Anda di halaman 1dari 27

MOLA HIDATIDOSA (KEHAMILAN MOLA)

Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi
trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga uterus ;
namun, kadang-kadang mola terletak di tuba Fallopii dan bahkan ovarium (Stanhope dkk., 1983). Ada
tidaknya janin atau unsur embrionik pernah digunakan untuk mengklasifikasikan mola menjadi mola
sempurna (complete) dan parsial. Seperti ditekankan oleh Benirschke dan Kaufmann (2000), pada
banyak kasus hal ini sulit dilakukan.

MOLA HIDATIDOSA SEMPURNA


Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari sulit
dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung
pada tangkai kecil. Temuan histologik yang ditandai oleh :
1; Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus.
2; Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak.
3; Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
4; Tidak adanya janin dan amnion.
Degenerasi hidropik atau degenerasi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola sejati, tidak
digolongkan sebagai penyakit trofoblastik (Berkowitz dkk., 1991).

Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola sempurna menemukan komposisi kromosom
yang umumnya (85 persen atau lebih) adalah 46,XX, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah
(Wolf dan Lage, 1995). Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Biasanya ovum dibuahi oleh
sperma haploid, yang kemudian memperbanyak kromosomnya sendiri setelah meiosis sehingga
kromosomnya bersifat homozigot. Kromosom ovum tidak ada atau tidak aktif. Kadang-kadang pola
kromosom suatu mola sempurna mungkin 46,XX, yaitu heterozigot karena pembuahan dua sperma
(Bagshawe dan Lawler, 1982; Lawler dkk., 1991).

Tabel : Gambaran Mola Hidatidosa dan Sempurna


Gambaran Mola Parsial Mola Sempurna
Kariotipe Umumnya 69,XXX atau46,XX atau 46,XY
69,XXY
Patologi
Janin Sering dijumpai Tidak ada
Amnion, sel darah merah janin Sering dijumpai Tidak ada
Edema vilus Bervariasi, fokal Difus
Proliferasi trofoblas Bervariasi, fokal, ringan sampai Bervariasi, ringan sampai berat
sedang

Gambaran Klinis
Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
Ukuran uterus Kecil untuk masa kehamilan 50% besar untuk masa kehamilan
Kista teka-lutein Jarang 25 30%
Penyulit medis Jarang Sering
Penyakit pascamola Kurang dari 5-10% 20%

Lawyer dkk. (1991) melaporkan 2002 mola hidatidosa; 151 mola sempurna dan 49 parsial. Sebagian
besar (85%) mola sempurna adalah diploid sedangkan sebagian besar mola parsial (86 persen) adalah
triploid. Variasi-variasi lain juga pernah dilaporkan, misalnya 45,X. Oleh karena itu, mola yang secara
morfologis sempurna dapat terdiri dari berbagai pola kromosom (Wolfe dan Lange, 1995). Risiko
tumor trofoblastik yang berkembang dari mola sempurna adalah sekitar 20 persen.

MOLA HIDATIDOSA PARSIAL


Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagian
jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion, keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola
hidatidosa parsial. Terjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang
biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih
berfungsi tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada generalisasi.
Kariotipe biasanya triploid 69, XXX, 69,XXY, atau 69, XYY dengan satu komplemen haploid ibu dan
biasanya dua komplemen haploid ayah (Berkowitz dkk., 1986, 1991; Wolfe dan Lage, 1995). Jani pada
mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploidi, yang mencakup malformasi congenital multiple
dan hambatan pertumbuhan serta tidak viable. Dalam laporan oleh Lawler dkk. (1991), 86 persen mola
parsial bersifat triploid dan 2 persen diploid. Jauniaux (1999), dalam suatu kajian mengenai mola
parsial, melaporkan bahwa 82 persen janin dengan kariotipe triploid memperlihatkan hambatan
pertumbuhan simetris. Jauniaux dkk. (1998) juga melaporkan satu kasus mola parsial dengan trisomi
13. Lembet dkk. (2000) baru-baru ini melaporkan satu kasus mola hidatidosa parsial dengan kariotipe
diploid dan janin hidup.
Gestasi kembar dengan mola sempurna serta janin dan plasenta normal kadang-kadang salah di
diagnosis sebagai mola parsial diploid. Sebaliknya keduanya diupayakan dibedakan, karena kehamilan
kembar yang terdiri dari satu janin normal dan satu mola sempurna memiliki kemungkinan 50 persen
untuk menyebabkan penyakit trofoblastik persisten dibandingkan dengan angka yang jauh lebih rendah
pada mola parsial triploid (Bruchim dkk., 2000). Van de Kaa dkk. (1995) menguraikan manfaat analisis
sitogenetika interface dan analisis sitometri DNA untuk membantu membedakan kedua entitas ini.

Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik pada 4 sampai 8 pesen kasus
(Berkowitz dkk., 1986; Szulman dan Surti, 1982). Risiko koriokarsinoma yang berasal dari mola parsial
sangat rendah. Seckl dkk. (2000) melaporkan 3000 kasus mola parsial dan mencatat hanya tiga kasus
koriokarsinoma.

Vejerslev (1991) mengulas hasil kehamilan dengan mola hidatidosa bersama dengan janin normal. Dari
113 kehamilan, 52 (45 persen) janin berkembang sampai usia gestasi 28 minggu, dan angka
kelangsungan hidupnya adalah 70 persen. Karena itu, dalam memberi konseling kepada wanita yang
hamil mola plus janin, baik hasil pemeriksaan sitogenetik maupun ultrasonografi resolusi tinggi paling
penting dilakukan.

DIAGNOSIS HISTOLOGIS
Upaya-upaya untuk mengaitkan gambaran histologis mola hidatidosa sempurna dengan
kecenderungan keganasan di kemudian hari umunya mengecewakan. Novak dan Seah (1954), sebagai
contoh, tidak mampu menemukan keterkaitan itu secara tepat pada 120 kasus mola hidatidosa atau pada
jaringan mola dari 26 kasus koriokarsinoma yang timbul setelah mola hidatidosa.

KISTA TEKA LUTEIN


Pada banyak kasus mola hidatidosa, ovarium mengandung kista teka lutein multiple (Gambar 35-10).
Kista-kista ini ukurannya bervariasi dari mikroskopik sampai yang berdiameter 10 cm atau lebih.
Permukaan kista halus, sering kekuningan, dan di lapisi oleh sel-sel lutein. Insidensi kista yang jelas
terlihat di sertai dengan mola dilaporkan berkisar antara 25 sampai 60 persen. Kista-kista ini diduga
terbentuk akibat perangsangan unsur-unsur lutein yang berlebihan oleh gonadotropin dalam jumlah besar
yang dikeluarkan oleh trofoblas. Secara umum, perubahan kistik yang luas biasanya disertai dengan mola
hidatidosa yang lebih besar dan masa perangsangan yang lama. Montz dkk. (1988) melaporkan bahwa
penyakit trofoblastik persisten lebih besar kemungkinan terjadi pada wanita dengan kista tekalutein,
terutama apabila bilateral. Kista tidak terbatas kasus-kasus mola hidatidosa, namun juga pada hipertrofi
plasenta pada hidrops janin atau kehamilan multijanin. Sebagian dari kista-kista ini, terutama yang sangat
besar, dapat mengalami tersio, infrak, dan perdarahan. Karena kista menciut setelah pelahiran,
ooforektoni sebaiknya jangan dilakukan kecuali apabila ovarium mengalami infark luas.
INSIDEN
Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika Serikat dan Eropa. Walapun di
Negara-negara lain dilaporkan lebih sering, terutama dibeberapa Negara Asia, sebagian besar informasi
ini berasal dari penelitian di rumah sakit (Schorge dkk, 2000). Berdasarkan studi-studi pada populasi,
inidensi di sebagian besar dunia mungkin serupa dengan insiden di Amerika Serikat 9Miller dkk, 1989;
seminar dan Macfee, 1995).

