kembar seyogyanya menjadi prioritas kesehatan nasional karena terlalu
besarnya penyimpangan hasil akhir kehamilan. Penyulit pada ibu meningkat pada

2
kehamilan multipel. Terdapat peningkatan risiko dua kali lipat untuk preeklamsi,
perdarahan pascasalin dan kematian ibu.1
ETIOLOGI JANIN MULTIPEL
Janin kembar umumnya terjadi akibat pembuahan dua ovum yang berbeda yaitu
kembar ovum-ganda, dizigotik atau fraternal. Sekitar sepertiga janin kembar berasal dari
satu ovum yang dibuahi, kemudian membelah menjadi dua struktur serupa, masingmasing berpotensi berkembang menjadi individu terpisah, yaitu kembar ovum-tunggal,
monozigotik atau identik. Salah satu atau kedua proses tersebut mungkin berperan dalam
pembentukan kehamilan multijanin lainnya. Sebagai contoh, kuadruplet (kembar empat)
dapat berasal dari satu sampai empat ovum.1, 2

Gambar 1. Kembar monozigot dan dizigot


Sumber: Goldman JC3
Kembar fraternal versus kembar identik. Kembar dizigotik dalam arti
sebenarnya bukanlah kembar sejati karena mereka berasal dari pematangan dan
pembuahan dua ovum selama satu siklus ovulatorik. Kembar monozigotik atau identik
juga biasanya tidak identik. Proses pembelahan satu zigot yang sudah dibuahi menjadi
dua tidak selalu menghasilkan pembagian materi protoplasma yang setara. Lebih lanjut,
proses pembentukan kembar monozigotik sejatinya adalah suatu proses teratogenik dan

3
kembar monozigotik memperlihatkan peningkatan insiden malformasi struktural (sering
terjadi ketidaksepadanan). Bahkan, kembar dizigotik atau fraternal dari jenis kelamin
yang sama mungkin tampak lebih dentik saat lahir daripada kembar monozigotik,
sementara pertumbuhan janin kembar monozigotik mungkin tidak seimbang dan kadangkadang sedemikian dramatis.1, 2
Pembentukan kembar monozigotik. Dasar fisiologis pembentukan kembar
monozigotik

perlahan-lahan

mulai

terkuak.

Bukti-bukti

yang

ada

sekarang

mengisyaratkan bahwa pembelahan ovum yang sudah dibuahi dapat terjadi akibat
tertundanya proses-proses perkembangan normal. Karena obat progesteron dan
kontrasepsi kombinasi mengurangi motilitas tuba, diperkirakan bahwa tertundanya
transportasi tuba dan implantasi meningkatkan risiko terjadinya kembar pada kehamilan
yang pembuahannya terjadi dekat dengan pemakaian kontrasepsi. Trauma minor pada
blastokista sewaktu tindakan reproduksi dengan bantuan (assisted reproduction) juga
mungkin berperan meningkatkan insiden kembar monozigotik yang dijumpai pada
kehamilan dengan cara ini (Wenstrom dkk.,1993).1, 4

Gambar 2. Kembar identik dan fraternal


Sumber: Goldman JC3

4
Hasil akhir proses pembentukan kembar bergantung pada kapan pembelahan
terjadi:1, 2

Apabila pembelahan terjadi sebelum masa sel dalam (morula) terbentuk dan
lapisan luar blastokista belum pasti menjadi korion, yaitu dalam 72 jam
pertama setelah pembuahan, maka akan terbentuk dua mudigah, dua amnion,
dan dua korion. Akan terjadi kembar monozigotik, diamniotik, dan dikorionik.
Jumlah plasenta mungkin dua terpisah atau satu berfusi.

Apabila pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan, setelah massa
sel dalam terbentuk dan sel-sel yang ditakdirkan menjadi korion sudah mulai
berdiferensiasi tetapi sel-sel amnion belum, akan terbentuk dua mudigah,
masing-masing dengan kantung amnion terpisah. Dua kantung amnion
akhirnya akan ditutupi oleh sebuah korion bersama sehingga dihasilkan
kembar monozigotik, diamnionik dan monokorionik.

Namun, apabila amnion sudah terbentuk-yang terjadi sekitar 8 hari setelah


pembuahan, pembelahan akan menghasilkan dua mudigah di dalam satu
kantung amnion bersama, atau kembar monozigotik, monoamniotik dan
monokorionik.

Apabila pembelahan dimulai lebih belakangan lagi, yaitu setelah lempeng


embrionik terbentuk, maka pemisahan tidak lengkap dan terbentuk kembar
siam.

Chimerism. Chimerism adalah individu yang sel-selnya berasal dari lebih satu
ovum yang dibuahi. Chimerism harus dibedakan dari mosaikisme, yaitu terbentuknya dua
atau lebih turunan sel dengan komposisi kromosom berbeda yang berasal dari zigot yang
sama akibat proses nondisjunction sewaktu pembelahan meiotik. Salah satu kemungkinan
mekanisme pembentukan chimerism adalah transfer bahan genetik dari satu janin kembar
nonidentik ke janin yang lain melalui anastomosis vaskular korion. Sel-sel yang
dipindahkan tidak dihancurkan, karena pemindahan terjadi sebelum sistim imun janin
matang dan janin resipien menjadi toleran terhadap antigen-antigen jaringan donor yang
berbeda. Chimerism darah paling sering diketahui saat penentuan golongan darah yaitu
ditemukannya sel-sel dengan dua golongan darah yang berbeda pada satu orang.1, 2

Gambar 3. Proses pembelahan pada kembar


Sumber: Neilson JP2
Superfetasi dan superfekundasi. Pada superfetasi, terdapat interval selama satu
atau lebih siklus ovulatorik diantara dua fertilisasi. Superfetasi terjadi akibat ovulasi pada
kehamilan yang telah ada sebelumnya, yang secara teoritis hanya mungkin terjadi sampai
saat rongga uterus lenyap akibat fusi desidua kapsularis ke desidua vera. Walaupun
diketahui dapat terjadi pada kuda betina, superfetasi belum pernah dapat dibuktikan
terjadi pada manusia. Sebagian besar pihak beranggapan bahwa kasus-kasus yang diduga
superfetasi pada manusia terjadi akibat ketidakseimbangan yang mencolok dalam tumbuh
kembang janin kembar dengan usia gestasi sama.1
Superfekundasi mengacu kepada pembuahan dua ovum dalam jangka waktu yang
pendek, tetapi bukan pada waktu koitus yang sama dan tidak harus oleh sperma dari pria
yang sama. Ovum kembar mungkin saja tidak dibuahi oleh sperma dari ejakulat yang
sama, tetapi kenyataan ini hanya dapat dibuktikan pada keadaan-keadaan khusus.1

6
Salah satu contoh superfekundasi, yang dicatat oleh dr. Harris (1982). Sang ibu
diperkosa pada hari ke 10 siklus haid dan melakukan hubungan kelamin dengan
suaminya 1 minggu kemudian. Menjelang aterm ia melahirkan seorang bayi berkulit
hitam dengan golongan darah A dan seorang bayi kulit putih dengan golongan darah O.
Golongan darah wanita tersebut dan suaminya adalah O. Tidak dilakukan penentuan tipe
HLA. Terasaki dkk (1978) melaporkan pemakaian penentuan tipe HLA untuk
memastikan bahwa kembar dizigotik memiliki ayah yang berbeda.1
Frekuensi kembar. Frekuensi kembar monozigot relatif konstan diseluruh dunia,
yaitu sekitar satu set per 250 kelahiran, dan umumnya tidak bergantung pada ras,
hereditas, usia dan paritas. Frekuensi ini dahulu diduga tidak terkait dengan terapi
infertilitas, namun sekarang terdapat bukti bahwa insiden pemisahan zigotik meningkat
setelah penerapan teknologi reproduksi dengan bantuan (assisted reproductive
technologies). Insiden kembar dizigotik sangat dipengaruhi oleh ras, hereditas, usia ibu,
paritas, dan terutama obat kesuburan.1, 2
The Vanishing Twin. Kemajuan teknologi ultrasonografi memungkinkan
dilakukannya studi-studi sonografik pada awal gestasi yang memperlihatkan bahwa
insiden kembar trimester pertama jauh lebih tinggi daripada insiden kembar saat lahir.
Gestasi multipel sekarang diperkirakan terjadi pada 12 persen diantara semua konsepsi
spontan, tetapi hanya 14 persen diantaranya yang bertahan sampai aterm (Boklage, 1990).
Kembar monokorionik memiliki risiko abortus yang secara bermakna lebih besar
daripada kembar dikorionik (Sebire dkk.,1997). Pada sebagian kasus, seluruh kehamilan
lenyap, tetapi pada banyak kasus, hanya satu janin yang meninggal dan kehamilan
berlanjut sebagai kehamilan tunggal. Studi-studi yang melakukan pemeriksaan
ultrasonografi pada kehamilan trimester pertama memperlihatkan bahwa satu kembar
meninggal atau sirna (vanish) sebelum trimester kedua pada 21 sampai 63 persen
konsepsi kembar spontan. Tidak diragukan lagi, sebagian abortus iminens menyebabkan
abortus sejati pada salah satu mudigah dari gestasi kembar yang tidak disadari sementara
mudigah yang lain melanjutkan tumbuh kembangnya.1, 2
Rasio jenis kelamin pada janin multipel. Persentase konseptus laki-laki pada
spesies manusia menurun seiring dengan meningkatnya jumlah janin perkehamilan.
Strandskov dkk, (1946) mendapatkan bahwa rasio jenis kelamin, atau persentase laki-