USIA
Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir usia subur relative lebih
tinggi (Semer dan Macfee, 1995). Efek paling berat dijumpai pada wanita berusia lebih dari 45 tahun,
dengan frekuensi relative lebih dari 10 kali lipat dibandingkan pada usia 20 sampai 40 tahun (Schorge
dkk. 2000). Banyak dijumpai kasus mola hidatidosa yang terbukti pada wanita berusia 50 tahun atau
lebih.

RIWAYAT MOLA
Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada sekitar 1 sampai 2 persen kausus (Miller dkk, 1989). Dalam
kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5000 pelahiran, frekuensi mola rekuren adalah
13 persen (Loret de Mola dan Goldfarb , 1995). Kim kk. (1998) mendapatkan angka kekambuhan 4,3
persen pada 115 wanita yang ditindaklanjuti di Seoul, Korea. Dalam suatu usulan tentang mola hidatidosa
berulang tapi dari pasangan berbeda, Tuncer dkk. (1999) menyimpulkan bahwa mungkin terdapat
masalah oosit primer

FAKTOR LAIN
Peran Graviditas, paritas, factor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral, dan factor makanan
dalam resiko penyakit trofoblastik gestasional masih belum jelas ( Semer dan Macfee, 1995).

PERJALANAN KLINIS
Gambaran klinis sebagian besar kehamilan mola banyak berubah dalam 20 tahun terakhir karena
penggunaannya ultrasonografi transvagina dan hGG serum kuantitatif menyebabkan diagnosis ditegakkan
lebih dini (Coukos dkk, 1999). Pada akhir trisemester pertama dan selama trisemester kedua, sering
tampak jelas sejumlah perubahan. Gejala-gejala mencolok lebih besar kemungkinannya terjadi pada mola
sempurna. Schaerth dkk. (1988) melaporkan penyulit pada dua pertiga dari 381 wanita dengan kehamilan
mola.

PERDARAHAN
Perdarahan uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak sampai perdarahan beras
(Rose, 1995). Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau, yang lebih sering, terjadi secara
internitem selama beberapa minggu sampai bahkan bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup
berat terbuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molanya lebih besar. Kadang-kadang terjadi
perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-
kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan
muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berpoliferasi.

UKURAN UTERUS
Uterus sering membesar lebih cepat dari pada biasannya. Ini adalah kelainan yang tersering dijumpai, dan
pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi yang diharapkan berdasarkan usia gestasi. Uterus
mungkin sulit diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada nulipara, karena konistensinya
yang lunak di bawah dinding abdomenan yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar
akibat kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.

AKTIVITAS JANIN
Walapun uterus cukup membesar sehingga mencapai jalan di atas simfisis, bunyi jantung biasanya tidak
terdeteksi. Walapun jarang, jarang mungking terdapat plasenta kembar dengan perkembangan kehamilan
mola sempurna pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinnya tanpak normal (Gambar 32-12).
Demikian juga, walapun sangat jarang, plasenata mungkin mengalami perubahan mola yang luas tetapi
tidak lengkap disertai oleh janin hidup.

HIPERTENSI AKIBAT KEHAMILAN


Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklamasi pada kehamilan mola, yang menetap
pada trisemester kedua. Karena hipertensi akibat kehamilan jarang di jumpai sebelum usia gestasi 24
minggu, preeklamasi yang terjadi sebelum resiko waktu ini sedikitnya harus mengisyaratkan mola
hidatidosa atau adanya mola yang luas.

HIPEREMESIS
Pasien dapat mengalami mual dan muntah yang cukup berat. Yang menarik, tidak ada satupun dari 24
mola sempurna yang dilaporkan oleh Coukos dkk. (1999) mengalami preeklamasia, hiperemesis, atau
hipertridisme klinis.
TIROTOKSIKOSIS
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meiningkat, tetapi jarang menyebabkan
gejala klinis hipertiriudesme. Amir dkk. (1984) serta Curry dkk. (1975) menemukan hipertiroidisme pada
sekitar 2 persen kasus. Peningkatan tiroksin plasma mungkin terutama disebabkan oleh estrogen, seperti
pada kehamilan normal yang kadar tiroksin bebasnya tidak meningkat seperti diuraikan di Bab 6 (hal.
120) tiroksin bebas dalam serum meningkat akibat efek gonadotropom korionik atau varian-variannya
yang mirip tirortopin (Amir dkk. 1948; Mann kk, 1986). Miller dan Seifer ( 1990) mengulas aspek-aspek
endokrinologi penyakit trofoblastik gestasional.
EMBOLISASI
Saat evakuasi, trofoblas, dengan atau tanpa stroma vilus, lolos dari uterus melalui aliran vena dalam
jumlah bervariasi. Volumennya dapat mencapai sedemikian sehingga menimbulkan gejala dan tanda
embolisme peru akut dan bahkan hasil yang fatal (Gambar 32-13). Kematian semacam ini jarang
dijumpai. Hankins dkk. (1987 b) melakukan pengukuran-pengukuran hemodinamik menggunakan kateter
arteri pulmonalis pada enem wanita dengan kehamilan mola yang besar. Mereka juga mencai bukti-bukti
deportasi trofoblas sebelum dan selama evakuasi mola. Hanya sejumlah kecil sel raksasa berinti banyak
sel mononukleus, mungkin trofoblas yang ditemukan. Mereka tidak mendapatkan bukti adanya perubahan
kardiorespirasi akut, dan meyimpulkan bahwa embolisasi trofoblas secara masif pada evakuasi mola
mungkin jarang terjadi.
Beberapa, namun bukan sebagian besar, dokter beraggapan bahwa induksi obat selama evakuasi
mola hidatidosa meningkatkan resiko embolasasi trofoblas atau penyakit trofoblastik persisten. Schlaerth
dkk. (1988) mengidentifikasi penyulit pernapasan pada 15 persen wanita dengan mola yang ukurannya
lebih besar daripada ukuran uterus 20 minggu. Pada dari banyak mereka, kehamilan di akhiri dengan
histerotomi atau induksi persalinan.
Walapun troblas, dengan atau tanpa stroma vilus, dapat menjadi embolus ke paru dalam volume
yang terlalu sedikit untuk menimbulkan sumbatan nyata pada vaskularisasi paru, selanjutnya embolus
membentuk metasis yang tampak jelas pada pemeriksaan radiografi. Lesi mungkin terdiri dari hanya
trofblas (koriokasionoma metastatik) atau trofoblas dengan stroma vilus (mola hidatidosa metastatik).
perjalanan selanjutnya adalah lesi-lesi ini tidak dapat diperkirakan, sebagian menghilang sendiri baik
segera setelah evakuasi uterus atau bahkan beberapa minggu sampai bulan kemudian, sementara yang
lain berproliferasi dan menimbulkan kematian apabila tidak diterapi.