7
laki, untuk 31 juta kelahiran tunggal di Amerika Serikat adalah 51,6 persen, untuk triplet
49,5 persen, dan untuk kuadriplet 46,5 persen. Pada kembar yang proses pembentukan
kembarnya terjadi lebih belakangan, persentase janin perempuan bahkan lebih tinggi lagi.
Tujuh puluh persen kembar monokorionik-monoamnionik dan 75 persen kembar siam
adalah perempuan. Telah diajukan dua penjelasan. Pertama, diantara kedua jenis kelamin
telah diketahui adanya perbedaan angka kematian janin, dan perbedaan ini menetap
sampai masa neonatus, anak dan dewasa. Kelangsungan hidup selalu lebih besar pada
wanita daripada pria. Tekanan populasi in utero pada janin multipel dapat memperbesar
kecendrungan biologis yang terdapat pada kehamilan tunggal. Penjelasan kedua adalah
bahwa zigot yang menjadi perempuan memiliki kecendrungan lebih besar untuk
membelah diri menjadi kembar dua, triplet, dan kuadruplet.1, 2
Penentuan zigositas. Alasan utama penentuan zigositas secara antenatal adalah
bahwa hal ini bermanfaat untuk memperkirakan risiko obstetrik serta mengarahkan
penatalaksanaan gestasi mltipel. Jelas bahwa, kembar monokorionik berisiko tinggi
mengalami berbagai penyulit kehamilan yang sebagian mungkin dapat dikurangi dengan
diagnosis dan terapi dini antepartum. Yang sangat penting adalah kembar monozigotik
yang memiliki sirkulasi bersama (sindrom tranfusi antar kembar). Kantung amnion
bersama (belitan tali pusat), dan organ bersama (kembar siam).1, 4
Alasan penting lain yang mendorong dilakukan penentuan zigositas adalah bahwa
hal ini mungkin mempermudah transplantasi organ antar kembar di kemudian hari.
Penentuan zigositas sering memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan genetik canggih
karena kembar dizigotik dapat tampak mirip, sementara kembar monozigotik tidak selalu
identik. Kembar monozigotk mungkin malah mengalami ketidaksetaraan mutasi genetik
akibat mutasi pascazigotik atau mungkin menderita penyakit genetik yang sama, tetapi
dengan ekspresi yang sangat berbeda. Pada janin perempuan, lionisasi (lyonization) yang
menyimpang dapat menyebabkan ekspresi sifat atau penyakit terkait-X berbeda. Yang
paling menarik, kembar monozigotik mungkin dapat mengalami malformasi tidak
sepadan pada kelainan yang melibatkan organ-organ asimetris. Sebagai contoh, janin
yang merupakan bayangan cermin dari kembarannya mungkin menderita kelainan
jantung akibat lateralisasi atau pembentukan lengkung yang terbalik.1

Gambar 4. Klasifikasi kehamilan monozigotik


Sumber:
Evaluasi sonografik. Zigositas dapat ditentukan pranatal hanya apabila janin
monokorionik atau monoamnionik. Kembar dikorionik diamnionik mungkin dizigotik
atau monozigotik. Sepertiga kembar monozigotik memiliki plasenta dikorionik, terpisah
atau menyatu. Atas alasan alasan obstetris, yang lebih penting ditentukan adalah jumlah
korion. Korionisitas dapat ditentukan sejak trimester pertama dengan menggunakan
beberapa tanda sonografik. Adanya dua tempat plasenta yang terpisah dan selaput
pembagi yang tebal yang umumnya berukuran 2 mm atau lebih menyokong
dikorionisitas. Janin dengan jenis kelamin berbeda juga hampir selalu dizigotik.1
Pada kehamilan yang hanya memiliki satu massa plasenta, kita mungkin sulit
membedakan antara satu plasenta besar dengan dua plasenta yang berdampingan atau
menyatu. Dalam situasi ini kita perlu memeriksa titik asal selaput pembagi dipermukaan
plasenta. Apabila terdapat sebuah tonjolan segitiga jaringan plasenta yang berjalan
melewati permukaan korion diantara lapisan selaput pembagi-yang disebut tanda twin
peak (puncak kembar)-sebenarnya terdapat dua plasenta yang menyatu.1
Kehamilan monokorionik memiliki selaput pembagi yang sedemikian tipis
sehingga sama sekali tidak terlihat sampai trimester kedua. Selaput ketubannya biasanya
memiliki ketebalan kurang dari 2 mm dan pada pembesaran hanya terlihat dua lapisan.
Pemeriksaan ultrasonografi selaput pembagi paling mudah dan paling akurat dilakukan

9
pada paruh pertama kehamilan, saat janin berukuran kecil. Kehamilan monokorionik
dengan volume cairan amnion yang tidak seimbang, ukuran janin berbeda, dan salah satu
kembar tidak atau sedikit mengalami perubahan posisi seyogyanya menimbulkan dugaan
adanya sindrom tranfusi antar kembar. Scardo dkk (2995) menggunakan kombinasi lokasi
plasenta, ketebalan selaput pembagi, ada tidaknya tanda twin peak, dan jenis kelamin
janin untuk menentukan korionisitas, amnionisitas dan zigositas dari 110 kembar pada
pertengahan gestasi. Dibandingkan dengan diagnosis patologis yang dibuat dengan
memeriksa plasenta setelah lahir, penentuan secara ultrasonografi ini memiliki
sensitivitas dan spesifisitas 91 persen. Namun, pada 35 persen kasus, zigositas tidak dapat
ditentukan bahkan dengan patologi plasenta, yang menekankan bahwa penentuan
zigositas sering memerlukan pemeriksaan genetik yang canggih.1

Gambar 5. Kembar dizigotik


Sumber: Skrupski DW5

10

Gambar 6. Kembar monozigotik


Sumber: Skrupski DW5
Pemeriksaan plasenta. Pemeriksaan plasenta dan selaput ketuban secara cermat
dapat segera menentukan zigositas pada sekitar dua pertiga kasus. Berikut ini sistem
pemeriksaan yang dianjurkan: sewaktu janin pertama lahir, satu klem dipasang dibagian
tali pusat yang berasal dari plasenta. Darah tali pusat tidak diambil sampai lahir kedua
lahir, dua klem dipasang di tali pusatnya. Tiga klem digunakan untuk menandai tali pusat
janin ketiga, demikian seterusnya. Sampai setelah janin terakhir lahir, setiap segmen tali
pusat tetap dijepit untuk mencegah perdarahan melalui anastomosis di plasenta.1, 2
Pelahiran plasenta harus dilakukan dengan hati-hati agar perlekatan amnion dan
korion ke plasenta dapat dipertahankan karena identifikasi hubungan antar satu selaput
ketuban dengan yang lain sangat penting. Apabila terdapat satu kantung amnion bersama,
atau pada amnion-amnion berdampingan yang tidak dipisahkan oleh korion yang muncul
diantara dua janin, kembarnya adalah monozigotik. Apabila amnion-amnion yang
berdampingan dipisahkan oleh korion, janin dapat dizigotik atau monozigotik, tetapi
lebih sering dizigotik. Apabila jenis kelamin bayi sama, penentuan golongan darah dari

11
sampel darah tali pusat mungkin dapat membantu. Golongan darah yang berbeda
memastikan dizigositas, walaupun pembuktian golongan darah yang sama pada masingmasing janin tidak cukup untuk memastikan monozigositas. Untuk diagnosis pasti, dapat
digunakan teknik-teknik yang lebih rumit, misalnya sidik jari DNA, tetapi pemeriksaan
jenis ini tidak dilakukan saat lahir, kecuali apabila ada indikasi medis yang mendesak.1, 2

Gambar 7. Frekuensi dan mortalitas kehamilan kembar berdasarkan jenis


plasentasi. Sumber: Nielson JP2
Jenis kelamin dan zigositas bayi. Kembar yang berbeda jenis kelamin hampir
selalu dizigotik. Sangat jarang kembar monozigotik berbeda jenis kelamin fenotipenya.
Hal ini terjadi apabila salah satu kembar secara fenotipe adalah perempuan akibat
sindrom Turner (45,X) dan saudara kembarnya 46,XY.1
DIAGNOSIS JANIN MULTIPEL
Meluasnya penggunaan pencitraan ultrasonografik telah sangat mengurangi
insiden tidak terdeteksinya gestasi kembar sebelum persalinan.1
Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ultrasonografi yang cermat, kantung
gestasional yang terpisah pada kehamilan kembar dapat diidentifikasi sangat dini.
Kemudian, identifikasi masing-masing kepala janin harus dilakukan dalam dua bidang
tegak lurus sehingga tidak terjadi kesalahan menyangka badan janin sebagai kepala janin

12
kedua. Idealnya harus ditentukan dua kepala janin atau dua abdomen dalam bidang yang
sama, untuk menghindari pemindaian janin yang sama dua kali dan menyimpulkan
sebagai kembar. Pemindaian sonografi seyogyanya dapat mendeteksi semua jenis
kembar. Bahkan salah satu alasan yang mendukung penggunaan ultrasonografi sebagai
pemeriksaan penapis rutin adalah untuk mendeteksi janin multipel dini.1, 3
Anamnesis dan pemeriksaan klinis. Apabila terdapat wanita dengan uterus yang
tampak lebih besar dibandingkan usia gestasinya, perlu dipertimbangkan kemungkinankemungkinan berikut:1
1. Janin multipel
2. Elevasi uterus oleh kandung kencing yang penuh
3. Anamnesis haid yang tidak akurat
4. Hidramnion
5. Molahidatidosa
6. Mioma uteri
7. Massa adneksa yang melekat erat
8. Makrosomia janin pada tahap lanjut kehamilan
Alat bantu diagnostik lain. Berbagai teknik dapat digunakan untuk mencurigai
secara klinis atau mendiagnosis gestasi multipel. Diantara berbagai pemeriksaan itu
adalah bagian tubuh janin, bunyi jantung janin, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan
biokimia. Palpasi uterus mengarah kepada diagnosis kembar paling sering karena
terdeteksi adanya dua kepala janin, seringkali dikuadran uterus yang berlainan.
Menjelang akhir trimester pertama, kerja jantung janin dapat dideteksi dengan peralatan
ultrasonografik Doppler yang tersedia secara umum. Dengan menggunakan stetoskop
janin aural biasa, bunyi jantung janin pada kembar dapat diidentifikasi melalui
pemeriksaan yang cermat pada usia kehamilan 18 sampai 20 minggu. Radiograf abdomen
ibu sebagai upaya membuktikan adanya janin multipel dapat membantu pada keadaankeadaan tertentu yang jarang, biasanya apabila terdapat gestasi multipel ordo tinggi dan
belum jelas berapa banyak janin yang ada.Yang bahkan lebih jarang lagi, salah satu janin
dicurigai menderita displasia tulang yang paling jelas terlihat secara radiologis. Diluar
itu, radiografi tidak digunakan dan mungkin malah menyebabkan kesalahan diagnosis.

13
Jumlah gonadotropin korionik dalam plasma dan urin, secara rata-rata lebih tinggi
daripada yang dijumpai pada kehamilan tunggal tetapi tidak terlalu tinggi sehingga kita
dapat membuat diagnosis pasti janin multipel.1, 3
HASIL AKHIR KEHAMILAN
Abortus. Abortus spontan lebih besar kemungkinannya terjadi pada janin
multipel. Kajian terinci terhadap kepustakaan menunjukkan bahwa kembar dijumpai tiga
kali sering pada kehamilan yang mengalami abortus daripada kehamilan aterm. Kembar
monokorionik

mengalahkan

kembar

dikorionik

sebesar 18 banding 1, yang

mengisyaratkan bahwa monozigositas adalah suatu faktor risiko untuk abortus spontan.
Anomali dan kesalahan kromosom, seperti pada janin tunggal, juga sering dijumpai pada
janin kembar yang mengalami abortus.1
Malformasi. Insiden malformasi kongenital meningkat secara bermakna pada
kehamilan kembar dan gestasi multipel ordo tinggi lain dibandingkan dengan kehamilan
tunggal. Malformasi mayor terjadi pada 2 persen dan malformasi minor pada 4 persen
janin kembar. Peningkatan ini hampir seluruhnya disebabkan oleh tingginya insiden
defek struktural pada kembar monozigotik. Menurut Schinzel dkk., anomali pada kembar
monozigotik umumnya tergolong ke dalam salah satu di antara tiga kategori berikut:1, 3
1. Cacat akibat proses pembentukan janin kembar itu sendiri, yang oleh
sebagian orang dianggap sebagai proses teratogenik. Kategori ini
mencakup kembar siam, kembar amorf, sirenomelia, defek tabung saraf
dan holoprosensefalus.
2. Cacat akibat pertukaran vaskular antara kembar monokorionik. Hubungan
vaskular dapat menyebabkan pembalikan arah aliran darah disertai akardia
pada salah satu kembar, atau apabila salah satu kembar meninggal,
koagulasi intravaskular disertai embolisasi pada kembar yang hidup yang
dapat menimbulkan kecacatan misalnya mikrosefalus, hidranensefalus,
atresia usus, aplasia kutis, atau amputasi ekstremitas.
3. Cacat yang terjadi akibat tumbuh berdesakan. Contohnya adalah talipes
atau dislokasi panggul kongenital.

14
Kembar dizigotik dapat menderita jenis malformasi yang sama dengan yang
terjadi pada janin tunggal serta cacat akibat tumbuh berdesakan. Baldwin (1991) secara
komprehensif mengulas anomali yang terjadi pada kembar.1
Hidramnion persisten atau kronik lebih besar kemungkinanya disertai anomali
salah satu atau kedua janin kembar. Hashimoto dkk (1986) secara subyektif
mengidentifikasi peningkatan cairan amnion pada seperempat kehamilan kembar. Pada
separuhnya, hidramnion pada pertengahan kehamilan bersifat sementara dan semua janin
ini normal. Pada 10 kehamilan yang mengalami hidramnion persisten, sembilan janin
menderita anomali.1
Berat lahir. Gestasi multipel cenderung ditandai oleh berat lahir rendah
dibandingkan

dengan

janin

tunggal,

disebabkan

terutama

oleh

terhambatnya

pertumbuhan janin dan persalinan preterm. Secara umum, semakin banyak jumlah janin,
semakin besar derajat hambatan pertumbuhan. Dua pertiga kembar, dan bahkan lebih
pada triplet, mengalami penyulit pertumbuhan janin terhambat. Namun penilaian
pertumbuhan ini didasarkan pada kurva pertumbuhan yang dibuat untuk janin tunggal.
Beberapa pihak mengajukan argumen bahwa pertumbuhan janin pada gestasi multipel
berbeda dengan pertumbuhan pada janin tunggal dan bahwa kelainan pertumbuhan
seyogyanya didiagnosis hanya apabila ukuran janin kurang dari yang diharapkan untuk
gestasi multipel. Pada kehamilan dizigotik, ketidaksepadanan ukuran yang mencolok
biasanya disebabkan oleh plasentasi yang tidak seimbang, dengan satu plasenta mendapat
pasokan darah lebih baik daripada plasenta kembarannya, tetapi juga dapat
mencerminkan perbedaan genetik dalam potensi pertumbuhan. Pada trimester ketiga,
massa janin yang lebih besar mendorong pematangan plasenta dan insufisiensi relatif
plasenta. Ketidaksepadanan ukuran juga dapat disebabkan oleh kelainan tali pusat,
misalnya insersi velamentosa atau marginal atau vasa previa, atau ketidaksepadanan
terjadinya malformasi, sindrom genetik, atau infeksi. Derajat hambatan pertumbuhan
pada kembar monozigotik mungkin lebih mencolok daripada kembar dizigotik. Kembar
monozigotik juga lebih besar kemungkinannya mengalami ketidaksepadanan ukuran.
Pada saat pemisahan, alokasi blastomer di antara kedua mudigah mungkin tidak setara,
komunikasi vaskular di dalam plasenta monokorion dapat menyebabkan distribusi gizi