Gestational Trophoblast Disease

Trophoblast adalah lapisan jaringan ektodermal ekstraembrional diluar blastokista. Lapisan ini menempel
kedinding uterus dan mensuplai makanan ke embrio.Dari sini diturunkann korion dan amnion.Lapisan
sebelah dalam trofoblas yang membungkus suatu vilus korionik disebut cytotrofoblas dan lapisan
sinsitial luarnya disebut syncytiotrophoblas.

Klasifikasi
1; Ada hubungannya dengan kehamilan
2; Tidak ada hubungannya dengan kehamilan
a; Diagnosa Klinik
Non metastase

Metastase
- local
- diluar pelvis
b; Diagnosa histology
PTG jenis vilosum

PTG jenis non vilosum

PTG jenis tidak jelas

c; Diagnosa Morfologi
Mola Hidatosa

Korio Karsinoma

Tidak dapat ditentukan (Unclassified)/ morfologi tidak ada tapi hormonology


ada

Stadium
Stadium I = penyakit masih sebatas uterus
Ia = tidak dengan factor risiko
Ib = dengan 1 faktor risiko
Ic = dengan 2 faktor risiko
Stadium II = GTT mulai menyebar ke structural genital(adnexa,vagina,Ligamen)
IIa = tidak dengan factor risiko
IIb = dengan 1 faktor risiko
IIc = dengan 2 faktor risiko
Stadium III = sudah menyebar ke paru-paru dengan atau tanpa penyebaran ke traktus genital
IIIa = tanpa factor risiko
IIIb = dengan 1 faktor risiko
III c = dengan 2 faktor risiko
Stadium IV = Sudah metastase kesemua tempat
IVa = tidak ada factor risiko
IVb = dengan 1 faktor risiko
IVc = dengan 2 faktor risiko

Perbedaan Mola Hidatosa Komplit dan Parsial

Complet Parsial
-Fetal/jaringan embrionik - ada
-Pembengkakan Vili Korion tersebar Terfokus
- Hiperplasia Trofoblastik tersebar Terfokus
-Pemasukan stroma trofoblastik - ada
- Kariotipe 46 XX (90%) Triploid
46XY

CHORIOCARCINOMA

Definisi
Kanker non villosum ( pada permukaan histopatologis ) tumbuh cepat, terjadi setelah hamil. Aborsi,
keguguran, kuret, dan bermetastasis luas.

Etiologi
Masih belum jelas ( dapat berasal dari mola, hamil normal, atau aborsi )
Klasifikasi
Makroskopik : massa nekrotik, hemorrhagic, sering berlokasi di fundus

Mikroskopik : Tak ada villus, terdapat sel sel sinsitial dan langhans ( pembentuk sinsitio dan
sitotrofoblas ) tanpa stroma

Sifat : - Memiliki periode laten yang dapat diukur ( jarak antara akhir kehamilan sampai
terjadinya keganasan )
-Menyerang wanita muda
- Dapat sembuh tanpa obat dengan proses regresi spontan
- Penyebaran hematogen ( paru2 ) dan limfogen ( cervix dan sekitarnya )

Patologi
Terdiri baik dari sito maupun sinsitiotrofoblas dan hampir tidak menstimulasi reaksi stromal. Terbentuk
dari jaringan yang tumbuh setelah adanya konsepsi.

Gejala dan Tanda


Gejala utama : Irregular vaginal bleeding. Bisa terdapat spotting berwana coklat kadang berbau pada
perawatan mola, aborsi atau kehamilan normal
Gejala tambahan : Pembengkakan uterus yang tidak seimbang, kista di ovarium, Hcg meningkat atau
persistent, sakit atau nyeri

Stadium : I = Penyebaran terbatas pada uterus


II = Penyebaran ke parameterium, cervix, vagina
III= Penyebaran ke paru2
IV= Penyebaran ke organ lain ( usus, hepar, otak )

Diagnosis
Setelah kehamilan terjadi peradarahan tidak teratur + subinvolusi uterus harus dicurigai adanay CC.
Untuk mengenali tanda2 keganasan :
H = Having expelled product of conception
B = Bleeding
Es = Enlargement and softness of uterus,
Serta terdapatnya metastasis dan meningkatnya kadar Hcg

Pengobatan
Terapi utama : Sitostatika

Berdasarkan Faktor risiko :


a; Good Prognosis :
- Periode laten < 4 bulan
- hCg waktu mulai perawatan < 100.000Miu/ml
- Metastasis ke paru2

b; Poor Prognosis :
- Selain dari good.

Terapi:
a; Terapi tunggal dengan methotrexate 20 mg/ hari selama 5 hari berturut turut, berhenti selama
1 minggu, ulangi, sampai hCg normal ( 3X berturut turut )
b; Terapi kombinasi dengan Methotrexate, actinomycin D, Adriamycin, Chlorambucil,
Vincristine, Etoposide, untuk menurunkan efek samping ( suplai asam folat ) diberi
Leucovorin.

Sebaiknya tidak hamil dalam waktu 12 bulan untuk menghindarkan efek kemoterapi.

Penatalaksanaan
Sebelum melakukan Sitotropika, system hematopoetic, hepar dan ginjal harus diperiksa, dan dalam
keadaan baik.

Komplikasi
Dapat terjadi lagi, biasanya dalam beberapa bulan atau kemungkinan paling lambat 3 tahun setelah
treatment. Komplikasi juga dapat berhubungan dengan kemoterapi atau operasi bedah yang dijalani.

Prognosis
Dengan pengawasan ketat dan pengobatan tepat dapat sembuh 100% ( kecuali untuk stadium IV ).
Jika periode laten makin lama, metastasis luas = prognosis buruk. Prediksi tidak bagus jika terjadi
metastasis dan terjadi salah satu kondisi dibawah ini :
- Menyebar ke hati atau otak
- hCg meningkat / > 40.000 saat treatment dimulai
- ada chemo sebelumnya

Pencegahan
Sehabis aborsi, mola, hamil normal, dan kuret harus dipantau ketat.

Incidence Rate
1 dalam 40.000 50.000 kehamilan.( GTT yang terjadi setelah full term pregnanacy selalu CC )

Faktor Risiko
- Aborsi
- Ectopic Pregnancy
- Tumor Genital

KORIOKARSINOMA VILLOSUM ( INVASIVE MOLE)

Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah.


Definisi : tumor/suatu proses tumor yang menginvasi miometrium dengan hyperplasia trofoblast disertai
struktur villi yang menetap. Terminology untuk keadaan ini yang tidak lagi dipakai ialah malignant mole,
mola distruens, khorio adenoma distruens.

ETIOLOGI DAN PATOGENESA


Belum jelas diketahui, namun bentuk keganasan tumor ini merupakan karsinoma epitel korion meskipun
pertumbuhan dan metastasenya menyerupai sarcoma.
Patogenesisnya : yang abnormal adalah sel-sel trofoblast yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana
terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung.
Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian janin.
GEJALA DAN TANDA
Perdarahan yang tidak teratur setelah berakhirnya suatu kehamilan dan dimana terjadi subinvolusi uteri
juga perdarahan dapat terus menerus/intermiten dengan perdarahan mendadak atau massif.

FAKTOR RESIKO
Defisiensi protein dan 12,5% berasal dari mola komplit, 1,5% berasal dari mola parsial.

DIAGNOSIS
Perdarahan pervaginam yang menetap, titer BhCG tetap/meningkat setelah terminasi kehamilan,
ditemukannya gambaran villus pada sediaan histopatologik.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan sitostatika seperti Methotrexat dapat menyebabkan kesembuhan yang total.
Jika disertai tanda perdarahan abdomen sering kita harus mengangkat uterus dengan keduaadnexa yang
ditinggalkan.
Sekarang dianjurkan agar tindakan histerektomi bersifat selektif, terutama pada wanita muda.

PROGNOSIS
Makin dini diagnosa dibuat dan makin dini pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya.
Prognosis PTG jenis villosum lebih baik daripada jenis non villosum.
Prognosa memburuk jika :
-masa laten antara mola dan timbulnya keganasan panjang
-BhCG tinggi
-pengobatan tak sempurna
-adanaya anak sebar pada otak dan hati
-daya tahan tubuh penderita rendah
-diagnosa terlambat dibuat dibuat dengan akibat terapi terlambat diberikan.

Setelah ditemukan kemoterapi, kasus-kasus PTG resiko rendah 100% dapat bertahan untuk hidup lebih
lama, sedangkan kasus resiko tinggi hanya 30-50% dapat bertahan lebih lama.
INSIDENCE RATE
Banyak ditemukan di Negara asia dan meksiko, sedang di Negara barat lebih jarang.

Proses Pembentukan Trofoblas


Proses pembentukan trofoblas dimulai hari ke 3 setelah pembuahan, dalam bentuk morula dengan 16 sel
didalamnya. Pada saat morula terbentuk 2 lapisan :
Masa sel dalam yang kemudian berdiferensiasi menjadi jaringan embrio

Masa se luar membentukan jaringan trofoblas kemudia ikut membentuk plesenta

HARI KE 6 (blastokista)
Sel trofoblas menyusup diantara sel epitel mukosa rahim dibantu enzim proteolitik trofoblas kemudian
terjadilah implantasi di rahim.

HARI KE 8
Blastokista sebagian udah tertanam di endometrium
Trofoblas kemudian berdiferensiasi menjadi 2 lapisan
Sitotrofoblas berinti tunggal terletak disebelah dalam aktif bermitosis

Sinsitiotrofoblas beriberi banyak terletak di luar tanpa batasan yang jelas


HARI KE 9
Trofoblas menunjukkan kemajuan perkembangan yang pesat, terutama pada kutub embrionalnya, terlihat
vakuola-vakuola pada sinsitium kalau vakuola-vakuola ini menyatu terbentuk lacuna-lakuna yang besar
(disebut tahap lakunaris).
HARI KE 11
Sel sinsitiotrofoblas menembus lebih dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel pembuluh-pembuluh
darah kapiler ibu mengakibatkan penyumbatan dan pelebaran pembuluh darah kapiler yang disebut
sinusoid. Kemudian lacuna berhubungan dengan sinusoid darah ibu memasuki siste m lacuna kemudia
masuk ke system trofoblas terjadilah sirkulasi utero plasenta.

HARI KE 13
Trofoblas membentuk struktur vili

Sel sititrofoblas berploriferasi menembus ke dalam sinsitiotrofoblas kemudian membentuk


silinder-silinder sel yang dikelilini sinsitium. Silinder-silinder sel yang dubungkus sinsitium ini
dikenal dengan vili primer.

AKHIR MINGGU KE 3
Sel-sel mesoderm dalam inti vili berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuuh darah kecil dan
membentuk susunan kapiler vili, vili ini disebut vili tersier/vili plasenta definitive.
Sel-sel mesoderm dalam inti vili mulai berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh darah
kecil dan membentuk kapiler vili tersier. Pembuluh darah kapiler di dalam vili tersier ini
berbubungan dengan kapiler yang berkembang didalam mesoderm lempeng korion dan tangkai
penghubung.
Selanjutnya pembuluh darah ini membentuk hubungan dengan system peredaran darah didalam
mudigah, sehingga menghubungakan plasenta dengan mudigah, oleh karena itu ketika jantung
mulai berdenyut pada minggu keempat perkembangan, system vili ini telah siap memesok
mudigah khususnya memesok zat makanan dan oksigen.
Sementara itu sel-sel sitotrofoblas di dalam vili teru menembus ke dalam sinsitium disekitarnya
seingga mencapai endometrium ibu. Disini mereka menyebabkan adanya hubungan dengan
tonjol-tonjol yang sama dr vili disebelahnya sehingga terbentuklah suatu kulit sitotrofoblas luar
yang tipis, kulit ini lambat laun mengelilingi seluruh trofoblas dan melekatkan kantung korion
kuat-kuat ke jaringan endometrium. Vili yang menjulur dari lempeng korion ke desidua basalis
(lempeng desidua) disebut vili batang/ vili penambat vili yang keluar dari sisi vili batang
merupakan vili bebes (terminal) tempat terjadinya pertukaran nutrient
Rongga korion bertambah besar hari ke 19-20 mudiah menmpel ke kulit trofoblas hanya dengan
satu tangkai pehubung kecil. Tangkai penhubung ini keudian berkembang jadi tali pusat yang jadi
penghubung antara mudigah dan plasenta

HCG (Human chorionic gonadotrophin)


Hormon kehamilan ini adalah suatu glikoprotein dengan aktivitas biologis yang sangat mirip LH
(Luteinizing hormone) dan kedunya sama-sama bekerja melalui reseptorLH/ HCG membrane

A. karakteristik kimiawi
HCG suatu glikoprotein (BM36.700)dengan kandungan karbohidrat tertinggi (30%) dari
hormone manusia lainnya. Terdiri dari 2 subunit :
1; subunit : 92 asam amino
2; subunit : 145 asam amino
HCG secara structural berikatan dengan FSH,LH dan TSH. Sekuens identik, tetapi subunit -FSH dan
TSH serta -HCG dan LH beda.

B. Biosintesis dan tempat hormone berasal


Sintesis rantai : pada kromosom 6 di q-12-q21

Sintesis rantai : pada kromosom 19 terdapat 7 gen yang mengkode -HCG


Berasal dari sinsitiotrifoblas akan tetapi sebelum 6 minggu juga dihasilkan sitotrofoblas
C. Bentuk molekul HCG di plasma dan urin
Mempunyai bentuk yang beragam karena terjadi penguraian enzimatik, dan sebagian lagi
terbentuk akibat modifikasi ketika terjadi sekuensi sitesis/pemrosesan sel molekul HCG normal.
1. Subunit bebas
Subunit di plasma rendah, dan subunit bebas yang tidak berikatan dengan subunit ditemukan di
plasenta dan plasma ibu.
2. Takik pada molekul HCG
Yaitu yang rantai peptidanya ada yang hilang

D. Konsentrasi HCG dalam serum dan urin


1; Dalam plasma : Terdeteksi 7,5-9,5 hari, memasuki darah ibu saat implantasi blastokista. Kadar
maksimum sekitar 8-10 minggu
2; Dalam urin : Sekitar 1 IU/ ml pada minggu ke 6 dan meningkat pada hari ke 60-80 menjadi kira-
kira 100 IU/ml
Menigkatnya kadar HCG dalam plasma atau urin ibu dikarenakan oleh janin lebih dari satu atau pada
mola hidatidosa dan korikarsinoma. Hal ini tidak diketahui mekanismenya tapi dispekulasikan karena
plasenta diatas kurang matang disbanding dengan kehamilan normal
Menurunnya kadar HCG bias dikarenakan oleh kehamilan ektopik atau abortus iminens.