15
dan oksigen menjadi tidak seimbang, dan ketidakseimbangan anomali struktur akibat
proses pembentukan kembar itu sendiri dapat mempengaruhi pertumbuhan.1
Durasi gestasi. Seiring meningkatnya jumlah janin, durasi gestasi menurun.
Sekitar separuh janin kembar lahir pada usia 36 minggu atau kurang. Rerata usia saat
lahir untuk triplet adalah 33,5 minggu, masing-masing 90 persen, 24 persen dan 8 persen
dilahirkan sebelum 37, 32 dan 28 minggu. Pada kehamilan kuadruplet rerata usia saat
lahir adalah 31 minggu.1
Kelahiran preterm. Pelahiran sebelum aterm merupakan penyebab utama
meningkatnya risiko kematian dan morbiditas neonatus pada kehamilan kembar. Gardner
dkk (1995) mendapatkan bahwa kausa kelahiran preterm berbeda antara janin kembar
dengan janin tunggal. Persalinan preterm spontan lebih sering terjadi pada kelahiran
kembar sebelum 37 minggu daripada janin tunggal, sedangkan kebalikannya berlaku
pada ketuban pecah dini. Pada janin kembar dan janin tunggal yang lahir prematur,
pelahiran preterm atas indikasi terjadi sama banyaknya. Hipertensi ibu, pertumbuhan
janin terhambat, dan solusio plasenta merupakan indikasi utama pelahiran preterm pada
janin kembar.1, 3
Kehamilan berkepanjangan. Apakah ada batas atas yang aman untuk gestasi
kembar? Lebih dari 30 tahun yang lalu Bennett dan Dunn (1969) menyarankan agar
kehamilan kembar dengan masa gestasi 40 minggu atau lebih harus dianggap lewat
waktu. Pendapat ini didasarkan pada pengamatan bahwa bayi kembar lahir mati yang
lahir pada 40 monggu atau lebih memperlihatkan gambaran mirip dengan bayi tunggal
posterm. Kiely (1990) kemudian melaporkan bahwa kembar yang lahir pada 40 minggu
atau lebih sebenarnya lebih ringan daripada yang lahir pada 38 sampai 39 minggu, yang
mengisyaratkan bahwa pertumbuhan intrauterin untuk kembar terhenti setelah 39
minggu.1
Perkembangan selanjutnya. Dibandingkan dengan anak yang lahir dari
kehamilan tunggal, anak kembar dua kali lebih sering dianggap tidak fit secara fisik
untuk masuk militer. Mereka mengangap bahwa hal ini lebih disebabkan oleh sekuele
pelahiran preterm, seperti gangguan penglihatan bukan oleh proses pembentukan
kembarnya. Intelejensi umum tampaknya tidak berbeda.1

16
Anak kembar mengalami keterlambatan dalam mencapai tahapan-tahapan
perkembangan dan pada usia 11 tahun tertinggal dalam skor intelligence quotient (IQ).
Pada setiap usia, anak kembar memiliki tinggi sepadan dengan anak biasa yang berusia 3
bulan lebih muda, dan berat sepadan dengan anak biasa berusia 6 bulan lebih muda.1
PENYULIT KHUSUS
Terdapat sejumlah penyulit unik yang terjadi pada janin multipel. Walaupun
paling sering terjadi pada kembar, penyulit-penyulit ini juga dapat terjadi pada gestasi
multipel ordo tinggi.1
Kembar monoamnionik. Varian yang relatif jarang pada kembar monozigotikyaitu ketika kedua janin menempati kantung amnion yang sama-memperlihatkan angka
kematian janin yang sangat tinggi. Penyebab umum kematian adalah lilitan tali pusat
yang diperkirakan menjadi penyulit pada paling sedikit separuh kasus. Sekitar 1 persen
kembar monozigotik adalah monoamniotik. Kembar diamnionik dapat menjadi
monoamnionik serta mengalami semua morbidiitas dan mortalitas terkait, apabila selaput
pemisah mengalami ruptur.1
Penatalaksanaan kembar monoamnionik (yang sudah dipastikan diagnosisnya)
agak sulit karena kematian janin akibat lilitan tali pusat sulit diduga serta tidak ada cara
efektif untuk memantau hal ini. Terdapat data yang mengisyaratkan bahwa lilitan tali
pusat yang membahayakan lebih besar kemungkinannya terjadi pada awal kehamilan dan
bahwa kehamilan monoamnionik yang berhasil mencapai usia 30 sampai 32 minggu
memperlihatkan penurunan risiko yang cukup besar. Pada usia 30 minggu, 70 persen
janin masih hidup dan tidak terjadi peningkatan kematian sebelum pelahiran pada usia
kehamilan rata-rata 36 minggu. Mereka menyimpulkan bahwa risiko akibat pelahiran dini
untuk mencegah lilitan tali pusat melebihi risiko kematian janin akibat lilitan tali pusat,
terutama setelah kehamilan 30 minggu. Pengalaman serupa dilaporkan oleh Tessin dan
Zlatnik (1991) dalam makalah mereka mengenai 20 kehamilan kembar monoamnionik di
University of Iowa Hospital. Tidak terjadi kematian janin setelah 32 minggu, yang
kembali menunjukkan bahwa pelahiran preterm untuk profilaksis mungkin tidak
diindikasikan bagi semua kasus.1

17
Lilitan tali pusat sering terjadi, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan konstriksi
patologis pembuluh tali pusat sewaktu terjadi lilitan tidak diketahui. Diketahui bahwa
lilitan tali pusat pada tujuh diantara sepuluh kehamilan menyebabkan pasien segera
dirawatinapkan, menjalani pengawasan janin yang lebih ketat, atau keduanya. Yang
menarik, hanya satu set diantara kembar yang mengalami lilitan yang harus segera
dilahirkan. Pada kenyataannya kehamilan berlanjut rata-rata selama 6 minggu setelah
diagnosis dan satu kehamilan berlanjut selama 12 minggu.1
Kembar siam. Di Amerika Serikat, conjoined/united twins (kembar dempet)
sering disebut sebagai Siamese twin (kembar siam) yang diambil dari nama kembar
dempet Chang dan Eng Bunker dari Siam (Thailand) yang dipamerkan ke seluruh dunia
oleh P.T. Barnum. Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah dan
kantung amnion rudimenter sudah terbentuk dan apabila pemisahan cakram mudigah
tidak sempurna, akan terbentuk kembar siam. Apabila masing-masing kembar siam
tersebut bertubuh hampir sempurna, bagian tubuh yang sering menyatu mungkin adalah:1
1. Anterior (torakopagus)
2. posterior (piopagus)
3. Sefalik (kraniopagus)
4. Kaudal (iskiopagus)
Sebagian besar adalah varian torakopagus. Apabila tubuh hanya mengalami
duplikasi sebagian, perlekatannya biasanya terletak lateral. Pemisahan inkomplit cakram
mudigah dapat dimulai di salah satu atau kedua kutub dan menghasilkan dua kepala, dua,
tiga atau empat lengan, dua, tiga atau empat tungkai, atau kombinasinya. Frekuensi
kembar siam belum diketahui pasti. Di Kandang Kerbau Hospital di Singapura, Tan dkk
(1971) mengidentifikasi tujuh kasus kembar siam di antara sekitar lebih dari 40.000
pelahiran (1 dalam 60.000).1
Diagnosis kembar siam dapat sering dapat didiagnosis pada pertengahan
kehamilan dengan USG yang memungkinkan orang tua memutuskan apakah kehamilan
akan dilanjutkan atau tidak. Pemeriksaan ultrasonografi terarah dan teliti, termasuk
evaluasi cermat titik persambungan dan organ-organ yang terlibat, merupakan hal yang
sangat penting sebelum pasien diberi penjelasan. Pemisahan kembar siam yang hampir