E. Pengukuran kadar HCG


Pengukuran dapat dilakykan dengan urin dan darah. Kadr HCG normal meningkat 2 kali lipat
setiap 48 jam kalau tidak hal ini mengindikasikan adanya kehamilan ektopik atau kehamilan gagal.
Sedang apabila kadar jauh meningkat hal ini dapat mengindikasikan choriocarcinoma atau adanya
kehamilan mola.

F. Fungsi HCG
Fungsi biologis: diperlukan untuk dapat berikatan dengan reseptor LH/HCG

Fungsi utama(paling diketahui): penyelamatan korpus luteum

Fungsi lain: meningkatkan sekresi relaksin oleh korpus lyteum yang bermanfaat untuk
vasodilatasi vascular uterus dan relaksasi otot pols miometrium.

G. Stimulasi HCG terhadap tiroid ibu


Ibu yang mengalami mola hidatidosa dan koriokarsinoma kadang secara kimiawi atau klinis
mengalami hipertiroidisme hal ini disebabkan:
HCG berikatan dengan reseptor sel TSH sel tiroid
Sebagian dari iso HCG bersifat asam merangsang aktivitas tiroid, dan beberapa yang berbentuk
basa merangsang penyerapan iodium
Reseptor LH/HCG diekspresikan di tiroid karena kemungkinan HCG merangsang aktivitas tiroid
melalui reseptor LH/HCG dan juga melalui reseptor TSH.

Subchorion bleeding
Terjadi karena terlepasnya plasenta (tidak keseluruhan) hanya sedikit dari plasenta yang terjadi pada saat
plasenta belum berfungsi secara sempurna ( sebelum minggu ke-12) perdarahan ini terdapat dibawah
korion dan apabila terdapat kontraksi uterus yang bagus perdarahan akan berhenti dan kemungkinan
dapat terjadi abortus imminent.

Sirkulasi fetal
Plasenta letak normalnya adalah didepan atau dibelakang dinding uterus agak kearah atas fundus uteri
karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak tempat berimplantasi .
Lokasi plasenta dapat diketahui pada pemeriksaan USG pada trimester II dan III. Pada tiap kotiledon
plasenta diperdarahi oleh satu arteri dan satu vena.
Pola perdarahannya:
1; Menyebar (disperse 63%): Pada tipe disperse pola jaringan pembuluh halus yang berjalan dari
tempat insersi tali pusat ke berbagai kotiledon.
2; Magistral (37%): Arteri yang berjalan ketepi plasenta tetapi diameter pembuluhnya tidak
berkurang.

Darah janin yang terdeoksigenase atau darah yang menyerupai vena mengalir ke plasenta melalui dua
arteri umbilikalis.Sedang darah yang kandungan oksigennya tinggi kembali dari plasenta ke janin melalui
sebuah vena umbilikalis. Hal ini terjadi karena paru-paru janin tidak berfungsi. Pada jantung janin
terdapat dua jalan pintas yaitu Foramen ovale ( lobang diseptum atrium kanan dan kiri) dan duktus
arteriosus ( pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aortaketika keduanya keluar dari
jantung).

Mekanismenya

Darah O2 tinggi ke vena umbilikalis



Dibawa ke vena cava inferior

Dibalikkan ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik
(Campuran dari vena umbilikalis kaya O2 dan vena yang rendah O2 dari jaringan)

Resistensi karena paru kolaps

Tekanan kanan jantung lebih tingi dari tekanan jantung kiri

Disalurkan ke atrium kiri (melalui foramen ovale)

Ke ventrikel kiri

Dipompakan kesistemik

Sisa darah di atrium kanan

Mengalir ke ventrikel kanan

Ke arteri pulmonalis

Ke aorta ( karena ada duktus arteriosus)

Darah yang ke pulo dialihkan ke aorta

Ke sirkulasi sistemik (karena paru tidak berfungsi)

Cervical motion tenderness


Merupakan salah satu pemeriksaan fisik untuk obsgyn, fungsinya untuk melihat ada tidaknya
keabnormalitasan pada forniks dan portio. Bila ada nyeri tekan atau portio yang kaku berarti
menunjukkan PID (pelvic inflammatory diseases).

Cara:
Pada saat melakukan VT raba forniks dan sekelilingnya apakah ada massa atau tidak, apakah ada
nyeri tekan atau tidak, ada massa atau tidak
Kemudian coba goyangkan portio secara vertical dan horizontal dan lihat ada kekakuan atau nyeri
goyang atau tidak

Cara menghitung usia kehamilan


Dilihat dari HPHT nya dari miss.Dara Hughes yaitu tanggal

KEMOTERAPI

Kemoterapi dilakukan dengan cara memberikan obat dalam bentuk senyawa kimia untuk membunuh sel-
sel kanker dalam tubuh pasien. Kemoterapi dapat diberikan melalui mulut atau injeksi, kadang-kadang
dapat juga langsung pada bagian tubuh yang terkena kanker. Kebanyakan kemoterapi diberikan secara
infus melalui pembuluh darah vena.

Pada di mana stadium penyakitnya masih awal, kemoterapi diberikan sebagai tambahan (bukan obat
primer/utama) dari pengobatan operasi dan penyinaran. Tujuannya adalah untuk mematikan sisa sel-sel
kanker yang mungkin sudah beredar di dalam tubuh yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan. Jadi,
tujuannya untuk mencegah kekambuhan. Pada stadium yang lanjut, kemoterapi diberikan sebagai
terapi utama.

Tujuan lain dari kemoterapi adalah untuk menghilangkan gejala-gejala yang timbul akibat kanker,
memperbaiki kualitas hidup, menghambat progresivitas tumor, dan memperpanjang masa ketahanan
hidup. Kemoterapi pada kanker payudara juga dapat diberikan sebelum operasi. Biasanya dilakukan pada
pasien yang tumornya masih berlokasi di payudara saja, belum menyebar jauh, namun ukurannya terlalu
besar. Tujuannya adalah untuk memperkecil ukuran tumor sehingga menjadi layak dioperasi.

Namun, teknik kemoterapi di samping membunuh sel-sel kanker juga dapat mengakibatkan
rusaknya sel-sel normal yang kebetulan menyerap obat tersebut. Efek samping pengobatan ini
cukup berat, misalnya mual, muntah, rambut rontok, dan lain-lain.

Single Agent Chemotherapy


Single agent chemotheraphy dengan Methotrexate (Mtx) atau Actinomycin D (Act-D) untuk
pengobatan pada GTT non metastatik dan risiko rendah.
Mtx pertama kali dilaporkan efektif melawan koriokarsinoma metastatik pada tahun 1956. Mtx
intramuskuler selama 5 hari dapat mencapai 76 98% penyembuhan pada TTG nonmetastatik.
Pemberian asam folinat dapat menurunkan toksisitas Mtx. Kombinasi Mtx-asam folinat selama 8 hari
memberikan daya penyembuhan yang baik dan menurunkan toksisitas sistemik. Upaya untuk mengurangi
lama tinggal di rumah sakit dan biaya perawatan berhasil dilakukan dengan pemberian Mtx intramuskuler
mingguan dengan rawat jalan.
Mtx merupakan obat anti kanker golongan antimetabolit antagonis asam folat, bekerja
menghambat perubahan asam folat menjadi asam folinat dengan cara mengikat enzim reduktase asam
folat dan melumpuhkan sintesis asam nukleat sehingga mengganggu reproduksi jaringan sel. Proliferasi
sel pada jaringan abnormal lebih banyak terjadi daripada jaringan normal. Mtx melumpuhkan
pertumbuhan dan perkembangan sel abnormal tersebut tanpa kerusakan yang irreversibel pada jaringan
normal. Mtx merupakan obat yang potensial hepatotoksis yang dapat meningkatkan enzim transaminase,
supresi sumsun tulang, serta menimbulkan mual dan muntah.

KRITERIA TERAPI
Seluruh pasien menjalani kerokan isapan pada kehamilan mola. Kadar hCG dimonitor tiap minggu.
Kemoterapi diberikan bila kadar hCG menetap atau meningkat. Kadar hCG dikatakan menetap bila
penurunan kadar beta hCG kurang dari 50% selama pengamatan 4 minggu berturut-turut. Kadar hCG
dikatakan meningkat bila terjadi kenaikan kadar beta hCG lebih dari atau sama dengan 25% selama
pengamatan 3 minggu berturut-turut.

EVALUASI AWAL
Perlu pemeriksaan laboratorium darah lengkap, fungsi hepar dan ginjal, kadar hCG, rontgent toraks, USG
pelvis, USG hepar. CT scan otak perlu dilakukan bila rontgent toraks menunjukkan adanya metastasis.

KEMOTERAPI

Protokol pemberian Mtx per infus sebagai berikut : Mtx 100mg/m2 IV, 30 menit kemudian dilanjutkan
dengan Mtx per infus 200 mg/m2 selama 12 jam. Kadar Mtx serum diukur 24 jam setelah Mtx per infus,
jadi pemberian Mtx dilakukan dengan rawat inap. Asam folinat diberikan bila terjadi toksisitas Mtx 24
jam setelah pemberian per infus (kadar toksisitas 10 mikromol/L). Kemoterapi kedua diberikan bila kadar
hCG menetap selama sekurang-kurangnya 3 minggu berturut-turut atau justru mengalami kenaikan. Jika
respon terapi tidak adekuat, dikombinasi dengan actinomycin-D (12 mikrogram/kg/hari selama 3 hari).
Kombinasi tersebut diulang tiap 2 minggu sampai kadar hCG normal (kurang dari atau sama dengan 5
mIU/ml). Kemoterapi dihentikan bila kadar hCG normal dan tidak perlu kemoterapi lanjutan.
Protokol Mtx selama 5 hari adalah: Mtx 0,4 mg/kg IV atau IM per hari selama 5 hari. Jika memberikan
respon, diulang dengan dosis yang sama sampai kadar beta hCG normal. Jika tidak berespon, dosis
dinaikkan menjadi 0,6 g/kg atau diganti dengan protokol actinomycin-D. Adapun protokol actinomycin-D
12 mikrogram/kg IV per hari selama 5 hari. Jika memberikan respon, diulang dengan dosis yang sama
sampai kadar beta hCG normal. Jika tidak berespon, ditambah 2 mikrogram/kg actinomycin-D.

Protokol Mtx dan asam folinat selama 8 hari adalah :


Hari Pukul Terapi
1 08.00 Mtx 1 mg/kg
16.00 Mtx 1 mg/kg
2 16.00 Asam folinat 0,1 mg/kg
3 08.00 Mtx 1 mg/kg
16.00 Mtx 1 mg/kg
4 16.00 Asam folinat 0,1 mg/kg
5 08.00 Mtx 1 mg/kg
16.00 Mtx 1 mg/kg
6 16.00 Asam folinat 0,1 mg/kg
7 08.00 Mtx 1 mg/kg
16.00 Mtx 1 mg/kg
8 16.00 Asam folinat 0,1 mg/kg

Protokol Mtx per oral adalah : 15 30 mg per hari selama 5 hari tiap 2 minggu sampai dicapai kadar
beta hCG normal.
Protokol tetap pemberian kemoterapi Mtx, actinomycin-D dan cyclofosfamide (M,A,C) untuk
kelainan trofoblas adalah : Rehidrasi NaCl/D5 1000 ml. Injeksi antiemetik misalnya primperan IV. Injeksi
M,A,C IV dalam lindungan infus NaCl diberikan dalam 5 hari berturut-turut (1 seri). Dosis Mtx adalah 15
20 mg, actinomycin-D 0,5 mg, dan cyclofosfamide 200 mg. Dosis tersebut diulang tiap 4 minggu
selama 6 seri. Keadaan umum baik, infus dilepas.

MONITOR TERHADAP RESPON TERAPI DAN TERJADINYA TOKSISITAS Setelah 24 jam


pemberian Mtx per infus, kadar serum Mtx diukur dan laboratorium darah lengkap dan SGOT diperiksa
ulang. Jika Mtx serum melebihi kadar toksisitas, diberikan asam folinat 15 mg/12 jam IM, 4 kali
pemberian. Tiap minggu dimonitor kadar beta hCG dan dinilai efek samping yang terjadi berupa kulit
kemerahan, alopesia, mual, muntah, diare. Tiap 2 minggu diulang rontgent toraks jika evaluasi awal
menunjukkan adanya metastasis ke paru-paru.

TINDAK LANJUT
Kadar beta hCG dimonitor dalam 3 bulan pertama tiap minggu, 3 bulan kedua tiap 2 Minggu, 6 bulan
berikutnya tiap bulan, 2 tahun berikutnya tiap 3 bulan dan setelah itu tiap 6 bulan. Mtx per infus dan asam
folinat dilaporkan menghasilkan respon komplit sebesar 91,5% dan terjadi relaps sekitar 3,7%. Hal ini
sama dengan penelitian yang menggunakan Mtx dan asam folinat selama 8 hari. Tidak ada hubungan yang
dapat ditampilkan untuk evaluasi awal kadar hCG dan respon komplit yang terjadi. Tiga dari 19 pasien
dengan kadar hCG awal lebih dari 10.000 mIU/ml dan 2 dari 35 pasien pada evaluasi awal kadar hCG
kurang dari 10.000 mIU/ml menunjukkan respon parsial dan membutuhkan tambahan actinomycin-D
pada Mtx per infus untuk terjadi respon komplit. Efek samping obat yang didapatkan antara lain berupa
granulositopenia, trombositopenia, dan hepatotoksisitas hanya terjadi pada beberapa pasien. Seluruh
pasien setelah 24 jam per infus kadar Mtx serum di bawah nilai toksisitas, sehingga asam folinat tidak
diberikan.

Combination Chemotherapy

TRIPLE THERAPY
Dengan terapi MTX, Act D, dan cyclophosphamide untuk pengobatan pasien dengan metastasis dan risiko
tinggi.
EMA-CO
Etoposide, MTX, Act D, Cyclophosphamide, Vincristine, 83% ampuh mengurangi pasien dengan
metastasis dan risiko tinggi. Kombinasi ini paling aman digunakan dan jarang mencapai toksisitas.

CT-SCAN

CT-SCAN berarti Computed tomography Scan. Pemeriksaan khusus ini mutakhir tidak berbahaya,
tidak menyakiti, dapat dikerjakan cepat dan banyak memberikan informasi yang dapat diandalkan
CT-SCAN diperkenalkan kepada dunia kedokteran oleh EMI limited London di tahun 1972 pada
kongres British Institute of Radiology
Pada CT-SCAN film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan yang dapat mencatat semua sinar
secara berdiferensiasi ini dilakukan dengan mengkombinasikan 3 pesawat detector. Dua diantaranya
menerima sinar yang telah menembus tubuh dan yang satu lainnya berfungsi sebagai detektor referens
yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh
Penyinaran dilakukan menurut proyeksi 3 titik, posisi jam 12, jam 10, jam 2
Penyinaran 3 posisi itu memakan waktu 4.5 menit, tercatatlah oleh setiap pesawat detektor 43200
berbagai intensitas sinar tembus dan siolah oleh sistem selama proses penyinaran dikerjakan
Pesawat komputer menghitung informasi yang dihasilkan oleh pencatatan tibanya sinar rontgen setelah
menembus berbagai bangunan tubuh yang sangat berbeda dalam kepadatan struktur dan substansinya
Selisih intensitas berbagai sinar rontgen disebabkan daya absorpsi setiap jaringan/substansi. Absorpsi
dinyatakan dalam koefisien terhadap absorpsi air. Koefisiensi absorpsi air = 0
Lemak = 50
Tulang/perkapuran = 40-150
Sehingga timbul variasi densitas pada film yang menyusun gambaran CT-SCAN
Khusus CT-SCAN kepala, pemotretan dilakukan sedemikian sehingga diperoleh potongan horizontal
kepala secara berlapis-lapis. Garis yang menjadi patokan yaitu garis orbitomeatel
- Setiap kali pesawat scanner melakukan ronda 180 o mengelilingi kepala dibuatlah 2
potongan melintang horizontal kepala, yaitu satu diatas dan satu dibawah titik penatapan
- Biasanya diadakan scaning menurut 4 titik penatapan 3 cm, 5.5 cm, 8 cm, dan 10.5 cm
diatas garis orbitomeatel
- Maka diperoleh 8 potongan horizontal kepala secara berlapis-lapis

Indikasi CT-SCAN kepala:


Adanya dugaan yang kuat akan suatu kelainan pada otak berdasarkan analisa klinis yang sudah sapat
menentukan lokalisasi dan sifat lesi
Indikasi yang tidak tepat memberikan kesan CT-SCAN komersial:
- Sakit kepala kronik yang jelas bersifat psikogenik
- Epilepsi yang sudah diketahui secara mantap tidak disebabkan tumor
- Penyakit-penyakit saraf tepi
- Tidak mengetahui apa yang harus diperbuat dengan pasien dengan keluhan diluar kepala dan
susunan saraf pusat
-
Proses yang menimbulkan kelainan otak yang dapat divisualisasikan:
Tumor intrakranial, edema serebri, lesi kontusio serebri, infark serebri, perdarahan serebral/intrakranial,
lesi demielinisasi, hidrosefalus internus dan eksternus.
Pada CT-SCAN kepala dapat ditambahkan zat kontras (enchancement) untuk memperjelas hasil

Prognosis Kehamilan Berikutnya


; Penderita dengan mola hidatidosa dapat mengantisipasi kemampuan reproduksinya kembali
secara normal.
Menurut data dari tahun 1965-1992, sebanyak 1205 kehamilan berikutnya setelah menderita
mola, terdapat :
- 68,5% : melahirkan aterm
- 7,5% : melahirkan preterm
- 0,9% : kehamilan ektopik
- 0,5% : still-birth
- 1,5% : repeat mola hidatidosa
- 16,4% : abortus spontaneous pada TI
- 1,5% : abortus spontanneus pada T II
- 4,1% : anomaly congenital pd bayi

Pasien dgn mola hidatidosa komplit/parsial hanya memiliki risiko sebesar 1% untuk menderita
mola pada kehamilan berikutnya. (catt.hasil kuretase baik & follow up rutin).
Sebaiknya lakukan pula :
- Pmx USG pelvis pada TI untuk memantau perkembangan gestasi secara normal.
- Pmx histologik dari plasenta dan hasil konsepsi yg ada.
- Pmx kadar hCG selama 6 mgg setelah mola untuk mengesampingkan dugaan neoplasma
trofoblastik.

; Pasien dengan Gestational Trophoblastic Disease persistent yang telah berhasil sembuh total
dengan kemoterapi, dapat menjalankan fungsi reproduksinya lagi secara normal.
Pada 420 kehamilan dari wanita yg telah menjalani kemoterapi, diantaranya :
- 70,2% : melahirkan aterm
- 4,3% : melahirkan preterm
- 1% : kehamilan ektopik
- 1,6% : still-birth
- 0,6% : repeat molar pregnancy
- 15,5% : abortus spontaneous pada TI
- 1,6% : abortus spontanneus pada T II
- 2,2% : anomaly kongenital pada bayi

Meskipun agen kemoterapi diketahui memiliki efek teratogenik & mutagenic , namun pada
penderita GTT persisten yang menjalani kemoterapi tidak terjadi peningkatan frekuensi anomaly
congenital pada bayi yg dikandung.
ETHICAL ISSUE
Dalam kasus ini, issu yang ada adalah mengenai pengunaan teknologi kedokteran dalam
mengolah diagnosis. Karena penyakit yang sedang diderita berasal atau dampak dari penyakit
sebelumnya ( mola hidatidosa ), maka dokter menyarankan perlu adanya tindak lanjut berupa
pemeriksaan radiology. Jenis pemeriksaan radiology yang dapat dilakukan antara lain adalah X-Ray, USG
dan CT Scan. Keluhan utama pasien dalam kasus ini adalah adanya benjolan kecil pada introitus dan ini
dicurigai sebagai tumor. Untuk mengetahui apakah tumor ini bermetastasis atau tidak , maka dokter
pertama-tama menyarankan pasien untuk di X-Ray dan dilakukan beberapa tes Laboratorium.
Inform consent yang dapat diajukan harus berupa indikasi, manfaat, efek samping serta risiko lain
yang mungkin dapat terjadi selama pemerikasaan. Indikasi utama pemeriksaan X-Ray dalam kasus ini
adalah untuk melihat keadaan paru-paru pasien. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkatan atau
stadium dari tumor yang dideritanya, karena organ yang dapat terkena metastasis paling sering adalah
paru-paru. Kemudian efek samping penggunaan X-Ray adalah dampak radiasinya, oleh karena itu dokter
harus sangat dengan cermat dalam penggunaan X-Ray agar tidak salah penempatannya. Sementara itu, tes
laboratorium yang dilakukan adalah penilaian serum -hCG dan tes lain untuk mengetahui fungsi ginjal
dan hati. -hCG dalam keadaan tidak hamil adalah dibawah 5 mIU/mL, sementara dalam kasus ini terjadi
peningkatan yang sangat drastic sampai 1.100.000 mIU/mL. hCG adalah hormone yang dihasilkan oleh
sinsitiotrofoblas dan berguna untuk mempertahankan kehamilan dari peluruhan, bila terjadi kelainan
dalam jumlah maka dapat diindikasikan terjadinya kelainan trofoblast. Sementara itu, pemeriksaan
laboratorium untuk menilai fungsi ginjal dan hati bermanfaat untuk mengetahui apakah tumor sudah
bermetastasis ke organ tersebut atau belum.
Selanjutnya dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan CT
Scan dan USG. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memastikan pemeriksaan sebelumnya dan untuk
mendukung diagnosis agar lebih yakin lagi. Penggunaan CT Scan lebih akurat dibandingkan X-Ray,
karena yang tidak dapat ditampilakan X-Ray dapat ditampilkan oleh CT Scan. Penggunaan CT Scan
memakan waktu sekitar 30-90 menit, selain itu keuntungan lain penggunaan CT Scan adalah pasien tidak
akan bersentuhan langsung dengan sinar X seperti pada rontgen. USG juga memiliki maksud dan tujuan
yang sama. Dalam kasus ini , pasien menolak dilakukannya CT Scan maupun USG karena keterbatasan
biaya. Bagaimanapun juga itu adalah hak pasien untuk menerima atau menolak prosedur yang diajukan,
asalkan informed consent yang diajukan harus disertai dengan akibat-akibat yang bisa terjadi bila tidak
menjalankan prosedur yang diajukan.

KONSELING

Dilakukan secara sukarela dan ditanggung kerahasiaannya, dalam konseling diberikan info
tentang penyakit sebanyak banyaknya. Dilakukan oleh dokter dengan persetujuan pasien. Dengan
persetujuan pasien konseling dapat diperluas ke keluarga.

Proses dalam konseling :


a; konseling pretest
b; konseling pascatest
c; kanseling tindak lanjut (follow up)
d; cara menyampaikan berita penyakit sangat penting, sebaiknya menunjukkan rasa empati.
e; Pemecahan masalah (pengobatan penyakit)

Yang dilakukan dalam konseling :


1; memberikan informasi factual (sebenarnya dan selengkapnya)
2; memberika dukungan saat pasien dalam keadaan krisis
3; mendorong perubahan jika perubahan diperlukan untuk pencegahan dan penanggulangan
penyakit.
4; membantu pasien memutuskan apa yg dibutuhkan (jangka pendek dan jangka panjang ) yang
berkaitan dengan kesehatan.
5; mengusulkan tindakan yang realistis sesuai dengan kondisi pasien ( financial ).
6; membantu pasien untuk mengubah pola hidup ke pola hidup sehat ( dalam kasus ini adalah
perbaikan gizi ).

KONSELING SUKARELA DAN TES HIV (VCT)


1. Ada dua komponen : konseling dan testing
2. Keduanya sukarela dan ditanggung rahasianya
3. Dalam konseling diberikan informasi yang diperlukan berkaitan dengan HIV/AIDS sebagai bahan
olah pikir dan pertimbangan klien.
4. Pilihan ya dan tidak tes diputuskan oleh klien
5. Dengan persetujuan klien konseling dapat diperluas kepada pasangan/keluarga.

INFORMED CONSENT

GENERIC CONSENT FORM FOR CHEMOTHERAPY TREATMENT

I understand that State law guarantees my right to receive information about my


health care to make decisions about my health care in partnership with my physician.

I hereby authorize Dr. __________ and his/her associates to treat my


____________. I understand they will plan and administer cancer treatment
medication(s), which are intended to control my disease, by destroying abnormal
cells, reducing the risk of lesion growth or re-growth, and preventing or relieving
symptoms which may be caused by the disease. These medications may include
some of the following: ______________________________.

I authorize my oncology physicians and their associates to carry out the procedures
necessary to give me cancer treatment, including, but not limited to: laboratory tests,
diagnostic X-ray exams, tissue biopsies, and gathering and recording medical
information about me.

This cancer treatment may require the need to have an intravenous (IV) line inserted
into my body. This could be with a short-term type of IV placed by a nurse, or a
longer-term type of catheter, placed by a physician. In addition, this treatment may
require the administration of medication to minimize side effects such as allergic
reactions or nausea and vomiting.

Patients receiving this treatment frequently experience side effects which may
include, but are not limited to: nausea, vomiting, diarrhea, allergic reactions, hair
loss, mouth sores, fatigue, numbness and tingling of toes and fingers, and bone
marrow suppression with the risk of infection, anemia, and bleeding,
___________________________________________________________________
____________________________________________.

For several weeks after the course of treatment I may be very tired; full recovery
from cancer medication treatments may require several months.

In addition to the short term side effects of treatments, there is a risk of major
complications, which may be be permanent or may require medical or surgical
treatments, including but not limited to: organ damage, tissue injury secondary to
leakage of chemotherapy under the skin and
infertility,____________________________________________________________
________________________________.

There is a small risk that the chemotherapy treatment could cause a new cancer or
could result in permanent disability or death.

I have been informed of the benefits and anticipated outcomes of this proposed
treatment as well as anticipated problems that may occur related to recuperation
from this treatment. I have also been informed of the benefits, risks, and
consequences of alternative forms of treatment, as well as the likely results if I
choose not to be treated.

I recognize that during the course of my evaluation and treatment, unexplained


conditions may be discovered, which may require additional or different procedures
than those mentioned above. I therefore authorize my oncology physician or nurse
practitioner to evaluate and treat me in accordance with their best professional
judgment.

I understand that cancer treatment medication may be harmful to human eggs or


sperm and to the developing embryo or fetus. I certify that I am not pregnant now
and will avoid becoming pregnant or fathering children during my treatment and for
six month afterward. If there is any chance that I may be pregnant or become
pregnant, I will tell my oncology physician or nurse practitioner immediately.

I recognize that there can be no guarantee of benefit or cure from the treatment and
no assurance that side effects or complications of treatment will not occur. I freely
consent to this treatment, knowing that I have the right to ask additional questions,
refuse or withdraw from treatment at any time without affecting my access to care.
I acknowledge that my physician or nurse practitioner and I have discussed the
information set forth above and that my questions have been answered to my
satisfaction.

By signing below I also certify that this form has been fully explained to me, that I
have read it or have had it read to me, that the blanks have been filled in, that I
understand its contents, and that I have received a copy. I make this request for
treatment and grant the authority set forth above voluntarily, and assume
responsibility for my decision.

_____________________ _____________________________
Date Signature of Patient or Legal
Guardian

______________________ ______________________________
Physician/Nurse Witness
Practitioner

Anda mungkin juga menyukai