18
komplet secara bedah mungkin berhasil apabila organ-organ yang esensial untuk hidup
tidak dipakai bersama. Chang dan Eng Bunker, sebagai contoh, dilaporkan dihubungkan
hanya oleh sebuah jembatan kecil jaringan yang mengandung struktur dinding abdomen
dan mungkin sebagian hati. Konsultasi dengan ahli bedah anak akan memudahkan orang
tua mengambil keputusan. Juga perlu diingat bahwa kembar monozigotik berisiko tinggi
mengalami ketidaksepadanan malformasi struktur, kemungkinan besar karena proses
pembentukan kembar adalah kejadian teratogenik yang mengganggu proses-proses
perkembangan normal. Akibatnya, kembar siam mungkin memiliki anomali struktur yang
tidak sepadan yang semakin mempersulit keputusan mengenai apakah kehamilan perlu
dilanjutkan atau tidak. Sebagai contoh, salah satu kembar siam adalah janin anensefalus.
Pelahiran pervaginam kembar siam untuk tujuan terminasi kehamilan dapat dilakukan
karena penyatuan umumnya lentur walaupun sering terjadi distosia. Apabila janin sudah
matur, pelahiran pervaginam dapat menimbulkan trauma.1
Kembar akardiak. Rangkaian perfusi balik arteri pada kembar (twin reverse
arterial pefusion=TRAP) merupakan penyulit yang jarang (1 dalam 35.000 kelahiran)
tetapi serius pada gestasi multipel monozigotik monokorionik. Pada sekuens TRAP,
biasanya terdapat satu kembar donor berbentuk normal yang memperlihatkan gejala gagal
jantung, dan satu kembar resipien tanpa jantung normal (akardius) dan berbagai struktur
lain. Dihipotesakan bahwa sekuens TRAP disebabkan oleh pirau arteri ke arteri plasenta
pada mudigah, yang sering diiringi oleh pirau vena ke vena. Tekanan perfusi pada salah
satu kembar mengalahkan yang lain yang kemudian mengalami pembalikan aliran darah
dari kembarannya. Darah arteri yang sudah terpakai dan mencapai kembar resipien
cenderung mengalir ke pembuluh-pembuluh iliaka sehingga hanya memberi perfusi
bagian bawah tubuh dan menyebabkan gangguan atau kemerosotan pertumbuhan dan
perkembangan tubuh bagian atas. Gangguan atau kegagalan pertumbuhan kepala disebut
akardius asefalus, kepala yang tumbuh parsial dengan alat gerak yang masih dapat
diidentifikasi disebut akardius miesefalus, dan kegagalan pembentukan semua struktur
disebut akardius amorfosa.1

19

Gambar 8. Kembar akardiak


Sumber: Huber A6
Komunikasi vaskular antar janin.

Komunikasi vaskular antara kembar

biasanya hanya terdapat di plasenta monokorion. Hampir 100 persen plasenta


monokorionik memiliki anastomosis vaskular, tetapi jumlah, ukuran dan arah komunikasi
yang tampaknya acak-acakan ini sangat bervariasi. Anastomosis arteri ke arteri di
permukaan korionik plasenta dilaporkan terdapat pada 75 persen plasenta monokorion
dan merupakan pola tersering. Komunikasi vena ke vena dan arteri ke vena masingmasing ditemukan pada sekitar 50 persen plasenta yang serupa. Satu pembuluh mungkin
memiliki beberapa koneksi, kadang-kadang ke arteri dan vena. Berbeda dengan koneksi
pembuluh di permukaan korion ini, di kapiler-kapiler jaringan vilosa plasenta terdapat
komunikasi arteri ke vena. Anastomosis arteriovena yang terletak dalam ini membentuk
suatu distrik vilosa bersama atau sirkulasi ketiga yang dapat diidentifikasi pada sekitar
separuh plasenta monokorion.1
Sebagian besar komunikasi vaskular ini secara hemodinamis seimbang dan tidak
banyak berefek pada janin. Namun, walaupun jarang, komunikasi ini dapat menyebabkan

20
pirau antar janin yang bermakna secara hemodinamis. Terdapat dua pola sirkulasi
anastomotik yang secara hemodinamis penting: pembentukan kembar akardiak dan
sindrom transfusi antar kembar. Insiden sindrom transfusi antar kembar masih belum
diketahui, tetapi sekitar seperempat kembar monokorion memperlihatkan sebagian
ganbaran klinis sindrom ini.1
Kerusakan otak janin. Cerebral palsy, mikrosefalus, porensefalus, san
ensefalomalasia multikistik merupakan penyulit-penyulit serius akibat komunikasi
vaskular pada gestasi kembar. Kerusakan saraf tersebut kemungkinan besar disebabkan
oleh nekrosis iskemik yang menyebabkan terbentuknya kavitas di otak. Pada kembar
donor, iskemia terjadi akibat hipotensi dan / atau anemia. Pada resipien, iskemia terjadi
akibat instabilitas tekanan darah dan episode-episode hipotensi berat. Patologi otak dapat
terjadi setelah kematian salah satu kembar. Dalam hal ini, kerusakan mungkin disebabkan
oleh emboli materi tromboplastik yang berasal dari janin yang meninggal, tetapi lebih
mungkin disebabkan oleh hipotensi akut pada saat kematian. Pada saat kematian salah
satu janin kembar, transfusi anastomotik akut antar kembar dari pembuluh bertekanan
tinggi pada kembar yang hidup ke pembuluh dengan tahanan sangat rendah pada kembar
yang meninggal menyebabkan perubahan hemodinamik cepat dan kerusakan otak
iskemik antenatal pada janin yang masih hidup. Tindak lanjut yang cermat
memperlihatkan bahwa tidak ada yang mengalami koagulasi intravaskular diseminata,
namun frekuensi kerusakan saraf tetap tinggi. Prevalensi cerebral palsy adalah 83 per 100
kelahiran hidup-setara dengan risiko 40 kali lipat. Terjadi anemia akut pada janin yang
hidup setelah kembarannya meninggal dan dihipotesakan bahwa anomali otak pada janin
yang selamat disebabkan oleh iskemia serebri hipotensif akibat perdarahan akut melalui
pembuluh-pembuluh darah plasenta. Kerusakan otak semacam ini pernah dilaporkan
setelah kematian salah satu janin kembar sejak usia gestasi 16 minggu.1
TWIN TO TWIN TRANFUSION SYNDROME
Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) atau sindrom transfusi antar kembar
terjadi pada kehamilan multipel dan terjadi aliran darah dari janin satu ke janin yang
lainnya. Sindroma ini biasanya terjadi pada kehamilan monokorionik yang biasanya
mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi seperti persalinan prematur, pertumbuhan

21
janin terhambat, kematian janin dan TTTS. Hasil kehamilan TTTS bila dilakukan terapi
hampir selalu berakhir dengan persalinan prematur, bahkan meskipun dilakukan terapi,
kematian janin berkisar 40-80 persen.5
Patofisiologi TTTS. Sampai saat ini patofisiologi terjadinya TTTS masih sangat
sedikit diketahui. Tetapi dengan kemajuan ultrasonografi dan Doppler pada plasenta
dapat mendeteksi beberapa kelainan. Pada saat ini dugaan terjadinya TTTS adalah adanya
hubungan pembuluh darah antara kedua janin. Anastomosis kedua janin jelas terlihat
pada seluruh kehamilan kembar monokorionik, sedangkan kejadian TTTS adalah pada
5-10 persen kehamilan kembar monokorionik. Kejadian yang berlangsung progresif ini
adalah terjadi pada satu janin memompa darah secara perlahan pada janin yang satunya
melalui aliran anastomosis tersebut. Alasan kenapa hanya terjadi pada sebagian kecil saja
terjadinya TTTS pada monokorionik masih tidak diketahui secara pasti.1, 5, 7, 8
Penelitian terakhir memperlihatkan pemecahan patofisiologi TTTS adalah bahwa
pada plasenta kemungkinan terjadi anastomosis arterio-arterial (AA), venovenous (VV)
dan arteri venous (AV). Pada penelitian, AV anastomosis terjadi aliran dari donor menuju
resipien di dalam plasenta. Terjadi kondisi uncompensated pada arah sebaliknya yaitu
dari resipien menuju donor, hal ini mungkin menjadi sebab terjadinya TTTS.1, 5, 7

22

Gambar 9. Anastomosis pembuluh darah pada TTTS


Sumber: Skrupski DW5
Twin-twin transfusion syndrome adalah penyakit progresif yang berjalan lambat.
Timbulnya kelainan biasanya paling cepat terdeteksi pada usia kehamilan 13 minggu.
Tetapi pada pemeriksaan ultrasonografi terdeteksi pada 17-26 minggu. Kondisi umumnya
terjadi yang satu mengalami oligohidramnion sedangkan kondisi lain terjadi
polihidramnion. Kondisi terhambatnya pertumbuhan, kematian janin dalam rahim, paruparu hipoplastik pada donor, dan meningkatnya aliran luaran jantung terjadi pada
resipien.1, 5, 8
Temuan klasik pada neonatus adalah perbedaan berat badan, perbedaan
hematokrit, plethora pada resipien serta kepucatan pada donor, tidak dapat ditemukan
secara ultrasonografi. Twin-twin transfusion syndrome dapat didiagnosis pada
pemeriksaan neonatal dengan pemeriksaan ultrasonografi dan telah mengalami
perkembangan yang pesat. Ciri khas dari temuan ultrasonografi adalah kehamilan

23
monokorionik, kombinasi dari polihidramnion, tidak ditemukannya vesika urinaria
resipien atau dalam ukuran kecil. Lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:5
A.

Kriteria diagnostik trimester kedua untuk TTTS


1.

Kehamilan monokorionik
a.

Jenis kelamin sama

b.

Satu buah plasenta

c.

Membran pemisah yang tipis

d.

Tidak tampak lambda atau twin peak sign

2.

Volume cairan amnion yang abnormal


a.

Satu kantung dengan oligohidramnion, single deepest


pocket < 2,0 cm

b.

Satu kantung dengan polihidramnion, single deepest


pocket > 8,0 cm

3.

Temuan vesika urinaria yang persisten


a.

Pada oligohidramnion ukuran vesika urinaria kecil atau


tidak tampak

b.
B.

Ukuran vesika urinaria besar pada polihidramnion


Temuan ultrasonografi yang membantu

1.

Perbedaan berat janin (> 20 persen dari perkiraan berat janin)

2.

Terdapat gambaran stuck twin

3.

Terdapat gambaran hidrops fetalis


a.

Edema subkutan (> 5 mm kulit kepala)

b.

Perikardial efusi

c.

Efusi pleura

d.

Asites

Ultrasonografi pada trimester pertama harus dilakukan pada semua pasien


kehamilan multipel yang berisiko karena gambaran plasenta telah tampak pada kehamilan
trimester pertama. Gambaran plasenta pada trimester pertama adalah ketebalan membran
pemisah, terdapatnya lambda sign, dan berapa buah plasenta. Pada kondisi tertentu

24
diperlukan pemeriksaan ultrasonografi serial. Pemeriksaan yang hati-hati perlu dilakukan
untuk melihat kemungkinan kelainan kongenital.5
Sindroma bayi stuck (terperangkap) terjadi pada kantung yang tidak terdapat
cairan amnion. Kondisi ini sulit didiagnosis pada monoamniotik karena membran antar
ruang menempel ketat pada bayi donor sehingga menyerupai monoamniotik. Bayi
kembar stuck dapat diidentifikasi bila bayi pada beberapa kali pemeriksaan berada pada
satu sisi terus menerus dan gerakannya terbatas.5
Informasi tambahan kemungkinan terjadi TTTS pada trimester pertama adalah
ditemukannya Nuchal translucency (NT) lebih dari 3 mm antara minggu ke 10 dan 14
kehamilan, pertumbuhan CRL yang buruk pada satu janin.5
Kriteria diagnosis lain dikemukakan oleh Quintero dengan dasar pemeriksaan
ultrasonografi.5, 6

Stadium 1: Terdapat oligohidramnion pada bagian donor dengan SDP < 2 cm


dan polihidramnion pada bagian resipien dengan SDP > 8 cm. Vesika urinaria
bayi terlihat.

Stadium 2: Kondisi oligohidramnion dan polihidramnion seperti tingkat 1,


tetapi vesika urinaria tidak terlihat.

Stadium 3: Kondisi seperti tingkat 1 dan 2, tetapi disertai kelainan Doppler


pada arteri umbilikalis atau duktus venosus. Kelainan ini terjadi pada janin
keseluruhan tetapi biasanya terlihat pada bayi donor. Gambaran Doppler arteri
umbilikalis donor adalah terjadi absent of diastolic flow atau telah terjadi
reverse, pada bayi resipien kondisi absen atau reverse juga terjadi tetapi
biasanya pada duktus venosus sebagai tanda awal gangguan gagal jantung,
dan kadang-kadang terdapat regurgitasi trikuspid.

Stadium 4: Satu atau kedua bayi terdapat tanda-tanda hidrops. Hal ini terjadi
karena keluarnya cairan dari tubuh bayi dengan ciri edema subkutan, cairan
pada rongga abdomen atau asites, terdapat efusi pleura atau efusi perikardial.
Hal ini menjadi bukti telah terjadi gagal jantung dan menjadi ciri khas pada
resipien.

Stadium 5: Satu atau kedua bayi telah meninggal

25
The Quintero staging system berguna untuk menggambarkan progresifitas TTTS
melalui spektrum keparahannya. Walaupun demikian, sistim ini mempunyai keterbatasan
dalam protokol terapi. Penderita stadium I hanya dengan ketidaksetaraan (discordance)
air ketuban, akan sulit diketahui secara nyata tentang adanya TTTS. Penderita dengan
stadium II biasanya diperkirakan sebagai stadium awal kelainan ini. Kelompok terbanyak
penderita berada pada stadium III. Stadium ini menggambarkan spektrum keparahan
yang sangat luas. Pada stadium II hanya didapatkan perubahan hemodinamik berupa
abnormalitas velosimetri Doppler, dan pada spektrum terakhir stadium III, kembar
resipien mempunyai kardiomiopati twin-twin yang berat. Stadium selanjutnya merupakan
awal kematian tanpa berkembangnya menjadi hidrops (akan berkembang menjadi
stadium IV). Terjadi perubahan hemodinamik, gambaran ekokardiogram janin yang berat
sebagai dasar kerusakan pada stadium ini. Gambaran ekokardiografi meliputi adanya
atrioventricular valvular incompetence yang berat, ventricular wall thickening dan fungsi
ventrikular seperti pada index Tei. Pada beberapa seri penelitian kasus TTTS, empat dari
6 penderita stadium II Quintero merupakan stadium III berdasarkan temuan pemeriksaan
ekokardiografi. Perubahan stadium ini dapat mempengaruhi konseling tentang pemberian
pilihan terapi yang akan diberikan. Gambaran ekokardiografi ini juga dipergunakan untuk
melakukan penilaian terhadap respon terapi.9
Jika penderita awalnya diterapi dengan amnioreduksi atau mikroseptostomi,
ekokardiografi

janin dapat dipergunakan untuk menilai

progresifisitas TTTS.

Progresifisitas dapat dipergunakan sebagai infikasi berpindah ke terapi selective


fetoscopic laser photocoagulation.9
Penatalaksanaan kehamilan ganda dengan twin-twin transfusion sindrome.
Penilaian antenatal yang baik dan pemberian tokolitik untuk mencegah persalinan
prematur merupakan penatalaksanaan konservatif yang biasa dilakukan. Pemeriksaan
antenatal yang cukup memadai, menjadi dasar untuk dilakukan terminasi kehamilan
dalam upaya mencegah kematian janin intrauterin. Upaya-upaya intensif bisa dilakukan
untuk mengurangi korbiditas dan mortalitas.
1.

Amnioreduksi

26
Amnioreduksi (kadang-kadang dilakukan serial) adalah tindakan yang awal
sekali dan sering dilakukan. Hal ini dilakukan pada bagian yang mengalami
polihidramnion untuk mengembalikan keseimbangan cairan amnion antara
kedua janin. Prosedur dilakukan dengan mengeluarkan cairan 1-7 liter, bila
polihidramnion berulang dilakukan amnioreduksi serial. Jarum yang
digunakan adalah nomor 18 atau 20. Komplikasi yang terjadi pada sekitar 8
persen kasus adalah persalinan prematur, korioamnionitis, ketuban pecah dini
(PPROM) dan solusio plasenta.1, 5, 7

Gambar 10. Amnioreduksi


Sumber: Skrupsky DW5
2.

Fetoscopic laser occlusion of chorioangiopagus plasental vessels


Prosedur ini adalah cara pengobatan yang berbeda dengan cara memutus
pembuluh darah dalam plasenta. Endoskopi dilakukan pada bagian
polihidramnion selanjutnya pertengahan kedua kutub pembuluh darah dan
anastomisis

dievaluasi.

Penggunaan

laser

untuk

oklusi

anastomosis

merupakan pengembangan dari teknik fetoskopi. Prosedur ini merupakan


prosedur yang paling invasif dibandingkan prosedur yang lain dengan risiko
morbiditas ibu yang cukup tinggi serta risiko yang terdapat pada prosedur
amnioreduksi. Prosedur ini berlangsung 1-2 jam dan diakhir prosedur

27
dilakukan reduksi cairan pada janin resipien untuk mengembalikan
keseimbangan cairan amnion. Sebelum dan sesudah prosedur diberikan
tokolitik. Risiko lain tindakan ini adalah perdarahan pada permukaan plasenta
karena efek ablasi pada pembuluh darah sekitar lokasi tindakan. Survival rate
tindakan ini adalah sekitar 70-80% pada salah satu janin dan kedua janin pada
sepertiga kasus. Bila salah satu bayi meninggal setelah prosedur komplikasi
berkurang dari 35% menjadi sekitar 7% pada bayi yang hidup. Sekitar 8%
pada bayi dengan TTTS yang hidup mengalami kelainan mental jangka
panjang setelah persalinan. Kondisi ini terjadi pada 50% yang mengalami
prosedur amnioreduksi.5, 7, 8
3.

Septostomi (microseptostomy)
Septostomi adalah menyatukan kedua ruang amnion menjadi satu ruangan
dengan menggunakan jarum, sehingga cairan amnion dapat melalui kedua
ruangan. Kondisi ini berdasarkan pada bayi dengan monoamniotik tidak
terdapat TTTS. Hal yang menjadi risiko adalah lilitan tali pusat (saling melilit)
karena lubang yang kecil mengalami ruptur menjadi besar sehingga seolaholah monoamniotik (pseudomonoamniotic). Penggunaan jarum lebih kecil
yaitu nomor 22 mengurangi risiko kompolikasi ini. Survival rate dengan cara
ini adalah sekitar 83% pada salah satu janin dan 60% pada kedua janin.5, 8

28

Gambar 11. Septostomi


Sumber: Skrupski DW5
4.

Koagulasi selektif tali pusat (selective cord coagulation)


Pada beberapa kasus pasangan orang tua janin mengalami kesuitan untuk
memilih salah satu janin. Prosedur ini digunakan bila ablasi secara laser tidak
mungkin dilakukan pada pembuluh darah yang mengalami kematian. Cara
menghentikan aliran darah pada janin mati akan mencegah aliran darah pada
janin mati dan menghindari dari kondisi kematian keduanya (siblings death).
Prosedur ini dilakukan pada tali pusat bayi mati kemudian dilakukan
koagulasi secara elektrik. Survival rate pada bayi hidup sekitar 85% kasus.
Pecah ketuban terjadi pada 20% kasus.5, 6, 8, 10

29

Gambar 12. Koagulasi selektif talipusat


Sumber: Skrupski DW5

5.

Ablasi radiofrekuensi
Prosedur ini biasanya dilakukan pada bayi dengan kondisi TRAP. Tali pusat
dari bayi akardia biasanya pendek dan tidak tampak dengan ultrasonografi.
Karena alasan ini tidak dicari tali pusat pada bayi akardia tetapi dicari
pembuluh darah besar yang kemudian dilakukan koagulasi. Hal ini bisa
digunakan dengan menggunakan ablasi radiofrekuensi. Digunakan jarum
khusus kemudian dimasukkan kedalam tubuh janin akardia dan selanjutnya
pada bagian pembuluh darah besar janin. Survival rate pada prosedur ini
sekitar 90%.5, 8

30

Gambar 13. Ablasi radiofrekuensi


Sumber: Skrupski DW5
KEMBAR YANG TIDAK SEPADAN
Ukuran janin kembar yang tidak setara mungkin merupakan tanda hambatan
pertumbuhan patologis pada salah satu janin, dan didefinisikan dengan menggunakan
janin yang lebih besar sebagai indeks. Secara umum, seiring dengan meningkatnya
perbedaan berat pada pasangan kembar, mortalitas perinatal juga meningkat. Hambatan
pertumbuhan pada salah satu kembar biasanya terjadi pada akhir trimester kedua dan
awal trimester ketiga, serta sering asimetris. Ketidaksepadanan yang lebih dini biasanya
simetris dan menunjukkan risiko yang lebih besar, secara umum, semakin dini
ketidaksepadanan diketahui, semakin serius sekuele yang terjadi.1
Patologi. Penyebab ketidaksepadanan berat lahir pada janin kembar sering tidak
jelas, tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa etiologi ketidaksepadanan ini berbeda pada
kembar monokorionik dan dikorionik. Pada kembar monokorionik, ketidaksepadanan
biasanya disebabkan oleh adanya komunikasi vaskular plasenta yang menyebabkan

31
ketidakseimbangan hemodinamik antara kembar. Penurunan tekanan dan perfusi kembar
donor kemudian dapat menyebabkan bagian plasentanya mengalami gangguan
pertumbuhan. Walaupun jarang, ukuran kembar monokorionik mungkin tidak sepadan
karena merekan mengalami anomali struktural yang tidak setara sewaktu berlangsungnya
proses pembentukan kembar.1
Ketidaksetaraan pada kembar dikorionik diperkirakan disebabkan oleh etiologi
yang berbeda-beda. Salah satu sebab ketidaksepadanan tersebut adalah bahwa janin
dizigotik memiliki potensi pertumbuhan yang berbeda, terutama apabila mereka memiliki
jenis kelamin yang berbeda. Karena plasenta terpisah dan memerlukan ruang implantasi
yang lebih luas, mungkin salah satu plasenta memiliki tempat implantasi yang
suboptimal. Pengamatan bahwa insiden ketidaksepadanan meningkat dua kali lipat pada
triplet dibandingkan dengan kembar menyokong pandangan bahwa tinggal berdesakan di
dalam uterus berperan menyebabkan hambatan pertumbuhan janin.1
Diagnosis. Terdapat dua hal yang tidak pasti dalam deteksi ketidaksepadanan
pada kehamilan kembar. Pertama, pengukuran anastomosis ultrasonografik mana yang
paling handal untuk memperkirakan ketidaksepadanan? Kedua, seberapa besar perbedaan
berat janin yang dianggap bermakna secara klinis?1
Ketidaksepadanan ukuran antara kembar dapat ditentukan dengan beberapa cara.
Salah satu metode yang paling sering digunakan adalah menggunakan semua ukuran
janin

untuk

menghitung

perkiraan

berat

masing-masing

kembar,

kemudian

membandingkan berat janin yang lebih kecil dengan berat janin yang lebih besar (berat
janin yang lebih besar dikurangi berat janin yang lebih kecil, dibagi oleh berat janin yang
lebih besar). Mengingat hambatan pertumbuhan merupakan kekhawatiran utama dan
lingkar abdomen mencerminkan gizi janin, sebagian penulis menegakan diagnosis
ketidaksepadanan apabila terdapat perbedaan lingkar abdomen lebih dari 20 mm. Hill
dkk. (1994) mengevaluasi pengukuran sonografik pada kembar yang tidak sepadan dan
mendapatkan bahwa lingkar abdomen lebih baik daripada lingkar kepala, panjang femur,
atau diameter lintang serebelum sebagai indeks paling bermanfaat pada janin yang
ukurannya tidak sepadan.1
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan utama pada bayi kembar adalah pemantauan
sonografik pertumbuhan pasangan kembar, yang merupakan cara untuk mendeteksi

32
gangguan dan ketidaksepadanan pertumbuhan. Temuan sonografik lain, misalnya
oligohidramnion pada janin yang lebih kecil, mungkin bermanfaat untuk menaksir risiko
janin. Selain itu, ketidaksepadanan disertai hambatan pertumbuhan seyogyanya segera
mendorong kita melakukan evaluasi frekuensi denyut jantung janin atau profil biofisik
untuk menilai kesejahteraan janin. Pelahiran janin tidak diindikasikan apabila hanya
terdapat ketidaksetaraan ukuran, tetapi diindikasikan apabila terjadi stres janin yang kecil
kemungkinannya berespons terhadap intervensi serta usia gestasinya diperkirakan
mencukupi untuk kelangsungan hidup janin. Banyak ototritas menganjurkan pemeriksaan
tingkat kematangan paru sebelum melahirkan janin kembar yang tidak sepadan dengan
ukuran janin sebagai satu-satunya perbedaan dalam evaluasi sonografik.1
TRIPLET ATAU LEBIH
Semua masalah gestasi kembar akan semakin diperberat jika terdapat tambahan
janin. Meningkatkan perawatan neonatus menyebabkan harapan kelangsungan hidup
janin dapat mencapai 95%, tetapi angka morbiditas pada triplet tetap tinggi.
Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, triplet secara bermakna lebih berisiko
mengalami perdarahan intraventrikel ringan (risiko relatif/RR 6,2), retinopati
prematuritas ringan (RR 20,0) dan retinopati berat (RR 46,7). Angka kematian untuk
triplet adalah 121 per 1000 tanpa bergantung pada urutan kelahiran.1
Persalinan dan pelahiran triplet juga berisiko tinggi. Pemantauan frekuensi denyut
jantung janin selama persalinan merupakan tantangan tersendiri. Sebuah elektroda kulit
kepada dapat dipasang pada janin paling bawah, tetapi sulit dipastikan bahwa kedua
triplet lainnya dapat dipantau secara terpisah. Pada pelahiran pervaginam, janin pertama
biasanya lahir spontan atau dengan sedikit manipulasi. Namun janin-janin berikutnya
dilahirkan berdasarkan presentasinya, yang sering memerlukan perasat obstetris rumit,
misalnya ekstraksi bokong total dengan atau tanpa versi podalik internal, atau bahkan
mungkin

memerlukan

tindakan

seksio

sesarea

segera.

Malposisi

janin-janin

meningkatkan insiden prolaps tali pusat dan tumbukan janin. Selain itu, selama pelahiran
besar kemungkinan terjadi penurunan perfusi plasenta dan perdarahan akibat terlepasnya
plasenta.1

33
Atas alasan-alasan tersebut, banyak dokter beranggapan bahwa pelahiran pada
kehamilan dengan tiga atau lebih janin paling baik dilakukan dengan seksio sesarea.
Pelahiran

pervaginam

dicadangkan

pada

keadaan-keadaan

yang

kemungkinan

kelangsungan hidup janinnya sangat kecil akibat terlalu imatur atau penyulit ibu
menyebabkan seksio sesarea berbahaya bagi wanita tersebut. Ada dokter-dokter lain yang
percaya bahwa pelahiran pervaginam aman pada keadaan tertentu. Sebagai contoh,
Alamia dkk. (1998) mengevaluasi suatu protokol pelahiran pervaginam untuk kehamilan
triplet yang janin terbawahnya memiliki presentasi kepala dan ketiga janin dapat dipantau
secara kontinu.1
REDUKSI ATAU TERMINASI SELEKTIF
Pada beberapa kasus gestasi multijanin ordo tinggi, reduksi jumlah janin menjadi
dua sampai tiga akan memperbaiki kelangsungan hidup janin yang tersisa. Reduksi
selektif mengisyaratkan intervensi kehamilan dini sedangkan terminasi selektif dilakukan
lebih belakangan.1
Reduksi selektif. Reduksi janin tertentu pada suatu gestasi multipel mungkin
dipilih sebagai intervensi terapeutik untuk meningkatkan kemungkinan hidup janin
lainnya. Reduksi kehamilan multijanin dikembangkan di Mount Sinai Medical Center di
New York sebagai upaya memperbaiki prognosis buruk pada kehamilan dengan tiga atau
lebih janin yang biasanya disebabkan oleh teknologi reproduksi dengan bantuan. Reduksi
kehamilan dapat dilakukan secara transervikal, transvaginal, atau transabdominal, tetapi
rute transabdominal biasanya dilakukan pada usia gestasi antara 10 dan 13 minggu. Saat
ini dipilih karena setiap kematian janin spontan harusnya sudah terjadi, janin yang tersisa
sudah cukup besar untuk dapat dievaluasi secara sonografik, jumlah sisa jaringan janin
yang mengalami devitalisasi setelah prosedur sedikit, dan risiko kematian seluruh janin
akibat prosedur rendah. Yang menjadi sasaran reduksi adalah janin terkecil dan janin
dengan anomali. Tindakan berupa penyuntikan kalium klorida kedalam jantung atau
toraks masing-masing janin yang terpilih dibawah tuntunan ultrasonografi dilakukan
secara hati-hati agar kantung janin yang ingin dipertahankan tidak tertusuk atau
tertembus. Pada sebagian besar kasus, kehamilan direduksi menjadi kehamilan kembar
dua agar kemungkinan lahirnya paling tidak satu janin hidup lebih besar.1

34
Berkowitz dkk.(1996) berdasarkan pengalaman mereka dengan 400 reduksi yang
dilakukan oleh operator yang sangat berpengalaman, melaporkan angka abortus
(pregnancy loss) sebesar 8 persen. Sisa kehamilan sebesar 92 persen melahirkan satu atau
lebih janin viabel setelah gestasi 24 minggu. Pelahiran preterm dini lebih mungkin terjadi
pada kehamilan yang berawal sebagai gestasi ordo tinggi sehingga memperkuat konsep
bahwa gestasi multipel ordo tinggi berbahaya baik bagi ibu maupun janin.1
Terminasi selektif. Apabila teridentifikasi adanya janin multipel yang tidak
sepadan akibat kelainan struktur atau gen, tersedia tiga pilihan:1
1. Mengaborsi semua janin.
2. Terminasi selektif janin yang abnormal.
3. Melanjutkan kehamilan.
Karena anomali biasanya belum terungkap sampai trimester kedua, terminasi
selektif dilakukan pada usia gestasi lebih tua daripada reduksi selektif dan memiliki risiko
lebih tinggi. Oleh karena itu, prosedur ini biasanya tidak dilakukan kecuali apabila
anomalinya parah tetapi tidak mematikan, yang berarti bahwa janin dengan anomali
tersebut akan bertahan hidup dan memerlukan perawatan seumur hidup, atau prakiraan
risiko apabila kehamilan dilanjutkan lebih besar daripada risiko prosedur terminasi.
Sebagai contoh, kehamilan triplet yang salah satu janinnya mengidap sindrom Down,
mungkin dapat menjadi kandidat terminasi selektif, sedangkan kehamilan kembar dua
yang salah satu janinnya mengidap trisomi 18 mungkin tidak. Pada sebagian kasus,
terminasi dipertimbangkan karena janin abnormal dapat membahayakan janin normal.
Sebagai contoh, hidramnion patologis yang terjadi pada satu kembar dengan atresia
esofagus dapat menyebabkan pelahiran preterm saudara kembarnya. Prasyarat untuk
terminasi selektif adalah diagnosis pasti untuk janin yang abnormal dan kepastian absolut
tentang letaknya. Apabila terdapat aneuploidi yang terdeteksi setelah amniosentesis
genetik atas indikasi usia ibu lanjut, misalnya harus dibuat peta uterus dengan lokasi
semua janin jelas tertera pada saat prosedur diagnostik.1

35

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai