Anda di halaman 1dari 154

Ikterus

Definisi

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput


akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah
ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah
terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
yang tidak dikendalikan.
Atau  bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin
dalarn darah yang menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja
menjadi pucat dan perubahan warna kulit menjadi kekuningan.
Icterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna
kuning akibat deposisi bilirubin. Ikterus paling mudah dilihat pada,
sklera mata karena elastin pada sklera mengikat bilirubin.
Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit
kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan buah-buahan
berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom, misalnya
wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama
tampak pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklere
pada karotemia tidak kuning. Istilah ikterus dapat dikacaukan dengan
kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi kolestasis adalah
hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum.
Kolestatasis ini dulu sering dinamakan jaundice obstruktif.
Normalnya, bilirubin total <1>
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan
kalau ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL
(34 sampai 43 uniol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan
nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7
mg%.
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit
dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan
jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum
ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3)
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau
ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada
kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen
empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.

Etiologi ikterus
Ikterus merupakan suatu keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen
empedu pada tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi
kuning, terutama pada jaringan tubuh yang banyak mengandung
serabut elastin sperti aorta dan sklera (Maclachlan dan Cullen di
dalam Carlton dan McGavin 1995). Warna kuning ini disebabkan
adanya akumulasi bilirubin pada proses (hiperbilirubinemia). Adanya
ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan
terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya,
ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau
intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik
menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih.
Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia
sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin
yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi
peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses
menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh
kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh
infeksi Leptospira grippotyphosa.
2. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan
dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin
terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel
hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang
berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan
konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002).
Ikterus
3. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya
penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut
di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria)
melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna
feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin
dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus
yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan
inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan
domestik. Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan
inflamasi dan hepatocellular necrosis (nekrosa sel hati). Bekas
infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan
parut) yang sering terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah
dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan cholangitis
atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada
penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang
menyerang hati anjing adalah Capillaria hepatica. Cacing cestoda
yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara lain Taenia
hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang
berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoelium
dendriticum, Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum
truncatum, Methorcis conjunctus, M. albidus, Parametorchis
complexus, dan lain-lain (Maclachlan dan Cullen di dalam Carlton
dan McGavin 1995).

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi


patologik:

1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan


2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau
lebih setiap 24 jam
3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas
darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)
4. Ikterus yang disertai oleh:
o Berat lahir <2000 gram
o Masa gestasi 36 minggu
o Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada
neonates (SGNN)
o Infeksi
o Trauma lahir pada kepala
o Hipoglikemia, hiperkarbia
o Hiperosmolaritas darah
5. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada
NCB) atau >14 hari (pada NKB)

A.Macam – Macam Ikterus


1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :
1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang
mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam
saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian
konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :
a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus
koleductus.
b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.
3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang
menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.
4. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :
• Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang
bakteri)
• Kadang oleh defisiensi G-6-PO
5. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab:
• Biasanya ikteruk fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin
cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam
• Polisitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis,
perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain)
• Dehidrasis asidosis
• Defisiensi enzim eritrosis lainnya
6. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu
pertama dengan penyebab
• Biasanya karena infeksi (sepsis)
• Dehidrasi asidosis
• Defisiensi enzim G-6-PD
• Pengaruh obat
• Sindrom gilber
7. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
dengan penyebab :
• biasanya karena obstruksi
• hipotiroidime
• hipo breast milk jaundice
• infeksi
• neonatal hepatitis
• galaktosemia
1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus,
nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang
melengking.
(Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)

Jenis-jenis Ikterus Menurut Waktu Terjadinya


1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
• Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan
oleh :
• Inkompatibilitas darah Rh,ABO, atau golongan lain
• Infeksiintra uterine
• Kadang-kadang karena defisiensi enzim G-6-PD
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
• Biasanya ikterus fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh, ABO atau
golongan lain
• Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih
mungkin.
• Policitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup *(perdarahan
subaponerosis,perdarahan hepar, sub capsula dll)

3. Iktersua yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu


pertama
• Sepsis
• Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD
• Pegaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar , sindroma Gilbert
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
• Ikterus obtruktive
• Hipotiroidisme
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia
B. PATOFISIOLOGI
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan
eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam,
dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan
menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis
pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total
biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar
5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama
setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin
sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan


faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki
puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6
kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa
minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak
bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang
berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir
meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif,
pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan
dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum
matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Penelitian di RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap


hiperbilirubinemia bila:
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau
lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru
lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang
berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus
dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis)
5. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:
§ Berat lahir kurang dari 2 kg
§ Masa kehamilan kurang dari 36 minggu
§ Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan
pernafasan
§ Infeksi
§ Trauma lahir pada kepala
§ Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan
carbondioksida)
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut
“Kernikterus”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanyaantara lain: mata
yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap,
ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang
lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme
(kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan
mental.

Gejala dan tanda klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.


Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi
* Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-
muntah)
2. Pucat
* Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan
golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan
darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
* Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup
lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah)


* Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong
tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
* Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)


* Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital,
penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus
koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat
* Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke
bagian hepatologi.
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi
o Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang
minum, muntah-muntah)
2. Pucat
o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus,
defisiensi G6PD) atau kehilangan darah
ekstravaskular.
3. Trauma lahir
o Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala),
perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah)


o Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
o Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)


o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi
kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus
koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat
o Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.

Manifestasi ikterus
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus
biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan
permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin
normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas
menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat
secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin
terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang
terlihat pada tubuh pasien. (2)
Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang
dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial.
Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati
terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati
membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine
diphosphate–glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-
terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk
membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin
monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi
kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu.
Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi
urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal.
Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau
diekskresikan oleh ginjal didalam urin.
ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan
hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja
pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi
yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya
muncul pada 58% populasi. (4)
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas
ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling
kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi
menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara
lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil
(pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya
menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum
hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus
biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk
duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. (4)
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-
hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel
bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus
empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk
saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan
kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu,
dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik
percabangan biliaris. (4)
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk
duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm
dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga
segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik.
Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial
duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-
2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum.
Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk
sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum
secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus
(75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater. (4)
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut
pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari
cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena
porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum. (4)
METABOLISME NORMAL BILIRUBIN
Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel
retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan
globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin
berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini
dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-
pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini
sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek
berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan
tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin
dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang
larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo
Van den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut
bilirubin direk. (5)
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah
yang terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan
konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari
saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran
empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah.
Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis
berupa ikterus. 
KLASIFIKASI
Gambar 3 berisi daftar skema bagi klasifikasi umum jaundice: pre-
hepatik, hepatik dan post-hepatik. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk
sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme
bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai
jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice
hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik. 
Gejala kuning pada yang dikenal sebagai ikterus dibagi 3 golongan
berdasarkan penyebab kuningnya tersebut. (1) Ikterus hemolitik,
ikterus yang timbul karena meningkatnya penghancuran sel darah
merah. Misal pada keadaan infeksi (sepsis), ketidak cocokan gol
darah ibu dengan golongan darah bayi, bayi yang baru lahir (ikterus
fisiologik) dsb. (2) Ikterus parenkimatosa, ikterus yang terjadi
akibat kerusakan atau peradangan jaringan hati, misal pada penyakit
hepatitis. (3) Ikterus obstruktif, ikterus yang timbul akibat adanya
bendungan yang mengganggu aliran empedu. Misal pada tumor,
kelainan bawaan (atresia bilier), batu pada kandung empedu dsb.
Hiperbilirubinemia sendiri dikelompokkan dalam dua bentuk
berdasarkan penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang
disebabkan oleh produksi yang berlebih (bilirubin indirek meningkat)
dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin
kedalam darah karena adanya obstruksi bilier (bilirubin direknya juga
meningkat dan produksi sterkobilinogen menurun).
Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus
haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas
mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg
bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300
mg perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar
dimana bila pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi
lisisnya eritrosit secara massive misalnya anemia hemolitik pada
kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan
produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati
mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak
larut didalam darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut
dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga
dengan ikterus acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir
premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis
dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses
penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh
karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase
masih rendah. Jika ada dugaan ikterus hemolitik perlu dipastikan
dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin indirek, darah
rutin, serologi virus hepatitis.
Apabila peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan
albumin mengikat kuat, bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia
pada otak dan menyebabkan ensephalopaty toksik yang disebut
sebagai kern ikterus (ikterus neonatorum pathologis yang ditandai
peningkatan bilirubin direk dan pemecahan eritrosit). Beberapa
kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya
seperti Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan
konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif, diturunkan secara
autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati
konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler
Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena
kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin
monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert,
terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin
oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym konjugasi dan
diturunkan secara autosomal dominan.
Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena
terdapatnya obstruksi saluran empedu, misalnya karena tumor
caput pankreas (ditandai Couvisier’s Law), batu, proses peradangan
dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus
akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian
konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena
hepatika dan pembuluh limfe. Bentuknya yang larut menyebabkan
bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut sebagai ikterus
choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu
disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Pada kasus ini didapatkan
peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek, zat yang larut dalam
empedu serta batu empedu. Jadi pada ikterus obstruktif ini perlu
dibuktikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin urin,
urobilin urin, USG, alkali fosfatase.
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia
regurgitasi adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara
autosomal resesif, terjadi karena adanya defek pada sekresi bilirubin
terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab pastinya
belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada
transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan gambaran
histologi hati normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.
Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena
toksin seperti chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon
tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat cirhosis. Kelainan ini
sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. Gangguan
konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan
menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut
maupun yang tidak larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi
proses konjugasi dan ekskresi bilirubin dan menjadi preparat yang
menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak pada sindroma
Crigler najjar.

E. Penegakan Diagnosis

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih


dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit
diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias
penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak
direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih
boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining
positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus


secara visual, sebagai berikut:

 Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di


siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa
terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan
dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
 Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui
warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.
 Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan
bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 1)

2. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan


diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya
intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini
merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan 
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total.
Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar


bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.   

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja


dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya
dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan
merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat


yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai
menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak
terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan
untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif
untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102)
dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar
diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru
lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini
hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4
mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa
pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi
yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi
cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur
TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat
digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan
TSB.

Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk


tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk.
(2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun
transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi
dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya
ensefalopati hiperbilirubin.

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal
ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada
konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar


bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.
Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna.
Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum
akan lebih terarah.

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan


bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal
ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui
pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia   Kuning terlihat pada   Tingkat keparahan ikterus  
Hari 1 Bagian tubuh manapun Berat
Hari 2 Tengan dan tungkai *
Hari 3 Tangan dan kaki
* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama
dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua,
maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan
terapi sinar  secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar. 
DIAGNOSIS
Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan
faal hati. (5)
Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan
feses, rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan
berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan pasien ikterus lain,
alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan
pembedahan. (5)
Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin
(Tabel 1). Penyakit yang menyebabkan jaundice dapat dibagi
menjadi penyakit yang menyebabkan jaundice ‘medis’ seperti
peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi hepatosit,
atau kegagalan ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang
menyebabkan jaundice ‘surgical’ melalui kegagalan transpor
bilirubin kedalam usus. Penyebab umum meningkatnya produksi
bilirubin termasuk anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis
termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi. Ambilan dan
konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis dan
akibat hepatitis virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan
kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab
umum kegagalan ekskresi termasuk hepatitis viral atau alkoholik,
sirosis, kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat
disebabkan oleh beragam gangguan termasuk koledokolitiasis,
striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau
kolangitis sklerosing primer. (2) Ketika mendiagnosa jaundice, dokter
harus mampu membedakan antara kerusakan pada ambilan bilirubin,
konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur secara medis dari
obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh ahli
bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli endoskopi. Pada
kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, tes
laboratorium rutin dan pencitraan radiologis non-invasif
membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab jaundice
lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas
kanan dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris
umum
biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam
(kolangitis). Serangan jaundice tak-nyeri bertingkat sehubungan
dengan hilangnya berat badan diduga sebuah keganasan/malignansi.
Jika jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung empedu
menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan. (2)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa,
mencari tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi,
eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda
asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien
dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar
menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal
yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum
Courvoisier). (5)
Hukum Courvoisier
“Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin
disebabkan oleh batu kandung empedu”. Hal ini biasanya
menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas,
ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau
limfadenopati portal. (3)
Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice
termasuk serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase,
transaminase, amilase, dan hitung sel darah lengkap.
Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada
peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan
konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis
intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan
hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi
tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien
dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai
15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya
berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin
serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih
sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu
pada pasien dengan obstruksi bilier parsial. (2)
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul
disebabkan oleh gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya
hambatan pada saluran empedu. Bilirubin direk meningkat lebih
tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan
saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas
meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam
urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal
sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui
urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat
hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati.
Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses
menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke
dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus). (2)
Pemeriksaan Penunjang
USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan
pemeriksaan penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum
pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan
kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa
tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem
hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung
empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali.
Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat
diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu,
sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus
obstruktif.(2)
Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah
sekaligus kita dapat menilai kelainan organ yang berdekatan dengan
sistem hepatobilier antara lain pankreas dan ginjal. Aman dan tidak
invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi. (2)
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena
sebagian besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat
digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan
oleh sel hati yang sakit. (5)
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini
adalah pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancre atography). Dengan bantuan endoskopi melalui muara papila
Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran
pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus
dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor
misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin
timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat
dimasuki kanul. (5)
Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran
proksimalnya dapat divisualisasikan dengan
pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui
jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien.
Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam
saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan
radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya
kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat. (5)
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya
keganasan dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi.
Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran
empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran
empedu.
 PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannta dengan
cara :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada
masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfa furazole, oksitosin,
dsb.
c. Pencegahan pengobatan hipoksin dapa janin dan neonatus
d . Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Pemberian makanan yang dini
f. Pencegahan infeksi
2. Penanganan
a. Foto terapi
Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin
patologis yang berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit
melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari
biliverdin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit yang
mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang
dieksresikan dalam hati kemudian ke empedu. Produk akhir adalah
reversibel dan dieksresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
• Mekanisme : menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin
dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang
dikeluarkan melalui urine (urobilinogen) dan feses (sterkobilin).
• Terdiri dari 8-10 buah lampu yang tersusun pararel 160-200 watt,
menggunakan cahaya Fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran
tidak lebih dari 100 jam.
• Jarak bayi dan lampu antara 40–50cm, posisi berbaring tanpa
pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang
dapat memantulkan cahaya (contoh : karbon), dan posisi bayi diubah
setiap 1-6 jam.
• Dapat dilakukan pada sebelum atau sesudah transfusi tukar.
b. Fenobarbital
Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
tranferase yang meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance
hepatik pada pigmen empedu, sintesis protein dimana dapat
meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
c. Transfusi Tukar
• Tujuan : menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang
terhemolisis.
• Indikasi : pada keadaan kadar bilirubin indirek ³ 20 mg/dL atau bila
sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan biirubin
yang cepat yaitu 0,3 -1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan
gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz
dan uji coombs direk positif.
d. Antibiotik : diberikan bila terkait dengan adanya infeksi

Pencegahan
- Segera menurunkan kadar bilirubin indirek.
- Penanganan bayi ikterus; fototerapi, kemoterapi, transfusi tukar.
Bayi dengan kadar bilirubin tinggi diobati dengan menggunakan
fototerapi, bahkan dengan transfusi tukar. Kini terdapat obat baru
yaitu Stanate yang dalam ujicoba terbukti dapat memblokade
produksi bilirubin sehingga dapat mencegah kern ikterus, hingga
sekarang obat ini masih terus dikembangkan4.
Tanpa memandang etiologi, tujuan terapi adalah mencegah kadar
yang memungkinkan terjadinya neurotoksikosis, dianjurkan agar
fototerapi, dan jika tidak berhasil, transfusi tukar dilakukan untuk
mempertahankan kadar maksimum bilirubin total dalam serum di
bawah kadar yang ditunjukkan pada tabel 1 (untuk preterm) dan tabel
2 (untuk bayi cukup bulan). Pada setiap bayi, resiko jejas bilirubin
terhadap sistem saraf pusat harus dipertimbangkan dengan resiko
yang ditimbulkan oleh pengobatan. Belum ada persetujuan yang
umum mengenai kriteria untuk memulai fototerapi. Karena fototerapi
mungkin memerlukan 6-12 jam untuk mempunyai pengaruh yang
dapat diukur, maka fototerapi ini harus dimulai saat kadar bilirubun
masih berada di bawah kadar yang diindikasi untuk transfusi darah.
Bila teridentifikasi, penyebab dasar dasar ikterus harus diobati,
misalnya antibiotik untuk septikemia. Faktor-faktor fisiologis yag
menambah resiko cedera neurologis harus diobati juga (misalnya
koreksi terhadap asidosis)2.
Fototerapi biasanya dimulai pada 50-70 % dari kadar maksimum
bilirubin indirek. Jika nilai sangat melebihi kadar ini, jika fototerapi
tidak berhasil mengurangi kadar bilirubin maksimum, atau jika ada
tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan indikasi. Jadi jika
ada tanda-tanda kern ikterus selama evaluasi atau pengobatan, pada
kadar bilirubin berapapun, maka transfusi tukar darurat harus
dilakukan2.
- Melakukan pemeriksaan kadar bilirubin pada semua bayi baru lahir
sebelum meninggalkan Rumah Sakit.
- Kontrol bayi baru lahir ke dokter dalam jangka waktu 24-48 jam
setelah meninggalkan Rumah Sakit.
- Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang ikterus5.
Tabel 1.
Kadar bilirubin serum indirek maksimum yang disarankan pada bayi
preterm.
Berat Badan Lahir Tidak Ada Ada Komplikasi*
(gram) Komplikasi (g/dL)
(g/dL)
<>  12-13 10-12
1000-1250 12-14 10-12
1251-1499 14-16 12-14
1500-1999 16-20 15-17
2000-2500 20-22 18-20
*Komplikasi meliputi asfiksia perinatal, asidosis, hipoksia,
hipotermia, hipoalbuminemia, meningitis, PIV, hemolisis,
hipoglikemia, atau tanda-tanda kern ikterus.
Tabel 2.
Srategi pengobatan terhadap hiperbilirubinemia indirek pada bayi
cukup bulan yang sehat tanpa hemolisis.
Umur Fototerapi Fototerapi & Transfusi
(Jam) (g/dL) Persiapan Tukar Jika
Transfusi Fototerapi
Tukar* Gagal
(g/dL) (g/dL)
<>  ** ** **
24-48 15-18 25 20
49-72 18-20 30 25
> 72 20 30 25
> 2 minggu *** *** ***
* Jika bilirubin awal yang terpresentasi tinggi, fototerapi yang
intensif harus dimulai dan persiapan untuk transfusi tukar dilakukan.
Jika fototerapi gagal mengurangi kadar bilirubuin sampai ke kadar
yang tercatat pada kolom sebelah kanan, mulailah transfusi tukar.
** Ikterus pada umur 24 jam tidak tampak pada bayi sehat.
*** Ikterus mendadak muncul pada umur 2 minggu atau berlanjut
sesudah umur 2 minggu dengan kadar hiperbilirubinemia yang
berarti; untuk membenarkan pemberian terapi maka harus diamati
secara rinci, karena ikterus ini paling mungkin disebabkan etiologi
yang sudah ada seperti atresia biliaris, galaktosemia, hipotyiroidisme,
atau hepatitis neonatus.

1. ReferensiAbdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat


Efendi. 2002. Ikterus Neonatorum. Perinatologi. Bandung.
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 64-84.
2. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of
Pediatrics. New Yorkl. 17th edition. Saunders. 596-598.
3. Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi kedua.
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97-103

http://www.cdc.gov/ncbddd/dd/kernicterus.htm
http://www.ijppediatricsindia.org/article.asp?issn=0019-
5456;year=2005
http://jama.ama-assn.org/cgi/content/full/286/3/299
  http://www.scribd.com/doc/21373244/Penatalaksanaan-Kelainan-
Penyebab-Ikterus
                Carlton WW dan MD. McGavin. 1995. Thomson’s Special
Veterinary Pathology. Ed. 2. Mosby-Year Book, Inc.
DEFINISI HEPATITIS

Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alkohol.

Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.


Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai
nekrosis dn inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan
klinis, biokomia serta seluler yang khas.

Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam
bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal definisi
lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ
hati,bukan penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di masyarakat
mengartikan lever adalah penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit kuning
sebenarnya dapat menimbulkan kercunan, karena tidak semua penyakit kuning
disebabkan oleh radang hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung
empedu.

Hepatitits adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat di
sebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat – obatan serta
bahan – bahan kimia.
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis,
biokimia serta seluler yang khas.

Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hepatitis adalah suatu
penyakit peradangan pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus yang
menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.

Pengertian Hepatitis
Berikut merupakan beberapa pengertian dari hepatitis.
1)    Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. “Hepa” berarti kaitan
dengan hati, sementara “itis” berarti radang (Seperti di atritis, dermatitis, dan
pankreatitis) (James, 2005: 4).
2)    Hepatitis merupakan infeksi pada hati, baik disebabkan oleh virus atau tidak.
Hepatitis yang disebabkan  oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
hepatitis yang tidak disebabkan oleh virus biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat
kimia atau obat, seperti karbon tetraklorida, jamur racun, dan vinyl klorida (Asep
suryana abdurahmat, 2010: 153).
3)    Hepatitis adalah peradangan atau inflamasi pada hepar yang umumnya terjadi
akibat infeksi virus, tetapi dapat pula disebabkan oleh zat-zat toksik. Hepatitis
berkaitan dengan sejumlah hepatitis virus dan paling sering adalah hepatitis virus
A, hepatitis virus B, serta hepatitis virus C
4)    Hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi atau
keracunan

Hati adalah organ tubuh yang terbesar, terletak di rongga perut bagian kanan atas. 
Pada orang dewasa beratnya sekitar 1200 – 1600 gram.  Dalam keadaan normal
hati terdiri atas 4 bagian (lobus) yaitu lobus kanan (60%), lobus kiri (30%), lobus
kaudatus dan lobus kuadratus (10%).  Hati diliputi simpai yang disebut simpai
Glisson.

Fungsi hati.banyak sekali, mungkin lebih dari 500, antara lain :

1. untuk proses pengolahan zat makanan seperti hidrat arang,  protein dan lemak
(emulsifikasi).
2. untuk memproduksi  protein,  empedu dan kolesterol.
3. untuk memproduksi unsur pembekuan darah (protrombin, fibrinogen).
4. ikut dalam proses pembentukan sel darah merah.
5. untuk membersihkan darah dari racun kuman, obat, hormon dll.
 Hepatitis (penyakit kuning)

Hepatitis adalah penyakit akibat peradangan hati.  Peradangan pada hati dapat
disebabkan oleh kuman (tbc, sifilis), parasit (amuba, malaria), jamur dan yang
terpenting ialah virus.

Hepatitis virus. adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh virus.  
Penyebab terpenting ialah kelompok virus hepatitis A,B,C,D dan E.  Akibat infeksi
virus maka akan terjadi proses peradangan pada hati.  Tergantung pada ganasnya
virus serta bagaimana daya tahan dan reaksi tubuh maka penyakit hepatitis virus
dapat berlangsung tanpa gejala ataupun dengan keluhan dan gejala tertentu seperti
demam, mual, muntah, air seni berwarna kuning tua sampai  kecoklatan, mata dan
kulit menjadi kuning.

Pada saat ini hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia.. 
Penyakit ini penting karena beberapa faktor :

1. Penyakit hepatitis virus B telah menyerang lebih dari 2 miliar manusia di


seluruh dunia dengan angka kematian 1 – 2 juta orang pertahun dan
hepatitis C menginfeksi 100 juta orang.  Angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (mortalitas) di negara kita termasuk tinggi. Menurut dr.
Suwandi Widjaja PhD dan dr. Sumanto Simon, sekitar 50 persen
penduduk Indonesia terinfeksi virus hepatitis B dengan angka kematian
30,000 – 60,000 orang per tahun
2. Belum ditemukan cara pengobatan yang jitu.
3. Cara pengobatan yang ada selain sangat mahal, hasilnya juga belum
memuaskan.
4. Bentuk menahun hepatitis dapat berkembang menjadi sirosis dan kanker hati.
5. Usaha pencegahan dapat dilakukan melalui vaksinasi (khususnya hepattits A
dan B) dan penyuluhan kesehatan yang berkesinambungan.

Jenis2 virus hepatitis dan cara penularannya

Virus hepatitis A (VHA).


VHA termasuk virus picorna (virus RNA) dengan ukuran 27-28 nm. Virus
dikeluarkan  dari tubuh melalui tinja yaitu lewat empedu masuk ke dalam usus,
ditularkan secara feco-oral (tinja ke mulut).  Di negara berkembang kebanyakan
anak sekolah mengidap hepatitis A karena penularan dari orang lain.  Mereka
makan makanan yang tercemar kotoran yang mengandung VHA dan tidak dimasak
secara sempurna.  Masa inkubasi hepatitis A ialah 2 – 4 minggu.

Dikenal dengan hepatitis infeksiosa, rute penularan adalah melalui kontaminasi


oral-fekal, HVA terdapat dalam makanan dan air yang terkontaminasi. Potensi
penularan infeksi hepatitis ini melalui sekret saluran cerna. Umumnya terjadi
didaerah kumuh berupa endemik. Masa inkubasi : 2-6 minggu, kemudian
menunjukkan gejala klinis. Populasi paling sering terinfeksi adalah anak-anak dan
dewasa muda.

Virus hepatitis B (VHB).

VHB ditularkan melalui darah dan cairan tubuh seperti air liur, air mani, cairan 
vagina dan air susu ibu.   Virus masuk ke tubuh lewat kulit atau selaput lendir
tubuh yang rusak.   Masa inkubasi 28 – 160 hari, rata rata 75 hari.   Di daerah
endemik penularan sering terjadi pada waktu persalinan atau pada awal pemberian
makanan bayi.  Penularan dari ibu ke bayi merupakan penyebab terpenting
hepatitis menahun yang mudah berkembang menjadi kanker hati.

Penularan virus ini melalui rute trnfusi darah/produk darah, jarum suntik, atau
hubungan seks. Golongan yang beresiko tinggi adalah mereka yang sering tranfusi
darah, pengguna obat injeksi; pekerja parawatan kesehatan dan keamanan
masyrakat yang terpajan terhadap darah; klien dan staf institusi untuk kecatatan
perkembangan, pria homoseksual, pria dan wanita dengan pasangan heteroseksual,
anak kecil yang terinfeksi ibunya, resipien produk darah tertentu dan pasien
hemodialisa.

Hepatitis B adalah penyakit infeksi, terutama mengenai hati. Penyakit ini


disebabkan oleh virus hepatitis B. Hepatitis B merupakan salah satu dari 5 jenis
hepatitis, yaitu hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E.
Hepatitis B dapat berupa infeksi akut (cepat timbul lalu pulih) dan juga kronik
(berlangsung lama). Sebanyak 1%-5% dewasa, 90% bayi baru lahir, dan 50% bayi
yang terinfeksi hepatitis B akut akan berkembang menjadi hepatitis kronik.

Etiologi Penyakit Hepatitis


Istilah "Hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati
(liver).Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-
obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis
A, hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa
akut ( hepatitis A ) dapat pula hepatitis kronik ( hepatitis B,C ) dan adapula yang
kemudian menjadi kanker hati ( hepatitis B dan C ).
Radang hati – hepatitis – mempunyai beberapa penyebab, termasuk :
         Racun dan zat kimia seperti alkohol berlebihan;
         Penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan
sehat dalam tubuh, yang disebut sebagai penyakit autoimun; dan
         Mikroorganisme, termasuk virus.
Ada lima virus yang diketahui mempengaruhi hati dan menyebabkan hepatitis:
HAV, HBV, HCV, virus hepatis delta (HDV, yang hanya menyebabkan masalah
pada orang yang terinfeksi HBV), dan virus hepatitis E (HEV). Tidak ada virus
hepatitis F. Virus hepatitis G (HGV) pada awal diperkirakan dapat menyebabkan
kerusakan pada hati, tetapi ternyata diketahui sebagai virus yang tidak
menyebabkan masalah kesehatan, dan virus ini sekarang diberi nama baru sebagai
virus GB-C (GBV-C).

a.      Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV).VHA termasuk virus picorna
(virus RNA) dengan ukuran 27-28 nm.
b.      Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang terbungkus serta
mengandung genoma DNA (Deoxyribonucleic acid) melingkar.HBV adalah virus
nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung
pada sel hati.Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh system
kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati.
c.       Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitisC (HCV).Virus ini dapat
mengakibatkaninfeksi seumur hidup, sirosis hati, kankerhati, kegagalan hati, dan
kematian.Belumada vaksin yang dapat melindungi terhadapHCV, dan diperkirakan
3 persenmasyarakat umum di Indonesia terinfeksivirus ini.

2.      Masa Inkubasi dan Penularan Hepatitis


Hepatitis A(VHA).
Virus dikeluarkan dari tubuh melalui tinja yaitu lewat empedu masuk ke dalam
usus, ditularkan secara feco-oral yaitu virus ditemukan pada tinja. Virus ini juga
mudah menular melalui makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi, juga
terkadang melalui hubungan seks dengan penderita.
Di negara berkembang kebanyakan anak sekolah mengidap hepatitis A karena
penularan dari orang lain. Mereka makan makanan yang tercemar kotoran yang
mengandung VHA dan tidak dimasak secara sempurna.
Waktu terekspos sampai kena penyakit atau masa inkubasi hepatitis A adalah 2
sampai 6 minggu. Penderita akan mengalami gejala-gejala seperti demam, lemah,
letih, dan lesu, pada beberapa kasus, seringkali terjadi muntah-muntah yang terus
menerus sehingga menyebabkan seluruh badan terasa lemas. Demam yang terjadi
adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang lainnya yaitu pada
demam berdarah, tbc, thypus, dll.
HAV diklasifikasikan sebagai pikornavirus dan secara morfologi merupakan
partikel sferis tidak terbungkus yang berdiameter 27 nm dengan simetri
ikosahedral. HAV stabil  pada suhu 4 C selama 20 jam, suhu -20 C selama 1,5
tahun. HAV hancur pada air mendidih selama 15 menit, inefektit pada pendidihan
5 menit, pemaparan sinar ultraviolet
Hepatitis A biasanya merupakan penyakit akut ringan dalam penyembuhan dalam
beberapa minggu. Penyakit ini terkadang fatal pada beberapa kasus dengan
komplikasi nekrosis masif. Antibodi IgM muncul dini pada fase akut, meningkat
cepat, dan menghilang selama masa penyembuhan. Antibodi IgG muncul lebih
lambat pada perjalanan penyakit, meningkat cepat, dan bertahan sepanjang hidup.

Faktor resiko spesifik meliputi:


a. Orang yang terinfeksi HAV .
b. Homoseksualitas
c. Wisatawan (Foreign Travel)
d. Kontak dengan anak pada penitipan bayi (day care center)
e. Pengguna obat terlarang

6. Faktor resiko sesuai umur


Sebenarnya semua kelompok umur secara umum rawan terhadap infeksi HAV,
insiden terbanyak adalah pada kelompok dewasa dan anak-anak dan yang paling
rentan adalah kelompok dewasa muda. Penyakit prevalensi anti HAV yang
berhubungan dengan umur mulai terjadi pada daerah dengan kehidupan dibawah
standar hygiene.sanitasi yang buruk.
1. Variasi Musim dan Geografi.
Infeksi HAV terjadi secara epidemi pada daerah dengan empat musim dan
puncaknya biasanya terjadi pada awal musim semi dan awal musim dingin dan
pada saat sekarang infeksi HAV di jumpai pada kelompok sosial tertentu dan
didaerah tropis insiden puncak yang pernah dilaporkan cenderung terjadi pada
musim hujan.Distribusi geografis saat ini adalah jenis infeksi virus dengan evolusi
yang endemik serta tingginya angka endemisitas dan insidens

Hepatitis B (VHB).
VHB ditularkan melalui darah dan cairan tubuh seperti air liur, air mani, cairan
vagina dan air susu ibu. Virus masuk ke tubuh lewat kulit atau selaput lendir tubuh
yang rusak. Masa inkubasi dari hepatitis B ini berkisar antar 45-180 hari dan lama
masa inkubasi tergantung pada jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh dan cara
penularan serta daya tahan pasien. Di daerah endemik penularan sering terjadi pada
waktu persalinan atau pada awal pemberian makanan bayi. Penularan dari ibu ke
bayi merupakan penyebab terpenting hepatitis menahun yang mudah berkembang
menjadi kanker hati.
Adapun cara penularan hepatitis B lainnya diantaranya adalah :
         Melalui transfusi darah atau transplantasi
Biasanya karena darah yang ditransufsikan sudah terinfeksi virus hepatitis B,
sehingga orang yang sehat dapat tertular melalui transfusi darah.
         Seringnya Berganti-ganti Pasangan Seksual
Selain HIV, seringnya berganti-ganti pasangan dapat menularkan penyakit hepatitis
B, belum lagi tertular penyakit menular seksual lainnya.
         Menggunakan Barang Pribadi Secara Bersama-Sama
Pisau cukur, sikat gigi, handuk dan alat kebersihan lainnya, dapat menularkan
penyakit hepatitis B jika digunakan secara bersama-sama. Karena itu biasakan
menggunakan alat kebersihan pribadi hanya untuk pribadi, bukan untuk bersama-
sama.
         Bayi Yang Tertular Ibunya
Ibu hamil yang terinfeksi penyakit hepatitis B, sudah tentu akan menularkan
penyakit ini kepada bayinya. Oleh karena itu, si bayi wajib diimunisasi sebelum
penyakit hepatitis B bertambah parah.
Hepatitis B disebabkan oleh virus DNA yang tersusun dari (1) inti bagian dalam
yang disintesis di dalam nukleus hepatosit dan mengandung antigen inti HbcAg,
HbeAg. (2) kapsul luar yang disintesis dalam sitoplasma sel hepatosit mengandung
HbsAg. Secara menyeluruh partikel tersebut berukuran 42 nm dan disebut partikel
Dane, berstruktur sferis atau tubular

Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, juga dapat ditularkan oleh produk darah seperti semen, saliva, air mata,
dll. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60-90 hari (Price, 2006).
Terdapatnya beragam antigen dan antibodi hepatitis B penting untuk menentukan
titik tolak diagnosis. HbsAg muncul pertama kali pada akhir masa inkubasi, dan
diikuti oleh HbeAg. Adanya HbeAg berhubungan erat dengan adanya partikel
Dane yang infeksaius dalam darah dan merupakan indikasi penularan. Pada klien
yang sembuh, HbsAg dan HbeAg menghilang pada awitan penyembuhan klinis.
Antibodi yang pertama timbul adalah anti Hbc pada masa akut, diikuti Hbe dan anti
Hbs. Terdapatnya anti Hbe menandakan tidak menular.

Hepatitis C (VHC).
VHC terutama ditularkan melalui darah. Transfusi darah merupakan cara penularan
yang ter-penting. Masa inkubasi rata rata 7 minggu. Orang yang mempunyai risiko
tinggi mendapat VHC ialah mereka yang memerlukan tranfusi darah berulang,
menjalani cuci darah, cangkok organ dll. Masa inkubasi penyakit hepatitis C adalah
2-6 minggu dimana 60-70% tanpa gejala, 10-20% menunjukkan gejala yang tidak
spesifik seperti mual, muntah, lemah, tidak nafsu makan, nyeri pada perut dan 20-
30% disertai warna kuning pada kulit (iketus).
Hepatitis C biasanya menyebar ketika darah dari orang yang terinfeksi Virus
Hepatitis C (HCV) memasuki tubuh seseorang yang tidak terinfeksi. Hal ini dapat
terjadi pada kegiatan – kegiatan seperti:
         Menggunakan jarum suntik atau alat injeksi lainnya yang
terkontaminasiHCV.
         Menerima transfusi darah yang terkontaminasi.
         Dilahirkan dari ibu yang telah terinfeksi HCV.
         Hepatitis C dapat ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang
terinfeksi atau berbagi barang pribadi yang telah terkontaminasi, tetapi ini jarang
terjadi.
         Hepatitis C tidak ditularkan melalui air susu atau melalui kontak biasa
seperti memeluk, menyentuh, dan berbagi makanan atau minuman dengan orang
yang terinfeksi.
         Pengguna narkoba / obat suntik.
         Penerima donor darah.
         Orang yang menggunakan tindikan dan tatoo yang dibuat oleh peralatan
yang tidak steril.
         Pasien gagal ginjal yang menjalani prosedur Hemodialisis selama bertahun
– tahun.
         Petugas kesehatan yang terluka akibat jarum suntik.
         Pasien yang mengidap HIV.

Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus RNA untai tunggal. Masa inkubasi bervariasi
antara 2 minggu hingga 6 bulan. Hepatitis C memiliki gambaran klinis hampir
sama dengan hepatitis B, kecuali insidensi hepatitis kronis lebih tinggi pada
hepatitis C

Hepatitis D
HDV merupakan virus RNA berukuran 35-37 nm yang tidak biasa karena
membutuhkan HbsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang infekaius.
Sehingga hanya penderita positif HbsAg yang dapat terinfeksi HDV. Penularan
terjadi melalui serum, mengenai pada pengguna obat intravena. Masa inkubasi
diyakini menyerupai HBV yaitu sekitar 1-2 bulan.

Hepatitis E
HEV adalah suatu virus RNA rantai tunggal berdiameter kurang lebih 32-34 nm
dan tidak berkapsul. HEV adalah hepatitis nonA nonB yang ditularkan secara
enterik jalur fekal oral. Masa inkubasi sekitar 6 minggu.

Hepatitis F dan G
 Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai kemungkinan
adanya virus hepatitis F. HGV adalah suatu flavivirus RNA yang mungkin
menyebabkan hepatitis fulminan. HGV terutama ditularkan melalui air, dapat juga
melalui hubungan seksual. Untuk mendeteksi adanya HBV dilakukan dengan PCR

Hepatitis virus Kronis adalah merupakan kumpulan penyakit hati karena berbagai
penyebab dengan keparahan lebih dari enam bulan.  Hepatitis karena obat-obatan
dan zat kimia
Beberapa zat kimia seperti karbon tetraklorida, trikloroetilena, dan vinilklorida
yang biasa digunakan sebagai bahan produk pembersih rumah tangga, jika
terminum dapat meracuni dan merusak jaringan hati. Begitu juga obat-obatan
tertentu dapat menyebabkan kerusakan hati.
1). Hepatitis karena alkohol (hepatitis alkoholik)
Kebiasaan minum alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
jaringan-jaringan vital dalam hati
2). Hepatitis karena bakteri, cacing, atau protozoa
Infeksi mikroorganisme, seperti bakteri leptospira dapat ditularkan melalui air
kencing tikus menjadi penyebab penyakit leptospirosis. Leptospira masuk ke
dalam tubuh manusia melalui selaput lender hidung atau kulit yang terluka dan
kadang melalui pencernaan dari makanan yang terkontaminasi air seni tikus,
anjing, kucing, atau kuda yang mengandung leptospira, bakteri tersebut banyak
terdapat di dalam darah, hati dan linpa penderita.
3). Hepatitis autoimunitas
Merupakan berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan
tubuh sendiri dan menimbulkan kerusakan hati, penyakit ini umumnya bersifat
kronis. Hepatitis autoimunitas lebih sering dijumpai pada wanita (sekitar 70%)
dengan rentang usia 15 – 40 tahun dan sering berhubungan dengan penyakit lain.
4). Hepatitis karena jamur beracun
Bahan makanan yang ditumbuhi jamur Aspergillus flavus menghasilkan tosin
jamur, seperti aflatoksin yang bersifat hepatotoksik (meracuni hati). bahan
makanan yang biasanya tercemar aflatoksin adalah kacang tanah yang tengik,
oncom, atau jamur
Macam – Macam Klasifikasi Pada Virus Hepatitis
Menurut Fransisca B. Battcaca  klasifikasi (2008) dan Bibhat K. Mandal (2006)
Hepatitis dibagi menjadi :
1). Hepatitis Virus Akut
Hepatitis virus diklasifikasikan menjadi lima,yaitu virus hepatitis A(HAV),virus
hepatitis B(HBV),virus hepatitis C(HCV),virus hepatitis D(HDV),dan virus
hepatitis E(HEV).
a. Virus Hepatitis A
Virus hepatitis A (HAV) dulu dikenal sebagai hepatitis infeksiosa dengan masa
inkubasi berkisar antara 15-45 hari atau 3-4 minggu.
b. Virus Hepatitis B                                                                
Virus hepatitis B (HBV) awalnya dikenal sebagai serum hepatitis. Masa inkubasi
yang diperlukan oleh virus hepatitis B sekitar 60-90 hari.
c. Virus Hepatitis C
Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA yang kecil dan termasuk virus
NANB dengan masa inkubasi yang panjang dan pernah dikenal sebagai hepatitis
pascatransfusi. Masa inkubasi yang dibutuhkan oleh HCV sekitar 6-8 minggu
(berkisar 4-26 hari).
d. Virus Hepatitis D
Virus hepatitis D (HDV) virus RNA rusak yang hanya dapat bereplikasi dalam sel
yang sudah ditinggali oleh HBV. masa inkubasi 1-2 bulan.
e. Virus Hepatitis E
Virus hepatitis E (HEV) merupakan kalisivirus dan secara epidemiologis
menyerupai hepatitis A. masa inkubasi 6 minggu (berkisar 2-9 minggu).
f. Virus Hepatitis G
Virus hepatitis G pernah menginfeksi seorang ahli bedah pada tahun 1964, hasil lab
menunjukkan GBV-C (mirip VHC pada tahun 1995). CDC mengidentifikasi
sebagai virus hepatitis G,GBV-C dan HGV 2 isolasi terpisah, virusnya sama, dan
hanya dapat terdeteksi dengan PCR.
2). Hepatitis Virus Kronis
Hepatitis kronis memiliki beberapa kategori seperti hepatitis virus kronis, hepatitis
karena obat – obatan, dan hepatitis kronis autoimun. klasifikasi patologis Hepatitis
Kronis:
a. Hepatitis Kronis Persisten
1). Pada hepatitis kronis persisten terjadi perluasan infiltrate peradangan
mononukleus, tetap hanya terbatas dalam traktus portal.
2). Umumnya asimptomatik, tanpa gejala konstitusi ringan seperti lemah,
anoreksia, mual, kondisi fisik seperti dalam keadaan normal.
3). Terdapat pembesaran hati.
4). Terjadi perkembangan progresif penyakit pada hepatitis virus persisten kronis
dan hepatitis kronis persisten yang timbul setelah remisi spontan atau pemberian
terapi pada hepatitis kronis aktif.
b. Hepatitis Lobuler Kronis
1). Terdapat peradangan portal.
2). Secara morfologi, hepatitis lobuler kronis mirip dengan hepatitis akut yang
sedang sembuh secara perlahan.
3). Kadang terjadi peningkatan aktivitas klinis hepatitis lobuler kronis secara
spontan.
c. Hepatitis Kronis Aktif
1). Terjadi nekrosis hati yang terus – menerus, peradangan portal atau periportal
dan lobuler serta fibrosis.
2). Tingkat keparahan dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan bersifat
progresif yang dapat menimbulkan sirosis, gagal hati, dan kematian.
3). Pada hepatitis kronis aktif yang lebih berat dan hepatitis akut ditemukan lesi
yang lebih parah, nekrosis hati bridging (semula disebut nekrosis hati subakut).
Pada keadaan hepatitis aktif kronis berkembang menjadi sirosis.
d. Hepatitis Virus Kronis
Bentuk hepatitis virus yang berkembang menjadi hepatitis kronis adalah hepatitis A
dan E. Akan tetapi, seluruh spectrum klinik opatologis hepatitis terjadi pada klien
dengan hepatitis virus B dan C kronis serta hepatitis D yang terjadi pada hepatitis B
kronis.
e. Hepatitis B Kronis
Hepatitis B akut dapat berkembang menjadi hepatitis B kronis, terutama infeksi
saat lahir (90%).
f. Hepatitis C Kronis
Hepatitis kronis yang secara klinis ringan relative dan pada asimptomatik dengan
peningkatan ringan aktivitas aminotransferase, demikian juga pada klien dengan
hepatitis kronis persisten pada biopsi hati.
g. Hepatitis Kronis Aktif Autoimun
Hepatitis kronis autoimun adalah suatu penyakit kronis yang ditandai oleh nekrosis
dan peradangan hepatoseluler yang berkelanjutan, biasanya disertai fibrosis, yang
cenderung berkembang menjadi sirosis dan gagal hati.
h. Hepatitis Toksik dan Hepatitis Akibat Obat
Cedera hati dapat terjadi karena terhirup atau tertelan obat – obatan, atau
pemberian secara parenteral dan zat kimia seperti toksin industri (karbon
tetraklorida, trikloretilen, dan fosfor kuning), oktapeptida bisiklik toksik yang tahan
panas dari sepsis Amanita dan Galarina tertentu (jamur hepatotoksik beracun), dan
yang lebih lazim obat farmakologi yang digunakan dalam terapi medis

Gejala dan Tanda Penyakit Hepatitis


Gejala demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang timbul karena
diproduksinya senyawa kimia interleukin (suatu protein hormon) sebagai respon
terhadap adanya infeksi mikroba atau adanya jaringan tubuh yang terluka.
Meningkatnya suhu tubuh (demam) akan menyebabkan mikroba tertentu yang ada
dalam tubuh kita menjadi mati. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan mikroba
tersebut dalam mentoleransi kenaikan suhu 20-30oC di atas ambang normal suhu
optimumnya.
Pada kebanyakan orang terutama anak-anak apabila terinfeksi hepatitis B tidak
menimbulkan gejala. Gejala baru timbul apabila seseorang telah terinfeksi selama 6
minggu. Gejala yang timbul dapat berupa kehilangan nafsu makan, mual, muntah-
muntah, lemas, merasalelah, nyeri perut terutama di sekitar hati, urin berwarna
gelap, kulit menjadi kuning, dan juga terlihat terutama pada mata, serta kadang -
kadang pula disertai nyeri otot dan tulang - tulang. Gambaran klinis infeksi akut
HVA dapat sangat beragam berupa bentuk yang asimtomatik atau simtomatik yang
mungkin anikterik atau dengan ikterik dan biasanya pada anak lebih ringan serta
singkat dibandingkan dengan dewasa.
         Hepatitis Asimtopatik
Infeksi yang asimtomatik ini selanjutnya dapat dibagi menjadi sub-klinik atau tidak
nyata (inapparent). Infeksi sub-klinik ditandai dengan adanya kelainan fungsi hati,
yaitu peningkatan aminotransferase serum,sementara infeksi tak nyata hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan serologik.
         Hepatitis simtopatik
Gejala dan perjalanan penyakit hepatitis virus secara klinis dapat dibedakan dalam
4 stadium yaitu masa inkubasi, pra-ikterik, ikterik, dan fase penyembuhan.

Hepatitis A
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala,
sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam,
diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang
sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal
terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A
tidak berlanjut ke hepatitis kronik. Masa inkubasi 30 hari.

Perjalanan Klinis Hepatitis A dibagi menjadi 4 stadium:


a. Masa Tunas.
Lamanya Viremia pada Hepatitis A 2-4 minggu.
b. Fase Pre Ikterik.
Keluhan biasanya tidak spesifik, berlangsung 2-7 hari, namun selanjutnya disertai
gejala yang klasik seperti :
1). Kuning
2). Urine berwarna gelap
3). Lelah / Lemas
4). Hilang nafsu makan
5). Nyeri dan rasa tidak enak di perut
6). Tinja berwarna pucat
7). Mual dan muntah
8). Demam kadang menggigil
9). Sakit kepala
10). Nyeri sendi
11). Pegal otot
12). Diare
13). Rasa tidak enak di tenggorokan
c. Fase Ikterik.
Pada fase ini setelah demam turun maka urine akan berwarna kuning pekat seperti
air teh serta sklera mata dan kulitnya berwarna kekuning-kuningan dan warna
kuningnya meningkat, menetap serta menurun secara berlahan-lahan berlangsung
sekitar 10 – 14 hari.
d. Fase Penyembuhan.
Biasanya fase ini dimulai dengan hilangnya sisa gejala ikterus dan penderita
merasa segar walaupun masih cepat lelah dan secara umum penyembuhan secara
klinis dan biokimia berlangsung 6 bulan.

STADIUM PENYAKIT

1. stadium Inkubasi :Periode antara infeksi HAV dan munculnya gejala berkisar 15
– 49 hari, rata-rata 25-30 hari. Inkubasi tergantung jumlah virus dan kekebalan
tubuh.
2. stadium prodromal:Ditandai dengan gejala seperti : mual, muntah, nafsu makn
menurun, merasa penuh diperut, diare (sembelit), yang diikuti oleh kelemahan,
kelelahan, demam, sakit kepala, gatal-gatal, nyeri tenggorokan, nyeri sendi,
gangguan penciuman dan pengecapan, sensitif terhadap cahaya, kadang-kadang
batuk. Gejala iniseperti “febrile influenza infection”. Pada anak-anak dan remaja
gejala gangguan pencernaan lebih dominan, sedangkan pada orang dewasa lebih
sering menunjukkan gejala ikterik disertai mialgia.

3. stadium klinis:90% dari semua pasien HAV akut adalah subklinis, sering tidak
terdeteksi. Akhir dari prodromal dan awal dari fase klinis di tandai dengan urin
yang berwarna coklat, urobilinogenuria persisten, proteinuria ringan dan
microhaematuria dapat berkembang. Feses biasanya acholic, dengan terjadinya
ikteric (60-70% pada anak-anak, 80-90% pada dewasa). Sebagian gejala mereda,
namun demam bisa tetap terjadi. Hepatomegali, nyeri tekan hepar splenomegali,
dapat ditemukan. Akhir masa inkubasi LDL dapat meningkat sebagai espresi
duplikasi virocyte, peningkatan SGOP, SGPT, GDH. Niali Transaminase biasanya
tidak terlalu diperlukan untuk menentukan derajat keparahan. Peningkatan serum
iron selalu merupakan ekspresi dari kerusakan sel hati. AP dan LAP meningkat
sedikit. HAV RNA terdeteksi sekitar 17 hari sebelum SHPT meningkat dan
beberapa hari sbelum HAV IgM muncul. Viremia bertahan selama rata-rata 79 hari
setelah peningkatan GPT , durasinya sekitar 95 hari (IPD UI, 2009)

.4. penyembuhan:fase ikterik berlangsung sekitar 2-6 minggu. Parameter


laboratorium benar-benar normal setelah 4-6 bulan. Normalisasi dari serum asam
empedu juga dianggap sebagai perameter dari penyembuhan

Hepatitis  B
Gejala mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah,
rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum
suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.
Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin yang
mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.
Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang
lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang
yang mempunyai banyak pasangan seksual.

Hepatitis C
Hepatitis C sering dialami penduduk Indonesia, penyakit ini ditularkan melalui
cairan tubuh. Virus Hepatitis B dan Hepatitis C dapat ditularkan melalui hubungan
seksual, jarum suntik, dan transfusi darah. Virus biasanya dimulai dengan demam,
pegal otot, mual, mata menjadi kuning, dan air seni berwarna kemerahan seperti air
teh. Namun, tidak semua orang mengalami gejala seperti itu.
Gejala Hepatitis C biasanya lebih ringan dibandingkan dengan Hepatitis A atau B.
Setelah terserang Hepatitis A pada umumnya penderita sembuh secara sempurna,
tidak ada yang menjadi kronik.
Pada bayi dan anak kecil, umumnya tidak terdapat gejala yang jelas namun
biasanya terdapat keluhan awal seperti tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit
kepala, lemah badan, nyeri sendi dan otot, dan memungkinkan nyeri perut kanan
atas karena pembesaran hati. Gejala ini dapat terjadi pada 1-2 minggu pertama
sebelum akhirnya muncul gejala hepatitis yang khas yaitu perubahan warna urine
(menjadi berwarna gelap seperti air teh) dan feses seperti warna tanah atau dempul.
Selain itu warna pada mata dan kulit menjadi kekuningan menyolok dan disertai
rasa gatal pada kulit.

Diagnosa Hepatitis
Hepatitis A
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Dokter akanmeminta tes ini
bila kita mengalami gejala hepatitis A atau bilakita ingin tahu apakah kita pernah
terinfeksi HAV sebelumnya.Tes darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap
virus, yangdisebut sebagai IgM dan IgG (Ig adalah singkatan untukimunoglobulin).
Pertama, dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai
sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes
juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya
melindungi terhadap infeksi HAV.
         Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita
kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan
untuk divaksinasi terhadap HAV.
         Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negative untuk IgG,
kita kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem
kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.
         Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk
antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita
sudah divaksinasikan terhadap HAV. Kita sekarang kebal terhadap HAV.

Hepatitis B
Diagnosa yang dapat dilakukan yaitu serologi (test darah) dan biopsi liver
(pengambilan sampel jaringan liver).Bila HBsAg positif maka orang tersebut telah
terinfeksi oleh VHB
Tersedia tes laboratorium untuk mendiagnosis infeksi HBV dan tes lain untuk
memantau orang dengan hepatitis B kronis.
Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen (pecahan virus
hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai
reaksi terhadap HBV).Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari satu
antigen – HbsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi –
anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi
terhadap antigen bagian inti, atau core, HBV). Sebetulnya ada dua tipe antibodi
anti-HBc yang dibuat: antibodi IgM dan antibodi IgG.
Tes darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan,
karena ada berbagai kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda, dan masing-
masing kombinasi mempunyai artinya sendiri. Berikut adalah arti dari kombinasi
yang mungkin terjadi:
Tergantung pada hasil ini, tes tambahan mungkin dibutuhkan.Bila kita tidak pernah
terinfeksi HBV atau pernah divaksinasikan terhadap HBV, kita tidak membutuhkan
tes tambahan.Bila kita baru-baru ini terinfeksi HBV atau kita hepatitis B akut,
sebaiknya kita tes ulang setelah enam bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan
kekebalan yang dibutuhkan.
Hepatitis C
Ada tes laboratorium untuk mendiagnosis infeksi HCV dan tes laboratorium untuk
memantau orang dengan HCV.
         Tes Antibodi HCV: Mendiagnosis infeksi HCV mulai dengantes antibodi,
serupa dengan tes yang dilakukan untuk diagnosisinfeksi HIV. Antibodi terhadap
HCV biasanya dapat dideteksidalam darah dalam enam atau tujuh minggu setelah
virustersebut masuk ke tubuh, walaupun kadang kala untukbeberapa orang
dibutuhkan tiga bulan atau lebih. Bila tesantibodi HCV positif, tes ulang biasanya
dilakukan untukkonfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau tesPCR.
Bila kita tes positif untuk antibodi terhadap HCV, ini berartikita pernah terpajan
oleh virus tersebut pada suatu waktu.Karena kurang lebih 20 persen orang yang
terinfeksi HCV sembuh tanpa memakai obat, biasanya dalam enam bulansetelah
terinfeksi, langkah berikut adalah untuk mencari virusdalam darah.
         Tes Viral Load HCV: Untuk mencari HCV, dokter kitamungkin meminta
tes PCR kualitatif untuk menentukanadanya virus hepatitis C di darah kita. Dokter
juga dapatmeminta tes PCR kuantitatif – mirip dengan tes yang dipakaiuntuk
mengukur viral load HIV – untuk mengetahui apakahada HCV dan menentukan
viral load HCV kita.
Tes viral load HCV tidak dapat menentukan bilaatau kapan seseorang dengan
hepatitis C akan menjadi sirosisatau gagal hati. Namun viral load HCV dapat
membantumeramalkan keberhasilan pengobatan. Sebagai petunjuk praktis,semakin
rendah viral load HCV, semakin mungkin kita berhasildalam pengobatan untuk
HCV. Tes viral load HCV jugaterpakai pada waktu kita dalam pengobatan untuk
menentukanapakah terapi berhasil.
         Tes Genotipe: Tidak semua virus hepatitis C adalah sama. Ada sedikitnya
enam genotipe HCV yang berbeda – yang berarti bentuk genetis saling berbeda.
Lagi pula, beberapa genotipe ini dibagi menjadi subtipe. Misalnya, HCV genotipe
1 dibagi dalam subtipe “a” dan “b”.
Genotype HCV tampaknya tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun
genotype mempengaruhi keberhasilan pengobatan – genotipe 1 dan 4 paling sulit
diobati, sementara pengobatan jauh lebih berhasil untuk genotipe 2 dan 3, biasanya
juga dalam waktu yang lebih singkat. Bila kita mengetahui genotipe HCV kita, ini
akan membantu dokter kita menentukan pendekatan yang terbaik untuk
mengobatinya bila dibutuhkan. Hal ini dapat termasuk keputusan mengenai obat
yang terbaik serta lamanya pengobatan.

4.      Transmisi Penyakit Hepatitis


Transmisi Hepatitis A
HAV menular melalui makanan/minuman yang tercemar kotoran (tinja) dari
seseorang yang terinfeksi masuk ke mulut orang lain. HAV terutama menular
melalui makanan mentah atau tidak cukup dimasak, yang ditangani atau disiapkan
oleh seseorang dengan hepatitis A (walaupun mungkin dia tidak mengetahui
dirinya terinfeksi). Minum air atau es batu yang tercemar dengan kotoran adalah
sumber infeksi lain, serta juga kerang-kerangan yang tidak cukup dimasak. HAV
dapat menular melalui ‘rimming’ (hubungan seks oral-anal, atau antara mulut dan
dubur).HAV sangat jarang menular melalui hubungan darah-ke-darah.

Transmisi Hepatitis B
Ada dua macam cara transmisi Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi
horisontal.
a.       Transmisi vertical
Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal).VHB ditularkan dari ibu kepada
bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan cara ini terjadi
akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang
pengidap kronis Hepatitis B (Dalimartha, 2004).
b.      Transmisi horizontal
Adalah penularan atau penyebaran VHB dalam masyarakat.Penularan terjadi akibat
kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut.Misalnya
pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan
penderita Hepatitis B (Dalimartha, 2004).
Cara transmisi paling utama di dunia ialah dari ibu kepada bayinya saat proses
melahirkan. Kalau bayinya tidak divaksinasi saat lahir bayi akan menjadi carrier
seumur hidup bahkan nantinya bisa menderita gagal hati dan kanker hati. Selain itu
penularan juga dapat terjadi lewat darah ketika terjadi kontak dengan darah yang
terinfeksi virus Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).

Transmisi Hepatitis C
Proses transmisinya melalui kontak darah (transfusi, jarum suntik yang
terkontaminasi, serangga yang menggigit penderita lalu mengigit orang lain
disekitarnya).
Pengguna narkoba suntikan (IDU) yang memakai jarum suntik dan alat suntik lain
secara bergantian berisiko paling tinggi terkena infeksi HCV. Antara 50 dan 90
persen IDU dengan HIV juga terinfeksi HCV.Hal ini karena kedua virus menular
dengan mudah melalui hubungan darah-ke-darah. HCV dapat menyebar dari darah
orang yang terinfeksi yang masuk ke darah orang lain melalui cara yang berikut:
         Memakai alat suntik (jarum suntik, semprit, dapur, kapas, air) secara
bergantian;
         Kecelakaan ketusuk jarum;
         Luka terbuka atau selaput mukosa (misalnya di dalam mulut, vagina, atau
dubur); dan
         Produk darah atau transfusi darah yang tidak diskrining.

Riwayat Alamiah Penyakit Hepatitis


a.       Masa Inkubasi dan Masa Klinis
Masa inkubasi virus hepatitis A adalah 15-49 hari, dengan rata-rata 28-30 hari.Pada
tahap inkubasi ini, gejala infeksi hepatitis A belum terlihat.
Sedangkan pada Hepatitis B, masa inkubasinya (saat terinfeksi sampai timbul
gejala) sekitar 24-96 minggu masa inkubasi VHB berkisar dari 15–180 hari (rata-
rata 60-90 hari).

b.      Masa Laten dan Masa Infeksi


Hepatitis A :Pada masa laten, virus ditemukan pada tinja orang yang terinfeksi,
mencapai puncak 1-2 minggu sebelum timbulnya gejala dan berkurang cepat
setelah gejala disfungsi hati muncul bersamaan dengan timbulnya sirkulasi antibodi
HAV di dalam darah.
Pada tahap infeksi, infektivitas maksimum terjadi pada hari-hari terakhir dari
separuh masa inkubasi dan terus berlanjut beberapa hari hingga muncul gejala
ikterus.
Komplikasi dari hepatitis A
Sebuah hepatitis akut Sebuah kasus dapat berkembang menjadi hepatitis fulminan
A. Ini adalah suatu komplikasi yang jarang namun parah dari Hepatitis A, di mana
racun dari virus hepatitis membunuh sel-sel hati dengan jumlah tinggi secara
abnormal (sekitar ¾ dari jumlah sel hati), dan hati mulai mati. Lima puluh persen
pasien dengan kondisi ini memerlukan transplantasi hati langsung untuk
menghindari kematian. Hepatitis fulminan A juga bisa menyebabkan komplikasi
lebih lanjut, termasuk disfungsi otot dan kegagalan organ multiple.

Terdapat 3fase perkembangan penyakit,yaitu:


         FasePraikterik(prodromal)
Gejalanonspesifik,permulaanpenyakittidakjelas,demamtinggi,anoreksia,
mual,nyerididaerahhatidisertaiperubahanwarnaairkemihmenjadigelap.
Pemeriksaanlaboratoriummulaitampakkelainanhati(kadarbilirubinserum,
SGOTdanSGPT,Fosfatosealkali,meningkat).
         Faselkterik
Gejalademamdangastrointestinaltambah hebatdisertaihepatomegalidan
splenomegali.timbulnyaikterusmakin hebatdenganpuncak pada minggu
kedua.setelahtimbulikterus,gejalamenurundan pemeriksaanlaboratorium tesfungsi
hatiabnormal. Air seni berwarna seperti teh, kulit menguning, serta keluhan
menguat.
         FasePenyembuhan
Faseiniditandaidenganmenurunnyakadarenzim
aminotransfirase.Pembesaranhatimasihadatetapitidak terasanyeri.

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh virus dan
oleh rekasi toksik terhadap obat–obatan dan bahan–bahan kimia.Unit fungsional
dasar dari hepar disebut lobul dan  unit ini unik karena memiliki suplai darah
sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola hepar terganggu.
Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel–sel hepar yang menjadi rusak
dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel–sel hepar yang
baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis
sembuh dengan fungsi hepar yang normal.
       Hepar yang terinfeksi virus dan non–virus, toksin atau pun obat–obat dan
alkohol terjadi peradangan yang terjadi pada organ hati, kerusakan sel–sel,
kerusakan jaringan dan seluruh organ hati berakibat pembesaran dan pengerasan.
       Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman
pada perut kuadrat dua kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa
mual dan nyeri di ulu hati.
       Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kesukaran sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kerusakan pengangkutan bilirubin tersebut didalam hati. Akibatnya
bilirubun tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi
retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum
mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami
konjugasi (bilirubin direk).
       Tinja mengadung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat di
ekresikan ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urin berwarna seperti
teh
Tanda-tanda hepatitis virus dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu:
 1). Tahap pra-ikterik (tahap prodromal) yang berlangsung selama satu minggu.
Anoreksia (merupakan tanda utama). Suhu tubuh meningkatkan disertai 
menggigil, mual dan muntah, kesulitan mencerna makanan (dispepsia), nyeri sendi
(artralgia), nyeri tekan pada hepar, cepat lelah, malaise, dan hilang minat, berat
badan menurun.
2).  Tahap ikterik dimulai dengan timbulnya ikterik yang berlangsung selama 46
minggu. Pada tahap ini, tanda tahap pre-ikterik akan berkurang, kecuali anoreksia,
mual, muntah, dispepsia, rasa lemah, dan malaise makin bertambah, nyeri tekan
pada hepar juga bertambah. Ikterik timbul karena gangguan metabolism bilirubin.
Urine klien berwarna kuning tua, transaminase serum (ALT dan AST) dan alkalin
fosfatase meningkat, serta masa protrombin memanjang.
3).  Tahap pasca –ikterik atau tahap penyembuhan. Tahap ini dimulai ketika ikterik
telah hilang.

Perkembangan Penyakit Hepatitis di Indonesia


Indonesia menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India untuk jumlah
penderita hepatitis.Di Indonesia infeksi HVA banyak mengenai anak usia < 5 tahun
dan biasanya tanpa gejala. Anak-anak ini merupakan sumber penularan bagi orang
dewasa di sekitarnya dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih berat.
Ahli kesehatan dari Divisi Hepatologi, Depatemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Ali Sulaiman memperkirakan sejumlah 13 juta
penduduk Indonesia mengidap hepatitis B dan empat juta penduduk lainnya
menderita hepatitis C.
Meskipun belum mendapatkan angka pasti penderita penyakit yang menyerang
fungsi hati tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Tjandra Yoga Adhitama, memperkirakan sekitar 20 juta orang di
Indonesia menderita Hepatitis B dan C.
Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu
berkisar dari 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan
dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di
bawah standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India,
menunjukkan sudah memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar
infeksi HAV didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik atau
sekurangnya aniktertik.
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di
Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk dalam  kelompok
negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara Asia
diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan
jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi pada bulan
kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting
untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HBsAg positif namun jika HBeAg
dalam darah negative, maka daya tularnya menjadi rendah. Data di Indonesia telah
dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari hasil pemantauan pada
66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi yang mendapat penularan secara vertical
adalah sebanyak 22 bayi (45,9%).
Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia
menunjukkan angka di antara 0,5%-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada
hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5%-46,4%) menempati
urutan kedua setelah hepatitis A akut (39,8%-68,3%) sedangkan urutan ketiga
ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%). Untuk hepatitis D, walaupun infeksi
hepatitis ini erat hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di Asia Tenggara dan
Cina infeksi hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana prevalensi
HBsAg sangat tinggi. Laporan dari Indonesia pada tahun 1982 mendapatkan hasil
2,7% (2 orang) anti HDV positif dari 73 karier hepatitis B dari donor darah. Pada
tahun 1985, Suwignyo dkk melaporkan, di Mataram, pada pemeriksaan terhadap
90 karier hepatitis B, terdapat satu anti HDV positif (1,1%).
Pada tahun 1991 pemerintah Indonesia memperluas program imunisasi hepatitis B
ke 4 propinsi yaitu mencakup seluruh kabupaten dipropinsi NTB, Bali, D.I.
Yogyakarta, dan 5 kabupaten di Jatim.
Kemudian pada tahun1992/1995 imunisasi telah dikembangkan di 6 Propinsi
lainnya, yaitu di Lampung, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Barat dan
Kalimantan Barat.
Selanjutnya pada tahun 1996/1997 dikembangkan secara nasional ke 27 Propinsi
dengan tahapan sebagai berikut: Prioritas khusus untuk propinsi dengan
endemisitas tinggi, yaitu Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur;
propinsi lainnya masing-masing satu kabupaten/kotamadya dalam tahap awal
pengembangan.
Akhirnya, pada satu Maret 1997 vaksin hepatitis B dimasukkan kedalam program
immunisasi rutin. Pada tahun 2003, ditingkatkan dengan mencakup bayi baru lahir
dengan pemberian Hepatitis B – Uniject pada bayi usia 0 – 7 hari dan kini telah
dilaksanakan di seluruh Indonesia serta telah berhasil menurunkan prevalensi
hepatitis B pada anak di bawah 4 tahun dari 6,2 persen menjadi 1,4 persen.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Hepatitis


Faktor Lingkungan.
a.       Lingkungan Fisik.
1)      Jamban.
Jenis jamban terdiri dari beraneka ragam sesuai selera dan kebutuhan yang
diperlukan serta berdasarkan kemampuan perekonomian dan rancangan jamban
yang baik adalah jamban berbentuk leher angsa, oleh karena pada bagian septik
tank yang akan terhalang oleh air sehingga bau dan udara tidak mencemari kamar
WC, juga bagian lantai harus kedap air dan terbuat dari semen atau keramik di
rancang tidak licin begitu juga dinding jamban/WC terbuat tertutup, sehingga aman
dari luar juga harus kedap air sehingga tidak menggangu estetika maupun
kenyamanan untuk ke belakang.
2)      Kebersihan Sanitasi Makanan dan Minuman.
Makanan yang baik untuk dikonsumsi mempunyai berbagai kriteria yang harus
memenuhi persyaratan misalnya tidak mengandung kuman dan bakteri, tidak
mengandung bahan berbahaya seperti : borax, formalin, zat pewarna dan lain-lain
juga telah diolah dengan benar sehingga bentuk dan zat gizinya tidak rusak
terutama dalam pengolahan dan penyimpanan kemudian tidak bertentangan dengan
agama dan keyakinan masyarakat. Karena hal tersebut jika dilanggar akan
membebani psikologis yang mengkonsumsi makanan tersebut.
b.      Cara penanganan makanan yang baik.
Pemilihan bahan baku makanan juga sangat penting misalnya makanan tersebut
harus bersih dan segar. Kemudian juga disimpan pada suatu tempat yang aman dan
tertutup, disamping juga pengguanaan alat-alat dapur yang bersih selanjutnya
mencuci sayuran atau makanan sebelum diolah dan tidak lupa juga menyimpan
makanan yang telah matang di lemari atau ditutup dengan tutup saji sesuai alat
penyajian
c.       Kebersihan Air Minum
Air minum yang sehat mempunyai berbagai syarat seperti : jernih, tidak berbau,
tidak berwarna, tidak berasa dan bebas dari kuman, oleh karena air juga merupakan
tempat pembiakan kuman tertentu. Oleh karena itu sangat penting di perhatikan
sanitasi tentang air minum. Adapun aturan dalam menkonsumsi air minum
misalnya : air minum dimasak sampai mendidih agar kuman-kumannya mati,
kemudian minumlah minimal 6-8 gelas setiap hari dan bila minuman air dari
kemasan harus diproses sesuai ketentuan pemerintah.
d.      Sumber Mata Air
Sektor kesehatan bertanggung jawab dalam pembinaan teknis konstruksi sarana air
bersih dan juga sektor yang lain yang terkait. Disamping itu juga sektor kesehatan
punya peran sebagai penyuluh dan pembanding demi untuk pembinaan kualitas air
yang baik. Adapun yang dimaksud dengan penyehatan air adalah pengamanan dan
penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia, dalam
kaitannya dengan hal tersebut selayaknya air bersih yang digunakan selain
memenuhi syarat kualitas untuk kebutuhan kesehatan misalnya minum, mandi, cuci
dan kakus juga harus memenuhi syarat kualitas
Dalam kejadian Hepatitis , faktor penjamu (Host), penyebab (Agent) dan
lingkungan (Environment) yang mempunyai pengaruh sangat besar adalah :
1.      Faktor penyebab (Agent) yaitu virus Hepatitis A.
2.      Faktor penjamu (Host) yaitu perilaku (personal hygiene), immunisasi, status
gizi, keturunan, umur dan jenis kelamin.
3.      Faktor lingkungan (Environment) yaitu lingkungan fisik maupun lingkungan
biologi, lingkungan fisik dapat berupa Mandi Cuci Kakus (MCK), pengolahan dan
penyimpanan makanan dan minuman, sedangkan lingkungan biologi dapat berupa
keberadaan lalat, keberadaan kecoa dan keberadaan tikus.
4.      Faktor pelayanan kesehatan (Medical Care Service) juga mempengaruhi
tinggi rendahnya derajat kesehatan.

Faktor Resiko Hepatitis


         Kualitas bakteriologis air
         Jenis tempat atau sarana yang digunakan untuk buang air besar
         Kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar
         Kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih
         Pemakai narkoba suntik
         Pemakaian tatto
         Riwayat hepatitis dalam keluarga
         Transfusi darah
         Janin yang dikandung oleh ibu yang menderita hepatitis.

Cara Pencegahan Penyakit Hepatitis


Dalam hal mencegah hepatitis ini terbagi menjadi dua kategori pencegahan
penyakit hepatitis ini. Yaitu pencegahan penyakit hepatitis secara umum dan juga
pencegahan penyakit hepatitis secara khusus. Karena penyakit hepatitis ini adalah
karena virus dan sebagian besar menular melalui darah atau pun cairan tubuh yang
tercemar dengan virus hepatitis ini maka kita harus benar-benar waspada akan
penularan penyakit hepatitis ini.
Yang termasuk kategori mencegah penularan penyakit hepatitis secara umum
adalah sebagai berikut :
1.      Menghindari kontak seksual atau hubungan badan dengan penderita hepatitis
B, termasuk dalam hal ini kontak dengan cairan tubuh seperti ludah dan juga
sperma.
2.      Menghindari pemakaian alat suntik yang tidak steril ( dalam dunia kesehatan
harus menggunakan alat suntik sekali pakai ), alat tatto, alat tindik, pemakaian
narkoba yang menggunakan jenis alat suntik sebagai medianya, berganti-ganti
pasangan.
3.      Pada ibu hamil untuk mengadakan skrining pada awal kehamilan serta juga
setelah memasuki trimester ke III kehamilan.
Dan yang masuk dalam mencegah dan pencegahan penyakit hepatitis secara khusus
adalah dengan melakukan imunisasi aktif. Imunisasi aktif hepatitis ini adalah
bertujuan jalur transmisi penyebaran penyakit hepatitis ini melalui program
imunisasi bayi baru lahir dan kelompok resiko tinggi tertular hepatitis.

Pencegahan Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C


Hepatitis memiliki banyak tipe, untuk mencegah penyakit hepatitis agar tidak
menjangkit dan berkembang semakin parah perlu dilakukan upaya pencegahan
yang lebih signifikan. Setiap tipe hepatitis memiliki pencegahan tersendiri dengan
cara yang berbeda dari setiap tipe hepatitis.
Berikut ini akan diberikan beberapa ulasan upaya pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menangani masalah penyakit hepatitis dengan beragam tipe,
diantaranya :
Upaya pencegahan untuk Hepatitis A (HAV)
Penyakit hepatitis dapat menghinggap siapa saja tidak memandang segi usia atau
faktor ekonomi. Hepatitis dapat menyerang mulai dari balita, anak-anak hingga
orang dewasa. Untuk hepatitis A bila menyerang anak-anak mulai dari 1-18 tahun
dapat dilakukan vaksinasi dengan pemberian dosis vaksin 2 atau 3 tetes dosis
vaksin sesuai dengan standar pengobatan. Sedangkan untuk orang dewasa dengan
pemberian vaksinasi yang lebih besar dengan jangka waktu pemberian vaksin 6-12
bulan setelah dosis pertama vaksin.
Dengan pemberian vaksinasi ini merupakan upaya pencegahan yang efektif dapat
bertahan 15-20 tahun atau lebih. Pemberian vaksin bertujuan mencegah sebelum
terjadinya infeksi dari virus hepatitis A dan memberikan perlindungan terhadap
virus sedini mungkin 2-4 minggu setelah vaksinasi.
Pencegahan Hepatitis A dilakukan dengan cara seperti misalnya dengan
menyajikan makanan dan minuman yang higienis, memastikan setiap makanan
sudah dimasak dengan betul, pola hidup sehat, mencuci tangan sebelum makan.
Menjaga kebersihan perorangan seperti mencuci tangan dengan baik dan benar.
Cuci tangan yanng baik dan benar dengan memakai sabun adalah cara sehat dan
pencegahan yang paling sederhana dan paling penting. Tetapi sayangnya perilaku
hidup sehat yang baik itu belum membudaya di sebagian kelompok masyarakat.
Padahal bila dilakukan dengan baik dapat mencegah berbagai penyakit menular
seperti penyakit Hepatitis A. Perilaku dan kebiasaan cuci tangan bila dilakukan
dengan kegiatan lain misalnya tidak buang air sembarangan, buang sampah pada
tempatnya dan pengelolaan air minum yang benar maka dapat lebih meminimalkan
tertularnya virus Heptitis A.Kontak dengan penderita atau orang yang dekat dengan
penderita mungkin memerlukan terapi imunoglobulin. Bagi mereka yang terkena
HAV, globulin imun (IG) harus diberikan sesegera mungkin dan selambat-
lambatnya 2 minggu setelah paparan awal.Saat ini sudah tersedia vaksin hepatitis A
untuk pencegahan terkena penularan penyakit tersebut. Vaksin dibuat dari virus
yang dimatikan dan dapat diberikan pada usia mulai dari 2 tahun. Imunisasi
hepatitis A dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6-
12 bulan kemudian. Imunisasi hepatitis A dianjurkan bagi orang yang potensial
terinfeksi seperti pengguna menyuntik narkoba ilegal, pramusaji, terutama mereka
yang memiliki makanan yang kurang hygienitas, orang yang tinggal di asrama atau
kontak dekat dengan orang lain, anak-anak yang tinggal di masyarakat yang
memiliki tingkat tinggi hepatitis, anak-anak dan pekerja di pusat-pusat penitipan,
orang yang melakukan anal oral seks, orang dengan penyakit hati kronis dan
mereka yang sering jajan di luar rumah. Orang yang bepergian ke negara-negara
berkembang dimana kondisi sanitasi yang buruk harus divaksinasi dua bulan
sebelum keberangkatan. Berbagai jenis vaksin hepatitis A di anataranya adalah
Avaxim Sanofi Pasteur, Epaxal HAVpur® and VIROHEP-A produksi Crucell.
Havrix produksi GlaxoSmithKline dan Vaqta buatan Merck. Imunisasi hepatitis A
bisa dilakukan dalam bentuk sendiri atau bentuk kombinasi dengan vaksin hepatitis
B dengan vaksin Twinrix
Pemberian vaksinasi untuk hepatitis A, diberikan kepada :
         Mereka yang menggunakan obat-obat terlarang (psikotropika/narkoba)
dengan menggunakan jarum suntik.
         Mereka yang bekerja sebagai pramusaji, terutama mereka yang memiliki
makanan yang kurang mendapatkan perhatian akan keamanan dan kebersihan dari
makanan itu sendiri.
         Orang yang tinggal dalam satu pondok atau asrama yang setiap harinya
berkontak langsung. Mungkin diantara penghuni pondok asrama memiliki riwayat
penyakit hepatitis A.
         Balita dan anak-anak yang mungkin tinggal dalam lingkungan yang
memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi akan hepatitis.
         Seseorang yang suka melakukan oral seks/anal.
         Seseorang yang teridentifikasi penyakit hati kronis.
Menjaga kebersihan terhadap diri pribadi dan lingkungan sekitar tempat tinggal
merupakan upaya awal yang sangat penting sebagai proses pencegahan lebih dini
sebelum terjangkit atau mengalami resiko yang lebih tinggi terhadap serangan
penyakit hepatitis. Selalu menjaga kebersihan dengan mengawali langkah yang
mudah salah satunya dengan cara membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum
dan sesudah menyentuh sesuatu.
Namun bagi mereka yang suka berpergian ke luar negeri yang mungkin di negara
tersebut memiliki sanitasi yang kurang baik sebagai pencegahan tak ada salahnya
untuk melakukan vaksinasi minimal 2 bulan sebelum melakukan perjalanan ke luar
negeri. Akan tetapi bagi mereka yang sudah teridentifikasi terkena virus hepatitis A
(HAV), globulin imun (IG) harus diberikan sesegera mungkin dengan pemberian
vaksin minimal 2 minggu setelah teridentifikasi virus hepatitis A.

Upaya pencegahan untuk Hepatitis B (HBV)


Pemberian vaksinasi ini juga dinilai sangat optimal dan efektif bagi mereka yang
teridentifikasi hepatitis B dan dapat membantu memberikan perlindungan kurang
lebih selama 15 tahun. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menuturkan
bahwa semua bayi yang baru lahir dan mereka yang sudah berusia sampai dengan
18 tahun dan dewasa diwajibkan untuk diberikan vaksin sebagai upaya
perlindungan dan pencegahan terhadap resiko infeksi divaksinasi. Dengan
pemberian 3 suntikan pada jangka waktu 6-12 bulan wajib memberikan
perlindungan penuh.
Semua anak, para remaja dan orang dewasa pun serta mereka yang aktif secara
seksual perlu diberikan vaksinasi. Terutama bagi mereka yang bekerja langsung
menangani darah atau produk darah seperti pendonor atau pekerja laboratoruim
setiap harinya harus diberikan vaksin. Mereka yang menggunakan obat terlarang
dengan menggunakan jarum suntik juga sangat dilarang untuk saling bergantian
atau menggunakan jarum suntik yang sama, sedotan kokain atau jenis lainnya.
Upaya pencegahan Hepatitis C (HCV)
Tidak ada vaksin untuk mencegah virus dari hepatitis C ini . Pemberian vaksin
pada hepatitis A dan B tidak memberikan sistem imunitas atau kekebalan terhadap
virus hepatitis C. Hanya saja upaya preventif untuk mencegah dan mengobati virus
hepatitis C ini yang mungkin dapat dilakukan adalah sama halnya dengan
pemberian vaksin yang sama seperti hepatitis B.
Dengan tiadanya vaksin terhadap hepatitis C, cara terbaik untuk mencegah infeksi
adalah untuk mengurangi risiko kita tersentuh oleh darah orang lain. Hal ini juga
berlaku untuk orang yang sudah terinfeksi HCV, agar menghindari penularan pada
orang lain.
Cara terbaik untuk menghindari faktor risiko terbesar terhadap penularan HCV
adalah untuk menghentikan penggunaan narkoba suntikan – atau tidak
mulai.Namun ini tidak realistis untuk semuanya. Jika kita tetap menyuntik narkoba,
kita selalu harus memakai alat suntik dan pelengkap baru dan suci hama, termasuk
jarum suntik, semprit (insul), dapur, kapas, dan air, setiap kali kita menyuntik.
Jangan memakai alat tersebut bergantian. Bila kita harus membagi narkoba,
membaginya waktu kering (masih berbentuk serbuk), atau pakai semprit baru dan
suci hama untuk membaginya. Jangan mengisi larutan narkoba pada semprit orang
lain, dan tentukan daerah suntikan adalah bersih. Menghindari hubungan dengan
darah orang lain.
Jangan memakai sikat gigi, alat cukur, pemotong kuku, atau alat lain yang mungkin
terkena darah secara bergantian. Bila ingin dilakukan tato atau tindikan lain,
pastikan dilakukan oleh ahli yang dapat dipercaya, dan dengan cara yang bersih,
termasuk alat yang suci hama/sekali pakai.
Walaupun HCV tidak menular secara efisien melalui hubunganseks, sebaiknya kita
memakai kondom untuk mengurangi risiko menularkan atau ditularkan HIV, HCV
atau infeksi menular seksual lain.

Komplikasi
Pada perkembangannya, penyakit hepatitis terutama yang menetap atau kronis,
sering mengalami komplikasi, seperti sirosis hati dan kanker hati (hepatoma).
1). Sirosis hati
       Merupakan peyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan sel–sel oleh
jaringan ikat, diikuti dengan parut sering di iringi pembentukan ratusan nodules
(benjolan). Penyakit ini mengubah struktur hati dari jaringan hati normal menjadi
benjolan–benjolan keras yang abnormal yang mengubah pembuluh darah. Hati
yang mengalami sirosis kelihatan berbenjol–benjol, penuh parut, berlemak, dan
berwarna kuning jingga, hati menjadi keras.
       Gejala awal sirosis mirip dengan hepatitis. Namun, pada sirosis yang telah
lanjut, gejala berkembang sesuai dengan kerusakan hati berikut ini:
a) Pembentukan zat–zat pembekuan darah menurun sehingga mengakibatkan
kecenderungan mudah luka, perdarahan pada hidung, perdarahan gusi, dan kurang
darah.
b)   Perut menjadi buncit akibat akumulasi cairan dalam perut (ascites) dan
pembengkakan kaki (edema), serta varises.
c)   gemetar, lesu, paranoid, sulit konsentrasi, dan halusinasi.
d)  Skrotum mengecil (atropi testis), berkurangnya bulu dada atau rambut ketiak
pada pria, serta haid tidak teratur pada wanita.
e)   Gatal–gatal yang hebat, bintik merah pada kulit.
f)   Bau napas tidak sedap dan pembesaran hati atau limpa.
2)   Kanker hati primer (karsinoma hepatoseluler).
       Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan tumor hati primer yang
berasal dari jaringan hati sendiri. Penyakit ini lebih banyak menyerang laki–laki
(terutama 60 tahun ke atas) dibandingkan pada wanita. Hepatoma belum diketahui
secara pasti penyebabnya, tetapi berikut ini ada beberapa faktor resiko yang dapat
meningkatkan terjadinya kanker:
a)   Penderita sirosis hati dan penyakit hati degeneratif.
b)  Hepatitis B dan C (hepatitis kronis). Sekitar 80% dari kanker hati terjadi dari
hepatitis B kronis.
c)   Infeksi cacing hati (clonorchis sinersis).
Gejala yang timbulkan kanker hati bervariasi, berikut ini gejalanya:
a)  Lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis dan demam.
b)   Perut terasa penuh dan adanya massa disebelah kanan atas perut.
c)   Rasa nyeri pada perut tengah atau bagian kanan atas.
d)   Perut membuncit karena ada pembentukan cairan dirongga perut.
e)   Tangan dan kaki membengkak.
f)    Kulit berwarna kuning.
g)  Urin berwarna seperti teh dan buang air besar berwarna kehitam–hitaman.
       Untuk mendiagnosis sirosis hati dan kanker hati yaitu dengan melakukan
biopsi hati (mengambil jaringan untuk diperiksa) sehingga dapat diketahui
keparahan dari peradangan hatinya. Selain itu, dapat ditunjang dengan pemeriksaan
CT–scan dan tes laboratorium berupa tes darah, feses, urine.

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang antara lain:
- Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit.
- Profil pembekuan (proses pembekuan memanjang pada gagal hati).
- Profil biokimia (tes fungsi hati, albumin, dan ureum/kreatinin).
- Glukosa ( rendah pada hepatitis fulminan ).
- Rontgen toraks ( untuk menyingkirkan pneumonia, periksa apakah ada ARDS).
a) Hepatitis virus akut
- Serologi
- Skrining awal:
- antigen permukaan HBV (HBVsAg).
- antibodi imunoglobulin M (IgM) HAV.
- Jika skrining awal negatif :
- antibodi HCV (pertimbangkan PCR HCV).
- tes antibodi heterofil (Monospot).
 - serologi untuk EBV, CMV, C. burnetii, M.pneumoniae, legionella        
pneumophila, leptospira, chlamydia, toxoplasma, dan sifilis.
-  Jika antigen permukaan HBV positif :
 -  antibodi IgM HBV (ini mengkonfirmasi infeksi terbaru).
  -  antibodi antigene  HBV (ini menentukan infektivitas).
  - antibodi HDV (bila riwayat penyakit menyiratkan kemukinan penyebab).
b) Hepatitis virus kronik
  - Serologi :
  - antigen permukaan HBV (HBVsAg).
 - antibodi HCV.
  - antibodi HDV (bila HBVsAg negatif).
- Untuk menentukan aktivitas penyakit :
  - deteksi asam nukleat (DNA HBV,RNA HCV, RNA HDV).
 - biopsi hati.
- genotipe HCV bila RNA HCV positif.
- fetoprotein (skrining untuk hepatoma).
- Pemeriksaan feritin atau besi (skirining untuk hemakromatosis).
- Skiring autoimun (untuk menyingkirkan hepatitis lupoid).
- Pemantauan harus mencakup pemerikasaan fetoprotein secara teratur, USS dan
endoskopi bila terdapat hipertensi porta.

Pemeriksaan Diagnostik
       Peningkatan bilirubin akan  membuat kulit sangat gatal (pruritus).
penyebabnya, ikterik dibagi atas tiga macam, yaitu:

1). Ikterik obstruktif:


a. Kolestasis intrahepati, penyebab obat fenotiazin (penenang). Pada obstruksi
intrahepatik ada stagnasi atau stasis empedu dalam kanalikuli. Keadaan ini disebut
kolestasis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan bilirubin direk
(bilirubin terkonjugasi) dan alkalin fosfatase.
b. Obstruksi ekstrahepatik. Ada penyumbatan pada saluran empedu. Penyebabnya
dapat berupa batu, pankreatitis, karsinoma pada pankreas. Ada peningkatan
bilirubin direk dan alkalin fosfatase. Saluran bilier dapat membesar karena
obstruksi yang tampak pada pemeriksaan CT scan dan ultrasonografi.
2). Ikterik hepatoselular.
Pada ikterik hepatoselular, sel –sel hepar tidak mampu mengubah bilirubin tak –
terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi sehingga bilirubin tidak dapat
diekskresikan di ginjal dan gastrointestinal. Pada ikterik hepatoselular, terjadi
kerusakan pada sel – sel hepar yang dapat disebabkan oleh toksin (hepatitis toksin)
virus (hepatitis virus) atau karena sirosis hepatis. Karena adanya kerusakan pada
sel – sel hepar.
3). Ikterik hemolitik.
Terdapat banyak kerusakan pada eritrosit (hemolisis) sehingga terlalu banyak
bilirubin yang masuk kedalam darah. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan peningkatan bilirubin indirek (bilirubin tak terkonjugasi).

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik seperti menelan barium, enema barium, dan gastroskopi-
dapat dilaksanakan untuk mengetahui keadaan potologis yang terkait dengan
disfungsi hepatik.)  Pemeriksaan Radiologi pada hepatitis antara lain :
1). Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah suatu pemeriksaan non-invansif. pada ultrasonografi,
gelombang suara disalurkan ke alat-alat dalam tubuh kemudian dipantulkan dan
dapat dilihat pada oskiloskop. pemerikasaan ini dapat mengetahui adanya
metastasis hepatik, abses atau hematoma hepar, juga sangat bermanfaat untuk
pemerikasaan vesika felea, pankreas, limpa, dan jaringan retroperitoneal.
2). Computed tomography (CT scan)
Tomografi menggunakan sorotan sinar untuk mendeteksi perbedaan kepadatan
dalam jarinagn, CT scan untuk mangetahui tumor, seperti neoplasma, kista, abses
hepar, abses pankreas, dan abses pada daerah pelvis. Medium kontras dapat
digunakan untuk memperjelas hasil pemeriksaan. Klien perlu diberi uji terhadap
alergi pada zat kontras (iodin) yang digunakan sebelum menggunakan kontras.
Biasanya klien dipuasakan 8-12 sebelum CT scan.
3). Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI digunakan untuk mengetahui adanya ada tumor atau infeksi.

Prognosis.Penderita akan sembuh dengan sendirinya dan hati normal sempurna.


Jika terjadi komplikasi,  kematian dapat terjadi.

Gambaran Epidemiologi Umum Hepatitis


Hepatitis A merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
dunia. Hepatitis A terjadi secara sporadis di seluruh dunia, dengan kecenderungan
pengulangan siklus epidemi. Di dunia prevalensi infeksi virus hepatitis A sekitar
1.4 juta jiwa setiap tahun (WHO) dengan prevalensi tertinggi pada negara
berkembang. Epidemi yang terkait dengan makanan atau air yang terkontaminasi
dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada tahun 1988 yang
mempengaruhi sekitar 300 000 orang.
Infeksi Hepatitis B ditemukan di seluruh dunia, dengan tingkat prevalensi yang
berbeda-beda antar negara. Pembawa infeksi kronis merupakan reservoir utama, di
beberapa negara, khususnya di negara-negara belahan timur, 5-15 dari semua orang
membawa virus, meskipun sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Pasien
dengan infeksi HIV, 10% adalah pembawa kronis hepatitis B. Di Amerika Serikat,
diperkirakan bahwa 1,5 juta orang terinfeksi hepatitis B, dan diperkirakan 300.000
kasus baru terjadi setiap tahunnya. Sekitar 300 orang ini mati dengan hepatitis
fulminan akut, dan 5-10% dari pasien yang terinfeksi hepatitis B kronis menjadi
pembawa virus. Sekitar 4000 orang mati per tahun karena sirosis hatiterkait
hepatitis B dan 1000 karena karsinoma hepatoseluler. Sekitar 50% dariinfeksi di
Amerika Serikat menular secara seksual

Sebelum skrining donor untuk anti-HCV (1992), HCV adalah penyebab paling


umum pasca transfusi hepatitis di seluruh dunia, jumlahnya untuk sekitar 90% dari
penyakit ini di Amerika Serikat. Studi yang dilakukan pada 1970 menunjukkan
bahwa sekitar 7% dari penerima transfusi menderita hepatitis NANB, dan bahwa
sampai 1% dari darah unit mungkin berisi virus. Pengenalan skrining anti-HCV
telah mengurangi transmisi hingga hampir 100%.
Saat ini diAmerika Serikat, HCV menyumbang sekitar 20% dari kasus hepatitis
virus akut, kurang dari 5% berhubungan dengan transfusi darah. Prevalensi anti-
HCV tertinggi pada pengguna narkoba suntik dan penderita penyakit darah (hingga
98%), sangat bervariasi pada pasien hemodialisis (<10% -90%), prevalensi
rendah pada heteroseksual dengan mitra seksual multipel, pria homoseksual,
pekerjakesehatan dan kontak keluarga orang terinfeksi HCV (1% -5%), dan
terendah didonor darah sukarela (0,3% -0,5%). Dalam populasi umum bervariasi
(0,2%-18%). Daerah prevalensi tinggi meliputi negara-negara di belahan timur,
Negara-negara Mediterania dan daerah-daerah tertentu di Afrika dan Eropa Timur
(WHO, 2010).

Gambaran Epidemiologi Hepatitisdi Indonesia


Penyakit hepatitis A ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta
kematian setiap tahunnya. Secara global, virus hepatitis merupakan penyebab
utama viremia yang persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari
rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus
hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68,3%. Pada tahun 2002-2003
terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis dengan 80% penderita berasal dari
kalangan mahasiswa. Dari data penderita hepatitis pada mahasiswa menunjukkan
56% mahasiswa tersebut terbiasa makan di warung atau pedagang kuliner kaki
lima dengan hygiene sanitasi yang tidak baik
Pada tahun 2010, prevalensi penyakit infeksi virus hepatitis A mencapai angka
9.3% dari total penduduk 237.6 juta jiwa. Di sumsel tahun 2007 dengan jumlah
penduduk 7.019.964 jiwa, prevalensi hepatitis A adalah 0.2-1.9%.
Di Indonesia, kurang lebih 10 persen (3,4-20,3%) dari populasi adalah pembawa
virus hepatitis B (HBV). Prevalensi ini tidak menurun. Di Jakarta, hampir 9 persen
pengguna narkoba suntikan, HBsAg+ (mempunyai infeksi HBV kronis, dan dapat
menular pada orang lain). Namun di Asia-Pasifik, kebanyakan penularan terjadi
dari ibu-ke-bayi, dan 90 persen anak yang terinfeksi tetap mempunyai infeksi
kronis waktu menjadi dewasa. Penyakit hepatitis biasanya juga didapat karena
seseorang telah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi, susu, atau air. Pada
tahun 2001, ada lebih dari 10.000 kasus
Ada empat serotipe HBV yang umum di Indonesia: ada di Sumatera, Java, Kalsel,
Bali, Lombok, dan Maluku Utara; ayw di NTT/NTB lain dan Maluku; adr di
Papua; ayr di Manado; dan campuran di Kalimantan, Sulawesi dan Sumbawa.
Sementara genotipe B paling umum di Indonesia, tetapi juga ada C dan D. Dampak
dari perbedaan serotipe dan genotipe tidak jelas.

Di Indonesia, kurang lebih 10 persen (3,4-20,3%) dari populasi adalah pembawa


virus hepatitis B (HBV). Prevalensi ini tidak menurun. Di Jakarta, hampir 9 persen
pengguna narkoba suntikan (IDU) HBsAg+ (mempunyai infeksi HBV kronis, dan
dapat menular pada orang lain). Namun di Asia-Pasifik, kebanyakan penularan
terjadi dari ibu-ke-bayi, dan 90 persen anak yang terinfeksi tetap mempunyai
infeksi kronis waktu menjadi dewasa.

Virus Hepatitis B (VHB) adalah virus DNA yang berukuran 42 nm, yang
termasuk ke dalam kelompok virus Hepadna (Hepadnaviridae). VHB
menyebabkan infeksi hepatitis akut, kronis dan fulminan, serta sirosis sampai
dengan kanker hati. VHB terbagi dalam empat serotipe (subtipe) hepatitis B
surface antigen (HBsAg) utama, yaitu adw, adn ayw, ayn dan seiring dengan
berkembangnya ilmu biologi molekul, delapan genotipe, A,B,C,D,E,F,G dan H.
Sekitar 350 juta orang di 'dunia Saat ini terinfeksi hepatitis B dan hampir 75%
diantaranya terdapat di Asia. Berdasarkan prevalensi HBsAg, menurut WHO,
Indonesia termasuk dalam daerah endemik sedang sampai tinggi.
Pengetahuan tentang genotipe VHB sangat penting. Dari segi klinik, telah banyak
bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara genotipe VHB dengan
manifestasi klinik penyakit hati dan respon terhaclap terapi antivirus. Berdasarkan
epidemiologi, diketahui bahwa penyebaran virus hepatitis B di dunia berbeda
secara geograiis. Sebagai negara kepuiauan, Indonesia memiliki populasi sangat
beragam Iebih dari 475 kelompok etnik. Keragaman populasi ini sangat terkait
dengan Iatar belakang genetik manusia dan pola migrasi purba, dan diduga
mempengaruhi epidemiologi molekul VHB yang tergambarkan dalam distribusi
genotipe dan subtipe VHB di Indonesia. Sampai saat ini Iaporan tentang genotipe
VHB di Indonesia masih sangat terbatas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencan bukti bahwa polimorfisme Sekuens Pre-
S2 dapat digunakan untuk penentuan genotipe VHB dan
subgenotipenya, mempelajari hubungan antara genotipe dan serotipe VHB,
menentukan pola distribusi genotipe VHB di Indonesia dan kaitan genotipe VHB
derlgan migrasi populasi manusia, Serta mengembangkan prinsip metode praktis
penentuan genotipe berdasarkan polimorlisme di daerah Pre-S2. Peneiitian ini
dilakukan pada 11 populasi Indonesia, terdiri dari 8 populasi sehat yaitu populasi
Batak-Karo, Dayak Benuaq (mewakili Indonesia bagian barat); populasi Makassar,
Mandar, Toraja dan Kajang (mewakili populasi Indonesia Timur - Sulawesi);
populasi Alor dan Sumba (mewakili populasi Nusa Tenggara Timur), dan 3
keiompok pasien hepatitis B dari Sumatera, Jawa dan Cina Indonesia. Pendekatan
metodologi yang digunakan bersifat eksploratif-cross sectional.

Ada empat serotipe HBV yang umum di Indonesia: adw di Sumatera, Java,
Kalsel, Bali, Lombok, dan Maluku Utara; ayw di NTT/NTB lain dan Maluku;
adr di Papua; ayr di Manado; dan campuran di Kalimantan, Sulawesi dan
Sumbawa. Sementara genotipe B paling umum di Indonesia, tetapi juga ada C
dan D. Dampak dari perbedaan serotipe dan genotipe tidak jelas.

Prevalensi HCV di Indonesia adalah 2-4 persen, tetapi di antara IDU jauh lebih
tinggi: di atas 80 persen. Genotipe 1b paling umum di Indonesia; 66 persen kasus
adalah genotipe 1, dengan 6 persen genotipe 4 (kedua genotipe yang paling sulit
diobati), sementara 2 persen genotipe 10 dan 11, yang hanya ditemukan di
Indonesia; sisanya genotipe 2 dan 3. Kebanyakan yang dites viral load HCV pada
penelitian di Indonesia (n=288) mempunyai viral load rendah (di bawah 4 log IU:
18 persen) atau menengah (4-6 log IU: 54 persen).

Sepuluh tahun yang lalu, Odha cenderung meninggal karena HIV, tetapi dengan
adanya terapi antiretroviral (ART), Odah tahan hidup lebih lama, sehingga semakin
banyak yang meninggal karena hepatitis, yang cenderung membutuhkan lebih lama
menjadi berat.

Dr. Rino membahas virologi HBV dan HCV. Saya harus mengaku kebanyakan ini
sangat rumit sehingga saya hanya paham sedikit (salah saya, bukan salah Pak
Rino!). Namun, seperti dibahas oleh Dr. Pigott, “kita tidak harus paham semuanya;
sebagai dokter kita harus coba ambil beberapa butir yang jelas”. Satu butir yang
menarik dari Dr. Rino: saat ini tidak ada konsep reinfeksi terkait HBV dan HCV,
tetapi mungkin hal ini dapat terjadi di antara IDU. “Sampai 15 persen mempunyai
infeksi dengan campuran serotipe; apakah hal ini menunjukkan adanya reinfeksi?”

(Satu hal lain yang menarik: Selama kursus, kebanyakan pakar memakai istilah
ALT, bukan SGPT. ALT/AST memang baku di dunia lain, jadi saya menanyakan
apakah penggunaan istilah ALT menunjukkan kebijakan PPHI? Walau jawabannya
tidak sangat jelas, yang jelas ada pengarahan ke sana. Nah, apakah kita harus coba
‘meluruskan’ komunitas kita agar memakai ALT/AST atau upaya itu akan lebih
membingungkan? Mungkin kita harus menunggu perubahan pada laporan hasil tes
laboratorium. Tetapi, seperti kebanyakan pembicara, selanjutnya saya akan pakai
ALT/AST dalam laporan ini).

Yang menarik juga, jarang sekali kadar AST dibahas; sepertinya hanya ALT yang
penting untuk memantau hati. Saya menanyakan apakah ada manfaat juga untuk
mengukur AST. Yang saya tangkap adalah bahwa AST dipengaruhi oleh berbagai
masalah organ lain selain hati, dan kadarnya harus ditafsirkan secara bersama
dengan beberapa ukuran lain, mis. bilirubin, jadi kalau tidak mengukur semuanya,
kadar AST bisa membingungkan. Yang jelas, ALT terbaik untuk memantau
keadaan hati, dan tidak ada manfaat besar untuk mengukur AST.

HBV

Bila pada tes HBV, ditemukan salah satu antigen HBV (antigen ‘e’), hal ini berarti
yang bersangkutan HBeAg+ dan mempunyai infeksi kronis dengan daya menular
yang tinggi. Pada fase infeksi HBV akut, pasien HBeAg+, tetapi biasanya HBeAg
menjadi negatif bila jadi sembuh atau menjadi ‘pembawa’ (virus tidak
mereplikasi), Namum bila HBeAg negatif, ada kemungkinan yang semakin tinggi
bahwa ada infeksi dengan mutan pre-core HBeAg-negatif. Hal ini hanya dapat
ditentukan dengan melakukan tes viral load HBV. Penyakit kronis HBV HBeAg-
negatif umumnya lebih lanjut, lebih sering terjadi pada laki-laki berusia 36-45
tahun, dan jarang pulih sendiri (secara spontan). Infeksi ini ditandai oleh kadar
ALT dan viral load yang naik-turun, peradangan yang berat pada hati, fibrosis
lanjutan, dengan sampai 40 persen pasien mengalami sirosis, jauh lebih tinggi
daripada orang tanpa mutan tersebut.

Pengobatan untuk HBV berkembang terus. Saat ini yang disetujui: interferon alfa
(disuntik, efek samping berat, tidak menimbulkan resistansi, cenderung kurang
efektif pada orang Asia, tidak efektif untuk Odha); lamivudin (3TC) (sampai 70
persen menjadi resistan setelah 4-5 tahun); adefovir (masalah resistansi jauh lebih
rendah daripada lamivudin – 11 persen setelah 3 tahun, 18 persen pada 4 tahun);
dan entacavir (belum ada di luar AS, tampaknya resistansi jarang). Sepertinya tidak
ada manfaat dari terapi kombinasi.

Ada pernyataan kesepakatan Asia-Pasifik tentang penanganan hepatitis B kronis,


yang diperbarui pada 2005. Pernyataan tersebut cukup lengkap, tetapi pada dasar
hanya mereka dengan viral load HBV tinggi dan ALT di atas dua kali normal yang
harus diobati.

HCV

Tes antibodi HCV mempunyai cukup banyak kelemahan, Spesifitasnya 80-95


persen pada pasien dengan faktor risiko dan peningkatan ALT, Tetapi spesifitas
hanya 40-50 persen bila tidak ada faktor risiko dan ALT normal. Infeksi HIV dapat
mengakibatkan hasil negatif palsu. Sebaliknya bila orang pernah terinfeksi HCV
tetapi sembuh spontan (sampai 25 persen orang terpajan) hasilnya positif palsu.
Jadi hasil positif HCV harus dikonfirmasi dengan tes viral load bila ALT tetap
normal apa lagi bila tidak ada faktor risiko. Namun walau tes antibodi cukup murah
(Rp 20.000 untuk dipstick), tes viral load sangat mahal (Rp 1,5 juta).

Walaupun dengan adanya ALT dapat menunjukkan kelanjutan infeksi HCV,


ukuran itu sangat tidak spesifik. Satu-satunya pemeriksaan yang akurat adalah
biopsi hati, yang menunjukkan beratnya radangan dan tingkat fibrosis. Hasil biopsi
dapat menentukan risiko sirosis hati, indikasi terapi, dan indikasi terapi lanjutan
bila gagal pada terapi awal. Biopsi hati membutuhkan biaya kurang lebih
Rp 750.000. Sayangnya walau ada tes non-invasif yang dapat menunjukkan adanya
fibrosis, tes tersebut tidak dapat menunjukkan tingkat fibrosis. Yang jelas, fibrosis
berat dapat terjadi dengan ALT normal. Namun biopsi tidak dibutuhkan bila pasien
tidak mau atau tidak bisa terapi (mengingat bahwa terapi sangat amat mahal: Rp 80
juta!), atau diperkirakan sudah ada sirosis.

Banyaknya penggunaan alkohol berhubungan erat dengan fibrosis, dan dampaknya


semakin tinggi dengan usia lebih lanjut.

Lebih dari 50 persen orang dengan infeksi HCV kronis tidak melaporkan gejala.
Dari yang melaporkan ada gejala (selain sirosis), yang paling umum (80 persen)
adalah kelelahan. Namun semakin jelas HCV mempengaruhi beberapa bagian
tubuh lain selain hati. Misalnya orang terinfeksi HCV jauh lebih mungkin
mengalami diabetes dan resistansi insulin. (Dengan semakin banyak bukit bahwa
masalah ini juga timbul sebagai efek samping jangak menengah dari beberapa
ARV, hal ini mungkin membutuhkan lebih banyak perhatian). Selain itu HCV
dapat menimbulkan beberapa kondisi yang menyebabkan masalah kulit dan sendi
serta neuropati dan limfoma sel-B.

GEJALA

Hepatitis B AkutGejala hepatitis B akut timbul 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
setelah paparan. Gejala hepatitis B akut menyerupai gejala hepatitis jenis lain, yang
dapat bervariasi dari tanpa gejala, gejala tidak nyata, sampai gejala fatal (gagal
hati). Hepatitis tanpa gejala dapat berlangsung tanpa diketahui. Secara umum
gejala hepatitis terdiri dari 3  fase yaitu:➢    Fase gejala awal (prodormal)Gejala
hepatitis B timbul perlahan-lahan dan tidak spesifik. Gejala awal berupa rasa tidak
enak pada tubuh, tidak napsu makan, mual dan muntah, nyeri kepala, nyeri otot,
nyeri tenggorokan, batuk, dan hidung berair. Demam jarang ditemukan pada
hepatitis B. Meskipun terdapat demam, demam tidak terlalu tinggi (38-39oC).
Gejala ini dapat berlangsung selama 1 – 2 minggu.➢    Fase kuning (ikterik)
Setelah gejala awal mulai membaik, urin penderita menjadi lebih gelap dan feses
menjadi pucat. Satu sampai lima hari setelahnya, penderita nampak kuning pada
kulit atau mata. Warna kuning ini disebabkan tingginya kadar bilirubin (produk
akhir pemecahan sel darah merah) dalam darah penderita. Peradangan pada hati
menyebabkan gangguan pembuangan bilirubin sehingga kadar bilirubin meningkat.
Gejala awal menghilang pada saat timbul kuning. Namun, gejala tidak napsu
makan, rasa tidak enak tubuh, dan kelemahan dapat menetap. Peradangan pada hati
menjadi lebih hebat sehingga hati dapat membesar, yang dirasakan pasien sebagai
rasa nyeri atau tidak nyaman pada perut kanan atas.
Pada 1%-10% penderita hepatitis B akut dapat mengalami serum-sickness-like
syndrome yang mendahului gejala kuning, yaitu berupa demam, ruam-ruam pada
kulit, dan peradangan sendi. Gejala-gejala ini umumnya hilang beberapa saat
setelah kuning muncul.➢    Fase penyembuhan (konvalesens)Pada fase ini gejala
sudah menghilang, namun pembesaran hati masih menetap dan nilai laboratorium
belum normal. Fase ini dapat berlangsung selama 2 hingga 12 minggu.
Kesembuhan sempurna secara klinis dan laboratoris diharapkan terjadi setelah 3-4
bulan setelah timbulnya kuning.Hepatitis B akut dapat sembuh dengan sendirinya
pada 90%-95% penderita dewasa. Hanya kurang dari 1% penderita dewasa yang
mengalami komplikasi berupa hepatitis fulminan (kematian sel hati yang luas).
Penderita yang sembuh dari infeksi akut memiliki daya tahan terhadap hepatitis B.
Pada hepatitis fulminan, kematian sel hati sangat luas sehingga hati tidak dapat
berfungsi dan akhirnya terjadi gagal hati. Gagal hati akut ditandai dengan penderita
yang tampak selalu mengantuk; perubahan pola tidur; perubahan kepribadian
sampai koma; bengkak pada perut seluruh tubuh; gangguan irama jantung;
perdarahan saluran cerna; dan penurunan tekanan darah.Hepatitis B Kronik
Hepatitis B kronik diartikan sebagai penderita dengan virus hepatitis B yang
bertahan lebih dari 6 bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 90% individu yang
mendapat infeksi sejak lahir akan tetap mengalami infeksi hepatitis B sepanjang
hidupnya dan menderita hepatitis B kronik, sedangkan hanya 5% individu dewasa
yang terinfeksi berlanjut menjadi kronik.Gejala klinik hepatitis B kronik juga
bervariasi. Secara sederhana gejala hepatitis kronik dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
➢    Hepatitis B kronik aktifPada penderita ini dapat ditemui tanda-tanda penyakit
hati kronik, seperti pembesaran hati, kemerahan pada telapak tangan, serta
pelebaran pembuluh darah kecil. Hasil laboratorium didapatkan hepatitis B positif
(HbsAg positif) dengan kadar kuman yang tinggi (DNA HBV >105 kopi/ml),
kadar enzim hati meningkat, serta pada biopsi hati didapatkan gambaran
peradangan aktif.➢    Pembawa hepatitis B tidak aktifPada penderita ini tidak
terdapat gejala. Hasil laboratorium didapatkan hepatitis B positif (HbsAg positif)
dengan kadar kuman yang rendah (DNA HBV <105 kopi/ml), kadar enzim hati
tidak meningkat, serta pada biopsi hati didapatkan gambaran peradangan ringan.
Komplikasi jangka panjang hepatitis B kronik (setelah beberapa tahun) adalah
gagal hati, pengerasan hati (sirosis) dan kanker hati. Faktor risiko perkembangan
hepatitis B kronik menjadi kanker hati antara lain: kadar kuman yang tinggi terus-
menerus, jenis kelamin laki-laki, usia tua, riwayat keluarga menderita kanker hati,
serta adanya infeksi tambahan (infeksi hepatitis D, hepatitis C atau HIV).

Virus hepatitis C  (VHC).

VHC terutama ditularkan melalui darah.  Transfusi darah merupakan cara


penularan yang ter-penting.  Masa inkubasi rata rata 7 minggu.   Orang yang
mempunyai risiko tinggi mendapat VHC ialah mereka yang memerlukan tranfusi
darah berulang, menjalani cuci darah, cangkok organ dll.

Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab tersering infeksi
hepatitis yang ditularkan  melalui suplai darah komersial. HCV ditularkan dengan
cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama melalui tranfusi darah. Populasi yang
paling sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, individu yang menerima
produk darah, potensial risiko terhadap pekerja perawatan kesehatan  dan
keamanan masyarakat yang terpajan pada darah. Masa inkubasinya adalah selama
18-180 hari.

Virus hepatitis D (VHD).

Cara penularan virus hepatits D sama dengan hepatitis virus B.  Yang unik ialah
untuk bisa terinfeksi VHD diperlukan bantuan VHB, sehingga VHD hanya dapat
menginfeksi penderita yang terkena hepatitis B.   Infeksi ini dapat terjadi
bersamaan maupun sebagai infeksi tambahan pada penderita VHB.  Masa inkubasi
VHD ialah sekitar 35 hari.

Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV bertambah
parah. Infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu yang
mengedap infeksi kronik HBV jadi dapat menyebabkan infeksi  hanya bila individu
telah mempunyai HBV, dan darah infeksius melalui infeksi HDV. Populasi yang
sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, hemofili, resipien tranfusi darah
multipel (infeksi hanya individu yang telah mempunyai HBV). Masa inkubasinya
belum diketahui secara pasti. HDV ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis
fulminan, kegagalan hati, dan kematian

Virus hepatitis E (VHE).

VHE ditularkan melalui tinja ke mulut. Ukuran VHE ialah 27-34 nm. Masa
inkubasi 15 – 60 hari. Wabah VHE pertama terjadi di New Delhi India pada tahun
1956.  Infeksi VHE  cukup tinggi di negara berkembang dengan sanitasi yang
buruk, dan angka infeksi lebih tinggi pada orang dewasa.

Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingeti air yan
tercemar. populasi yang paling sering terinfeksi adalah orang yang hidup pada atau
perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko dimana sanitasi buruk, dan
paling sering pada dewasa muda hingga pertengahan.

Kemungkinan hepatitis F dan G


Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan tentang hepatitis F. Saat ini para pakar
belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah. Sedangkan
hepatitis G gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis
B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik.
Penularan melalui transfusi darah jarum suntik.

Berdasarkan penyebabnya, hepatitis dapat dibagi atas :Hepatitis oleh


virus,Hepatitis oleh bakteri,Hepatitis oleh obat-obatan.

Sedangkan berdasarkan perjalanan penyakitnya, hepatitis dapat dibagi atas


:Hepatitis akut dan Hepatitis kronis
Gambaran klinik

Gambaran klinik kelima jenis hepatitis virus hampir sama sehingga sering sukar
dibedakan, perbedaan hanya terletak pada masa inkubasi dan riwayat
penularannya.  Untuk diagnosis pasti memerlukan pemeriksaan darah (serologi).

Patofisiologi Hepatitis
            Yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk
berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran
basar dan berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar dan
pada palpasi “terasa nyeri di tepian”. Secara histologi. Terjadi kekacauan susunan
hepatoselular, cedera dan nekrosis sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan
periportal. Perubahan ini bersifat reversibel sempurna, bila fase akut penyakit
mereda. Namun pada beberapa kasus nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat
menyebabkan gagal hati fulminan dan kematian

PatogenesisVirus-virus Hepatitis secara primer tidak bersifat sitopatik (merusak)


pada sel-sel hepar. Gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi virus ini disebabkan
oleh respons imun penderita terhadap infeksi tersebut.

Patofisiologi1. Patofisiologi IkterusIkterus adalah keadaan klinis di mana


ditemukannya warna kuning pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh pigmen
empedu. Ikterus dapat diketahui bila kadar bilirubin darah lebih dari 2 mg%.

Metabolisme BilirubinBilirubin merupakan produk dari pemecahan heme yang


80-85% berasal dari eritrosit matang dan 15-20% dari produk heme lainnya seperti
myoglobin, sitokrom.

Proses pemecahan heme terjadi dalam sel retikuloendotelial. Heme diubah menjadi
biliverdin melelui proses oksigenasi. Biliverdin oleh enzim biliverdin reduktase
diubah menjadi bilirubin.

Bilirubin yang beredar dalam plasma sebagian besar (90%) berada dalam bentuk
unconjungated/indirek. Bilirubin indirek akan berikatan dengan albumin lebih kuat
dibandingkan dengan bilirubin direk.

Namun ikatan ini tidak mutlak sehingga bila terdapat anion lain seperti
Sulfonamide dan Salisilat yang berkompetisi dengan bilirubin maka bilirubin ini
akan beredar bebas dalam darah dan memasuki jaringan tubuh lainnya seperti
jaringan otak.
Bilirubin indirek melepaskan ikatannya dengan albumin lalu masuk ke dalam hati
dan terikat dengan ligandin. Di dalam hati terjadi perubahan bilirubin menjadi
bilirubin glukoronid oleh enzim glukoronosil transferase.

Bakteri dalam usus halus dan kolon mengubah bilirubin glukoronid menjadi
urobilinogen, sebagian diserap kembali dan akan melewati sirkulasi enterohepatik;
sebagian lainnya dikeluarkan melalui urin dan feses.Bilirubin direk mudah larut
dalam air sehingga dapat difiltrasi melalui ginjal.

Manifestasi Klinis Hepatitis


            Menurut Arif mansjoer (2001: 513) Manifestasi klinis merupakan suatu
gejala klinis tentang suatu penyakit yang diderita oleh pasien. Berikut adalah gejala
klinis dari penyakit hapatitis.
1)     Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit
kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di
perut kanan atas. Urin menjadi lebih cokelat.
2)     Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula
terlihat pada sclera,kemudian padakulit seluruh tubuh.keluhan-keluhan berkurang,
tetapi pasien masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu
atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
Warna kuning  bertambah dalam waktu 5 – 10 hari.   Bila kuningnya hebat maka
akan timbul rasa gatal.  Selain itu hati dan limpa juga membengkak dan terasa
nyeri.  Keluhan penderita hepatitis C umumnya lebih  ringan dan penderita sering
tidak tampak kuning.

3)     Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja
menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari orang dewasa,
yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanyaberbeda.
Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi.Apabila hepar sudah
membesar pasien dapat mengeluh nyeri perut kanan atas (perut ‘begah’).Demam
dengan suhu sekitar 38-39oC lebih sering ditemukan pada hepatitis A. urine
berwarna gelap (seperti air teh) dan feses berwarna tanah (clay-colored). Dengan
timbulnya gejala kuning/ikterus maka biasanya gejala prodromal menghilang.
Hepatomegali dapat disertai nyeri tekan.Ikterik pada penderita terutama tampak
pada wajah, batang tubuh dan sklera. Ikterik pertama kali terlihat pada frenulum
lingue namun yang biasa diperhatikan pertama kali adalah sklera. Sklera mudah
menyimpan bilirubin karena terdiri atas banyak sekali serat-serat elastin.

Mata kuning adalah keluhan pertama yang dapat dilihat oleh penderita atau
kerabatnya. Warna kuning pada mata dapat memberikan gambaran kasar penyebab
ikterus :

2. Kuning : Prehepatik
3. Kuning oranye : Hepatik
4. Kuning kehijauan : Posthepatik
Pemeriksaan Fisik:kepala,Mata,Mulut,Leher

Spider naevi (spider telangiectasis, spider angioma, arterial spider) ditemukan pada
penyakit hati yang kronis, dijumpai pada daerah yang mendapatkan vaskularisasi
dari vena cava superior.Lokasinya adalah pada muka, leher, lengan, punggung
tangan, dada dan punggung tetapi jarang terdapat di bawah garis yang
menghubungkan kedua areola mammae. Spider naevi tampak sebagai titik dengan
serabut-serabut pembuluh darah yang menyebar secara radier dengan diameter
mulai seujung jarum sampai 0,5 cm.

2.Thoraks

3. AbdomenInspeksi dartar lembut, jika terdapat asites akan tampak cembung.

▪ Hepatomegali
Pada hepatitis virus akut, terjadi pembesaran hepar yang bersifat kenyal, tepi tajam,
permukaan rata. Sedangkan pada sirosis, hepar dapat teraba atau tidak teraba. Pada
karsinoma, hepar membesar dan teraba keras dengan permukaan yang berbenjol-
benjol, tepi tidak rata, tumpul dan pada auskultasi terdengar hepatic bruit.

▪ Pembesaran Lien

4. Ekstremitas

▪ Edema
Edema dapat dijumpai pada penderita penyakit hati kronis. Penimbunan cairan
pada penyakit hati dimulai dari rongga perut (asites) lalu diikuti tempat-tempat
lainnya.

▪ Clubbing biasa dijumpai pada penyakit-penyakit kronis. Pada hepatitis akut


tidak ditemukan.
▪ Sianosis dapat ditemukan pada penderita sirosis dengan kegagalan hati akibat
penurunan dari kejenuhan O2 dalam arteri.
▪ Eritema Palmaris (liver palms) yaitu salah satu kelainan yang dapat dijumpai
pada penderita kegagalan hati. Tangan penderita akan tampak merah tua
dan teraba panas (hangat) terutama pada hipotenar, tenar dan pada jari.
▪ Liver Nail (White Nail)Kriteria DiagnosisThe key features for diagnosis are :
▪ Mual, anoreksia, malaise, urin gelap
▪ Ikterus
▪ Hepatomegali yang kenyal dan nyeri tekan
▪ Peningkatan SGOT dan SGPT (SGPT > SGOT) lebih dari 3 kali nilai normal.
           
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat, sebagai berikut.
a)      Gejala yang ditimbulkan oleh virus A, B, C, D, E, dan virus lain-lain meliputi
letih, lesu, lemas dan mata menjadi kuning, urin seperti teh, rasa tidak enak di perut
dan punggung, hati bengkak, bangun tidur tetap letih, lesu, dan lain-lain. Bila
sakitnya berkepanjangan dapat berubah menjadi kronis dan berkelanjutan menjadi
kanker.
b)     Virus B dan C cenderung menjadi kronis (menahun atau gejala menjadi tetap
ada sampai 6 bulan), bila dibiarkan hati menjadi keriput (sirosis) kemudian menjadi
kanker. Komplikasi sirosis meliputi muntah darah, kanker hati dan koma.
c)      Virus C tidak mempunyai gejala awal langsung akut.
d)     Gagal hepatitis meliputi sindrom kholaemi : tremor, refleks berlebihan, kejang
otot, gerakan khoreiform, kejang-kejang, kemudian meninggal.

Gejala – gejala Hepatitis


               Setiap proses peradangan akan menimbulkan gejala. Berat ringannya
gejala yang timbul tergantung dari ganasnya penyebab penyakit (patogenitas) dan
daya tahan tubuh penderita.
               Secara umum penyakit hepatitis mengenal empat stadium yang timbul
akibat proses peradangan hati akut oleh virus, yaitu masa tunas, fase prod moral,
fase kuning, dan fase penyembuhan.
1.  Masa Tunas
     Yaitu sejak masuknya virus pertama kali ke dalam tubuh sampai menimbulkan
gejala klinis. Masa tunas dari masing-masing penyebab virus hepatitis tidaklah
sama. Kerusakan sel-sel hati terutama terjadi pada stadium ini.
2.  Fase Prodmoral (fase preikterik)
      Fase ini berlangsung beberapa hari. Timbul gejala dan keluhan pada penderita
seperti badan terasa lemas, cepat lelah, lesu, tidak nafsu makan (anoreksia), mual,
muntah, perasaan tidak enak dan nyeri diperut, demam kadang-kadang menggigil,
sakit kepala, nyeri pada persendian (arthralgia), pegal-pegal diseluruh badan
terutama dibagian pinggang dan bahu (mialgia), dan diare. Kadang-kadang
penderita seperti akan pilek dan batuk, dengan atau tanpa disertai sakit
tenggorokan. Karena keluhan diatas seperti sakit flu, keadaan diatas disebut pula
sindroma flu.
3.  Fase kuning (fase ikterik)
      Biasanya setelah suhu badan menurun, warna urine penderita berubah menjadi
kuning pekat seperti air teh. Bagian putih dari bola mata (sklera), selaput lendir
langit-langit mulut, dan kulit berubah menjadi kekuningan yang disebut juga
ikterik. Bila terjadi hambatan aliran empedu yang masuk kedalam usus halus, maka
tinja akan berwarna pucat seperti dempul, yang disebut faeces acholis.
Warna kuning atau ikterik akan timbul bila kadar bilirubin dalam serum melebihi 2
mg/dl. Pada saat ini penderita baru menyadari bahwa ia menderita sakit kuning
atau hepatitis. Selama minggu pertama dari fase ikterik, warna kuningnya akan
terus meningkat, selanjutnya menetap. Setelah 7-10 hari, secara perlahan-lahan
warna kuning pada mata dan kulit akan berkurang. Pada saat ini, keluhan yang ada
umumnya mulai berkurang dan penderitamerasa lebih enak. Fase ikterik ini
berlangsung sekitar 2-3 minggu. Pada usia lebih lanjut sering terjadi gejala
hambatan aliran empedu (kolestasis) yang lebih berat sehingga menimbulkan
warna kuning yang lebih hebat dan berlangsung lebih lama.
4. Fase penyembuhan (konvaselen)
Ditandai dengan keluhan yang ada dan warna kuning mulai menghilang. Penderita
merasa lebih segar walaupun masih mudah lelah. Umumnya penyembuhan
sempurna secara klinis dan laboratoris memerlukan waktu sekitar 6 bulan
setelahtimbulnya penyakit.
Tidak semua penyakit hepatitis mempunyai gejala klasik seperti diatas. Pada
sebagian orang infeksi dapat terjadi dengan gejala yang lebih ringan (subklinis)
atau tanpa memberikan gejala sama sekali (asimtomatik). Bisa jadi ada penderita
hepatitis yang tidak terlihat kuning (anikterik). Namun, ada juga yang penyakitnya
menjadi berat dan berakhir dengan kematian yang dinamakan hepatitis fulminan.
Hepatitis fulminan ditandai dengan warna kuning atau ikterus yang bertambah
berat, suhu tubuh meningkat, terjadi perdarahan akibat menurunnya faktor
pembekuan darah, timbulnya tanda-tanda ensefalopati berupa mengantuk, linglung,
tidak mampu mengerjakan pekerjaan sederhana, dan akhirnya kesadaran menurun
sampai menjadi koma. Kadar bilirubin dan transaminase (SGOT, SGPT) serum
sangat tinggi, juga terjadi peningkatan sel darah putih (leukositosis). Keadaan ini
menandakan adanya kematian (nekrosis) sel parenkim hati yang luas.

 Patofisiologi Hepatitis
            Yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk
berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran
basar dan berwarna normal, namun kadang-kadang ada edema, membesar dan pada
palpasi “terasa nyeri di tepian”. Secara histologi. Terjadi kekacauan susunan
hepatoselular, cedera dan nekrosis sel hati dalam berbagai derajat, dan peradangan
periportal. Perubahan ini bersifat reversibel sempurna, bila fase akut penyakit
mereda. Namun pada beberapa kasus nekrosis, nekrosissubmasif atau masif dapat
menyebabkan gagal hati fulminan dan kematian (Price dan Daniel, 2005: 485).

Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan laboratorium untuk deteksi hepatitis Pemeriksaan laboratorium pada
pasien yang diduga mengidap hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis,
mengetahui penyebab hepatitis dan menilai fungsi organ hati (liver). Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi hepatitis terdiri dari atas tes serologi dan tes
biokimia hati,diantaranya:Pemeriksaan darah, yang meliputi:

Tes fungsi hati:Antara lain bilirubin, SGOT, SGPT dan gama-GT.  Pada tahap
kuning, hasil tes ini akan meningkat sedang pada fase penyembuhan akan menurun
dengan cepat dan mencapai normal dalam waktu 10 – 12 minggu.  Jika setelah 6
bulan nilai tes tetap tinggi, ini menandakan penyakti tersebut telah berkembang
menjadi hepatitis menahun.

Tes serologi petanda virus.Tujuannya ialah untuk membedakan jenis jenis virus
penyebab.

Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM


(gangguan enzim hati atau mengakibatkan perdarahan)

Leucopenia : trombositopenia mungkin ada (splenomegali)


 Diferensial darah lengkap : lekositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel
plasma
         Alkali fosfatase : agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
 Fesses : warna tanak liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
 Albumin serum : menurun
 Gula darah : hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati)
 Anti-HAV IGM : Positif pada tipe A
 HBSAG : dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A). catatan : merupakan
diagnostic sebelum terjadi gejala kinik
Massa protrombin : mungkin memanjang (disfungsi hati)
Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100mm (bila diatas 200mg/mm, prognosis
buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
Tes eksresi BSP : kadar darah meningkat
Biopsi hati : menentukan diagnosis dan luasnya nekrosis
Scan hati : membantu dalam perkiraan beratnya ketrusakan parenkim
Urinalisa : peninggian kadar bilirubin;protein/hematuria dapat terjadi

Pemeriksaan PenunjangTerdapat dua pemeriksaan penting untuk mendiagnosis


hepatitis, yaitu tes awal untuk mengkonfirmasi adanya peradangan akut pada hati
dan tes yang bertujuan untuk mengetahui etiologi dari peradangan akut tersebut.
Diagnosis hepatitis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan tes fungsi hati,
khususnya alanin amino transferase (ALT=SGPT), aspartat amino transferase
(AST=SGOT). Bila perlu ditambah dengan pemeriksaan bilirubin. Alkali fosfatase
kurang bermakna karena kadarnya meningkat pada anak yang sedang mengalami
pertumbuhan.Kadar transaminase (SGOT/SGPT) mulai meningkat pada masa
prodromal dan mencapai puncak pada saat timbulnya ikterus. Peninggian kadar
SGOT dan SGPT yang menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati adalah 50-
2.000 IU/ml. Terjadi peningkatan bilirubin total serum (berkisar antara 5-20
mg/dL).

Tinja akolis mungkin dijumpai sebelum timbul ikterus. Penurunan aktivitas


transaminase diikuti penurunan kadar bilirubin. Bilirubinuria dapat negatif sebelum
bilirubin darah normal. Kadar alkali fosfatase mungkin hanya sedikit meningkat.
Gamma GT dapat meningkat pada hepatitis dengan kolestasis.Jenis virus penyebab
hepatitis akut didiagnosis dengan petanda virus yaitu IgM anti¬HAV, IgM anti
HBc dan dapat dilengkapi dengan HBsAg.

Bila terdapat riwayat transfusi darah, pemakaian obat-obatan narkoba, atau ada
risiko infeksi vertikal dapat dilakukan pemeriksaan anti-HCV, IgM anti-HDV
diperiksa pada kasus hepatitis B kronik. Bila dicurigai pasien menderita hepatitis E,
dilakukan pemeriksaan IgM anti-HEV.IgM anti-HAV yang meningkat
menunjukkan hepatitis A akut. Sedangkan makna petanda virus untuk hepatitis B
adalah sebagai berikut:• HBsAg, tanda mengidap virus hepatitis B (hepatitis akut,
hepatitis kronis, sirosis, hepatoma, karier)• Anti-HBs, umumnya tanda sembuh dan
kekebalan seumtu hidup terhadap reinfeksi hepatitis B• HBeAg dan DNA VHB,
tanda bahwa replikasi virus hepatitis B aktif dan daya tularnya tinggi, muncul
sebelum timbulnya gejala dan kurang lebih bersamaan waktunya dengan
terdeteksinya HBsAg• Serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe adalah tanda
remisi; replikasi virus tidak aktif• IgG anti-HBc, tanda sedang atau pernah
terinfeksi, bisa menetap dalam kadar rendah seumur hidup• IgM anti-HBc, tanda
infeksi akut atau kronis aktif. Setelah fase akut, IgM anti-HBc turun dengan
jambat, tetapi marker replikasi virus -HBeAg dan HBV DNA- tetap dapat
dideteksi, sedangkan anti-HBe dan anti-HBs biasanya belum dapat dideteksi.Biopsi
hati (bila faal hati tidak kembali normal setelah 6 bulan).

Pencegahan

            Pencegahan adalah cara awal yang dapat dilakukan untuk menghambat
suatu penyakit menyerang tubuh kita. Sama halnya dengan hepatitis dapat
dilakukan pencegahan sesuai dengan jenis virus penyebabnya sebagai berikut.

Terhadap virus hepatitis A


1)     Penyebaran secara fekal-oral, pencegahan masih sulit karena adanya karier
dari virus tipe A yang sulit ditetapkan.
2)     Virus ini resisten terhadap cara-cara sterilisasi biasa, termasuk klorinasi.
Sanitasi yang sempurna, kesehatan umum, dan pembuangan tinja yang baik sangat
penting. Tinja, darah, dan urin pasien harus dianggap infeksius. Virus dikeluarkan
di tinja mulai sekitar 2 minggu sebelum ikterus.

Terhadap virus hepatitis B


1)     Dapat ditularkan melalaui darah dan produk darah. Darah tidak dapt
disterilkan dari virus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak menjadi donor
darah.
2)     Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Imunisasi hepatitis B
dilakukan terhadap bayi-bayi setelah dilakukan penyaring HBsAg pada ibu-ibu
hamil.

Pencegahan dengan immunoglobulin


            Pemberian immunoglobulin (HBIg) dalam pencegahan hepatitis infeksiosa
memberi pengaruh yang baik, sedangkan pada hepatitis serum masih diragukan
kegunaannya. Diberikan dalam dosis 0,02 ml/kg BB im dan ini dapat mencengah
timbulya gejala pada 80-90 %. Diberikan pada mereka yang dicurigai ada kontak
dengan pasien (Arif mansjoer, 2001: 513).
            Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi,
dikarenakan keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif
dan aktif untuk HAV maupun HBV. CDC (2000) telah menerbitkan rekomendasi
untuk praktik penberian imunisasi sebelum dan sesudah pejanan virus (Price dan
Wilson, 2005: 492).
            Imunoglobulin (IG) dahulu disebut globulin serum imun,diberikan sebagai
perlindungan sebelum terpajan HAV. Semua sediaan IG mengandung anti HAV.
Profilaksis sebelum pejanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang akan
berkunjung ke negara-negara endemis HAV. Pemberian IG pasca pajanan bersifat
efektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kg
diberikan sesegara mungkin atau dalam waktu dua minggu setelah perjalanan.
Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal serumah,
sftaf pusat penitipan anak, pekerja di panti asuhan, dan wisatawan ke negara
berkembang dan tropis (Price dan wilson, 2005: 492).
HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pasca pajanan jangka pendek.
Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan imunitas
jangka panjang, bergantung pada situasi pajanan. HBIG (0.06 ml/kg) adalah
pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan perkutan (jarum
suntik) atau mukosa terpajan darah HbsAg posotif. Vaksin HBV harus segera
diberikan dalam waktiu 7 sampai 14 hari bila individu yang terpajan belum
divaksinasi (Price dan Wilson, 2005: 493).

Petugas yang terlibat dalam kontak  risiko tinggi (misal pada hemodialisis,
transfusi tukarm dan terapi parental) perlu sangat berhati-hati dalam menangani
peralatan dan menghindari tusukan jarum. Tindakan dalam masyarakat yang
penting untuk mencegah hepatitis mencakup penyediaan makanan, dan air bersih
yang amam serta sistem pembuangan sampah yang efektif. Penting untuk
memperhatikan higiene umum, mencuci tangan, membuang urin dan feses pasien
yang terinfeksi secara aman. Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali
pakai akan menghilangkan sumber infeksi yang penting. Semua donor darah perlu
disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor

-Melakukan vaksinasi Hepatitis.

-Menerapkan perilaku hidup bersih:

-Mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dan sesudah dari toilet.

-Bila terkena air genangan banjir, segera bersihkan diri dengan sabun.

-Tidak menggunakan handuk, sikat gigi dan barang pribadi yang sama dengan
orang lain.

-Tidak menggunakan jarum suntik lebih dari 1 kali.

-Menjaga kebersihan makanan dan alat makan:

-Mengonsumsi makanan yang sudah dimasak dengan benar dan terjamin


kebersihannya.

-Jangan jajan sembarangan.

-Pisahkan peralatan makan yang digunakan oleh penderita agar tidak digunakan
oleh orang lain.

-Menerapkan pola hidup sehat: tidur minimal 8 jam sehari, berolahraga secara
teratur, mengurangi stress, menghindari perilaku seks bebas dan menghindari
alkohol.

Bagi penderita Hepatitis, berikut adalah langkah perawatan yang perlu diberikan
untuk mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus mempercepat proses
penyembuhan:

-Mengistirahatkan tubuh, agar sistem kekebalan tubuh dapat memerangi infeksi.

-Mengistirahatkan hati agar kerusakan sel akibat peradangan dapat segera pulih.
Caranya adalah dengan mengurangi pemberian obat atau makanan yang memicu
kerja hati.

-Memberikan asupan nutrisi yang tepat baik jenis maupun jumlahnya. Mengingat
salah satu dampak dari infeksi Hepatitis A adalah rasa mual yang mengurangi
nafsu makan, bila perlu diberikan obat antimual sesuai dengan rekomendasi dokter.

Komplikasi hepatitis
Sirosis dan Kanker Hati Di antara semua jenis virus ini, virus hepatitis B danC
merupakan penyebab infeksi hati menahun (kronik) dan dapat berakhir pada
seb agai t em pat be rkem bang bi ak. Ket i ka t ubuh m enye rangvi rus ini
deng an m engi ri m li m fosi t (sej eni s sel da rah put i h) ke hat i ,
t erj adi l ah  peradangan. Peradangan ini adalah respons yang normal terhadap
infeksi. Namun,  b i l a h a l i t u t e r u s b e r l a n g s u n g , z a t - z a t k i m i a
y a n g d i k e l u a r k a n l i m f o s i t d a p a t m enyebabk an kerusak an sel
hat i . Ji ka sel hat i rusak,m aka t i dak dap at berfungsi dengan bai k
dan m ati .
B ebe rapa da ri sel hat i i ni dap at tum buh kem bal i , t et api perusak an
yang  parah dapat beraki bat pada t erj adi nya fi brosi s (t e rbent uknya
j ari ngan pa rut pad a hat i ). Fi brosi s m enyeb abkan kem undur an
sem ua fungsi hat i . Bila diteruskan, jaringan parut akan mengeras dan
menggantikan sebagian  b e s a r s e l h a t i y a n g n o r m a l . K o n d i s i i n i
d i s e b u t s i r o s i s — i s t i l a h m e d i s u n t u k    penger asan hat i .
B il a seseor ang m engal am i si rosi s, itu bera rt i bahwa
seb agi an   b e s a r h a t i n y a t e l a h r u s a k d a n t i d a k
b i s a b e r f u n g s i l a g i d e n g a n n o r m a l . Si rosi s bi sa
sang at berbah aya bil a ti dak di t angani dengan benar dan bi sa t i d a k
terdeteksi hingga bertahuntahun lamanya. Sebagian
besar orang yangterinfeksi hepatitis tidak menunjukkan
g e j a l a s e h i n g g a d i s e b u t s e b a g a i s i l e n t disease.Padahal, jika tidak
ditangani dengan baik, sekitar 15-20 tahun mendatang  b i s a m e n y e b a b k a n
kelainan hati serius seperti sirosis dan juga kanker
h a t i . S ebagi an bes ar pende ri t a hepat i ti s baru m enget ahui j i ka
di ri nya t eri nf eksi saat melakukan pemeriksaan kesehatan (medical chek up)
atau saat mau donor darah.

Diagnosis Keperawatan Hepatitis


            Menurut Kathleen speer (2005: 121) Diagnosis keperawatan merupakan
pernyataan tentang masalah aktual dengan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti
yang dialami oleh pasien.
1)    Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah, diare,
dan pendarahan.
2)    Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi hati.
3)    Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia, diare, mual atau muntah.
4)    Resiko intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kelelahan.
5)    Resiko infeksi yang berhubungan dengan penyebaran virus hepatitis melalui
kontak dengan pengunjung dan staf.
6)    Isolasi sosial yang berhubungan dengan status isolasi (jika anak mengidap
hepatitis B)
7)    Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah, penyakit,
dan pencegahan kekambuhan.
8)    Ketidakefektifan koping keluarga : penurunan yang berhubungan dengan
rawat nginap di rumah sakit.
9)    Defisit pengetahuan yang berhungan dengan perawatan di rumah.

Penatalaksanaan
            Menurut Arif mansjoer (2001: 515) Dalam penatalaksanaan untuk penderita
hepatitis dapat harus dilakukan sesuai dengan sifat-sifat dari hepatitis.
1)    Hepatitis Akut
Terdiri dari istirahat, diet, dan pengobatan medikamentosa.
a)    Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan untuk istirahat. Istirahat mutlak
tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kekecualian diberikan kepada
mereka dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk.
b)    Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah sebaiknya di berikan
infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori ( 30 – 35
kalori/kg BB ) dengan protein cukup ( 1 gr/kg BB ). Pemberin lemak sebenarnya
tidak perlu dibatasi.
c)    Medikalmentosa
Kortikosteroid  tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah.
Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, dimana
transamenase serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi. Pada
keadaan ini dapat diberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari kemudian
dilakukan tapering off.
(i)     Berikan obat – obat yang bersifat melindungi hati.
(ii)    Antibiotic tidak jelas kegunaannya.
(iii)   Jangan diberikan antiemetic. Jika perlu sekali dapat diberikan golongan
fenotiazin.
(iv)   Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila
pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penanganan seperti koma hepatik.

2)    Hepatitis Kronik


            Menurut Arif Mansjoer (2001: 515) Obat yang dinilai bermanfaat untuk
pengobatan hepatitis kronik adalah interferon (IFN). Obat tersebut adalah suatu
protein selular stabil dalam asam yang diproduksi oleh sel tubuh kita akibat
rangsangan virus atau akibat induksi mikroorganisme, asam nukleat, anti gen,
mitogen, dan polimer sintetik. Interferon mempunyai efek antivirus,
imunomodulasi, dan antiproliferatif.
a)    Hepatitis B
Pemberian interferon pada penyakit ini ditujukan untuk menghambat replikasi
virus hepatitis B, menghambat nekrosis sel hati oleh karena reaksi radang, dan
mencegah transformasi maigna sel-sel hati. Di indiksikan untuk pasien berikut ini.
a)    Pasien dengan HbeAG dan HBV-DNA positif
b)    Pasien hepatitis kronik aktif berdasarkan pemeriksaan histopatologi
c)    Dapat dipertimbangkan pemberian interferon pada hepatitis fulminan akut
meskipun belum banyak dilakukan penelitian pada bidang ini.
Menurut Arif Mansjoer (2001: 515) Diberikan IFN leukosit pada kasus hepatitis
kronik aktif dengan dosis sedang 5-10 MU/m2/hari selama 3-6 bulan. Dapat juga
pemberian IFN limfoblastoid 10MU/m2 3kali seminggu selama 3 bulan lebih.
Sebagian pasien hepatitis B kronik memberi respon terhadap terapi interferon,
ditandai dengan hilangnya HBV DNA dan serokonversi HbeAG/Anti Hbe,
serokonversi HbsAG/Anti HBs terjadi pada 7% pasien. Terapi ini harus dilakukan
minimal selama 3 bulan.
b)   Hepatitis C
            Arif mansjoer (2001: 516) Pemberian interferon bertujuan mengurangi
gejala, mengusahakan perbaikan parameter kimiawi, mengurangi peradangan
dalam jaringan hati, menghambat progresi histopatologi, menurunkan infektivitas,
menurunkan resiko terjadinya hepatoma, dan memperbaiki harapan hidup. Respon
tergantung dari lamanya penyakit dan kelainan histologi. Dosis standar yang bisa
dipakai adalah interferon α dengan dosis 3 x 3 juta unit/minggu selama 6 bulan.
Masih belum jelas menambah waktu pengobatan di atas 9 bulan dapat
meningkatkan resppon dan menurunkan angka kambuh.

Pengobatan Penyakit Hepatitis


            Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepatitis virus akut. Tirah baring
selama fase akut penting dilakukan dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat
umumnya merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita.
Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut
bila pasien terus-menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi sehingga
gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal (Price dan Wilson, 2005: 492).
            Pengobatan terpilih untuk hepatitis B atau hepatitis C simtomatik adalah
terapi antivirus dengan interferon-α. Terapi antivirus untuk hepatitis D kronis
membutuhkan pasien uji eksperimental. Jenis hepatitis kronis ini memiliki resiko
tertinggi untuk berkembangnya sirosis (Price dan wilson, 2005: 492).
            Menurut Sriana Azis (2002: 233) Obat hepatitis hanya diperoleh dengan
resep dokter. Namun terdapat obat alternatif sebagai tambahan obat yag diberikan
dokter.
1)    Rebus selama 15 menit seperempat rimpang temulawak, 5 siung bawang putih,
15 biji cengkeh, 3 cabe merah, dan gila merah. Kemudian diminum selama setiap
hari selama 6 bulan atau sampai merasa sehat dan tetap berkonsultasi dengan
dokter.
2)    Makan rebusan kerang dan airnya setiap hari selam 6 bulan atau sampai
merasa sehat dan berkonsultasi dengan dokter.

prognosis.

Hepatitis A.

Meskipun dapat terjadi kekambuhan dan hepatitis parah, hepatitis A tidak pernah
menjadi hepatitis kronik..  Jadi akan sembuh sempurna.

Hepatitis B.

Hepattis B bisa berlangsung tanpa kuning bahkan tanpa gejala, namun penyakit ini
berpotensi  berkembang menjadi hepatitis parah, hepatitis kronik, sirosis hepatis
dan kanker hati.

Hepatitis C.

Hepatitis C lebih sering mengalami komplikasi hepatitis parah dengan prognosis


yang jelek.  Kemungkinan menjadi hepatitis kronik dan sirosis juga lebih besar,
diperkirakan 50% penderita hepatitis C yang timbul akibat transfusi akan menderita
penyakti hati menahun.  Dalam waktu 10 tahun, 20% penderita berkembang
menjadi sirosis.  Kasus kanker hati juga sering ditemukan pada penderita hepatitis
C.

Hepatitis D.

Prognosis hepatitis D berkaitan erat dengan keadaan hepatitis B. Infeksi bersamaan


ini biasanya  hanya berlangsung sementar, terbatas dan tidak progresif.

Hepatitis E.

Penyakit biasanya terbatas dan tidak berkembang menjadi hepatitis kronik.  Angka
kematian sekitar 20%.

Epidemiologi

Hepatitis A, WHO memperkirakan di dunia setiap tahunnya ada sekitar 1,4 juta
penderita Hepatitis A. Di Amerika insidens Hepatitis A adalah 1 per 100.000
penduduk, dengan estimasi 21.000 orang (Tahun 2009). Di Eropa insidens
Hepatitis A adalah 3,9 per 100.000 penduduk (Publikasi tahun 2008). Di Indonesia,
Hepatitis A sering muncul dalam Kejadian Luar Indonesia (KLB). Tahun 2010
tercatat 6 KLB dengan jumlah penderita 279, jumlah kematian 0, CFR 0 sedangkan
tahun 2011 tercatat 9 KLB, jumlah penderita 550, jumlah kematian 0, CFR 0.
Tahun 2012 sampai bulan Juni, telah terjadi 4 KLB dengan jumlah penderita 204,
jumlah kematian 0, CFR 0.

Data lain menunjukkan pada tahun 1998, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat telah
terjadi KLB Hepatitis A dengan jumlah kasus 74 orang (AR = 1,4%) dan golongan
umur terbanyak 19-25 tahun (AR = 3,4%), di Provinsi Jawa Timur yatu di
Kabupaten Bondowoso (Kecamatan Sukosari) dan Kabupaten Malang (Kecamatan
Wonosari) di 7 desa dengan jumlah kasus 998, tahun 2004 di Kecamatan Tegal
Ampel, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 47 kasus. Tahun 2006 di Kecamatan
Pakem, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 65 kasus. (Surveilans Prop Jawa
Timur). Tahun 2008 di Provinsi DIY tercatat 1.160 kasus dengan hasil
pemeriksaan anti-HAV positif yaitu di Kodya Yogyakarta 287 kasus, Kabupaten
Bantul 48 kasus, Kulon Progo 6 kasus, Gunung Kidul 11 kasus dan Sleman 808
kasus serta KLB di Pulau Panggang dengan 57 kasus. Tahun 2009 di Kabupaten
Ngawi dengan 146 kasus.

Di Indonesia virus hepatitis A penyebab Hepatitis akut yang dirawat di rumah sakit
(39,8-68,3%).

Pada negara berkembang, sebagian besar orang dewasa sudah memiliki kekebalan
terhadap Hepatitis A sehingga wabah Hepatitis A jarang terjadi. Hal ini terlihat
pada lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, dan India menunjukkan
sudah adanya antibodi anti-HAV pada usia 5 tahun. Pada daerah dengan sanitasi
lingkungan yang rendah, infeksi terhadap virus ini umumnya terjadi pada anak-
anak hingga dewasa muda. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak sekolah
dan dewasa muda dengan jalur penularan melalui fecal-oral.

Hepatitis B prevalensi pengidap Hepatitis B tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis
klinis terdeteksi di seluruh propinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6%
(rentang: 0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah
sampel 10.391 menunjukkan bahwa persentase HBsAg positif 9,4%. Persentase
Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- 49 tahun (11,92%), umur >60 tahun
(10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%). HBsAg positif pada kelompok laki-laki
dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). Hal ini menunjukkan bahwa 1 dari
10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus Hepatitis B.

Dari data yang telah terkumpul, angka prevalensi HBsAg pada donor darah di
Indonesia tahun 1981 dengan metode pemeriksaan RPHA (Reverse Passive
Haemaglutination) menunjukkan rata-rata 5,2% (rentangan 2,4-9,1%), dan tahun
1993 dengan metode pemeriksaan ELISA rata-rata 9,4%, rentangan 2,5 -36,1%
(Sulaiman et al., 1998).

Angka penularan secara vertikal dari ibu pengidap Hepatitis B kepada bayinya
cukup tinggi. Berdasarkan penelitian beberapa rumah sakit di Indonesia, prevalensi
HBsAg pada ibu hamil berkisar 2,1—5,2% (Soewignyo, 1992).

Data di RSUP Sanglah, Denpasar menunjukkan bahwa dari hasil uji survei 3.943
ibu hamil didapatkan hasil 80 ibu hamil dengan HBsAg positif, prevalensi HBsAg
2,03% dan HBeAg positif 50 %. Hasil pemeriksaan HBsAg tali pusat positif 12 %
dari ibu hamil pengidap Hepatitis B (Surya, 1995). Peneliti lain melaporkan bahwa
hasil uji saring pada 1.800 wanita hamil di Indonesia

Hepatitis B tersebar di seluruh dunia, WHO memperkirakan lebih dari 2 milyar


orang terinfeksi HBV (termasuk 240 juta dengan infeksi kronis). Setiap tahun
diperkirakan sekitar 1.000.000 orang meninggal akibat infeksi HBV.

Tingkat prevalensi Hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi yaitu berkisar dari


2,5% di daerah Banjarmasin hingga 25,61% di Kupang, sehingga Indonesia
termasuk dalam kelompok negara dengan endemisitas sedang hingga tinggi.

Hepatitis C, berdasarkan hasil Surveilans Hepatitis C oleh Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada tahun 2010-2011 yang
dilaksanakan di 21 propinsi, 53 rumah sakit, 49 laboratorium dan 26 Unit Transfusi
Darah (UTD) PMI, dengan jumlah 1.825.823 sampel, kasus positif 29.480 orang,
jumlah kasus terbanyak didapatkan pada golongan umur 20-40 tahun sebanyak
58,5% sedangkan proporsi menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa pada
kelompok laki-laki 83% dan 17% pada perempuan.

Prevalensi anti-VHC pada beberapa donor di Indonesia berkisar 0,5-3,4%.


Prevalensi Anti-VHC pada virus Hepatitis Akut 9,5-20%, prevalensi Anti-VHC
pada sirosis hati berkisar 30,8-89,2 persen.

Penularan VHC yang paling sering adalah melalui parenteral yaitu pajanan dengan
darah dan produknya. Oleh karena itu, prevalensi Hepatitis C sangat dipengaruhi
oleh penggunaan jarum suntik bersama di kalangan pecandu obat terlarang dan
penggunaan jarum suntik tidak steril di pelayanan kesehatan. Selain itu, penularan
dapat pula terjadi melalui infeksi seksual dan maternal-neonatal (efisiensi dan
frekuensi rendah). Menurut WHO, 2-3% penduduk dunia (130-170 juta) terinfeksi
oleh VHC. Di Eropa dan Amerika, Afrika, Asia Tenggara, prevalensi Hepatitis C
berkisar antara 0,5% hingga 2,4%. Data yang tersedia untuk Hepatitis C lebih
menggambarkan hasil skrining dan tes laboratorium daripada surveilans
epidemilogi. Di Indonesia, prevalensi anti-HCV donor darah di beberapa tempat
menunjukkan angka antara 0,05% hingga 3,37%.

Hepatitis D, dapat terjadi dalam bentuk superinfeksi dari pengidap kronik virus
Hepatitis B atau simultan dengan infeksi virus Hepatitis B (ko-infeksi). Pada suatu
penelitian selama 10 tahun oleh Smedie et all, ternyata Hepatitis B dengan
Hepatitis D prognosanya menjadi lebih buruk. Data di Indonesia, dari 72 carier
Hepatitis dari donor darah dan diuji dengan RIA method didapatkan hasil anti-
VHD positif pada dua orang (2,7%). Hepatitis D erat hubungan dengan infeksi
VHB, maka secara langsung setiap usaha pencegahan terhadap Hepatitis B,
mencegah terhadap Hepatitis D juga.

Diperkirakan terdapat 10 juta penduduk terinfeksi virus Hepatitis D dan pada


penderita Hepatitis B lebih berisiko terkena Hepatitis D. Hepatitis D dapat muncul
secara endemis atau dalam bentuk KLB pada populasi yang mempunyai risiko
tinggi terinfeksi VHB, misalnya pada populasi Hepatitis B endemis (seperti di
Rusia, Romania, Italia bagian selatan, Afrika dan Amerika Selatan), mereka adalah
penderita hemophilia, pecandu obat terlarang dan lainnya, karena mereka sering
kontak dengan darah. Mengingat bahwa infeksi VHD membutuhkan terjadinya
infeksi VHB secara bersamaan, maka bila ada penurunan carrier HBsAg infeksi
VHD juga menurun, seperti yang terjadi di daerah Mediterania (Yunani, Italia,
Spanyol) dan sebagian besar negara di dunia.

Hepatitis E, pada tahun 1987 di Indonesia pernah dilaporkan terjadinya KLB


tersangka Hepatitis E di desa Sayan, Tanah Pinoh dan Sokan, Kabupaten Sintang,
Propinsi Kalimantan Barat dengan jumlah kasus 2.500 orang. Pada saat investigasi
selama 9 hari ditemukan kasus Hepatitis yang terdiri atas 44 penderita laki-laki
berusia 3-50 tahun dan 38 penderita perempuan berusia

Hepatitis virus akut menempati urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
seluruh dunia. Penyakit tersebut dengan gejala sisanya merupakan penyebab
kematian 1-2 juta orang setiap tahunnya. Beberapa episode Hepatitis mucul dengan
klinis anikterik, tidak nyata atau subklinis. Surveilans epidemiologi Hepatitis
dengan fokus pada kasus akut dan bergejala mulai dilaksanakan di negara- negara
Eropa. Saat ini, belum ada sistem pencatatan yang baik akibat belum terbentuknya
jejaring epidemiologi untuk Hepatitis. Data dari Rumah Sakit (SIRS) baik rawat
jalan maupun rawat inap lebih ditujukan pada kasus akut dan Hepatitis yang
bergejala.

Hepatitis E (VHE) merupakan penyebab utama Hepatitis non- A non-B enterik di


seluruh dunia. KLB Hepatitis E dan kasus sporadis telah terjadi di wilayah yang
sangat luas terutama di negara yang sanitasi lingkungannya kurang baik. Beberapa
tahun belakangan ini dengan adanya kemajuan teknologi pemeriksaan serologis
untuk mendeteksi IgM dan IgG anti VHE maka peta distribusi infeksi VHE dapat
diketahui dengan jelas, misalnya di daerah yang selama ini endemis ternyata
prevalensinya lebih rendah (3%-26%), sedangkan di daerah non endemis seperti
Amerika Serikat ternyata frekuensinya lebih tinggi dari yang diduga (1%-3%).

KONDISI LINGKUNGAN

Diantara beberapa jenis penyakit Hepatitis, Hepatitis A dan Hepatitis E mempunyai


mekanisme penularan oro-fecal (ditularkan melalui makanan dan/atau minuman
yang sudah terkontaminasi tinja (faeces) yang mengandung virus Hepatitis A
maupun E). Hal ini sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tidak
baik, seperti kurangnya penyediaan air bersih, pembuangan air limbah dan sampah
yang tidak saniter, kebersihan perorangan dan sanitasi yang buruk.

p ERILAKU BERISIKORisiko tinggi terhadap Hepatitis A dan Hepatitis E,


terdapat pada :

Orang yang mengunjungi atau tinggal di negara endemis Hepatitis A dan


Hepatitis E.

Tinggal di daerah dengan kondisi lingkungan yang buruk (penyediaan air


minum dan air bersih, pembuangan air

limbah, pengelolaan sampah, pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat).

Personal hygiene yang rendah antara lain: penerapan PHBS masih kurang,
cara mengolah makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

Risiko tinggi terhadap Hepatitis B, terdapat pada:

Anak yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B. Pasangan Penderita


Hepatitis B.

Orang yang sering berganti pasangan sex.MSM (Man Sex Man).

IDUs (Injection Drug User).

Kontak serumah dengan penderita.Penderita hemodialisis.Pekerja


kesehatan, petugas laboratorium.Berkunjung ke wilayah dengan endemisitas
tinggi.

Risiko tinggi terhadap Hepatitis C terdapat pada :

Pengguna jarum suntik tidak steril (tato, tindik).

Pengguna obat obatan terlarang dengan cara injeksi.

Pekerja yang berhubungan dengan darah dan produk darah

penderita VHC.

Penderita HIV.

Bayi yang lahir dari ibu penderita VHC.

Risiko tinggi terhadap Hepatitis D terdapat pada :

Orang yang kontak langsung dengan darah penderita Hepatitis D

SOSIAL EKONOMI

Daerah dengan tingkat sosial ekonomi penduduk yang rendah, mempunyai sanitasi
lingkungan yang rendah pula. Pola penularan Hepatitis A dan Hepatitis E yang
melalui oro-fecal sangat dipengaruhi kualitas sanitasi lingkungan setempat,
sehingga penduduk yang tinggal di daerah endemis dan atau daerah dengan
kualitas sanitasi yang rendah akan mempunyai risiko lebih besar untuk menderita
2
Hepatitis A maupun Hepatitis E. Studi yang dilakukan oleh FKUI di Jakarta
menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah merupakan salah satu faktor
risiko Hepatitis B dan Hepatitis C, yang ditandai dengan hasil pemeriksaan HBsAg
(+) (OR 18.09; 95% CI 2.35- 139.50). Hal lain yang dapat diketahui adalah bahwa
penduduk kelompok ras chinese mempunyai risiko 2.97 lebih tinggi untuk
terinfeksi VHB dibandingkan dengan kelompok ras melayu (OR 2,97 ; 95% CI
1,22-7,83).

pada kelompok masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi menengah dan atas
mempunyai kecenderungan obesitas karena pola makan yang salah. Obesitas
memberikan kontribusi yang nyata pada perkembangan penyakit kronis (salah
satunya Hepatitis B dan Hepatitis C) menjadi liver cirrhosis.

Daftar pustaka

Abdurahmat, Asep S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Gorontalo: UNG


Anderson, Clifford R. 2007. Petunjuk Modern kepada Kesehatan. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Azis, Sriana. 2002. Kembali Sehat dengan Obat. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Hincliff, Sue. 2000. Kamus Keperawatan Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. akarta: Media Aesculapius.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen M. 2005. Rencana Asuhan keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
James & Tim Horn. 2005.hepatitits virus dan HIV. Jakarta: Sprita

HEPATITIS AKIBAT VIRUS

Hepatitis adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh berbagai sebab seperti
bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan, perlemakan, alkohol dan zat
berbahaya lainnya.

Bakteri, virus dan parasit merupakan penyebab infeksi terbanyak, diantara


penyebab infeksi tersebut. Infeksi karena virus Hepatitis A, B, C, D atau E
merupakan penyebab tertinggi dibanding penyebab lainnya, seperti mononucleosis
infeksiosa, demam kuning atau sitomegalovirus. Sedangkan penyebab Hepatitis
non virus terutama disebabkan oleh alkohol dan obat-obatan.

HEPATITIS A

Etiologi

Penyebab penyakit adalah virus Hepatitis A (VHA), termasuk famili picornaviridae


berukuran 27 nanometer, genus hepatovirus yang dikenal sebagai enterovirus 72,
mempunyai 1 serotype dan 4 genotype, merupakan RNA virus. Virus Hepatitis A
bersifat termostabil, tahan asam dan tahan terhadap empedu. Virus ini diketahui
dapat bertahan hidup dalam suhu ruangan selama lebih dari 1 bulan. Pejamu infeksi
VHA hanya terbatas pada manusia dan beberapa binatang primata. Virus dapat
diperbanyak secara in vitro dalam kultur sel primer monyet kecil atau secara invivo
pada simpanse.

2. Cara Penularan

Virus Hepatitis A ditularkan secara fecal-oral. Virus ini masuk kedalam saluran
pencernaan melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja penderita VHA.
Virus kemudian masuk ke hati melalui peredaran darah untuk selanjutnya
menginvasi sel-sel hati (hepatosit), dan melakukan replikasi di hepatosit. Jumlah
virus yang tinggi dapat ditemukan dalam tinja penderita sejak 3 hari sebelum
muncul gejala hingga 1- 2 minggu setelah munculnya gejala kuning pada penderita.
Ekskresi virus melalui tinja pernah dilaporkan mencapai 6 bulan pada bayi dan
anak. Sebagian besar kasus kemungkinan tidak menular lagi pada minggu pertama
setelah ikterus. Ekskresi kronis pada VHA tidak pernah terlaporkan

Infeksi Hepatitis A sering terjadi dalam bentuk Kejadian Luar biasa (KLB) dengan
pola common source, umumnya sumber penularan berasal dari air minum yang
tercemar, makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, dan sanitasi yang
buruk. Selain itu, walaupun bukan merupakan cara penularan yang utama,
penularan melalui transfusi atau penggunaan jarum suntik bekas penderita dalam
masa inkubasi juga pernah dilaporkan.
3.Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala awal infeksi virus Hepatitis A sangat bervariasi dan bersifat tidak
spesifik. Demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan) dan gangguan
pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal penyakit. Dalam
waktu 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala kuning disertai gatal
(ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan tinja berwarna pucat. Infeksi
pada anak berusia dibawah 5 tahun umumnya tidak memberikan gejala yang jelas
dan hanya 10% yang akan memberikan gejala ikterus. Pada anak yang lebih tua
dan dewasa, gejala yang muncul biasanya lebih berat dan ikterus terjadi pada lebih
dari 70% penderita.

4.Masa inkubasi 15-50 hari, rata-rata 28-30 hari.

5.Diagnosis : Disamping gejala dan tanda klinis yang kadang tidak muncul,
diagnosis Hepatitis A dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan IgM-
antiVHA serum penderita

6.Pencegahan : Hepatitis A memang seringkali tidak berbahaya, namun lamanya


masa penyembuhan dapat memberikan kerugian ekonomi dan sosial. Penyakit ini
juga tidak memiliki pengobatan spesifik yang dapat mengurangi lama penyakit,
sehingga dalam penatalaksanaan Hepatitis A, tindakan pencegahan adalah yang
paling diutamakan. Pencegahan Hepatitis A dapat dilakukan baik dengan
pencegahan non- spesifik (perubahan perilaku) maupun dengan pencegahan
spesifik (imunisasi).

Pencegahan non-spesifik : Perubahan perilaku untuk mencegah Hepatitis A


terutama dilakukan dengan meningkatkan sanitasi. Petugas kesehatan bisa
meningkatkan hal ini dengan memberikan edukasi yang sesuai, antara lain:

a. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara benar pada 5 saat kritis,
yaitu:sebelum makan ,sebelum mengolah dan menghidangkan makanan
,setelah buang air besar dan air kecil, setelah mengganti popok
bayi,sebelum menyusui bayi
b. Pengolahan makanan yang benar, meliputi: 1. Menjaga kebersihan
Mencuci tangan sebelum memasak dan keluar dari toilet, Mencuci alat-
alat masak dan alat-alat makan,Dapur harus dijaga agar bersih
(sambungan diprint)

HEPATITIS B

Etiologi

Penyebab penyakit adalah virus Hepatitis B (VHB) yang termasuk famili


Hepadnavirus dan berukuran sangat kecil (42 nm). Virus Hepatitis B merupakan
virus DNA dan sampai saat ini terdapat 8 genotip VHB yang telah teridentifikasi,
yaitu genotip A–H. VHB memiliki 3 jenis morfologi dan mampu mengkode 4 jenis
antigen, yaitu HBsAg, HBeAg, HBcAg, dan HBxAg. Virus Hepatitis B yang
menginfeksi manusia bisa juga menginfeksi simpanse. Virus dari Hepadnavirus
bisa juga ditemukan pada bebek, marmut dan tupai tanah, namun virus tersebut
tidak bisa menginfeksi manusia.

Cara Penularan

Virus Hepatitis B dapat ditemukan pada cairan tubuh penderita seperti darah dan
produk darah, air liur, cairan serebrospinalis, peritonea, pleural, cairan amniotik,
semen, cairan vagina dan cairan tubuh lainnya. Namun tidak semuanya memiliki
kadar virus yang infeksius. Secara umum, penularan bisa terjadi secara vertikal
maupun horizontal. Untuk saat ini, penularan VHB yang utama diduga berasal dari
hubungan intim dan transmisi perinatal. Transmisi horizontal adalah penularan dari
satu individu ke individu lainnya. Selain lewat hubungan seksual tidak aman,
transmisi horizontal Hepatitis B juga bisa terjadi lewat penggunaan jarum suntik
bekas penderita Hepatitis B, transfusi darah yang terkontaminasi virus Hepatitis B,
pembuatan tato, penggunaan pisau cukur, sikat gigi, dan gunting kuku bekas
penderita Hepatitis B. Sementara itu, berpelukan, berjabatan tangan, atau
berciuman dengan penderita Hepatitis B belum terbukti mampu menularkan virus
ini.

Penularan secara vertikal adalah penularan yang terjadi pada masa perinatal yaitu
penularan dari ibu kepada anaknya yang baru lahir, jika seorang ibu hamil karier
Hepatitis B dan HBeAg positif maka bayi yang di lahirkan 90% kemungkinan akan
terinfeksi dan menjadi karier juga. Kemungkinan 25% dari jumlah tersebut akan
meninggal karena Hepatitis kronik atau kanker hati. Transmisi perinatal ini
terutama banyak terjadi di negara-negara Timur dan negara berkembang. Infeksi
perinatal paling tinggi terjadi selama proses persalinan dan diduga tidak
berhubungan dengan proses menyusui

Tanda dan Gejala

Seseorang yang terinfeksi VHB bisa mengalami Hepatitis B akut. Penderita yang
mengalami Hepatitis B akut akan mengalami gejala prodromal yang sama dengan
Hepatitis akut umumnya, yaitu kelelahan, kurangnya nafsu makan, mual, muntah,
dan nyeri sendi. Gejala-gejala prodromal ini akan membaik ketika peradangan hati,
yang umumnya ditandai dengan gejala kuning timbul. Walaupun begitu, 70%
penderita Hepatitis akut ternyata tidak mengalami kuning. Sebagian dari penderita
Hepatitis B akut lalu akan mengalami kesembuhan spontan, sementara sebagian
lagi akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik. Kemungkinan menjadi Hepatitis
B kronik ini menurun seiring bertambahnya usia saat terinfeksi, pada neonatus
kemungkinan menjadi kronis mencapai 90% dan pada orang dewasa 5%. Hepatitis
kronis umumnya tidak menimbulkan gejala apa-apa. Sekitar 0,1-0,5% penderita
dengan Hepatitis akut akan berkembang menjadi Hepatitis fulminan. Penyebab dan
faktor risiko Hepatitis fulminan ini sampai sekarang masih belum diketahui dengan
jelas.

Masa inkubasi VHB berkisar antara 30–180 hari dengan rata- rata 60–90 hari.
Lama masa inkubasi tergantung banyaknya virus yang ada dalam tubuh penderita,
cara penularan dan faktor pejamu. Jumlah virus dan usia merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan keparahan akut atau kronik Hepatitis B.
Diagnosis : Sampai saat ini terdapat beberapa indikator laboratoris yang bisa
digunakan untuk menilai infeksi Hepatitis B. Pada infeksi akut, antibodi terhadap
HBcAg adalah yang paling pertama muncul, diikuti dengan munculnya HBsAg dan
HBeAg serum. Bila penderita mengalami kesembuhan spontan setelah Hepatitis B
akut, maka akan terjadi serokonversi HBsAg dan HBeAg, yang ditandai kadar
kedua penanda tersebut tidak akan dapat terdeteksi lagi di serum sementara anti-
HBs dan anti-HBe justru mulai terdeteksi. Sebaliknya, pada Hepatitis B kronik,
HBsAg dan HBeAg akan terus terdeteksi di serum penderita. Pada penderita
dengan Hepatitis B kronik, DNA VHB sebaiknya diperiksa untuk memantau
perjalanan penyakit. Pada beberapa jenis virus mutan, HBeAg bisa tidak terdeteksi
di serum walaupun proses peradangan hati masih terjadi dan kadar DNA VHB
serum masih tinggi.

Pencegahan

Seperti pada penyakit infeksi lainnya, pencegahan infeksi Hepatitis B bisa berupa
pencegahan non-spesifik maupun pencegahan spesifik. (sambungan diprint)

HEPATITIS C

Etiologi

Penyebab penyakit Hepatitis C adalah virus Hepatitis C (VHC) yang termasuk


famili Flaviviridea genus Hepacivirus dan merupakan virus RNA. Setidaknya 6
genotip dan lebih dari 50 subtipe VHC yang berbeda telah ditemukan.

Cara penularan VHC yang paling umum adalah secara parenteral, yaitu berkaitan
dengan penggunaan bersama jarum suntik yang tidak steril terutama pada
pengguna obat- obatan terlarang, tato, tindik, penggunaan alat pribadi seperti pisau
cukur, sikat gigi bersama penderita, transfusi darah, operasi, transplantasi organ,
dan melalui hubungan seksual. VHC adalah penyebab utama dari Hepatitis yang
diderita setelah transfusi darah. Walaupun begitu, peraturan yang memperketat
pemeriksaan darah bagi donor darah telah menurunkan risiko infeksi secara drastis.
Penularan dapat terjadi dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah timbulnya gejala
klinis yang pertama pada penderita.

Penularan vertikal dari ibu ke bayi selama proses kelahiran sangat jarang (sekitar 5-
6%) dan menyusui tidak meningkatkan resiko penularan VHC dari seorang ibu
yang terinfeksi ke bayinya. Hepatitis C tidak dapat menular melalui jabat tangan,
ciuman, dan pelukan.

Tanda dan gejala: Sebagian besar (>90%) kasus Hepatitis C akut bersifat
asimptomatik. Kejadian Hepatitis fulminan juga sangat kecil pada infeksi VHC.
Walaupun begitu, sebagian kecil penderita bisa saja mengalami gejala prodromal
seperti pada infeksi virus pada umumnya. Sebagian besar (80%) dari penderita
yang mengalami Hepatitis C akut ini akan berkembang menjadi Hepatitis C kronik
yang umumnya juga bersifat asimptomatik. Sekitar 20-30% dari jumlah ini akan
berkembang menjadi sirosis hati dalam waktu 20-30 tahun. Kerusakan hati ini
bersifat progresif lambat sehingga seringkali penderita yang terinfeksi VHC pada
usia lanjut serngkali tidak mengalami gangguan hati sama sekali seumur hidupnya.
Masa inkubasi VHC berlangsung selama 15 hari sampai 2 bulan.

DD : Baku emas diagnosis Hepatitis C adalah ditemukannya RNA VHC di serum


penderita. Namun, mengingat mahal dan tidak paktisnya pemeriksaan ini,
pemeriksaan anti-VHC bisa digunakan untuk menapis penderita-penderita yang
dicurigai menderita Hepatitis C. Namun, perlu diingat bahwa sebagian kecil
penderita Hepatitis C, terutama mereka yang mengalami penurunan sistem imun,
tidak akan memiliki antibodi anti- VHC di darahnya. Pemeriksaan RNA VHC
sendiri hanya diindikasikan pada penderita yang positif anti-VHC, penderita
Hepatitis C kronik yang diterapi (untuk memantau respons terapi), dan penderita
dengan gangguan hati kronik dengan anti-VHC negatif yang tidak diketahui
penyebabnya (terutama pada penderita dengan penurunan sistem imun).
Pemeriksaan genotip VHC juga wajib dilakukan pada semua penderita yang akan
menerima terapi antivirus untuk menilai lama pengobatan yang diperlukan dan
kemungkinan respon terhadap terapi.

PENCEGAHAN : Oleh karena sampai saat ini belum tersedia vaksin Hepatitis C,
maka pencegahan non-spesifik lebih di prioritaskan dalam membatasi penularan
VHC. Darah yang didapat dari donor darah harus diperiksa secara ketat untuk
memastikan darah tersebut bebas VHC. Selain itu, prinsip- prinsip kewaspadan
universal juga harus diterapkan secara sempurna dan konseling untuk
memeriksakan diri harus dilaksanakan pada kelompok-kelompok risiko tinggi.
Penderita-penderita yang diketahui menderita Hepatitis C harus mendapat
konseling untuk mengubah perilaku dan untuk memutus rantai infeksi Hepatitis C.

Edukasi yang bisa diberikan mencakup:1. Tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi
ataupun pisau cukur (sambungan diprint)

HEPATITIS D

Etiologi Hepatitis D adalah virus hepatitis delta (VHD) yang ditemukan pertama
kali pada tahun 1977, berukuran 35-37 nm dan mempunyai antigen internal yang
khas yaitu antigen delta. Virus ini merupakan virus RNA dengan defek, artinya
virus ini tidak mampu bereplikasi secara sempurna tanpa batuan virus lain, yaitu
virus Hepatitis B. Hal ini dikarenakan VHD tidak mampu mensintesis protein
selubungnya sendiri dan bergantung ada protein yang disintesis VHB, termasuk
HBsAg. Maka dari itu, infeksi VHD hanya bisa terjadi pada penderita yang juga
terinfeksi VHB pada saat bersamaan atau sudah terinfeksi kronik oleh VHB.
Genom VHD terdiri dari 1.700 pasangan basa yang merupakan jumlah pasangan
basa terkecil untuk virus pada hewan.

VHD ditularkan dengan cara yang sama denganVHB, yaitu lewat pajanan terhadap
caian tubuh penderita Hepatitis D. Cara penularan yang paling utama diduga
melalui jalur parenteral.

Perjalanan penyakit Hepatitis D mengikuti perjalanan penyakit Hepatitis B.


Artinya, bila Hepatitis B yang diderita penderita bersifat akut dan lalu sembuh,
VHD juga akan hilang seluruhnya. Namun bila VHD menginfeksi penderita yang
sudah menderita Hepatitis B kronik, maka penderita tersebut juga akan menderita
Hepatitis D kronik. Gejala infeksi Hepatitis D sama persis dengan Hepatitis B,
namun kehadiran virus ini terbukti mempercepat proses fibrosis pada hati,
meningkatkan risiko kanker hati, dan mempercepat dekompensasi pada keadaan
sirosis hati.(sambungan print)

Tubuh manusia rawan terhadap infeksi oleh berbagai mikroorganisme patogen.


Agar dapat menyebabkan terjadinya infeksi, mula-mula mikroorganisme harus
mengadakan kontak dengan hospes dan kemudian membentuk fokus infeksi.
Mikroorganisme patogen mempunyai pola hidup dan cara patogenesis yang
berbeda-beda, sehingga memerlukan respon pertahanan tubuh yang berbeda-beda
pula. Tubuh mempertahankan diri terhadap mikroorganisme patogen dengan
berbagai cara. Fungsi fisiologik imun dipakai untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme patogen. Evolusi penyakit infeksi pada seseorang melibatkan
serangkaian interaksi antara mikroorganisme dengan tubuh antara lain mulai dari
masuknya mikroorganisme, invasi dan kolonisasi dalam jaringan tubuh, proses
menghindar dan proses penyembuhan luka. Apabila proses pertahanan tubuh gagal
mempertahankan keseimbangan akibat serangan mikroorganisme, akan terjadi
keadaan yang kita sebut sebagai infeksi. Karena berbagai macamnya
mikroorganisme patogen yang berupa bakteri, parasit dan virus menyebabkan
berbagai jenis penyakit dengan berbagai macam patogenesisnya (Kaplain, 2000).
Berdasarkan skenario di atas, maka mahasiswa tersebut kemungkinan diagnosisnya
adalah penyakit Hepatitis A. Hepatitis A merupakan penyakit virus swasirna
dengan distribusi di seluruh dunia yang disebabkan oleh virus hepatitis A, yang
lebih sering ditemukan di daerah dengan tingkat kebersihan rendah dan keadaan
sosial ekonomi rendah, ditularkan terutama melalui jalur oral-fekal, meskipun
transmisi parenteral juga mungkin, tidak terdapat keadaan karier. Masa inkubasi
sekitar 30 hari dengan durasi 15-50 hari. Kebanyakan kasus tidak tampak secara
klinis atau hanya bergejala seperti flu; ikterus jika ada biasanya ringan (Tim EGC,
2006). Letusan penyakit ini terjadi akibat adanya kontaminasi air dan makanan,
terutama sering terjadi di negara berkembang.
Karena Hepatitis A sering terjadi di negara tropis dan berkembang maka negara
Indonesia ini yang masuk ke dalam kedua kriteria tersebut mempunyai potensi
besar untuk terjadinya penyebaran penyakit tersebut.Penyakit Hepatitis adalah
penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan
menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. Hepatitis
diketegorikan beberapa golongan, diantaranya hepatitis A,B,C,D,E,F dan G.

Hepatitis A
Definisi. Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang
sekali menyebabkan kematian, Virus hepatitis A (VHA) penyebarannya melalui
kotoran/ tinja penderita yang penularannya melalui makanan dan minuman yang
terkomtaminasi (fekal-oral), bukan melalui aktivitas sexual atau melalui darah.
Etiologi. HAV adalah virus RNA tidak berkapsul, ukuran 27 nm, ikosahedral,
kubik simetris. Merupakan anggota famili Picornaviridae, genus
Hepatovirus.Virus ini stabil dalam panas dan asam. Transmisi melalui fekal-oral;
penyebaran utama paling sporadis adalah dari ekskresi orang sakit ke orang sehat.
Antigennya HAV antigen; antibodinya adalah anti HAV. Virio mengandung 4
polipeptida kapsid yang ditandai VP1-VP4 yg dihasilkan dari pembelahan produk
poliprotein suatu genom nukleotida 7500 pasca translasi. Masa inkubasi kurang
lebih 4 mgg (10-50 hari; rata-rata 25-30).
HAV diklasifikasikan sebagai pikornavirus dan secara morfologi merupakan
partikel sferis tidak terbungkus yang berdiameter 27 nm dengan simetri
ikosahedral. HAV stabil stabil pada suhu 4 C selama 20 jam, suhu -20 C selama 1,5
tahun. HAV hancur pada air mendidih selama 15 menit, inefektit pada pendidihan
5 menit, pemaparan sinar uv (Shulman, 1994).

Infeksi ini biasanya ditularkan lewat jalur fekal-oral dan memiliki masa inkubasi
sekitar 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera
sebelum timbulnya ikterus dan selam masa prodrormal (Price, 2006). Dalam waktu
1 minggu sejak terjadinya ikterus, virus menghilang dari darah dan tinja penderita.
HAV dapat juga ditularkan lewat parenteral

Hepatitis A biasanya merupakan penyakit akut ringan dalam penyembuhan dalam


beberapa minggu. Penyakit ini terkadang fatal pada beberapa kasus dengan
komplikasi nekrosis masif. Antibodi IgM muncul dini pada fase akut, meningkat
cepat, dan menghilang selama masa penyembuhan. Antibodi IgG muncul lebih
lambat pada perjalanan penyakit, meningkat cepat, dan bertahan sepanjang hidup

Manifestasi Klinis. Manifestasi klinik dari hepatitis A dapat ikterik atau non
ikterik. Pada fase pra-ikterik (fase prodromal) terdapat sedikit demam, anoreksia,
mual, muntah-muntah dan nyeri perut, lelah; lamanya beberapa hari sampai dua
minggu. Fase ikterik biasanya timbul sesudah gejala demam dan gejala
gastrointestinal mereda, sklera menjadi ikterus, kencing warna gelap, pembesaran
hati disertai rasa nyeri, splenomegali. Kira-kira 5-10% menunjukkan gejala seperti
penyakit serum yang disebabkan komplek imun daripada virus yang bersirkulasi,
yaitu sakit sendi, nyeri otot, demam dan rash. Permulaan penyakit daripada
hepatitis A biasanya akut.
(Nurman, 2008)
Patogenesis. Berawal karena timbulnya jejas, tanpa memandang mekanisme jejas
awal terhadap hati, cedera akibat hepatitis virus nyata  dalam 3 cara: merupakan
refleksi jejas pada hepatosit, yang melepaskan ALT dan AST ke dalam aliran
darah. ALT lebih spesifik  pada hati daripada AST yang juga bisa naik ketika
cedera  eritrosit, otot skelet, sel miokardium. hepatitis virus juga disertai ikhterus
kolestatis, dimana kadar bilirubin direk and indireknya naik. ikhterus akibat
obstruksi aliran saluran empedu dan cedera terhadap hepatosit. kenaikan alkali
fosfatase serum, 5’-nukleotidase, gama-glutamil transpeptidase, dan urobilonogen
serum merefleksikan cedera terhadap system biliaris (Behrman, 2000).
Penegakan Diagnosis. Dengan Anamnesis mengenai: adanya riwatyat ikterus pada
keluarga atau teman dekat, gejala mulai dari asimptomatis sampai simptomatic
berupa: demam, malaise, nausea, vomitus, anoreksia, diare pada anak, konstipasi
pada dewasa, nyeri kuadran kanan aas perut, urin gelap. Lalu dengan pemeriksaan
fisik ada hepatomegali. Pemeriksaan Penunjang yaitu tes darah hati: menunjukan
kelainan hepatoselular akut( kenaikan predominan dari SGOT, dengan kenaikan
bilirubin dan fosfatase alkali yang lebih tidakjelas), pemeriksaan feses ditemukan
HAV sekitar 1-2 minggu, pemeriksaan  serologis: Anti HAV timbul dalam fraksi
IgM selama fase akut, Ig-G anti HAV timbul setelah onset penyakit dan bertahan
selama sepuluh tahun; dan tes ELIZA (Sudoyo, 2006).
Pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi/ kebersihan
lingkungan sekitar; dengan pencegahan radang hati malalui penghindaran terhadap
penebabnya, misalnya alkohol maupun obat-obatan yang merusak hati. Melakukan
vaksinasi  HAV secara IM pada otot deltoideus; ataupun dengan Ig/imunoglobulin
(mengandung anti-HAV) → perlindungan sebelum dan sesudah terpajan HAV.

Hepatitis B
Definisi. Hepatitis B adalah penyakit hepatitis yang disebabkan oleh vrius hepatitis
B (HBV) yang dapat berakibat terjadinya hepatoma dan sirosis hati.
Etiologi. HBV adalah anggota famili Hepadnaviridae (Hepadnavirus tipe 1), genus
Orthohepadnavirus, kelompok virus DNA hepatotropik nonsitopatik, mempunyai
genom DNA sirkuler, sebagai helai ganda tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat
gena yang telah dikenali yaitu gana S, C, X dan P. Stabiltas sensitif asam,transmisi
secara parenteral. Replikasi terjadi dalam hati, limpa, ginjal, pankreas.
Komponen sistem :
  HBsAg: antigen permukaan hepatitis B; positif kira-kira 2 minggu sebelum
timbul gejala klinis.
  HBeAg: antigen hepatitis B e. Dihubungkan dengan nukleokapsid HBV;
menunjukkan replikasi virus; beredar sbg antigen yang dapat larut dalam serum.
  HBcAg: antigen inti (core) hepatitis B.
  Anti-HBs: antibodi terhadap HBsAg. Menunjukkan infeksi HBV masa lalu dan
imunitas terhadap HBV.
  Anti-HBe: antibodi terhadap HbeAg, adanya antibodi tersebut dalam serum
carrier HBsAg menunjukkan titer HBV lebih rendah.
  Anti-HBc: antibodi terhadap HBcAg. Menunjukkan infeksi HBV pada masa
lampau pada waktu yang tidak dapat ditentukan.
  IgM anti –HBc: antibodi golongan IgM terhadap HbcAg. Menunjukkan infeksi
HBV yang baru terjadi ; positif pada 4-6 bulan setelah infeksi (Behrman, 2000).
Patogenesis. Hepatitis B merupakan virus nonsitopatis yang mungkin
nenyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama
dalam proses hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, sehingga muncul
antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting adalah antigen
nukleokapsid, HbcAg dan HbeAg. Antigen ini bersama protein histokompatibilitas
(MHC) mayor kelas 1, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis.
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti baik. Untuk
memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas 1
tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksis tidak dapat diaktifkan, atau beberapa
mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit.
Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang mengandung virus
harus bertahan hidup.
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan ekstrahepatis
yang dapat dihubungkan  dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang sedang
bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang
mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia

Hepatitis B disebabkan oleh virus DNA yang tersusun dari (1) inti bagian dalam
yang disintesis di dalam nukleus hepatosit dan mengandung antigen inti HbcAg,
HbeAg; (2) kapsul luar yang disintesis dalam sitoplasma sel hepatosit mengandung
HbsAg. Secara menyeluruh partikel tersebut berukuran 42 nm dan disebut partikel
Dane, berstruktur sferis atau tubular
Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, juga dapat ditularkan oleh produk darah seperti semen, saliva, air mata,
dll.. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60-90 hari (Price, 2006).

Terdapatnya beragam antigen dan antibodi hepatitis B penting untuk menentukan


titik tolak diagnosis. HbsAg muncul pertama kali pada akhir masa inkubasi, dan
diikuti oleh HbeAg. Adanya HbeAg berhubungan erat dengan adanya partikel
Dane yang infeksaius dalam darah dan merupakan indikasi penularan. Pada pasien
yang sembuh, HbsAg dan HbeAg menghilangpada awitan penyembuhan klinis.
Antibodi yang pertama timbul adalah anti Hbc pada masa akut, diikuti Hbe dan anti
Hbs. Terdapatnya anti Hbe menandakan tidak menular.

Manifestasi Klinik. Berlangsung dalam dua fase yaitu fase preikterik, yang
ditandai demam (37,8-40oC), sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, sakit
perut, artralgia dan urtikaria; hepatomegali, spenomegali, dan limfadenopati.
Sedangkan pada fase ikterik, gejala ikterik mulai timbul pada saat demam menurun
yang didahului dengan urin yang berwarna gelap (biliuria). Pada orang dewasa bisa
timbul depresi, bradikardia dan pruritus, pada anak tidak. Hepatospenomegali, dan
tinja bisa berwarna seperti tanah liat. Fase ikterik berlangsung terus-menerus
selama kuarng lebih 8-11 hari (Rampengan, 2007).
Penegakan Diagnosis.  Dengan adanya HBsAg dalam darah penderita
menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis. HBsAg dapat terdeteksi dengan
metode RIA 6-30 hari setelah kontak pertama secara parenteral dan 56-60 hari
setelah kontak secara oral. HBsAg ada selama akhir masa inkubasi dan selama fase
ikterik, hilang setelah timbul gejala ikterus. Aktivitas SGOT meningkat secara
bertahap setalah masa inkubasi (30-60 hari). Antibodi terhadap HBsAg lambat
timbul, kira-kira 1-2 bulan setelah HBsAg tidak terdeteksi. Anti HBcAg
merupakan pertanda serologis infeksi HBV akut yang berharga karena muncul
hampir seawal HBsAg dan terus ada dalam perjalanan penyakit bila HBsAg telah
hilang (Rampengan, 2007; Behrman, 2000).
Pengobatan. Pengobatannya bersifat simptomatik dan suportif, belum ada
pengobatan yang spesifik.
o   Istirahat yang cukup, aktivitas normal biasanya dimulai secara bertahap.
Penderita dengan keadaan umum jelek seperti somnolen, kejang, muntah, disertai
komplikasi berat, didukung hasil pemeriksaan bilirubin direk lebih dari 10 mg/dl
dan SGPT di atas 10x normal, harus dirawat di rumah sakit.
o   Diet, sesuai selera penderita. Untuk mengatasi anoreksia dapat diberikan cairan
seperti air daging, sari buah., tidak ada kontraindikasi terhadap lemak.
o   Suplementasi vitamin terutama vitamin B kompleks.
o   Obat-obatan seperti kortikosteroid tidak dianjurkan untuk hepatitis yang tanpa
disertai komplikasi (Rampengan, 2007).
Komplikasi dan Prognosis. Terjadi hepatitis fulminan akut, juga bisa terjadi
hepatitis kronis yang dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler
primer. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan
HbeAg pada kapiler glomerulus jarang terjadi. Mortalitas HB berkisar 83%

Hepatitis C
Definisi. Hepatitis C  sering kali dikenal sebagai kasus yang hampir semua didapat
secara parenteral dari apa ang sebelumna dikenal sebagai hepatitis non-A non-B.
Etiologi. HCV merupakan virus RNA helai tunggal yang telah diklasifikasikan
dalam genus tersendiri dalam famili Flaviviridae. Merupakan virus terbungkus,
ukuran 50-60 nm yang ditularkan terutama oleh darah dan produk darah,
penggunaan obat intravena, dan kontak sosial (Behrman, 2000).
Patogenesis. HCV menyebabkan cedera terutama melalui mekanisme sitopatik,
tetapi cedera yang diperantarai imun juga dapat terjadi. Komponen sitopatik
tampak ringan, karena bentuk akut adalah khas paling kurang berat dari semua
infeksi virus hepatitis; HCV jarang menjadi fulminan (Behrman, 2000).
Manifestasi Klinik dan Komplikasi. HCV merupakan hepatitis virus yang paling
mungkin menyebabkan infeksi kronis; sekitar dua pertiga infeksi pasca transfusi
dan sepertiga kasus sporadik didapat di masyarakat akan jadi kronis. Walaupun
kenaikan kadar aminotransferase kronis lazim, HCV kronis akan memburuk
menjadi sirosis, dan karsinoma hepatoseluler primer dapat berkembang pada
penderita dengan sirosis, tetapi HCV kurang efektif daripada HBV dalam
menyebabkan karsinoma hepatoseluler primer (Behrman, 2000).
Penegakan Diagnosis. Ada assay serologis untuk HCV yang didasarkan pada
perkembangan antibodi terhadap antigen HCV karena antigen tidak dapat
terdeteksi dalam darah. Assay dipakai terutama untuk mendeteksi Hepatitis C
kronis karena biasanya tetap negatif selama 1-3 bulan sesudah muncul penakit
klinis. Assay generasi kedua adalah standar sekarang dan uji untuk 3 dari 5 epitop
antigenik yang diketahui. Assay untuk RNA viruss (reaksi rantai polimerase
[RRP], hibridisasi in situ) juga bisa tapi mahal dan terbatas

Hepatitis D
Etiologi. HDV merupakan virus binatan yang diketahui paling kecil, dianggap
kurang sempurna karena tidak bisa menghasilkan infeksi tanpa bersamaan dengan
infeksi HBV. Diameter virus 36 nm, tidak mampu membuat selaput proteinnya
sendiri, selaput luarnya tersusun dari kelebihan HbsAg HBV. Core virus sebelh
dalam adalah RNA sirkuler helai tunggal yang mengekspresikan antigen HDV.
Patofisiologi. Masa inkubasi untuk superinfeksi HDV sekitar 2-8 minggu, jika
infeksi bersama, masa inkubasinya sama dengan infeksi HBV. HDV menyebabkan
cedera secara langsung melalui mekanisme sitopatik , sehingga jika kombinasi
akan menimbulkan manifestasi yang berat. Mekanisme patogenesis kedua adalah
superinfeksi dari orang ang menderita HBV kronis disertai infeksi HDV.
Manifestasi Klinis. Gejalanya serupa dengan infeksi virus hepatitis lain tapi
biasanya lebih berat. Akibat klinis karena infeksi HDV tergantung mekanisme
infeksi. Pada infeksi bersama, hepatitis akut yang jauh lebih berat daripada karana
HBV saja, biasanya terjadi. Pada superinfeksi, penyakit akut jarang sedangkan
hepatitis kronis lazim dan risiko hepatitis fulminan tinggi (Behrman, 2000).
Diagnosis. Virus belum diisolasi dan tidak ada antigen dalam sirkulasi yang telah
dikenali. Diagnosis dibuat dengan mendeteksi antibodi IgM terhadap HDV;
antibodi terhadap HDV sekitar 2-4 minggu sesudah infeksi bersama dan sekitar 10
minggu sesudah superinfeksi. Assay RRP untuk RNA virus juga tersedia.

Hepatitis E
HEV merupakan virus RNA tidak terbungkus, bentuknya bulat dengan tonjolan-
tonjolan serupa kalisivirus. Infeksi disertai pelepasan partikel 27-34 nm dalam
tinja. Tanda patologis serupa dengan virus hepatitis lain. HEV tampak berperan
sebagai virus sitopatik. Manifestasi klinis serupa dengan hepatitis A tetapi
biasanya lebih berat, mengenai penderita pada usia puncak 15-34 tahun dan
mempunyai angka mortalitas yang tinggi pada wanita hamil begitu maka prognosis
pasien kita juga akan baik

Penyakit hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis yang
menyerang hati atau lever, hingga terjadi peradangan pada organ tersebut.
Masyarakat mengenal penyakit ini dengan sebutan “penyakit hati”. Ilmu
kedokteran mengenal setidaknya 6 macam jenis virus hepatitis, namun yang paling
dikenal adalah hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis C.

Gejala hepatitis dan penularannya

Hepatitis A atau lebih dikenal dengan penyakit kuning, banyak ditemukan pada
anak dan remaja. Gejala hepatitis A awalnya seperti flu: panas, demam, mual dan
tulang nyeri. Tahap berikutnya, mata menjadi kuning, air seni seperti teh. Kalau di
periksa ditemukan pembengkakan hati, perut, sebelah kanan di bawah iga pinggang
terasa sakit, bila di tekan.

Penularan hepatitis A bisa lewat makanan atau minuman. Walaupun bisa di


sembuhkan total dalam waktu 5-12 minggu, penderita harus beristirahat, makan
makanan bergizi yang tak berlemak, dan mengonsumsi vitamin secukupnya.

Kalau penyakit hepatitis A “tidak berbahaya”, maka lain halnya dengan


“koleganya” yaitu hepatitis B dan dan hepatitis C. Di seluruh dunia penderita
hepatitis B 80% diantaranya berada di Asia Pasifik.

Gejala hepatitis B diawali dengan perut mual atau kembung. Gejala hepatitis B
selanjutnya mirip hepatitis A. Kadang kala penderita rancu dengan sakit maag atau
hulu hati. Virus hepatitis B ini sulit dibasmi. Penularan hepatitis B bisa melalui
jarum suntik, jarum bor dokter gigi, jarum penusuk telinga, transfuse darah, pisau
cukur, ludah, ASI , hubungan seksual, bahkan sikat gigi bekas dipakai penderita
hepatitis B.

Untuk mengetahui jenis hepatitis apa yang diderita seseorang, harus dilakukan
pemeriksaan darah dan biopsy. Biopsi adalah pengambilan jaringan hati tanpa
pembedahan. Caranya, dengan memasukan jarum diantara dua iga di pada perut
kanan dengan jaringan hati. Jaringan yang di sedot dengan jarum tersebut
kemudian diperiksa secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan bisa diketahui setelah 3
hari.
Sedangkan pemeriksaan darah antara lain dalam kadar  bilirubin total (normal di
bawah 1 mg%), kadar SGOT (normal 17-20 IU), dan SGPT (normal 15-17 IU),
serta kadar HBs Ag (hepatitis B surface Antigen) dan anti HBs (anti hepatitis B
surface).

Bila tidak ditangani dengan serius, virus ini akan ngendon terus dalam hati
sehingga ia menjadi carrier. Penderita yang kurang beruntung inilah yang dapat
menularkan penyakit tersebut. Bahkan bila dibiarkan bisa menjadi penyakit hati
menahun (PHM) atau akan memicu penyakit yang lebih membahayakan jiwanya,
yakni sirosis hati atau kanker hati.

Belakangan diberitakan bahwa penanggulangan penyakit hepatitis B bisa dengan


minum air rebusan temulawak secara teratur. Sebuah penelitian tentang temulawak
terhadap sel hati mencit pernah dilakukan dan katanya memang hasilnya sangat
positif. Namun harus masih dilakukan penelitian selanjutnya secara ilmiah.

Carrier hepatitis B tadi tidak boleh jadi donor darah, organ tubuh, ataupun donor
sperma. Juga dilarang mnggunakan peralatan jarum suntik, jarum akupunktur,
pisau cukur, sikat gigi secara bersama agar tidak menularkan virus kemana mana.
Penderita hepatitis B sebaiknya jangan merokok, minum minuman beralkohol serta
mlakukan pekerjaan berat.

. Gejala hepatitis C tidak jelas. Virus hepatitis C ini sering kali menyulitkan
karena tidak menampakan gejala. Paling-paling hanya mual seperti terkena
penyakit maag atau lambung. Sampai saat ini belum ditemukan bagaimana cara
penularan hepatitis C. Tapi yang jelas, penderita hepatitis C lebih banyak
ditemukan didaerah miskin. Virus hepatitis C sulit diusir dan secara perlahan lahan
dapat menggerogoti hati

pencegahan hepatitis antara lain : disarankan melakukan olahraga dan pekerjaan


sesuai kondisi tubuh dan usia kita. Untuk memelihara daya tahan tubuh supaya
tidak mudah diserang penyakit ini, sebaiknya selalu mengusahakan makanan sehat
bergizi. Hindarilah roti yang berjamur dan kacang tengik, karena diantaranya ada
yang ditumbuhi jamur tertentu yang mengandung aflaktosin tadi.Pencegahan
hepatitis yang juga penting, sebaiknya kita juga tidak membiasakan diri minum
alcohol. Jangan sembarangan minum obat, sebab sejumlah obat pengaruhnya tidak
baik untuk hati, soalnya obat dihancurkan dalam hati. Penggunaan obat yang tidak
tepat bisa meracuni hati. Lakukanlah vaksinasi untuk mencegah hepatitis B sedini
mungkin.Nah sebelum terlambat, cegah hepatitis dengan menjaga pola hidup sehat
dan teratur. Dengan mengetahui gejala hepatitis, semoga kita semua bisa terhindar
dari penyakit hepatitis ini.
Hepatitis B

Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian (Laila Kusumawati,
2006).

Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi atau
keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia dan
dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini
karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema
pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma hepatocelluler
primer (Aguslina, 1997).

Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi hepatitis
bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih
asimtomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak – anak
menularkan hepatitis pada anggota keluarga adalah asimtomatik, sedangkan lebih
dari tiga perempat orang dewasa yang terkena hepatitis A adalah simtomatik
(Tjokronegoro, 1999).

Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20%
penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami
cirrhosis hepatic dan carcinoma hepatoculler primer (hepatoma). Kemungkinan
akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon
imun belum berkembang secara sempurna. Pada saat ini diperkirakan terdapat kira
– kira 350 juta orang pengidap (carrier) HBsAg dan 220 juta (78%) terdapat di
Asia termasuk Indonesia

Etiologi

Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia
yang termasuk DNA virus.

Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut dengan
“Partikel Dane”. Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada partikel inti terdapat hepatitis B core antigen (HBcAg) dan
hepatitis B antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein
dan menurut sifat imunologiknya protein virus hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe
yaitu adw, adr, ayw, dan ayr. Subtype ini secara epidemiologis penting karena
menyebabkan perbedaan geografik dan rasial dalam penyebaranya

Patogenesis

Berbagai mekanisme bagaimana virus hepatotropik merusak sel hati masih belum
jelas, bagaimana peran yang sesungguhnya dari hal – hal tersebut. Informasi dari
kenyataanya ini meningkatkan kemungkinan adanya perbedaan patogenetik. Ada
dua kemungkinan : (1) Efek simptomatik langsung dan (2) adanya induksi dan
reaksi imunitas melawan antigen virus atau antigen hepatosit yang diubah oleh
virus, yang menyebabkan kerusakan hepatosit yang di infeksi virus. Organ hati
pada tubuh manusia.

Pada hepatitis kronik terjadi peradangan sel hati yang berlanjut hingga timbul
kerusakan sel hati. Dalam proses ini dibutuhkan pencetus target dan mekanisme
persistensi. Pencetusnya adalah antigen virus, autogenetic atau obat. Targetnya
dapat berupa komponen struktur sel, ultrastruktur atau jalur enzimatik. Sedangkan
persistensinya dapat akibat mekanisme virus menghindar dari sistem imun tubuh,
ketidakefektifan respon imun atau pemberian obat yang terus - menerus

Patofisiologi

Pada hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B
(VHB) mula – mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian
mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma virus
Hepatitis B (VHB) melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjuntnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam asam
nukleat virus Hepatitis B (VHB) akan keluar dari nukleokapsid dan akan
menempel pada DNA hopses dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya
DNA virus hepatitis B (VHB) memerintahkan sel hati untuk membentuk protein
bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya
kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita
terhadap infeksi. Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B, Non A dan Non B
adalah sama yaitu adanya peradangan akut di seluruh bagian hati dengan nekrosis
sel hati disertai infiltrasi sel – sel hati dengan histosit

Perubahan morfologi hati pada hepatitis A, B dan non A dan B adalah identik pada
proses pembuatan billiburin dan urobulin. Penghancuran eritrosit dihancurkan dan
melepaskan Fe + Globulin + billiburin. Pengahancuran eritrosit terjadi di limpa,
hati, sum – sum tulang belakang dan jaringan limpoid.

Billiburin I

Hasil penelitian eritrosit di lien adalah billiburin I atau billiburin indirect. Billiburin
I masih terkait dengan protein. Di hati billiburin I dipisahkan protein dan atas
pengaruh enzim hati, billiburin I menjadi billiburin II atau hepatobilliburin.

Billiburin II

Billiburin dikumpulkan didalam vesica falea (kandung empedu) dan dialirkan ke


usus melalui ductus choleducutus. Billiburin yang keluar dari vesica falea masuk
ke usus diubah menjadi stercobilin, kemudian keluar bersama feces lalu sebagian
masuk ke ginjal, sehingga disebut urobillinogen. Bila billiburin terlalu banyak
dalam darah akan terjadi perubahan pada kulit dan selaput lendir kemudian
kelihatan menguning sehingga disebut ikterus.

Manefestasi Klinis Hepatitis B

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis manefestasi klinis hepatitis B


dibagi dua, yaitu :

Hepatitis B akut

Hepatitis B akut yaitu manefestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B
dari tubuh hopses. Hepatitis B akut terdiri atas 3, yaitu:

Hepatitis B akut yang khas

Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu, fase praikterik (prodromal), gejala non
spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri di
daerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan
laboratorium mulai tampak kelainan hati, fase ikterik, gejala demam dan
gastrointestinal mulai tambah hebat, disertai hepatomegali dan spinomegali.
Timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu ke dua. Setelah timbul
ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal dan
fase penyembuhan, ditandai dengan menurunya kadar enzim aminotransferase,
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium
menjadi normal.

Hepatitis Fulminan

Bentuk ini sekitar 1% dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai
prognosa buruk dalam 7 – 10 hari, 50% akan berakhir dengan kematian.

Hepatitis B kronik

Hepatitis B kronik yaitu kira – kira 5 -10% penderita hepatitis B akut akan
mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak
menunjukan perbaikan yang mantap (Aguslina, 1997)

Sumber dan Cara Penularan

Sumber Penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa penderita virus,
feses, dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B.
Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu parenternal dimana terjadi
penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang
susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan tattoo, kemudian secara non
parenteral yaitu karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus
hepatitis B. secara epidemiologi penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu yang
HBsAg positif kepada anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal, dan
secara horizontal yaitu penularan infeksi virus Hepatitis B dari seseorang pengidap
virus kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual
(Aguslina, 1997)

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B dapat dibagi


menjadi :

Faktor Host (Pejamu)

Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit Hepatitis B yang meliputi:

Umur, dimana penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur.


Paling sering bayi dan anak (25,45%). Resiko untuk menjadi kronis menurun
dengan bertambahnya umur, dimana bayi pada 90% menjadi kronis, pada anak usia
sekolah 23 – 46% dan pada orang dewasa 3 – 10% (Aguslina, 1997).

Jenis Kelamin, wanita tiga kali lebih sering terinfeksi Hepatitis B dibanding pria.

Mekanisme pertahanan tubuh, bayi baru lahir atau bayi dua bulan pertama
setelah lahir sering terinfeksi Hepatitis B, terutama pada bayi yang belum
mendapat imunisasi Hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang
sempurna.

Kebiasaan hidup, dimana sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan
karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat
narkotika suntikan, pemakaian tattoo, dan pemakaian akupuntur.

Pekerjaan, kelompok resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi Hepatitis B adalah


dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana pekerjaan mereka sehari – hari kontak dengan penderita dan
material manusia (darah, tinja, air kemih).

Faktor Agent

Penyebab Hepatitis B adalah Virus Hepatitis B (VHB). Berdasarkan sifat


imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebaranya. Subtype
adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtipe ayw terjadi di Afrika Utara
dan Selatan. Subtipe ayw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia.
Sedangkan subtipe adr terjadi di jepang dan China.

Faktor Lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang


mempengaruhi perkembangan hepatitis B, yang termasuk faktor lingkungan adalah
lingkungan dengan sanitasi jelek daerah dengan prevelensi virus hepatitis B (VHB)
tinggi, daerah unit pembedahan, daerah unit laboratorium, daerah bank darah,
daerah tempat pembersihan, daerah dialias dan transplantasi, daerah unit penyakit
dalam

Epidemilologi Hepatitis B

Prevelensi penyakit Hepatitis B di dunia terendah berada di benua Amerika dan


sebelah Eropa dimana sebesar kurang dari 2% populasi yang terinfeksi kronik
melalui peyalahgunaan obat – obatan injeksi, seksual tanpa pengaman dan faktor –
faktor penting yang lainnya. Prevelensi sedang berada di Eropa Timur, Rusia, dan
Jepang sebesar 2 -7 % yang umumnya menyerang anak – anak. Prevelensi tinggi
berada di wilayah China, Asia tenggara dan Afrika, dimana penularan terjadi
umumnya pada baru lahir dengan endemisitas > 8%.

Komplikasi

Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit
yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronik
persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun kronik
persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Akan tetapi meskipun terlambat,
pasien – pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali.

Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah serangan


awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum alkohol dan
aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata dan tes fungsi
hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah baring
biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna.

Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah
perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering ditemukan, selain
itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab utama yang
berkaitan dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B kronik dan sirosis
terakit dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah dikaitkan pula dengan
kanker hati (Sylvia, 1995).

Prognosis

Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan dengan
perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada sebagian
kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi keadaan
yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan, walaupun
terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang terjadi
kegagalan hati (Tjokronegoro, 1999).

Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu survey dari
1.675 kasus dalam satu kelompok, tertnyata satu dari delapan pasien yang
menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal sedangkan hanya satu
diantara dua ratus pasien dengan hepatitis A meninggal dunia (Tjokronegoro,
1999). Di seluruh dunia ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B
meninggal dunia (WHO, 2005).

Penatalaksanaan Hepatitis B

Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum
penatalaksanaan pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :

Istirahat

Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak
tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka dengan umur tua
dan keadaan umum yang buruk.

Diet

Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35
kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara berangsur
– angsur disesuaikan dengan nafsu makan klien yang mudah dicerna dan tidak
merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi garam/air).

Medikamentosa

Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin darah.


Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, dimana
transaiminase serum sudah kembali normal tetapi billburin masih tinggal. Pada
keadaan ini dapat dberikan prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari, jangan diberikan
antimetik, jika perlu sekali dapat diberikan fenotiazin. Vitamin K diberikan pada
kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan perkoma atau
koma, penanganan seperti pada koma hepatik (Arif, 2000).

Pencegahan Penularan Hepatitis B

Health promotion yaitu dengan usaha penigkatan mutu kesehatan..


Specific protection yaitu perlindungan khusus terhadap penularan hepatitis B dapat
dilakukan melalui sterilisasi benda–benda yang tercemar. Selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (unit onkologi dan dialisa) untuk
menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita dan juga
imunisasi pada bayi baru lahir.

Early diagnosis and prompt treatment

diagnosis dan pengobatan dini merupakan upaya pencegahan penyakit tahap II.
Sasaran pada tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam
akan menderita suatu penyakit.

Disability limitation merupakan upaya pencegahan tahap III dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyakit.

Rehabilitation atau Rehabilitasi merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan


kecacatan (disability limitation) dengan tujuan untuk berusaha mengembalikan
fungsi fisik, psikologis dan sosial.

Rehabilitation yang dapat dilakukan dalam menanggulangi penyakit hepatitis B


yaitu sebagai berikut :

Rehabilitasi fisik, jika penderita mengalami gangguan fisik akibat penyakit


hepatitis B

Rehabilitasi mental dari penderita hepatitis B, sehingga penderita tidak merasa


minder dengan orangtua masyarakat sekitarnya karena pernah menderita penyakit
hepatits B.

Rehabilitasi sosial bagi penderita penyakit hepatitis B sehingga tetap dapat


melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama orang lainnya

Komplikasi

Hepatitis virus kolestasis ditandai oleh kolestasis intrahepatik hebat, dengan ikterus
berat, bilirubin dalam urine, dan tidak didapatkan urobilinogen di dalam urine dan
tinja. Hepatitis virus fulminan ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait
dengan nekrosis masif dan submasif sel hati, jarang pada hepatitis A, lebih sering
pada hepatitis B dan C. Angka kematian jenis ini tinggi

Diagnosis :Uji urin dan tinja. Bilirubin timbul dalam urin sebelum timbul ikterus,
urobilinogenuria ditemukan pada akhir fase praikterik. Tinja menjadi pucat.

Uji darah. Untuk mengecek kadar bilirubin, kadar enzim hepar, albumin, dan uji
serologi.Biopsi hati.

Pencegahan dilakukan dengan hidup bersih, menggunakan alat suntik sekali pakai,
menghindari seks bebas. Penggunaan gama globulin dapat memberikan
perlindungan secara pasif setelah pemajanan virus. Vaksin hepatitis dianjurkan.

Prognosis

Penderita akan sembuh dengan sendirinya dan hati normal sempurna. Jika terjadi
komplikasi, kematian dapat terjadi.

Virus Hepatitis B (VHB) adalah virus DNA yang berukuran 42 nm, yang
termasuk ke dalam kelompok virus Hepadna (Hepadnaviridae). VHB
menyebabkan infeksi hepatitis akut, kronis dan fulminan, serta sirosis sampai
dengan kanker hati. VHB terbagi dalam empat serotipe (subtipe) hepatitis B
surface antigen (HBsAg) utama, yaitu adw, adn ayw, ayn dan seiring dengan
berkembangnya ilmu biologi molekul, delapan genotipe, A,B,C,D,E,F,G dan H.
Sekitar 350 juta orang di 'dunia Saat ini terinfeksi hepatitis B dan hampir 75%
diantaranya terdapat di Asia. Berdasarkan prevalensi HBsAg, menurut WHO,
Indonesia termasuk dalam daerah endemik sedang sampai tinggi.
Pengetahuan tentang genotipe VHB sangat penting. Dari segi klinik, telah banyak
bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara genotipe VHB dengan
manifestasi klinik penyakit hati dan respon terhaclap terapi antivirus. Berdasarkan
epidemiologi, diketahui bahwa penyebaran virus hepatitis B di dunia berbeda
secara geograiis. Sebagai negara kepuiauan, Indonesia memiliki populasi sangat
beragam Iebih dari 475 kelompok etnik. Keragaman populasi ini sangat terkait
dengan Iatar belakang genetik manusia dan pola migrasi purba, dan diduga
mempengaruhi epidemiologi molekul VHB yang tergambarkan dalam distribusi
genotipe dan subtipe VHB di Indonesia. Sampai saat ini Iaporan tentang genotipe
VHB di Indonesia masih sangat terbatas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencan bukti bahwa polimorfisme Sekuens Pre-
S2 dapat digunakan untuk penentuan genotipe VHB dan
subgenotipenya, mempelajari hubungan antara genotipe dan serotipe VHB,
menentukan pola distribusi genotipe VHB di Indonesia dan kaitan genotipe VHB
derlgan migrasi populasi manusia, Serta mengembangkan prinsip metode praktis
penentuan genotipe berdasarkan polimorlisme di daerah Pre-S2. Peneiitian ini
dilakukan pada 11 populasi Indonesia, terdiri dari 8 populasi sehat yaitu populasi
Batak-Karo, Dayak Benuaq (mewakili Indonesia bagian barat); populasi Makassar,
Mandar, Toraja dan Kajang (mewakili populasi Indonesia Timur - Sulawesi);
populasi Alor dan Sumba (mewakili populasi Nusa Tenggara Timur), dan 3
keiompok pasien hepatitis B dari Sumatera, Jawa dan Cina Indonesia.

Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang persisten.
Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu
berkisar dari 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan
dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di
bawah standar. Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India,
menunjukkan sudah memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian
besar infeksi HAV didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik atau
sekurangnya aniktertik.
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di
Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk dalam  kelompok
negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara Asia
diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan
jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi pada bulan
kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting
untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HBsAg positif namun jika HBeAg
dalam darah negative, maka daya tularnya menjadi rendah. Data di Indonesia telah
dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari hasil pemantauan pada
66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi yang mendapat penularan secara vertical
adalah sebanyak 22 bayi (45,9%).1
Prevalensi anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia
menunjukkan angka di antara 0,5%-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada
hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5%-46,4%) menempati
urutan kedua setelah hepatitis A akut (39,8%-68,3%) sedangkan urutan ketiga
ditempati oleh hepatitis B (6,4%-25,9%). Untuk hepatitis D, walaupun infeksi
hepatitis ini erat hubungannya dengan infeksi hepatitis B, di Asia Tenggara dan
Cina infeksi hepatitis D tidak biasa dijumpai pada daerah dimana prevalensi
HBsAg sangat tinggi. Laporan dari Indonesia pada tahun 1982 mendapatkan hasil
2,7% (2 orang) anti HDV positif dari 73 karier hepatitis B dari donor darah. Pada
tahun 1985, Suwignyo dkk melaporkan, di Mataram, pada pemeriksaan terhadap
90 karier hepatitis B, terdapat satu anti HDV positif (1,1%).1
Hepatitis E (HEV) di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Sintang
Kalimatan Barat yang diduga terjadi akibat pencemaran sungai yang digunakan
untuk aktivitas sehari-hari. Didapatkan HEV positif sebanyak 28/82 (34,1%).
Letupan kedua terjadi pada tahun 1991, hasil pemeriksaan menunjukkan HEV
positif 78/92 orang (84,7%). Di daerah lain juga ditemukan adanya HEV seperti di
kabupaten Bawen, Jawa Timur. Pada saat terjadi letupan tahun 1992, ditemukan 2
kasus HEV dari 34 sampel darah. Dari rumah sakit di Jakarta ditemukan 4 kasus
dari 83 sampel.

Hepatitis adalah peradangan pada hati karena toxin, seperti kimia atau obat
ataupun agen penyebab infeksi. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan
disebut "hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut
"hepatitis kronis".
6. Virus hepatitis A
Virus hepatitis A terutama menyebar melalui vecal oral. Penyebaran ini terjadi
akibat buruknya tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi
wabah yang penyebarannya terjadi melalui air dan makanan.
7. Virus hepatitis B
Penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ditularkan melalui
darah atau produk darah. Penularan biasanya terjadi di antara para pemakai obat
yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau di antara mitra seksual (baik
heteroseksual maupun pria homoseksual).
Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi
selama proses persalinan. Hepatitis B bisa ditularkan oleh orang sehat yang
membawa virus hepatitis B. Di daerah Timur Jauh dan Afrika, beberapa kasus
hepatitis B berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis dan kanker hati.
5. Virus hepatitis C
Menyebabkan minimal 80% kasus hepatitis akibat transfusi darah. Virus hepatitis
C ini paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan jarum
bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual. Untuk alasan
yang masih belum jelas, penderita "penyakit hati alkoholik" seringkali menderita
hepatitis C.
1. Virus hepatitis D
Hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D ini
menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki risiko tinggi
terhadap virus ini adalah pecandu obat.
▪ Virus hepatitis E
Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang
hanya terjadi di negara-negara terbelakang.
▪ Virus hepatitis G
Jenis baru dari virus hepatitis yang telah terdeteksi baru-baru ini.
Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis :
▪ Virus Mumps
▪ Virus Rubella
▪ Virus Cytomegalovirus
▪ Virus Epstein-Barr
Virus Herpes

Hepatitis A
Virus hepatitis A adalah suatu penyakit dengan distribusi global. Prevalensi infeksi
yang ditandai dengan tingkatan antibody anti-HAV telah diketahui secara universal
dan erat hubungannya dengan standar sanitasi/kesehatan daerah yang
bersangkutan. Meskipun virus hepatitis A ditularkan melalui air dan makanan yang
tercemar, namun hampir sebagian besar infeksi HAV didapat melalui transmisi
endemic atau sporadic yang sifatnya tidak begitu dramatis.3
Epidemiologi dan transmisi VHA mencakup beberapa faktor sebagai berikut :
Variasi musim dan geografi. Di daerah dengan 4 musim, infeksi VHA terjadi
secarea epidemic musiman yang puncaknya biasanya terjadi pada akhir musim
semi dan awal musim dingin. Penurunan kejadian VHA  akhir-akhir ini telah
menunjukan bahwa infeksi VHA terbatas pada kelompok social tertentu yaitu
kelompok turis yang sering bepergian, sehingga variasi musiman sudah tidak
begitu menonjol lagi. Di daerah tropis puncak insiden yang pernah dilaporkan
cenderung untuk terjadi selama musim hujan dan pola epidemic siklik berulang
setiap 5-10 tahun sekali, yang mirip dengan penyakit virus lain.3
Usia Insidens. Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap infeksi VHA.
Insidens tertinggi pada populasi orang sipil, anak sekolah, tetapi dibanyak negara
di Eropa Utara dan Amerika Utara ternyata sebagian kasus terjadi pada orang
dewasa. Di negara berkembang dimana kondisi hygiene dan sanitasi sangat rendah,
paparan universal terhadap VHA teridentifikasi dengan adanya prevalensi anti-
VHA yang sangat tinggi pada tahun pertama kehidupan dan tentu saja gambaran
usia prevalensi anti-HAV benar-benar tergantung pada kondisi-kondisi sosio-
ekonomi sebelumnya. Peningkatan prevalensi anti-HAV yang berhubungan dengan
umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan dibawah
standar.3
Di negara-negara yang maju secara kontras diketahui bahwa insidens infeksi virus
hepatitis A telah menurun dalam beberapa tahun terakhir ini dan telah beralih ke
usia yang lebih tua, hal ini disebabkan kondisi secara social dan ekonomi lebih
baik, begitu pula hygiene dan sanitasi. Seperti di negara-negara lain di dunia di
Indonesia pun hepatitis A merupakan masalah kesehatan. Berdasarkan data yang
berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-
kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8%-68,3 kemudan disusul
oleh hepatitis non A-non B sekitar 15,5%-46,4% dan hepatitis B 6,4%-25,9%.3

Etiologi
Virus hepatitis A merupakan partikel dengan ukuran diameter 27 nanometer
dengan bentuk kubus simetrik tergolong virus hepatitis terkecil, termasuk golongan
pikornavirus. Ternyata hanya terdapat satu serotype yang dapat menimbulkan
hepatitis pada manusia. Dengan mikroskop electron terlihat virus tidak memiliki
mantel, hanya memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri khas dari antigen
virus hepatitis A.3
Seuntai molekul RNA terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA ini disebut viral
protein genomik (VPg) yang berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati.
Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat
terjadi dalam sel epitel usus dan epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di
tinja berasal dari empedu yang dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya,
melalui sel saluran empedu dan dari sel epitel usus. Virus hepatitis A sangat stabil
dan tidak rusak dengan perebusan singkat dan tahan terhadap panas pada suhu
60ºC selama ± 1 jam. Stabil pada suhu udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap
pH asam dan asam empedu memungkinkan VHA melalui lambung dan dikeluarkan
dari tubuh melalui saluran empedu

Masa Inkubasi dan Transmisi


Penelitian pada sukarelawan memperlihatkan masa inkubasi hepatitis A akut
bervariasi antara 14 hari sampai 49 hari, dengan rata-rata 30 hari. Penularan
hepatitis A yang paling dominan adalah melalui faecal-oral. Umumnya penularan
dari orang ke orang. Kemungkinan penularannya didukung oleh faktor higienis
pribadi penderita hepatitis.Penularan hepatitis A terjadi secara faecal-oral yaitu
melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh virus hepatitis A. Untuk
kelompok homoseksual amat mungkin cara penularan adalah fecal-anal-oral.
Ditinjau dari kelompok umur, makin bertambah usia making tinggi kemungkinan
sudah memiliki antibody secara alamiah terjadi baik setelah terinfeksi dengan
bergejala maupun yang asimtomatik.3
Gejala Klinis3
Hepatitis A merupakan penyakit yang terutama menyerang anak dan dewasa muda.
Pada fase akut hepatitis A umumnya 90% asimtomatik atau bentuk yang ringan dan
hanya sekitar 1% yang timbul ikterus.
Pada anak manifestasinya sering kali asimtomatk dan anikterik. Gejala dan
perjalanan klinis hepatitis virus akut secara umum dapat dibedakan dalam 4
stadium :
1. Masa Tunas. Lamanya viremia pada hepatitis A 2-4 Minggu. 2. Fase pra-
ikterik/prodromal. Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat berlangsung 2-7 hari,
gambaran sangat bervariasi secara individual seperti ikterik, urin berwarna gelap,
lelah/lemas, hilang nafsu makan, nyeri & rasa tidak enak di perut, tinja berwarna
pucat, mual dan muntah, demam kadang-kadang menggigil, sakit kepala, nyeri
pada sendi, pegal-pegal pada otot, diare dan rasa tidak enak di tenggorokan.
Dengan keluhan yang beraneka ragam ini sering menimbulkan kekeliruan pada
waktu mendiagnosis, sering diduga sebagai penderita influenza, gastritis maupun
arthritis. 3. Fase Ikterik. Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya
setelah demam turun penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning pekat
seperti air teh ataupun tanpa disadari, orang lain yang melihat sclera mata dan
kulitnya berwarna kekuning-kuningan. Pada fase ini kuningnya akan meningkat,
menetap, kemudian menurun secara perlahan-lahan, hal ini bisa berlangsung
sekitar 10-14 hari. Pada stadium ini gejala klinis sudah mulai berkurang dan pasien
merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan kuning
yang nyata dan bisa berlangsung lama dan 4. Fase penyembuhan. Fase
penyembuhan dimulai dengan menghilangkan sisa gejala tersebut diatas, ikterus
mulai menghilang, penderita merasa segar kembali walau mungkin masih terasa
cepat capai.
Umumnya, masa penyembuhan sempurna secara klinis dan biokimia memerlukan
waktu sekitar 6 bulan. Menurut Koff (1992) pada beberapa kasus dapat terjadi
penyimpangan : sebanyak 20% penderita memperlihatkan perjalanan yang
polifasik, setelah penderita sembuh terjadi lagi peningkatan SGPT. Dilaporkan 50-
90 hari setelah timbul keluhan dan hepatitis kolestasis timbul pada sebagian kecil
kasus dimana terjadi peningkatan kembali bilirubin serum yang baru menghilang 2-
4 bulan kemudian (prolonged cholestasis) hepatitis fulminant, merupakan
komplikasi yang sangat jarang kurang dari 1%, kematiannya yang tinggi
tergantung dari usia penderita.

Patogenesis3
Antigen hepatitis A dapat ditemukan dalam sitoplasma sel hati segera sebelum
hepatitis akut timbul. Kemudian, jumlah virus akan menurun setelah timbul
manifestasi klinis, baru kemudian muncul IgM anti HAV spesifik. Kerusakan sel-
sel hati terutama terjadi karena viremia yang terjadi dalam waktu sangat pendek
dan terjadi pada masa inkubasi. Serngan antigen virus hepatitis A dapat ditemukan
dalam tinja 1 minggu setelah ikterus timbul. Kerusakan sel hati disebabkan oleh
aktifasi sel T limfosit sitolitik terhadap targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A.
Pada keadaan  ini ditemukan HLA-Restricted Virus specific cytotoxic CD8+ T Cell
di dalam hati pada hepatitis virus A yang akut. Gambaran histologis dari sel
parenkim hati yaitu terdapatnya nekrosis sel hati berkelompok, dimulai dari senter
lobules yang diikuti oleh infiltrasi sel limfosit, makrofag, sel plasma, eosinofil, dan
neutrofil. Ikterus terjadi sebagai akibat hambatan aliran empedu karena kerusakan
sel parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin direct dan indirect dalam serum.
Ada 3 kelompok kerusakan yaitu di daerah portal, di dalam lobules, dan di dalam
sel hati. Dalam lobules yang mengalami nekrosis terutama yang terletak di bagian
sentral. Kadang-kadang hambatan aliran empedu ini mengakibatkan tinja berwarna
pucat seperti dempul (faeces acholis) dan juga terjadi peningkatan enzim fosfatase
alkali, 5 nukleotidase dan gama glutamil transferase (GGT). Kerusakan sel hati
akan menyebabkan pelepasan enzim transminase ke dalam darah. Peningkatan
SGPT memberi petunjuk adanya kerusakan sel parenkim hati lebih spesifik
daripada peningkatan SGOT, karena SGOT juga akan meningkat bila terjadi
kerusakan pada myocardium dan sel otot rangka. Juga akan terjadi peningkatan
enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada kerusakan sel hati. Kadang-kadang
hambatan aliran empedu (cholestasis) yang lama menetap setelah gejala klinis
sembuh.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gejala klinis dan dibantu dengan sarana
penunjang pemeriksaan laboratorium. Anamnesa : gejala prodromal, riwayat
kontak. Pemeriksaan jasmani : warna kuning terlihat lebih mudah pada sclera,
kulit, selaput lendir langit-langit mulut, pada kasus yang berat (fulminant).
Didapatkan mulut yang berbau spesifik (foeter hepaticum). Pada perabaan hati
membengkak, 2 sampai 3 jari di bawah arcus costae, konsistensi lunak, tepi tajam
dan sedikit nyeri tekan. Perkusi pada abdomen kuadran kanan atas, menimbulkan
rasa nyeri dan limpa kadang-kadang membesar, teraba lunak. Pemeriksaan
laboratorium : tes fungsi hati (terdapat peninggian bilirubin, SGPT dan kadang-
kadang dapat disertai peninggian GGT, fosfatase alkali), dan tes serologi anti
HAV, yaitu IgM anti HAV yang positif.

Laboratorium

Untuk menunjang diagnosis perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium yaitu


dengan timbulnya gejala, maka anti-HAV akan menjadi positif. IgM anti-HAV
adalah subkelas antibody terhadap HAV. Respons inisial terhadap infeksi HAV
hampir seluruhnya adalah IgM. Antibodi ini akan hilang dalam waktu 3-6 bulan.
IgM anti-HAV adalah spesifik untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi hepatitis A
akut. Infeksi yang sudah lalu atau adanya imunitas ditandai dengan adanya anti-
HAV total yang terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM anti-HAV. Antibodi IgG akan
naik dengan cepat setelah virus dieradikasi lalu akan turun perlahan-lahan setelah
beberapa bulan. Petanda anti-HAV berguna bagi penelitian epidemiologis dan
status imunitas.

Pencegahan
Lamanya penyembuhan yang kadang-kadang memerlukan waktu sampai 4-6 bulan
sampai tes faal hati menjadi normal, faktor ini yang akan menyebabkan kerugian
dalam hal kehilangan produktivitas kerja, dan pada anak-anak tentu saja tertinggal
dalam hal pelajaran, juga biaya perawatan yang tinggi. Bila dilakukan analisa
manfaat biaya tentu saja akan lebih ekonomis kalau dilakukan suatu usaha
pencegahan, pertama dengan pola hidup yang baik dan bersih dan usaha kedua
dengan imunisasi.
-Upaya Preventif umum4
Upaya preventif umum ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak
sederhana, tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan
dampak epidemiologis yang positif karena terbukti sangat efektif dalam memotong
rantai penularan hepatitis A.
a.       Perbaikan hygiene makanan-minuman. Upaya ini mencakup memasak air
dan makanan sampai mendidih selama minimal 10 menit, mencuci dan mengupas
kulit makanan terutama yang tidak dimasak, serta meminum air dalam kemasan
(kaleng / botol) bila kualitas air minum non kemasan tidak meyakinkan.
b.      Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi. Berlandaskan pada peran
transmisi fekal-oral HAV. Faktor hygiene-sanitasi lingkungan yang berperan
adalah perumahan, kepadatan, kualitas air minum, sistem limbah tinja, dan semua
aspek higien lingkungan secara keseluruhan. Mencuci tangan dengan bersih
(sesudah defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-celana), ini semua
sangat berperan dalam mencegah transmisi VHA.
c.       Isolasi pasien. Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu. Pasien
diisolasi segera setelah dinyatakan terinfeksi HAV. Anak dilarang datang ke
sekolah atau ke tempat penitipan anak, sampai dengan dua minggu sesudah timbul
gejala. Namun demikian, upaya ini sering tidak banyak menolong karena virus
sudah menyebar jauh sebelum yang bersangkutan jatuh sakit.

-Upaya Preventif Khusus4


Pencegahan secara khusus dengan imunisasi. Cara pemberian imunisasi yaitu
secara pasif dan aktif. Imunitas secara pasif diperoleh dengan memberikan
imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh
atau baru saja mendapat vaksin. Kekebalan ini tidak akan berlangsung lama karena
akan dimetabolisme oleh tubuh. Pencegahan ini dapat digunakan segera pada
mereka yang telah terpapar kontak atau sebelum kontak (pada wisatawan yang
ingin pergi ke daerah endemis). Pemberian dengan menggunakan HB-Ig (Human
Normal Imunoglobulin), dosis yang dianjurkan adalah 0,02 mL/kg BB, diberikan
dalam kurun waktu tidak lebih dari satu minggu setelah kontak, dan berlaku untuk
2 bulan.   United States Public Health Advisory Committee menganjurkan bagi
mereka yang melakukan kunjungan singkat kurang dari 2 bulan, dosis HB-Ig 0,02
mL/kg BB, sedangkan bagi mereka yang berpergian lebih lama dari 4 bulan,
diberikan dosis 0,08 mL/kg BB Bagi mereka yang sering berpegian ke daerah
endemis, dianjurkan untuk memeriksakan total anti-HAV. Jika hasil laboratorium
yang didapat positif, tidak perlu lagi pemberian imunoglobulin, dan tentu saja bila
hasil laboratorium negatif sebaiknya diberikan imunisasi aktif sehingga kekebalan
yang akan didapat tentu akan lebih bertahan lama.
            Vaksin hepatitis A yang tersedia saat ini adalah vaksin hidup yang
dilemahkan (live attenuated). Perkembangan pembuatan vaksin tergantung kepada
strain virus yang diisolasi yang harus tumbuh dengan baik dan dapat memberikan
antigen yang cukup. Sejak tahun 1993 Report of the committee on Infectious
Disease mengizinkan penggunaan beberapa vaksin yaitu Havrix, Avaxim, dan
Vaqta. Di Indonesia telah dipasarkan sejak tahun 1993 oleh Smith Kline Beecham,
dengan nama dagang HAVRIX, tiap kemasan satu flacon berisi standar dosis satu
ml (720 Elisa Unit) dengan pemakaian pada orang dewasa satu flacon dan pada
anak kurang dari 10 tahun cukup setengah dosis. Jadwal yang dianjurkan adalah
sebanyak 3 kali pemberian yaitu 0,1,6 bulan.

Hepatitis B
Infeksi virus hepatitis B (VHB) masih merupakan masalah yang besar di Indonesia
karena prevalensi yang tinggi dan komplikasinya. Di daerah dengan endemic
tinggi, infeksi VHB biasanya terjadi melalui infeksi perinatal atau pada awal masa
kanak-kanak. VHB sendiri biasanya tidak sitopatik. Infeksi kronik VHB
merupakan suatu proses dinamis dengan terjadi interaksi antara virus, hepatosit dan
sistem imun manusia.3
Perjalanan penyakit hepatitis B kronik dengan HBeAg, HBV DNA positif di
wilayah Asia-Pasifik masih belum banyak diteliti, namun reaktivasi hepatitis dan
progresivitas penyakit memang dapat terjadi. Telah ditemukan di bidang biologi
molekuler bahwa untuk pathogenesis VHB ada peran covalently closed circular
DNA (cccDNA) dalam terjadinya infeksi kronik VHB yang menetap.3
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah (penerima
produk darah, pasien hemodialisa, pekerja kesehatan atau terpapar darah). Virus
hepatiitis B ditemukan di cairan tubuh yang memiliki konsentrasi virus hepatitis B
yang tinggi seperti semen, sekret servikovaginal, saliva, dan cairan tubuh lainnya
sehingga cara transmisi hepatitis B yaitu transmisi seksual. Cara transmisi lainnya
melalui penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa yaitu alat-alat yang tercemar
virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, tato, akupuntur,
tindik, alat kedokteran, dan lain-lain. Cara transmisi lainnya yaitu transmisi
maternal-neonatal, maternal-infant, akan tetapi tidak ada bukti penyebaran fekal-
oral.1,5
Etiologi
Virus Hepatitis B5
            Virus hepatitis B adalah virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm
memiliki lapisan permukaan dan bagian inti dengan masa inkubasi sekitar 60
sampai 90 hari. Terdapat 3 jenis partikel virus yaitu : (1) Sferis dengan diameter 17
– 25 nm dan terdiri dari komponen selubung saja dan jumlahnya lebih banyak dari
partikel lain. (2) Tubular atau filamen, dengan diameter 22 – 220 nm dan terdiri
dari komponen selubung. (3) Partikel virion lengkap atau partikel Dane terdiri dari
genom HBV dan berselubung, diameter 42 nm.
            Protein yang dibuat oleh virus ini bersifat antigenik serta memberi
gambaran tentang keadaan penyakit (pertanda serologi khas) adalah : (1) Surface
antigen atau HBsAg yang berasal dari selubung, yang positif kira-kira 2 minggu
sebelum terjadinya gejala klinis. (2) Core antigen atau HBcAg yang merupakan
nukleokapsid virus hepatitis B. (3) E antigen atau HBeAg yang berhubungan erat
dengan jumlah partikel virus yang merupakan antigen spesifik untuk hepatitis B.

  
Patogenesis
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah,
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi replikasi virus. Selanjutnya sel-sel
hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk
bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB
merangsang respon imun tubuh, yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun
spesifik.
            VHB merangsang pertama kali respon imun non-spesifik ini (innate
immune response) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa
menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi
HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
            Untuk prosese eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik
yaitu dengan mengaktivasi limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor T tersebut dengan kompleks peptida VHB-MHC
kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding
APC (Antigen Precenting Cell) dan dibantu dengan rangsangan sel T CD4+ yang
sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas
II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan  dinding sel
hati dan menjadi antigen sasaran respon imun adalah peptida kapsid, yaitu HBcAg
atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada dalam
neksrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme
sitolitik. Disamping itu dapat juga terrjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan
sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon Gamma dan TNF alfa (Tissue
Necroting Factor) yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
            Aktivitas sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, dan anti HBe. Fungsi anti-HBs
adalah netralisasi partikel VHB bebas akan mencegah masuknya virus ke dalam
sel. Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.
Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-HBs. Buktinya pada
pasien Hepatitis B Kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti-HBs yang tidak
bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti-HBs bersembunyi
dalam kompleks dengan HBsAg.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang
menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor viral maupun faktor pejamu.
Setelah terinfeksi VHB, penanda virologis pertama yang terdeteksi dalam serum
adalah HBsAg. HBsAg dalam sirkulasi mendahului peningkatan aktivitas
aminotransferase serum dan gejala-gejala klinis dan tetap terdeteksi selama
keseluruhan fase ikterus atau simtomatis dari hepatitis B akut atau sesudahnya.
Pada kasus yang khas HBsAg tidak terdeteksi dalam 1 hingga 2 bulan setelah
timbulnya ikterus dan jarang menetap lebih dari 6 bulan. Setelah HBsAg hilang,
antibodi terhadap HBsAg (Anti-HBs) terdeteksi dalam serum dan tetap terdeteksi
sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya.
Karena HBcAg terpencil dalam mantel HBsAg, maka HBcAg tidak terdeteksi
secara rutin dalam serum pasien dengan infeksi VHB. Di lain pihak, antibodi
terhadap HBcAg (anti-HBC) dengan cepat terdeteksi dalam serum, dimulai dalam
1 hingga 2 minggu pertama setelah timbulnya HBsAg dan mendahului
terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa bulan. Karena terdapat variasi dalam
waktu timbulnya anti-HBs setelah infeksi, kadang terdapat suatu tenggang waktu
beberapa minggu atau lebih yang memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya
anti-HBs. Selama “periode jendela” (window period) ini, anti-HBc dapat menjadi
bukti serologi pada infeksi VHB yang sedang berlangsung, dan darah yang
mengandung anti-HBc tanpa adanya HBsAg dan anti-HBs telah terlibat pada
perkembangan hepatitis B akibat transfusi.
Perbedaan antara infeksi VHB yang sekarang dengan yang terjadi di masa lalu
dapat diketahui melalui penentuan kelas imunoglobulin dari anti-HBc. Anti-HBC
dari kelas IgM (IgM anti-HBc) terdeteksi selama 6 bulan pertama setelah infeksi
akut. Oleh karena itu, pasien yang menderita hepatitis B akut yang baru terjadi,
termasuk mereka yang terdeteksi anti-HBc dalam periode jendela memilik IgM
anti-HBc dalam serumnya. Pada pasien yang menderita VHB kronik, anti-HBc
terutama dari kelas IgG yang terdapat dalam serum. Umumnya orang yang telah
sembuh dari hepatitis B, anti-HBs dan anti-HBc nya menetap untuk waktu yang
tidak terbatas.

Gejala Klinis
Gejala hepatitis B amat bervariasi dari tanpa gejala sampai gejala yang berat seperti
muntah darah dan koma. Pada hepatitis akut gejala amat ringan dan apabila ada
gejala, maka gejala itu seperti gejala influenza. Gejala itu berupa demam ringan,
mual, lemas, hilang nafsu makan, mata jadi kuning, kencing berwarna gelap, diare
dan nyeri otot. Pada sebagian kecil gejala dapat menjadi berat dan terjadi fulminan
hepatitis yang mengakibatkan kematian. Infeksi hepatitis B yang didapatkan pada
masa perinatal dan balita biasanya asimtomatik dan dapat menjadi kronik pada
90% kasus. Sekitar 30% infeksi hepatitis B yang terjadi pada orang dewasa akan
menimbulkan ikterus dan pada 0,1-0,5% dapat berkembang menjadi fulminan.
Pada orang dewasa 95% kasus akan sembuh dengan sempurna yang ditandai
dengan menghilangnya HBsAg dan timbul anti HBs.
Infeksi kronik ditandai oleh persistensi HBsAg dan anti HBc dan serum HBV DNA
dapat terdeteksi lebih dari 6 bulan dengan menggunakan pemeriksaan non PCR.
Pada hepatitis kronik B ada 3 fase yaitu fase imunotoleran, fase replikatif, dan fase
integrasi. Pada fase imunotoleran akan didapatkan HBsAg serta HBeAg di dalam
serum serta titer HBV DNA nya tinggi akan tetapi ALT normal. Pada fase ini
gejala bisa timbul dan terjadi peningkatan aminotransferase yang nantinya akan
diikuti dengan terdapatnya anti-HBe (serokonversi). Pada fase non replikatif akan
ditemukan HBV DNA yang rendah dan anti-HBe positif. Fase non replikatif ini
sering pula disebut dengan keadaan pengidap tidak aktif dan dapat pula terjadi pada
keadaan ini resolusi hepatitis B sehingga HBsAg tidak terdeteksi lagi. Pada
beberapa pasien dapat pula ditemukan serokonversi HBeAg yang diakibatkan oleh
karena mutasi dari virus. Pada kelompok pasien ini mungkin pula akan ditemukan
peningkatan kadar HBV DNA yang disertai pula peninggian ALT.
Apabila seorang terinfeksi hepatitis B pada usia yang lebih lanjut biasanya gejala
peradangannya singkat dan gejala penyakit tidak berat. Pada fase nonreplikatif
masih dapat ditemukan replikasi virus hepatitis B akan tetapi sangat sedikit sekali
karena ditekan oleh respons imun penderita. Sebagian pasien dengan antigen
negative dapat menjadi aktif kembali akan tetapi dengan e antigen tetap negatif.
Jadi karena itu terdapat 2 jenis hepatitis kronik B yaitu hepatitis B kronik dengan
HBeAg positif dan hepatitis B kronik dengan HBeAg negative. Pasien yang
mengalami infeksi perinatal dapat pula menjadi hepatitis kronik dengan HBeAg
yang positif disertai dengan peningkatan ALT akan tetapi sesudah waktu yang
cukup lama (10-20/tahun).
Serokonvesi HBeAg biasanya akan diikuti membaiknya keadaan biokimiawi dan
histology. Serokonveri e antigen menjadi e antibody dapat terjadi pada 50-70%
pasien yang mengalami peninggian ALT dalam waktu 5-10 tahun setelah
terdiagnosis. Biasanya hal ini akan terjadi pada orang dengan usia yang lebih
lanjut, dan perempuan dan ALT nya tinggi.
Pada umumnya apabila terjadi serokonversi, maka gejala hepatitisnya juga menjadi
tidak aktif walaupun pada sebagian kecil masih ada gangguan biokimiawi dan
aktivitas histology serta peningkatan kadar HBV DNA. Infeksi HBsAg inaktif
ditandai oleh HBsAg-positif, anti HBe dan tidak terdeteksinya HBV DNA serta
ALT normal. Meskipun demikian kadang-kadang masih didapatkan sedikit tanda
peradangan pada pemeriksaan patologi anatomic. Apabila serokonversi terjadi
sesudah waktunya cukup lama dapat pula ditemukan gejala kelainan pada sediaan
patologi anatomik.

Diagnosis
Diagnosis hepatitis B ditegakkan dengan pemeriksaan biokimia dan serologic dan
apabila diperlukan dengan pemeriksaan histopatologik. Pada hepatitis B akut akan
ditemukan peningkatan ALT yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan
AST dengan kadar ALT nya 20-50 kali normal. Ditemukan pula IgM anti HBc di
dalam darah selain HBsAg, HBeAg dan HBV DNA.
Pada hepatitis kronik peninggian ALT adalah sekitar 10-20 Batas Atas Nilai
Normal (BANN) dengan ratio de Ritis (ALT/AST) sekitar 1 atau lebih. Disamping
itu IgM anti-HBc juga negative.
Diagnosis hepatitis B kronik dipastikan dengan pemeriksaan patologi anatomik,
disamping mungkin pula dengan pemeriksaan fibrotest. Pencitraan dengan USG
atau CT scan dapat membantu bila proses sudah lanjut.

Laboratorium
(dikutip dari Current Medical Diagnose and Treatment)
Pada hepatitis B akut simptomatik pola serologisnya, HbsAg mulai timbul pada
akhir masa inkubasi kira-kira 2-5 minggu sebelum ada gejala klinik dan titernya
akan meningkat setelah tampak gejala klinis dan menetap selama 1-5 bulan.
Selanjutnya titer HBsAg akan menurun dan hilang dengan berkurangnya gejala-
gejala klinik. Menetapnya HBsAg sesudah 6 bulan menandakan proses akan
menjadi kronis. Anti-HBs baru timbul pada stadium konvalesensi yaitu beberapa
saat setelah menghilangnya HBsAg, sehingga terdapat masa jendela (window
period) yaitu masa menghilangnya HBsAg sampai mulai timbulnya anti-HBs.
Anti-HBs akan menetap lama, 90% akan menetap lebih dari 5 tahun sehingga dapat
menentukan stadium penyembuhan dan imunitas penderita. Pada masa jendela,
Anti-HBC merupakan pertanda yang penting dari hepatitis B akut. Anti-HBC 
mula-mula terdiri dari IgM dan sedikit IgG. IgM akan menurun dan menghilang
dalam 6-12 bulan sesudah sembuh, sedangkan IgG akan menetap lama dan dapat
dideteksi dalam 5 tahun setelah sembuh.5
HBeAg timbul bersama-sama atau segera sesudah HBsAg. Ditemukannya HBeAg
menunjukkan jumlah virus yang banyak. Jangka waktu HBeAg positif lebih
singkat daripada HBsAg. Bila HBeAg masih ada lebih dari 10 minggu sesudah
timbulnya gejala klinik, menunjukkan penyakit berkembang menjadi kronis.
Serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe merupakan prognosis yang baik yang
akan diikuti dengan penyembuhan penyakitnya.5
            Pada infeksi hepatitis B asimtomatik, pemeriksaan serologis menunjukkan
kadar HBsAg dan HbeAg yang rendah untuk waktu singkat, bahkan seringkali
HBsAg tidak terdeteksi.  Menghilangnya HBsAg segera diikuti dengan timbulnya
anti-HBs dengan titer yang tinggi dan lama dipertahakan. Anti-HBc dan anti-Hbe
juga timbul tetapi tidak setinggi titer anti-HBs. Lima sampai sepulu persen yang
menderita hepatitis B akut akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Pada tipe ini
HBsAg timbul pada akhir masa inkubasi dengan titer yang tinggi yang akan
menetap dan dipertahankan lama dan dapat sampai puluhan tahun atau seumur
hidup. Anti-HBs tidak akan timbul pada pengidap HBsAg, tetapi sebaliknya anti-
HBc yang terdiri dari IgM dan IgG anti-HBc akan dapat dideteksi dan menetapa
selama lebih dari 2 tahun.

Hepatitis C
Sejak berhasil ditemukannya virus hepatitis C dengan teknik cloning molekuler di
tahun 1989, sejumlah perkembangan yang bermakna telah terjadi dalam
pemahaman mengenai perjalanan alamiah, diagnosis dan terapi infeksi virus
hepatitis C. Dahulu kita hanya mengenal infeksi ini sebagai infeksi virus hepatitis
non-A,non-B, namun saat ini telah diketahui bahwa infeksi yang hanya memiliki
tanda-tanda subklinis ringan ini ternyata memiliki tingkat kronisitas dan
progresifitas kearah sirosis yang tinggi.3
Infeksi virus hepatitis C (HCV) adalah suatu masalah kesehatan global.
Diperkirakan sekitar 170 juta orang di dunia telah terinfeksi secara kronik oleh
HCV. Prevalensi global infeksi HCV adalah 2,9%. Menurut data WHO angka
prevalensi ini amat bervariasi dalam distribusi secara geografi, dengan
seroprevalensi terendah di Eropa sekitar 1% hingga tertinggi 5,3% di Afrika.
Angka seroprevalensi di Asia Tenggara sektiar 2,2% denagn jumlah penderita
sekitar 32,3 juta orang.3
Di Indonesia prevalensi infeksi virus hepatitis C ditemukan sangat bervariasi,
mengingat geografis yang sangat luas. Selain itu terdapat juga variasi hasil
beberapa peneliti sehubungan dengan berbedanya kelompok yang diteliti.3
Hasil pemeriksaan pendahuluan anti-HCV pada donor darah di beberapa tempat di
Indonesia menujukkan bahwa prevalensinya adalah di antara 3,1%-4%. Dengan
bantuan Namru-2 dimana dimungkinkan untuk penggunaan reagen anti-HCV
generasi kedua dan juga bantuan unit PUTD Palang Merah Indonesia, data donor
darah di kota-kota besar menunjukkan prevalensi yang lebih kecil 0,5%-3,37%
dibandingkan data sebelumnya.3
Faktor-faktor yang terkait erat dengan terjadinya infeksi HCV adalah penggunaan
narkoba suntik (injection drug user, IDU) dan menerima tranfusi darah sebelum
tahun 1990. Tingkat ekonomi yang rendah, perilaku seksual resiko tinggi, tingkat
edukasi yang rendah (kurang dari 12 tahun), bercerai atau hidup terpisah dengan
pasangan resmi. Transmisi dari ibu ke anak bisa saja terjadi tatapi lebih sering
terkait dengan adanya ko-infeksi bersama HIV-1 yang alasannya belum jelas.
Transmisi nosokomial berupa penularan dari pasien ke pasientelah dilaporkan
terjadi pada pasien yang mejalan kolonoskopi, hemodialisa dan selama
pembedahan. Akan tetapi tidak terdapat bukti tranmisi fekal-oral.1,7

Etiologi
HCV adalah virus hepatitis yang mengandung RNA rantai tunggal berselubung
glikoprotein dengan partikel sferis, inti nukleokapsid 33 nm, yang dapat diproduksi
secara langsung untuk memproduksi protein-protein virus (hal ini dikarenakan
HCV merupakan virus dengan RNA rantai positif). Hanya ada satu serotipe yang
dapat diidentifikasi, terdapat banyak genotipe dengan distribusi yang bervariasi di
seluruh dunia, misalnya genotipe 6 banyak ditemukan di Asia Tenggara.8
            Genom HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode protein besar sekitar
residu 3000 asam amino. Sepertiga bagian dari poliprotein terdiiri atas protein
struktural. Protein selubung dapat menimbulkan antibodi netralisasi dan sisa dua
pertiga dari poliprotein terdiri atas protein nonstruktural (dinamakan NS2, NS3,
NS4A, NS4B, NS5 B) yang terlibat dalam replikasi HCV. Replikasi HCV sangat
melimpah dan diperkirakan seorang penderita dapat menghasilkan 10 trilion virion
perhari.1,8

Patogenesis
Studi mengenai mekanisme kerusakan sel-sel hati oleh HCV masih belum jelas
karena terbatasnya kultur sel untuk HCV. Namun beberapa bukti menunjukkan
adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati.8
            Protein core misalnya, diperkirakan menimbulkan reaksi pelepasan radikal
oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini mampu berinteraksi pada
mekanisme signaling dalam inti sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi
imunologik dan apoptosis.8
            Jika masuk ke dalam darah maka HCV akan segera mencari hepatosit dan
mengikat suatu reseptor permukaan yang spesifik (reseptor ini belum diidentifikasi
secara jelas). Protein permukaan sel CD81 adalah suatu HCV binding protein yang
memainkan peranan masuknya virus. Protein khusus virus yaitu protein E2
nenempel pada receptor site di bagian luar hepatosit. Virus dapat membuat sel hati
memperlakukan RNA virus seperti miliknya sendiri. Selama proses ini virus
menutup fungsi normal hepatosit atau membuat lebih banyak lagi hepatosit yang
terinfeksi.4
Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya
eliminasi menyeluruh pada infeksi akut. Reaksi inflamasi yang dilibatkan meliputi
rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivitas sel-sel stelata di
ruang disse hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan tenang
(quiescent) kemudian berploriferasi menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas
yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dab berperan
aktif menghasilkan sitokin pro-inflamasi. Proses ini berlangsung terus-menerus
sehingga dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosis hati.8
Sama seperti virus hepatitis lainnya, HCV dapat menyebabkan suatu hepatitis akut
yang sulit dibedakan dengan hepatitis virus akut lain. Gejala hanya dilaporkan
terjadi pada 15% kasus, sehingga diagnosa harus tergantung pada positifnya hasil
pemeriksaan anti-HCV atau pemeriksaan HCV RNA yang biasanya terdeteksi
lebih awal sebelum munculnya antibodi anti-HCV (serokonversi). Dari semua
individu dengan infeksi hepatitis C akut, 75-80% akan berkembang menjadi infeksi
kronik.2

Gejala klinis3
            Sama seperti virus hepatitis yang lain, HCV dapat menyebabkan suatu
penyakit hepatitis akut yang kemungkinannya, sulit dibedakan dengan hepatitis
virus akut lain. Akan tetapi gejala-gejalanya hanya dilaporkan terjadi pada 15%
kasus sehingga, diagnosisnya harus tergantung pada positifnya hasil pemeriksaan
anti-HCV atau pemeriksaan HCV RNA yang biasanya terdeteksi lebih awal
sebelum munculnya antibody anti-HCV (serokonversi)
            Masa inkubasi hepatitis C umumnya sekitar 6-8 minggu (berkisar antara 2-
26 minggu) pada beberapa pasien yang menunjukkan gejala malaise dan jaundice
dialami oleh sekitar 20-40% pasien. Peningkatan kadar enzim hati (SGPT > 5-15
kali rentang normal) terjadi pada hampir semua pasien. Selama masa inkubasi ini,
HCV RNA pasien bisa positif dan meningkat hingga munculnya jaundice. Selain
itu juga bisa muncul gejala-gejala fatique, tidak napsu makan, mual dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas. Dari semua individu dengan hepatitis C akut, 75-
80% akan berkembangmenjadi infeksi kronis.
            Infeksi HCV sangat jarang terdiagnosis pada saat infeksi fase akut.
Manifestasi klinis bisa saja muncul dalam waktu 7-8 minggu (dengan kisaran 2-26
minggu) setelah terpapar dengan HCV, namun sebagian besar penderita umumnya
tidak menunjukkan gejala atau kalaupun ada hanya menunjukkan gejala yang
ringan. Pada kasus-kasus infeksi akut HCV yang ditemukan, gejala-gejala yang
dialami biasanya jaundice, malaise, dan nausea. Infeksi berkembang menjadi
kronik pada sebagian besar penderita dan infeksi kronik biasanya tidak
menunjukkan gejala. Hal ini menyebabkan sangat sulitnya menilai perjalanan
alamiah infeksi HCV.

Laboratorium
Pemeriksaan konvensional untuk mendiagnosis keberadaan antigen HCV tidak
tersedia. HCV RNA petama kali muncul diikuti kenaikan enzim ALT dan diikuti
dengan munculnya anti-HCV. Pemeriksaan antibodi terhadap HCV biasanya
dideteksi menggunakan enzyme immunoassay generasi ke-3 yang banyak
dipergunakan saat ini mengandung protein core yang dapat mendeteksi keberadaan
antibodi dalam waktu 4-10 minggu infeksi. Antibodi anti-HCV masih dapat
terdeteksi selama terapi maupun setelahnya. Uji immunoblot rekombinan (RIBA)
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil yang positif. Pemeriksaan HCV RNA
merupakan pemeriksaan yang paling spesifik dan dapat dipercaya untuk
menunjukkan adanya infeksi HCV. Pemeriksaan HCV-RNA kuantitatif dan
kualitatif didasarkan pada teknik PCR (Polymerase Chain Reactionn).dikutip dari
Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati)

Diagnosa3
Tidak seperti pada hepatitis B, pemeriksaan konvesional untuk mendeteksi
keberadaan antigen-antigen HCV tidaklah tersedia, sehingga pemeriksaan untuk
mendiagnosis infeksi HCV bergantung pada uji serologi untuk memeriksa antibody
dan pemeriksaan molekuler untuk partikel virus. Uji serologi yang berdasarkan
pada deteksi antibody telah membantu mengurangi resiko infeksi terkait transfuse.
Sekali seseorang pernah mengalami serokonversi, biasanya hasil pemeriksaan
serologi akan tetap positif. Namun demikian, kadar antibody anti-HCV nya akan
menurun secara gradual sejalan dengan waktu pada sebagian pasien yang
infeksinya mengalami resolusi spontan.
-Pemeriksaan anti-HCV
Antibodi terhadap HCV biasanya dideteksi dengan metode enzyme immunoassay
yang sangat sensitive dan spesifik. Enzyme immunoassay generasi ke-3 yang
banyak dipergunakan saat ini mengandung protein core dan protein-protein
struktural yang dapat mendeteksi keberadaan antibody dalam waktu 4-10 minggu
infeksi. Antibodi anti-HCV masih tetap dapat terdeteksi selama terapi maupun
setelahnya tanpa memandang respons terapi yang dialami, sehingga pemeriksaan
anti-HCV tidak perlu dilakukan kembali apabila sudah pernah dilakukan
sebelumnya.
Uji immunoblot rekombinan (recombinant immunoblat assay, RIBA) dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi hasil uji enzyme immunoassay yang positif.
Penggunaan RIBA untuk mengkonfirmasi hasil hanya direkomendasikan untuk
setting populasi low-risk seperti pada bank darah. Namun dengan tersedianya
metode enzyme immunoassay yang sudah diperbaiki dan uji deteksi RNA yang
lebih baik saat ini, maka konfirmasi dengan RIBA telah menjadi kurang
diperlukan.

Pencegahan
Tidak ada vaksin yang dapat melawan infeksi HVC. Usaha-usaha yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi yaitu melakukan skriningdan
pemeriksaan terhadap darah dan organ donor, mengiaktivasi virus dari plasma dan
produk-produk plasma, mengimplementasikan tindakan-tindakan untuk mengontrol
infeksi dalam setting pekerja kesehatan, termasuk prosedur sterilisasi yang benar
terhada alat medis dan dentis, dan mempromosikan perubahan tingkah laku pada
masyarakat umum dan pekerja kesehatan unutk mengurangi penggunaan
berlebihan obat-obat suntik dan penggunan cara penyuntikan yang aman, serta
konseling untuk menurunkan risiko pada IDU dan praktek seksual.6

Hepatitis D
            Definisi hepatitis secara umum adalah proses inflamasi pada hati. Hepatitis
dapat disebabkan oleh virus hepatitis. Pada saat ini setidaknya sudah dapat
diidentifikasi beberapa jenis virus hepatitis. Sesuai dengan urutan saat
diidentifikasi, virus-virus tersebut diberi sebutan sebagai virus hepatitis A,B,C,D,
dan E. Semua virus hepatitis diidentifikasi berdasarkan pada hasil pemeriksaan
serologi. Pada tahun 1997, ditemukan antigen inti virus yang sebelumnya belum
pernah diidentifikasi pada hepatosit pasien hepatitis kronik B. Antigen tersebut
ternyata hanya dijumpai bila bersama dengan infeksi virus hepatitis B, tetapi sangat
jarang bersama HBcAg. Selanjutnya antigen tersebut disebut antigen delta. Seperti
banyak antigen virus yang lain, antigen delta juga dapat memacu pembentukkan
antibodi anti-Delta. Pada tahun 1986, cloning dan sequencing VHD berhasil
dilakukan. Dapat dibuktikan bahwa antigen delta merupakan komponen virus yang
unik bila dibandingkan dengan virus hepatitis yang lain. Virus ini bersifat defektif,
untuk melakukan replikasi, membentuk virus baru, ia harus berada bersama dengan
HBsAg. Disebut hepatitis delta bila dapat dibuktikan bahwa penyakit tersebut
disebabkan oleh virus hepatitis delta (VHD). 3
Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV (koinfeksi
atau superinfeksi). Tranmisi virus ini mirip dengan HBV yaitu melalui darah,
permukosal, perkutan parenteral, seksual dan perinatal walaupun jarang. Pada saat
terjadi superinfeksi, titer VHD serum akan mencapai puncak, sekitar 2-5 minggu
setelah inokulasi, dan akan menurun setelah 1-2 minggu kemudian. Hepatitis virus
D endemis di Mediterania, Semenanjung Balan dan bagian Eropa bekas Rusia.(UI,
Centers dor disease control and prevention.6

Etiologi
Virus Delta bila dilihat dari pandangan virology binatang memang merupakan
virus unik. Virus ini termasuk virus RNA yang sangat kecil. Virion VHD hanya
berukuran kira-kira 36 nm tersusun atas genom RNA single stranded dan kira-kira
60 kopi antigen delta yang merupakan satu-satunya jenis protein di kode oleh
VHD. Antigen Delta terdiri dari 2 jenis yakni large (L) dan small (S) Virion VHD
mempunyai kapsul terdiri atas protein yang dihasilkan oleh VHB. Dinding luar
tersebut terdiri atas lipid dan seluruh komponen HBsAg. Komponen HBsAg yang
mendominasi adalah small HBsAg kira-kira sebanyak 95%. Proporsi seperti ini
sangat berbeda dengan proporsi yang terdapat pada VHB. Selain menjadi
komponen utama dinding VHD, HBsAg juga diperlukan VHD untuk transmisi dan
masuk ke hepatosit. HBsAg akan melindungi virion VHD tetapi secara langsung
tidak mempengaruhi replikasi VHD.3

Patogenesis
Mekanisme kerusakan sel-sel hati akibat infeksi VHD belum jelas benar. Masih
diragukan, bahwa VHD mempunyai kemampuan sitopatik langsung terhadap
hepatosit. Replikasi genom VHD justru dapat menghalangi pertumuhan sel, karena
replikasu VHD memerlukan enzim yang diambil dari sel inang. Diduga kerusakan
hepatosit pada hepatitis D akut terjadi akibat jumlah HDAg-S yang berlebihan di
dalam hepatosit. VHB juga berperan penting sebagai kofaktor yang dapat
menimbulkan kerusakan hepatosit yang lebih lanjut.2

Laboratorium
Infeksi VHD hanya terjadi bila bersama-sama dengan infeksi VHB. Pada masa
inkubasi (koinfeksi HVB-HVD), dapat dijumpai HBsAg, HBeAg, dan DNA HVB,
IgM anti HVD, RNA HVD, HDAg, anti HBc akan terdeteksi bila penyakit
berlanjut, anti-HVD terdeteksi pada akhir masa akut dan kemudian akan menurun
titernya setelah penyakit membaik dan semua petanda replikasi virus baik B
maupun D akan menghilang pada masa penyembuhan. Sedangkan IgG maupun
IgM anti-HVD dapat bertahan sampai beberapa bulan bahkan beberapa tahun
setelah sembuh. Superinfeksi VHD-HVB, memberikan tanda : didapatkan tanda
viremia HVD yakni RNA VHD dan HVDAg selama fase preakut, dan selama fase
akut didapatkan IgM anti-HVD dan IgG anti-HVD dalam titer tinggi dan keduanya
dapat bertahan seterusnya pada infeksi persisten.
(dikutip dari CDC)
Gejala klinis
            Infeksi VHD hanya terjadi bila bersama-sama denagn infeksi VHB.
Gambaran klinis secara umum dapat dibagi menjadi: koinfeksi, superinfeksi dan
laten. Disebut koinfeksi bila infeksi VHD terjadi bersama-sama secara simultan
dengan VHB, sedangkan superinfeksi bila infeksi VHD terjadi pada pasien infeksi
kronik VHB. Koinfeksi akan dapat menimbulkan baik hepatitis akut B maupun
hepatitis akut D. Sebagian besar koinfeksi VHB dan VHD akan sembuh spontan.
Kemungkinan menjadi hepatitis kronik D kurang dari 5%. Masa inkubasi hepatitis
akut D sekitar 3-7 minggu. Keluhan pada masa preikterik biasanya merasa lemah,
tak suka makan, mual, keluhan-keluhan seperti flu. Fase ikterus ditandai dengan
feses pucat, urine berwarna gelap dan bilirubin serum meningkat. Keluhan
kelemahan umum dan mual dapat bertahan lama bahkan pada fase penyembuhan.
Superinfeksi VHD pada hepatitis kronik B biasanya akan menimbulkan hepatitis
akut berat, dengan masa inkubasi pendek, dan kira-kira 80%  pasien akan berlanjut
menjadi hepatitis kronik D. Hepatitis kronik D akibat superinfeksi biasanya berat,
progresif, dan sering berlanjut menjadi sirosis hati.3

Diagnosis
Diagnosis secara serologis:
- Infeksi melalui darah.
-      Pasien HBsAg positif dengan:
o   Anti HDV dan atau anti HDV RNA sirkulasi (pemeriksaan belum mendapat
persetujuan)
o   IgM anti HDV dapat muncul sementara.
-          Koinfeksi HBV/HDV
o   HBsAg positif
o   IgM anti HBc positif
o   Anti HDV dan atau HDV RNA
-          Superinfeksi
o   HBsAg positif
o   IgG anti HBc positif
o   Anti HDV dan atau HDV RNA
-          Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya
perbaikan infeksi.
pencegahan
Pencegahan terhadap HVD hanya efektif terhadap mereka yang masih mungkin
dicegah dari infeksi HVB, artinya yang dapat dicegah hanya koinfeksi HVD dan
HVB, sedangkan untuk mencegah superinfeksi hingga saat ini belum ditemukan
cara yang efektif. Saat ini masih dilakukan penelitian terhadap vaksinasi dengan
HDAg-S.6
Hepatitis E
            HEV RNA terdapat dalam serum dan tinja selama fase akut. Hepatitis
sporadik sering terjadi pada anak dan dewasa muda di negara sedang berkembang.
Penyakit ini epidemi dengan sumber penularan melalui air. Pernah dilaporkan
adanya tranmisi maternal-neonatal dan di negara maju sering berasal dari orang
yang kembali pulang setelah melakukan perjalanan, atau imigran baru dari daerah
endemik. Viremia yang memanjang atau pengeluaran di tinja merupakan kondisi
yang tidak sering dijumpai. Penyebaran virus ini diduga disebarkan juga oleh
unggas, babi, binatang buas dan binatang peliharaan yang mengidap virus ini.
Kekebalan sepanjang hidup terjadi setelah fase pemulihan.

Etiologi
HEV merupakan virus RNA dengan diameter 27-34 mm. Pada manusia hanya
terdiri atas satu serotipe dengan empat sampai lima genotipe utama. Genome RNA
dengan tiga overlap ORF (open reading frame) mengkode protein struktural dan
protein non-struktural  yang terlibat pada replikasi HEV. Virus dapat menyebar
pada sel embrio diploid paru akan tetapi replikasi hanya terjadi pada hepatosit.

Patogenesis
            Pada keadaan biasa, tak satupun virus hepatitis bersifat sitopatik langsung
terhadap hepatosit, tetapi merupakan respon imunologik dari host. Lesi morfologik
dari semua tipe hepatitis sama, terdiri dari infiltrasi sel PMN pan lobuler, terjadi
nekrosis sel hati, hiperplasia dari sel-sel kupffer dan membentuk derajat kolestasis
yang berbeda-beda. Regenerasi sek hati terjadi, dibuktikan dengan adanya
gambaran mitotik, sel-sel multinuklear dan pembentukan rosette atau pseudoasinar.
Infiltrasi mononuklear terjadi terutama oleh limfosit kecil, walaupun sel plasma
dan sel eosinofil juga sering tampak. Kerusakan sel hati terdiri dari degenerasi dan
nekrosis sel hati, sel dropout, ballooning dan degenerasi asidofilik dari hepatosit.
Masih belum jelas peranan antibodi IgM dan lama waktu antibodi IgG yang
terdeteksi dalam kaitannya dengan imunitas.2

Gejala klinis
Pada infeksi yang sembuh spontan:
1.      spectrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai
kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut.
2.      Sindrom klinis mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal
yang tidak spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti: malaise, anoreksia, mual
dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk, sakit kepala dan myalgia.
3.      Gejala awal cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV
4.      Demam jarang ditemukan, kecuali pada infeksi HAV.
5.      Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala
anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap.
6.      Icterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya
ringan dan sementara) dapat timbul ketika icterus meningkat.
7.      Pemeriksaan fisik menunjukan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati.
8.      Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien.

Diagnosis dengan Serologi


Diagnosis hepatitis E pada pemeriksaan serologis dengan metode ELISA seperti
anti-HEV, IgG dan IgM anti-HEV dan PCR serum dan kotoran untuk mendeteksi
HEV-RNA serta immunofluorescent terhadap antigen HEV di serum dan sel hati.
(dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati)

Pencegahan
Kemunculan IgG anti HEV pada kontak dengan pasien hepatitis E dapat bersifat
proteksi, akan tetapi efektifitas dari immunoglobulin yang mengandung anti HEV
masih belum jelas. Pengembangan immunoglobulin titer tinggi sedang dilakukan.
Vaksin HEV sedang dalam penelitian klinis pada daerah endemik.6

PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan pada pemeriksaan fisik baru terlihat saat fase ikterik. Tampak ikterus
pada kulit maupun di selaput lendir. Selaput lendir yang mudah dilihat ialah di
sklera mata, palatum molle, dan frenulum lingua. Pada umumnya tidak ada mulut
yang berbau (foeter hepatikum) kecuali pada penderita hepatitis yang berat
misalnya pada hepatitis fulminan. Sangat jarang ditemukan spider nevi, eritema
palmaris, dan kelainan pada kuku (liver nail), jika ditemukan pada fase ikterik
tanda tersebut akan menghilang pada fase konvalesen. Hati teraba sedikit
membesar (sekitar 2-3 cm dibawah arkus koste dan dibawah tulang rawan iga)
dengan konsistensi lembek, tepi yang tajam dan sedikit nyeri tekan terdapat pada +
70% penderita. Ditemukan fist percussion positif (dengan memukulkan kepala
tangan kanan pelan-pelan pada telapak tangan kiri yang diletakkan pada arkus
kostarum kanan penderita dan penderita merasakan nyeri). Kadang-kadang
ditemukan adenopati servikal pada 10-20 % penderita dan teraba limpa yang
lembek sekitar + 20% atau terisinya ruang Traube pada + 30% penderita. Tidak
ditemukan ascites. Tidak banyak ditemukan kelainan pada kulit, kecuali pada
pasien yang mengalami urtikaria yang umumnya bersifat sementara. 2
Penyembuhan sempurna klinis dan biokimia diperkirakan sekitar 1-2 minggu
setelah kasus hepatitis A dan E dan 3-4 bulan setelah ikterus pada kasus yang tidak
mengalami komplikasi. Pada orang dewasa sehat hepatitis B akut yang self-limited
sekitar 95–99%, sedangkan hepatitis C akut yang self-limited hanya sekitar 15%.2

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Urin
Kelainan pertama yang terlihat yaitu adanya bilirubin dalam urin bahkan dapat
terlihat sebelum ikterus timbul. Juga bilirubinuria timbul sebelum kenaikan
bilirubin dalam serum dan kemudian menghilang dalam urin, walaupun bilirubin
serum masih positif. Urobilinogen dalam urin dapat timbul pada akhir fase
preikterus. Pada waktu ikterus sedang menaik, terdapat sangat sedikit bilirubin
dalam intestin, sehingga urobilinogen menghilang dalam urin.

Tinja
Pada waktu permulaan timbulnya ikterus, warna tinja sangat pucat. Analisis tinja
menunjukkan kembali normal, berarti ada proses ke arah penyembuhan.10

Darah
Yang penting ialah perlu diamati serum bilirubin, SGOT, SGPT, dan asam
empedu, seminggu sekali selama diawat di RS. Pada masa preikterik hanya
ditemukan kenaikan dari bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk), walaupun
bilirubin total masih dalam batas normal.10
Pada minggu pertama dari fase ikterik, terdapat kenaikan kadar serum bilirubin
total (baik yang terkonjugasi maupun yang tidak terkonjugasi). Kenaikan kadar
bilirubin bervariasi antara 6-12 mg%, tergantung dari berat ringannya penyakit.
Kenaikan bilirubin total terus meningkat selama 7-10 hari. Umumnya kadar
bilirubin mulai menurun setelah minggu kedua dan fase ikterik, dan mencapai batas
normal pada masa penyembuhan.
Serum transaminase yang perlu diamati adalah SGOT dan SGPT. Pada fase akut
yaitu pada permulaan fase ikterik terdapat kenaikan yang menyolok dari SGOT dan
SGPT, kenaikannya sampai sepuluh kali nilai normal, dan pada keadaan berat
dapat seratus kalinya. Pada minggu kedua dari fase ikterik mulai terdapat
penurunan 50% dari serum transaminase tetapi pada fase penyembuhan nilainya
belum mencapai nilai normal. Nilai normal baru dicapai sekitar 2-3 bulan setelah
timbulnya penyakit. Oleh karena itu serum transaminase digunakan untuk
memantau perkembangan penyakit penderita, dan sebaiknya diperiksa 1-2 bulan
sekali selama berobat jalan. Bila hasilnya setelah 6 bulan tetap meninggi maka
perlu dipikikan kemungkinan menjadi kronis. Pemeriksaan enzim menggunakan
rasio dari De Ritis amat bermanfaat untuk membedakan jenis kerusakan hati. Pada
hepatitis akut rasio SGOT/SGPT adalah 0,4-0,8, sedangkan pada hepatitis kronis
rasio SGOT/SGPT adalah sekitar 1 atau lebih.
Kadar laboratoris lainnya yaitu terdapat sedikit kenaikan fosfatase alkali, yang
bersifat sementara yaitu pada fase akut, untuk selanjutnya kembali pada batas
normal. Bila ditemukan tetap meninggi, maka perlu dipikirkan adanya kolestasis.
Pada umumnya kadar serum protein masih dalam batas-batas normal. Bila terjadi
perubahan serum protein yaitu mulai tampak menurunnya albumin dan menaiknya
globulin berarti penyakitnya menjadi kronis. Selain daripada itu waktu protrombin
dapat digunakan untuk memantau perkembangan hepatitis virus akut, yang
biasanya memiliki nilai normal atau sedikit menaik. Bila hasil waktu protrommbin
tetap sangat memanjang walaupun telah diberikan suntikan vitamin K tidak akan
kembali normal berarti telah menjadi hepatitis fulminan.
Kelainan darah perifer yang ditemuakan pada fase preikterik yaitu terlihat
leukopeni, limfopeni, dan netropeni, merupakan gambaran umum infeksi virus.
Disamping itu terlihat LED menaik, kemudian pada fase ikterik kembali normal,
dan terdapat kenaikan lagi bilamana ikterusnya berkurang, yang kembali normal
lagi pada fase penyembuhan yang sempurna.10
Untuk menentukan penyebab hepatitis virus akut tidak dapat dilihat gejala klinis
dan kelainan laboratorium tersebut di atas. Dan satu-satunya ialah perlu sekali
ditentukan pertanda serologis.10

PROGNOSIS HEPATITIS

Prognosis hepatitis A baik dan pasien dapat sembuh sempurna. Kurang dari 0,4%
dari kasus yang dilaporkan di AS bersifat fatal. Angka kematian akibat hepatitis
fulminan berkisar antara 0,1%-0,2% (Krugman, 1992). Kematian dikaitkan dengan
umur penderita arau apabila ada penyakit hepatitis kronik lain terutama hepatitis
kronik C. Pada hepatitis B akut, sekitar 95–99% pasien akan sembuh sempurna.
Pasien yang lanjut usia dan disertai dengan kelainan medis lain dapat mengalami
penyakit yang berkelanjutan dan dapat menderita hepatitis berat. Prognosis buruk
tampak jika pada penderita ditemukan asites, edema perifer, dan ensefelopati
hepatik. Tambahan lainnya, Waktu protrombin yang memanjang, kadar albumin
serum yang rendah, hipoglikemia, dan tingginya kadar bilirubin serum
mengnandakan penyakit hepatoseluler yang berat. Pasien dengan tanda klinis dan
hasil laboratorium seperti ini perlu mendapatkan tindakan medis yang segera.
Angka kematian pada hepatitis A dan B sangat rendah ( sekitar 0.1%) tapi
meningkat sebanding dengan peningkatan usia dan penyakit medis lain yang
menyertai. Pada pasien dengan hepatitis B yang dirawat di rumah sakit, angka
kematiannya 1%. Hepatitis C pada fase akut tampak lebih ringan dibandingkan
dengan hepatitis B dan lebih sering anikterik. Kematian jarang terjadi, meskipuin
prosentase tingkat kematian tidak diketahui secara pasti. Pada wabah hepatitis A
karena pencemaran air di India dan Asia, angka kematian sekitar  1–2% dan
meningkat menjadi 10–20% pada wanita hamil. Pasien yang terinfeksi hepatitis B
akut dan hepatitis D menurut penelitian tidak memiliki angka kematian yang lebih
tinggi dibandingkan pasien yang hanya terinfeksi hepatitis B akut saja; namun pada
wabah yang terjadi diantara pengguna narkoba suntikan (IDU), dimana terjadi
infeksi HBV dan HDV secara simultan, angka kematian telah meningkat menjadi
sekitar 5%. Pada pasien hepatitis B kronis dengan superinfeksi HDV, terjadi
peningkatan pada kemungkinan terjadinya hepatitis fulminan dan kematian.
Meskipun angka kematian hepatitis D secara pasti belum diketahui, pada karier
hepatitis B, superinfeksi HVD telah meningkatkan angka kematian lebih dari 20%.
Pemeriksaan HBsAg

Salah satu pemeriksaan cepat untuk deteksi  kualitatif Antigen Hepatitis B


permukaan (HbsAg) pada serum atau plasma.

Tujuan Penggunaan
HbsAg tes strip (Serum/plasma) adalah pemeriksaan langsung kromatografi
immunoassay untuk pemeriksaan kualitatif HbsAg dalam serum atau plasma.

Rangkuman
Penyebab hepatitis adalah penyakit sistemik yang terutama berhubungan dengan
hati. Kebanyakan penyebab kasus hepatitis akut  adalah oleh virus Hepatitis A,
Hepatitis B (HBV) atau Virus Hepatitis C. Antigen kompleks ditemukan pada
permukaan HBV yang dikenal dengan HbsAg. Model terdahulu disebut Australian
atau Au antigen.
Adanya HbsAg pada serum atau plasma sebagai indikasi pada infeksi
hepatitis B yang aktif, juga infeksi akut atau kronik. Pada tipikal infeksi hepatitis
B, HbsAg akan dideteksi 2 sampai 4 minggu sebelum kadar ALT menjadi
abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum gejala atau penyakit kuning
berkembang. HbsAg mempunyai 4 subtipe prinsip: adw, ayw , adr dan ayr. Karena
faktor heterogenitas antigenik ada 10 serotipe mayor pada virus hepatitis.
Tes HbsAg  (serum/plasma) pada tes langsung untuk pemeriksaan kualitatif adanya
HbsAg pada spesimen serum atau plasma. Tes ini memanfaatkan kombinasi
antibodi monoklonal dan poliklonal mendeteksi peningkatan kadar HbsAg pada
serum atau plasma.

Prinsip
HBsAg One Step Hepatitis B Surface Antigen Test Strip (Serum/Plasma) adalah
tes kualitatif imunoligi secara aliran lateral untuk mendeteksi HbsAg pada
serum/plasma. Membran dilapisi dengan anti antibodi HBsAg poliklonal di garis
tes. Selama tes berlangsung spesimen serum atau plasma berekasi dengan partikel
yang dilapisi dengan anti-HBsAg antibodi monoklonal. Campuran tersebut akan
bergerak sepanjang membran secara kapilaritas dan bereaksi dengan anti-HBsAg
antibody poliklonal pada membran dan menghasilkan garis berwarna. Munculnya
garis berwarna pada garis tes mengindikasikan hasil positif dan jika tidak ada garis
berwarna pada garis tes menandakan hasil negatif. Sebagai prosedur kontrol, garis
berwarna harus selalu muncul pada garis kontrol yang menandakan volume sampel
cukup dan telah mengisi membran.
Reagen
Tes strip mengandung partikel anti-HBsAg dan anti-HBsAg yang dilapiskan pada
membran.

Pengumpulan dan Persiapan Spesimen


Pisahkan serum atau plasma dari darah.
           HbsAg one step antigen permukaan tes strip hepatitis B (Serum/Plasma)
dapat dilihat menggunakan sempel selain serum atau plasma.
           Pisahkan serum atau plasma darah dari darah sesegera mungkin untuk
menghindari hemolisis. Hanya spesimen yang jernih dan tidak hemolisis yang
dapap digunakan.
           Pengujian harus dilakukan segera setelah specimen telah dikumpulkan.
Jangan tinggalkan spesimen di suhu ruangan untuk memperpanjang periode.
Specimen harus disimpan pada suhu 2o-8o C agar dapat bertahan 3 hari. Untuk
masa penyimpanan yang lama, spesimen harus disimpan dibawah -20oC.
           Bawa specimen ke suhu ruangan lebih dahulu untuk pengujian. Bekuan
spesimen harus sepenuhnya di cairkan dan dicampur dengan baik untuk pengujian.
Spesimen tidak boleh dibekukan dan dicairkan ulang.
           Jika spesimen akan dikirim, spesimen harus dikemas sesuai dengan
federal, negara atau regulasi total untuk pengiriman agen etiologi.

Bahan
Bahan yang disediakan :
           Tes strip
           Kemasan didalam
Bahan yang dibutuhkan tapi tidak disediakan :
           Tempat pengumpulan spesimen
           Centrifuge (hanya untuk plasma)
           Timer

Petunjuk
Pastikan tes strip, spesimen serum atau plasma, dan/atau kontrol agar sama dengan
suhu kamar (15-300C) sebelum pemeriksaan.
1.        Bawa kemasan pada suhu kamar sebelum di buka. Keluarkan tes strip dari
kemasan dan segera gunakan. Hasil terbaik akan diperoleh bila assay dilakukan
dalam satu jam.
2.        Dengan panah menunjuk ke arah spesimen plasma atau serum. Celupkan tes
strip secara vertikal pada serum atau plasma setidaknya selama 10-15 detik. Jangan
melewati garis batas maksimum (MAX) pada tes strip saat mencelupkan tes strip.
Lihat ilustrasi dibawah.
3.        Tempatkan tes strip pada permukaan datar yang tidak dapat menyerap,
mulai hitung waktu dan tunggu sampai garis merah muncul. Hasilnya harus dibaca
pada 15 menit.
Catatan : konsentrasi HbsAg yang rendah akan muncul dalam garis lemah pada
area tes (T) setelah melampaui jangka waktu, oleh karean itu jangan membaca hasil
setelah lebih dari 30 menit. 

Interpretasi
Positif : *Muncul dua garis merah yang berbeda . Satu baris harus dalam daerah
kontrol ( C ) dan garis lain harus dalam daerah tes (T ) .
*Catatan : Intensitas warna merah di wilayah garis uji (T ) akan bervariasi
tergantung pada konsentrasi HBsAg yang hadir dalam spesimen . Oleh karena itu ,
apapun warna merah di wilayah uji ( T) harus dianggap positif .
Negatif : Satu garis merah  muncul di daerah kontrol ( C ) .  Tidak muncul
garis merah atau merah muda di wilayah uji (T ) .
Invalid : Garis kontrol tidak muncul . Volume spesimen yang tidak memadai
atau teknik prosedural yang salah adalah alasan yang paling mungkin untuk
kesalahn ini . Tinjau prosedur dan ulangi tes dengan strip tes baru . Jika masalah
berlanjut , segera hentikan menggunakan test kit  dan hubungi distributor lokal
Anda .

Kualitas
Prosedural kontrol disertakan dalam ujian . Sebuah garis merah muncul di daerah
kontrol ( C ) adalah prosedur kontrol internal. Hal itu menegaskan volume
spesimen yang cukup dan teknik prosedural yang benar .
Standar kontrol ini tidak disertakan dengan kit ini , bagaimanapun , dianjurkan
bahwa kontrol positif ( mengandung 10ng/ml HBsAg ) dan kontrol negatif
(mengandung 0 ng / ml HbsAg ) diuji sebagai praktek laboratorium yang baik
untuk mengkonfirmasi prosedur tes dan untuk memverifikasi kinerja tes baik.

Batasan
1.        HbsAg One Step Hepatitis B Antigen Tet Strip (serum/plama) digunakan
untuk diagnosis in vitro saja. Tes ini dapat digunakan untuk deteksiHBsAg dalam
spesimen serum atau plasma.
2.        HbsAg One Step Hepatitis B Antigen Tet Strip (serum/plama) hanya akan
mengindikaikan adanya HBAg dalam spesimen dan tidak dapat digunakan sebagai
kriteria satu-satunya untuk mendiagnosis infeksi virus Hepatitis B.
3.        Seperti lainnya semua hasil pemeriksaan harus dipertimbangkan dengan
informasi klinik yang tersedia kepada dokter.
4.        HbsAg One Step Hepatitis B Antigen Tet Strip (serum/plama) tidak dapat
mendeketsi kadar HbsAg dalam spesimen lebih kecil dari 1ng/mL. Jika hasil
pemeriksaan negatif dan gejala klini masih menetap, pemeriksaan lanjutan
menggunakan metode klinik yang disarankan. Hasil negatif tidak menghilangkan
kemungkinan infeksi Hepatitis B.

Nilai
HbsAg One Step Hepatitis B Antigen Tet Strip (serum/plama) telah dibandingkan
dengan pemeriksaan HbsAg EIA komersil terkemuka. Korelasi antara kedua sistem
ini lebih dari 98%.

Karakteristik
HbsAg One Step Hepatitis B Antigen Tet Strip (serum/plama) telah diperiksa oleh
panel sensitivitas dengan rentang 0 sampai 300ng/mL. Semua sutipe HbsAg
menunjukan hasil positif pada HbsAg One Step Hepatitis B Antigen Tet Strip
(serum/plama). Tes dapat mendeteksi HbsAg 5ng/mL dalam 15 menit, dan 1ng/mL
HBAg dalam 30 menit.

Sensitifitas
Antibodi yang digunakan untuk alat HbsAg One Step Hepatitis B Surface Antigen
test strip(Serum/plasma).  Telah dirancang untuk melawan seluruh antigen
Hepatitis B yang diisolasi dari hepatitis B virus. Spesifitas dari HbsAg One Step
Hepatitis B Surface Antigen test strip(Serum/plasma)
Telah diuji pula dengan strain laboratorium dari hepatitis A dan hepatitis C. Hasil
menunjukan Hepattis A dan C negativ.
Metode referensi HbsAg
Metode EIA
Hasil Positif Negatif
HbsAg
Positif 157 5
Strip tes
Negatif 0 164
Hasil total 157 169

Sensitifitas relatif        :>99.0%


Spesifisitas relatif        : 97,07%
Ketepatan                    : 98,5 %

Pemeriksaan hepatitis B sebaiknya dilakukan pada seseorang yang mempunyai


kemungkinan tertular penyakit hepatitis B. Misalnya pengguna jarum suntik,
seperti tukang tato, orang yang tinggal di negara endemik hepatitis B, atau juga
para pelaku kesehatan.

Hepatitis B merupakan penyakit infeksi pada hati yang angka kejadiannya tinggi
dan dapat menimbulkan masalah kronis seperti sirosis hepatis dan kanker hati.
Diagnosis hepatitis B dikerjakan dengan melakukan tes terhadap beberapa marker
serologis dari virus hepatitis B dan dengan menambahkan tes tambahan untuk
menyingkirkan penyebab lain seperti virus hepatitis A dan C. Sedangkan untuk
penyaring, cukup dilakukan pemeriksaan HBsAg dan Anti HBs.

Lalu pemeriksaan hepatitis B yang seperti apakah untuk mengetahui bahwa


seseorang sudah terjangkit hepatitis B? Diantara pemeriksaan hepatitis B itu
adalah?

Pemeriksaan Fisik

Hepatitis B secara awam lazim disebut sebagai penyakit kuning. Pada penyakit
hepatitis B mata yang berwarna kuning sering dijumpai pada sepertiga kasus.
Untuk lebih mengarah pada diagnosis hepatitis B, perlu digali mengenai riwayat
transfusi darah, hemodialisis dan lain sebagainya.

HBs Ag
Jika positif, pasien dianggap terinfeksi hepatitis B. Pengulangan tes setelah 6 bulan
untuk menentukan infeksi telah sembuh atau kronik. HBsAg positif setelah 6 bulan
tetap terdeteksi dalam darah selama lebih dari enam bulan berarti telah menjadi
kronis.

Anti HBs

Jika positif, pasien dianggap memiliki kekebalan terhadap hepatitis B  (baik karena
infeksi yang telah sembuh atau karena vaksinasi). Hepatitis B karier kronis dapat
menunjukkan HBsAg dan Anti HBs positif.  Positif untuk HbsAg dan anti HBs
pada saat yang bersamaan, tetapi hal ini sangat jarang terjadi (<1%). Jika negatif
pasien belum memiliki kekebalan terhadap virus hepatitis B

HBeAg

HBeAg positif berhubungan dengan tingkat infeksi yang tinggi dan pada karier
kronik dengan peningkatan resiko sirosis. Tes ini dapat digunakan untuk
mengamati perkembangan hepatitis B kronik.

HBV DNA

HBV DNA positif menunjukkan infeksi aktif, bergantung pada  viral load (jumlah
virus). Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui prognosis dan keberhasilan
terapi.

Anti HBc

Jika positif, pasien telah terinfeksi oleh VHB. Infeksi telah sembuh (HBsAg
negatif) atau masih berlangsung (HBsAg positif). Jika infeksi telah sembuh,  pasien
dianggap  mempunyai kekebalan alami terhadap infeksi VHB. IgM anti HBc
mungkin menjadi satu-satunya marker yang dapat terdeteksi selama masa window
period ketika HbsAg dan anti-HBs masih negatif.

Anti HBe

Umumnya Anti HBe positif dengan HBeAg negatif menunjukkan tingkat replikasi
virus yang rendah. Namun hal ini tidak berlaku pada virus hepatitis B mutan.

Pemeriksaan tambahan

Anti HCV dan Anti HAV untuk menyingkirkan adanya infeksi hepatitis C dan A.

Demikian penjelasan tentang pemeriksaan hepatitis B yang perlu diketahui, semoga


bermanfaat.

Diagnosis hepatitis A
Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap vius
hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis
A bernilai positif pada awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan
peningkatan kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika telah pasien
telah sembuh, antibodi IgM akan menghilang dan sebaliknya antibodi IgG akan
muncul. Adanya antibodi IgG menunjukan bahwa penderita pernah terkena
hepatitis A. Secara garis besar, jika seseorang terkena hepatitis A maka hasil
pemeriksaan laboratorium akan seperti berikut:
7. Serum IgM anti-VHA positif
8. Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT dan AST meningkat.
9. Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total bilirubin meningkat.
Diagnosis hepatitis B
Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan:
8. HBsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B) merupakan material
permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-
sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya
individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B
akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi
VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6
bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien
menjadi karier VHB.
9. Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg.
Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi terhadap VHB.
Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatatitis B.
Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat
vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi
yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu
yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatatitis B menunjukkan bahwa
individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
10. HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di dalam darah.
HbeAg bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi
atau membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus
berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan
berlanjut menjadi hepatatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg
positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik
kepada orang lain maupun janinnya.
11. Anti-Hbe (antibodi HbeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg
yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB
dalam keadaan fase non-replikatif.
12. HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu
protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg
positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
13. Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi
terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan
IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-
HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis
pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.
Diagnosis Hepatitis C
·         Diagnosis hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai
kadar antibodi. Selain itu pemeriksaan molekuler juga dilakukan untuk melihat
partikel virus. Sekitar 80%  kasus infeksi hepatitis C berubah menjadi kronis. Pada
kasus ini hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya enzim alanine
aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).
·         Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA VHC. Tes ini
terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction). Tes yang dapat mendeteksi RNA VHC ini dilakukan
untuk mengkonfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respon
terapi. Tes ini juga berguna bagi pasien yang anti-HCV-nya negatif tetapi memiliki
gejala klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga dilakukan pada pasien hepatitis yang
belum teridentifikasi jenis virus penyebabnya.
·         Tes kuantitatif sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu metode dengan teknik
branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif ini
berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini pula
dapat diketahui derajat viremia. Sedangkan biopsi hati (pengambilan sampel
jaringan organ hati) dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel
hati (liver).

Pemeriksan penunjang pada kasus hepatitis


·         Salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk diagnosis hepatitis
adalah pemeriksaan dengan USG (ultrasonografi). USG adalah alat yang digunakan
untuk mengetahui adanya kelainan pada organ dalam. USG hati (liver) dilakukan
jika pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis, sedangkan keluhan klinis
pasien dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hal sebaliknya. Jadi
pemeriksan USG dilakukan untuk memastikan diagnosis kelainan hati (liver).
·         Melalui pemeriksaan USG hati, dapat dilihat adanya pembesaran hati serta
ada tidaknya sumbatan saluran empedu. Pembesaran hati (liver) dilihat dengan
mengamati bagian tepi hati. Tepi hati (liver) yang tumpul menunjukkan adanya
pembesaran hati (liver). Selain untuk melihat ada tidaknya fibrosis (jaringan ikat),
USG juga dapat digunakan untuk melihat peradangan hati (liver) dengan
mengamati densitas (kepadatan) hati (liver) yang lebih gelap.
·         USG hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis. Pada
hepatitis akut atau pada proses awal penyakit yang belum mengakibatkan
kerusakan jaringan, pemeriksaan USG tidak akurat. Pemeriksan USG juga dapat
digunakan untuk mengungkap diagnosis lain yang terkait kelainan hati (liver),
seperti tumor hati (liver), abses hati (liver), radang empedu, dan lain-lain.

Pemeriksaan PenunjangTerdapat dua pemeriksaan penting untuk mendiagnosis


hepatitis, yaitu tes awal untuk mengkonfirmasi adanya peradangan akut pada hati
dan tes yang bertujuan untuk mengetahui etiologi dari peradangan akut tersebut.
Diagnosis hepatitis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan tes fungsi hati,
khususnya alanin amino transferase (ALT=SGPT), aspartat amino transferase
(AST=SGOT). Bila perlu ditambah dengan pemeriksaan bilirubin. Alkali fosfatase
kurang bermakna karena kadarnya meningkat pada anak yang sedang mengalami
pertumbuhan.Kadar transaminase (SGOT/SGPT) mulai meningkat pada masa
prodromal dan mencapai puncak pada saat timbulnya ikterus. Peninggian kadar
SGOT dan SGPT yang menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati adalah 50-
2.000 IU/ml. Terjadi peningkatan bilirubin total serum (berkisar antara 5-20
mg/dL).
Tinja akolis mungkin dijumpai sebelum timbul ikterus. Penurunan aktivitas
transaminase diikuti penurunan kadar bilirubin. Bilirubinuria dapat negatif sebelum
bilirubin darah normal. Kadar alkali fosfatase mungkin hanya sedikit meningkat.
Gamma GT dapat meningkat pada hepatitis dengan kolestasis.Jenis virus penyebab
hepatitis akut didiagnosis dengan petanda virus yaitu IgM anti¬HAV, IgM anti
HBc dan dapat dilengkapi dengan HBsAg.

Bila terdapat riwayat transfusi darah, pemakaian obat-obatan narkoba, atau ada
risiko infeksi vertikal dapat dilakukan pemeriksaan anti-HCV, IgM anti-HDV
diperiksa pada kasus hepatitis B kronik. Bila dicurigai pasien menderita hepatitis E,
dilakukan pemeriksaan IgM anti-HEV.IgM anti-HAV yang meningkat
menunjukkan hepatitis A akut. Sedangkan makna petanda virus untuk hepatitis B
adalah sebagai berikut:• HBsAg, tanda mengidap virus hepatitis B (hepatitis akut,
hepatitis kronis, sirosis, hepatoma, karier)• Anti-HBs, umumnya tanda sembuh dan
kekebalan seumtu hidup terhadap reinfeksi hepatitis B• HBeAg dan DNA VHB,
tanda bahwa replikasi virus hepatitis B aktif dan daya tularnya tinggi, muncul
sebelum timbulnya gejala dan kurang lebih bersamaan waktunya dengan
terdeteksinya HBsAg• Serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe adalah tanda
remisi; replikasi virus tidak aktif• IgG anti-HBc, tanda sedang atau pernah
terinfeksi, bisa menetap dalam kadar rendah seumur hidup• IgM anti-HBc, tanda
infeksi akut atau kronis aktif. Setelah fase akut, IgM anti-HBc turun dengan
jambat, tetapi marker replikasi virus -HBeAg dan HBV DNA- tetap dapat
dideteksi, sedangkan anti-HBe dan anti-HBs biasanya belum dapat dideteksi.Biopsi
hati (bila faal hati tidak kembali normal setelah 6 bulan).

Tes fungsi hati adalah salah satu tes darah yang paling sering dilakukan untuk
menilai fungsi hati atau cedera yang disebabkan ke hati. Kerusakan hati terdeteksi
pada awalnya dengan melakukan tes darah sederhana yang menentukan tingkat
berbagai enzim hati hadir dalam darah. Enzim hati yang paling banyak digunakan
yang sensitif terhadap kelainan pada hati dan yang paling sering diukur adalah
aminotransferase. Kedua aminotransferase yang diperiksa adalah alanine
aminotransferase (ALT atau SGPT) dan aspartat aminotransferase (AST atau
SGOT). Enzim hati ini membentuk konstituen utama dari sel-sel hati. Mereka hadir
dalam konsentrasi yang lebih rendah dalam sel-sel otot. Ketika sel-sel hati rusak
atau terluka, enzim ini meresap ke dalam aliran darah, meningkatkan kadar darah
mereka. Oleh karena itu mengangkat kadar SGOT dan SGPT menandakan penyakit
hati atau cedera.

Apa dan Dimana Apakah SGOT dan SGPT?


Para aminotransferase mengkatalisis reaksi kimia yang melibatkan asam amino,
dimana gugus amino ditransfer dari asam amino donor untuk molekul penerima.
Aminotransferase juga disebut sebagai transaminase. Nama lain untuk AST adalah
serum transaminase oksaloasetat glutamat (SGOT). Demikian pula nama lain untuk
ALT serum glutamic piruvat transaminase (SGPT). Oleh karena itu, AST juga
disebut sebagai SGOT dan ALT juga disebut sebagai SGPT.

SGOT biasanya hadir dalam sejumlah jaringan seperti jantung, hati, otot, otak dan
ginjal. Hal ini dilepaskan ke dalam aliran darah setiap kali ada jaringan tersebut
akan rusak. Misalnya, tingkat AST darah meningkat dalam kondisi cedera otot dan
serangan jantung. Oleh karena itu, tidak indikator kerusakan jaringan hati yang
sangat spesifik karena dapat meningkat pada kondisi selain kerusakan hati.

Sebaliknya, SGPT biasanya hadir dalam konsentrasi yang besar di hati. Oleh
karena itu, karena hati merusak tingkat didalam darah meningkat, dengan
demikian, berfungsi sebagai indikator khusus untuk luka hati.

Untuk menganggap SGOT dan SGPT sebagai tes fungsi hati adalah keliru yang
umum terjadi di kalangan medis karena mereka tidak mencerminkan fungsi hati.
Mereka hanya mendeteksi jenis kerusakan hati atau kerusakan pada hati karena
jenis infeksi dan perubahan inflamasi. Hati dapat terus berfungsi normal bahkan
dalam kasus ketika kedua enzim ini sangat mengangkat.

Apakah Tingkat normal SGOT dan SGPT?


Tingkat normal SGOT di antara 5 dan 40 unit per liter serum dan kadar normal
SGPT di antara 7 dan 56 unit per liter serum.

Kisaran normal SGOT dan SGPT dapat sedikit berbeda tergantung pada protokol
dan teknik yang digunakan untuk mengukur mereka dengan laboratorium yang
berbeda. Namun, setiap laboratorium secara rutin memberikan rentang referensi
yang normal dan mencetaknya dalam laporan.

Apa Apakah Tingkat Tinggi SGOT dan SGPT Mean?


SGOT dan SGPT adalah penanda yang sangat sensitif kerusakan hati akibat
berbagai penyakit atau cedera. Namun, kenyataannya adalah bahwa lebih tinggi
dari tingkat normal seharusnya tidak otomatis dianggap sebagai indikasi kerusakan
hati. Mereka mungkin atau mungkin tidak menyiratkan penyakit hati. Misalnya,
enzim ini juga meningkat pada kasus kerusakan otot. Oleh karena itu, untuk
menafsirkan ketinggian di SGOT dan SGPT, seseorang harus mendapatkan
evaluasi fisik seluruh dilakukan oleh dokter yang berpengalaman dalam
mengevaluasi masalah hati dan otot.

Selain itu, tingkat yang tepat dari enzim ini dan intensitas penyakit hati dan
prognosis atau outlook tidak berkorelasi dengan baik. Oleh karena itu, tingkat
darah yang tepat dari enzim ini tidak dapat digunakan untuk menentukan intensitas
atau tingkat penyakit hati dan juga untuk memprediksi prospek atau prognosis
penyakit. Misalnya, SGOT dan SGPT dibangkitkan ke tingkat tinggi pada individu
yang menderita hepatitis A virus; mereka kadang-kadang mencapai di kisaran
ribuan unit / liter. Namun, sebagian besar kasus akut virus hepatitis A sembuh
sepenuhnya tanpa tanda-tanda penyakit hati residual. Sebaliknya, individu
mengembangkan infeksi hepatitis C kronis memiliki peningkatan kecil dalam
SGOT dan SGPT, sedangkan, hati mereka terluka atau rusak secara substansial
dengan infeksi bahkan menyebabkan jaringan parut (sirosis) dari infeksi hati yang
sedang berlangsung dan peradangan.

WIKIPEDIA
Virus hepatitis B, disingkat HBV, adalah spesies dari genus Orthohepadnavirus,
yang juga merupakan bagian dari
Hepadnaviridae keluarga virus.
Virus ini menyebabkan penyakit hepatitis B .
Selain menyebabkan hepatitis, infeksi HBV dapat menyebabkan sirosis dan
karsinoma hepatoseluler .
Hal ini juga telah menyarankan bahwa mungkin meningkatkan risiko kanker
pankreas

Virus hepatitis B diklasifikasikan sebagai spesies jenis dari Orthohepadnavirus ,


Yang berisi tiga spesies lain:Ground tupai hepatitis virus, Virus hepatitis
Woodchuck , Dan Woolly monkey hepatitis virus B. Genus ini
diklasifikasikan sebagai bagian dari Hepadnaviridae keluarga, yang berisi dua
genera lain, Avihepadnavirus dan kedua
yang belum ditetapkan. Keluarga virus belum ditugaskan untuk urutan virus.
Virus mirip dengan hepatitis B telah ditemukan dalam semua kera ( orang utan ,
owa , gorila dan simpanse ),
Virus ini dibagi menjadi empat besar serotipe (adr, adw, ayr, ayw) berdasarkan
antigenik epitop hadir pada nya
protein amplop, dan menjadi delapan genotipe (A-H) sesuai dengan variasi urutan
nukleotida keseluruhan
genom. Genotipe memiliki distribusi geografis yang berbeda dan digunakan dalam
melacak evolusi dan
penularan virus. Perbedaan antara genotipe mempengaruhi keparahan penyakit,
tentu saja, dan kemungkinan
komplikasi, dan respon terhadap pengobatan dan kemungkinan vaksinasi.

spesies unclassified
Sejumlah belum unclassified Hepatitis B seperti spesies telah diisolasi dari
kelelawar.

Struktur virus hepatitis B


Virus Hepatitis B merupakan anggota dari famili Hepadnavirus. [9] Virus partikel,
(virion) terdiri dari sebuah amplop lipid luar dan inti nukleokapsid ikosahedral
terdiri dari protein. Nukleokapsid yang membungkus DNA virus dan DNA
polimerase yang memiliki membalikkan aktivitas transcriptase mirip dengan
retrovirus. [10] Pada amplop luar mengandung protein tertanam yang terlibat
dalam virus mengikat, dan masuk ke dalam, sel-sel rentan. Virus ini salah satu
yang terkecil virus hewan menyelimuti dengan diameter virion dari 42 nm, tetapi
bentuk-bentuk pleomorfik ada, termasuk badan berserabut dan bola kurang inti.
Partikel-partikel ini tidak menular dan terdiri dari lipid dan protein yang
merupakan bagian dari permukaan virion, yang disebut antigen permukaan
(HBsAg), dan diproduksi secara berlebihan selama siklus hidup virus
Komponen Ini terdiri dari:HBsAg
HBcAg (HBeAg merupakan varian sambatan)
Hepatitis B virus DNA polimerase
HBX. Fungsi protein ini belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan memainkan
bagian dalam aktivasi proses transkripsi virus.
Virus hepatitis D memerlukan partikel amplop HBV menjadi ganas.

Ukuran
Genom HBV terbuat dari DNA melingkar, tetapi tidak biasa karena DNA tidak
sepenuhnya untai ganda. Salah satu ujung panjang untai penuh ini terkait dengan
polimerase DNA virus. Genom adalah 3020-3320 nukleotida panjang (untuk
panjang untai penuh) dan 1700-2800 nukleotida panjang (untuk panjang untai
pendek).

Encoding
Negatif-sense, (non-coding), melengkapi mRNA virus. DNA virus ditemukan
dalam inti segera setelah infeksi sel. DNA sebagian beruntai ganda diberikan
sepenuhnya untai ganda dengan penyelesaian (+) rasa untai dan penghapusan
molekul protein dari (-) untai sense dan urutan pendek RNA dari (+) rasa untai.
Basis non-coding dikeluarkan dari ujung-ujung (-) untai sense dan ujung-ujungnya
bergabung.
Ada empat gen yang dikenal dikodekan oleh genom yang disebut C, P, S, dan X.
protein inti dikodekan oleh gen C (HBsAg), dan kodon start yang didahului oleh
hulu di-frame Agustus kodon start dari mana protein pre-core diproduksi. HBeAg
diproduksi oleh proses proteolitik protein pre-core. Polimerase DNA dikode oleh
gen P. Gene S adalah gen yang mengkode antigen permukaan (HBsAg). Gen
HBsAg adalah salah satu kerangka baca terbuka lama tapi berisi tiga dalam bingkai
"mulai" (ATG) kodon yang membagi gen menjadi tiga bagian, pra-S1, pra-S2, dan
S. Karena beberapa kodon start, polipeptida tiga ukuran yang berbeda yang disebut
besar, menengah, dan kecil (pre-S1 + pra-S2 + S, pra-S2 + S, atau S) yang
dihasilkan. [20] Fungsi protein disandikan oleh gen X tidak sepenuhnya dipahami,
[21] tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa hal itu mungkin berfungsi sebagai
transaktivator transkripsi.
Beberapa elemen RNA non-coding telah diidentifikasi dalam genom HBV. Ini
termasuk: HBV PREalpha, HBV PREbeta dan HBV RNA encapsidation sinyal
epsilon .

Genotipe berbeda oleh setidaknya 8% dari urutan dan memiliki distribusi geografis
yang berbeda dan ini telah dikaitkan dengan sejarah antropologi. Dalam genotipe
subtipe telah dijelaskan: ini berbeda dengan 4-8% dari genom.
Ada delapan genotipe dikenal berlabel A sampai H. [6]
Kemungkinan baru "I" genotipe telah dijelaskan, [24] tetapi penerimaan notasi ini
tidak universal. [25]
Dua genotipe lanjut telah sejak diakui. [26] saat ini (2014) daftar sekarang berjalan
A meskipun untuk J. Beberapa subtipe juga diakui.
Setidaknya ada 24 subtipe.
Genotipe yang berbeda mungkin menanggapi pengobatan dengan cara yang
berbeda.

Genotipe individual
Jenis F yang menyimpang dari genom lain dengan 14% adalah jenis yang paling
berbeda dikenal. Tipe A adalah lazim di Eropa, Afrika dan Asia Tenggara,
termasuk Filipina. Tipe B dan C yang dominan di Asia; tipe D adalah umum di
daerah Mediterania, Timur Tengah dan India; tipe E dilokalisasi di sub-Sahara
Afrika; ketik F (atau H) dibatasi ke Amerika Tengah dan Selatan. Tipe G telah
ditemukan di Perancis dan Jerman. Genotipe A, D dan F yang dominan di Brazil
dan semua genotipe terjadi di Amerika Serikat dengan frekuensi tergantung pada
etnis.
E dan F strain tampaknya berasal populasi asli Afrika dan Dunia Baru, masing-
masing.
Tipe A memiliki dua subtipe: Aa (A1) di Afrika / Asia dan Filipina dan Ae (A2) di
Eropa / Amerika Serikat.
Tipe B memiliki dua distribusi geografis yang berbeda: Bj / B1 ('j'-Jepang) dan Ba
/ B2 (' a'-Asia). Jenis Ba telah dibagi lagi menjadi empat clades (B2-B4).
Tipe C memiliki dua geografis subtipe: Cs (C1) di Asia Tenggara dan Ce (C2) di
Asia Timur. C subtipe telah dibagi menjadi lima clades (C1-C5). Sebuah clade
keenam (C6) telah dijelaskan di Filipina tetapi hanya dalam satu isolat sampai saat
ini [29] Tipe C1 dikaitkan dengan Vietnam, Myanmar dan Thailand.; ketik C2
dengan Jepang, Korea dan China; Jenis C3 dengan Kaledonia Baru dan Polinesia;
C4 dengan Australia; dan C5 dengan Filipina. Sebuah subtipe lanjut telah
dijelaskan di Papua, Indonesia.
Jenis D telah dibagi menjadi 7 subtipe (D1-D7).
Tipe F telah dibagi menjadi 4 subtipe (F1-F4). F1 telah dibagi lagi menjadi 1a dan
1b. Di Venezuela subtipe F1, F2, F3 dan ditemukan di Timur dan Barat
Amerindian. Di antara Amerindian Selatan hanya F3 ditemukan. Subtipe Ia, III,
dan IV pameran distribusi geografis terbatas (Amerika Tengah, Utara dan Selatan
Amerika Selatan masing-masing), sementara clades Ib dan II yang ditemukan di
semua benua Amerika kecuali di Amerika Utara Selatan dan Amerika Utara
masing-masing

Siklus hidup virus hepatitis B kompleks. Hepatitis B adalah salah satu dari
beberapa virus non-retroviral dikenal yang menggunakan transkripsi terbalik
sebagai bagian dari proses replikasi.

Lampiran
Keuntungan virus masuk ke dalam sel dengan cara mengikat reseptor pada
permukaan sel dan masuk dengan tergantung clathrin endositosis. Reseptor
permukaan sel telah diidentifikasi sebagai Sodium / empedu cotransporting asam
pepetide SLC10A1 (juga bernama NTCP).
Penetrasi
Membran virus kemudian sekering dengan membran sel inang melepaskan protein
DNA dan inti ke dalam sitoplasma.
Uncoating
Karena virus mengalikan melalui RNA yang dibuat oleh enzim inang, DNA
genomik virus harus ditransfer ke inti sel. Diperkirakan kapsid diangkut pada
mikrotubulus ke pori nuklir. Protein inti memisahkan dari DNA virus sebagian
double stranded kemudian dibuat sepenuhnya double stranded dan berubah
menjadi DNA melingkar kovalen tertutup (cccDNA) yang berfungsi sebagai
template untuk transkripsi empat mRNA virus.
Sahutan
MRNA terbesar, (yang lebih panjang dari genom virus), digunakan untuk membuat
salinan baru dari genom dan untuk membuat protein kapsid inti dan polimerase
DNA virus.
Majelis
Keempat transkrip virus menjalani proses tambahan dan pergi untuk membentuk
virion progeni yang dilepaskan dari sel atau kembali ke inti dan kembali bersepeda-
untuk menghasilkan lebih banyak salinan.
Pelepasan
MRNA lama kemudian diangkut kembali ke sitoplasma di mana protein virion P
mensintesis DNA melalui aktivitas reverse transcriptase nya.
Penyakit kuning atau yang dalam ba- hasa ilmiah disebut dengan icterus atau
jaundice adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya perubahan pada warna
kulit, sclera (bagian putih pada mata) dan juga kelenjar ludah yang disebabkan oleh
meningkatnya bilirubin pada tubuh manusia. Jika kadar bilirubin dalam tubuh
melebihi kapasitas normal maka bilirubin akan memecah dan bercampur dengan
darah kemudian akan mempebgaruhi perubahan pada warna kulit dan mata menjadi
kekuningan.

Bilirubin yang berasal dari bahasa inggris : bilirubin, hematoidin yang merupakan
senyawa pigmen berwarna kuning yang merupakan produk katabolisme enzimatik
biliverdin oleh biliverdin reduktase.

Bilirubin dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus dan dikeluarkan melalui
urine. Jika proses pembuan- gan bilirubin terganggu, maka bilirubin akan
mengendap dan semakin meningkat lalu masuk ke dalam aliran darah yang
menyebabkan jaundice.

Apabila kadar bilirubin dalam darah meningkat, dapat


mengakibatkan :peradangan atau kelainan lainnya di hati, yang mengganggu
proses pembuangannya ke dalam empedu- penyumbatan saluran empedu di luar
hati oleh batu empedu atau tumor- pemecahan sejumlah besar sel darah merah,
seperti yang kadang terjadi pada bayi baru lahir yang mengalami sakit kuning.

Pada sindroma Gilbert, kadar bilirubin sedikit meningkat, tetapi biasanya tidak
menyebabkan jaundice. Kelainan yang diturunkan ini, biasanya ditemukan pada
pemeriksaan rutin tes fungsi hati, tidak memiliki gejala lainnya dan tidak
menimbulkan masalah. Penyakit kuning umumnya mudah ditemukan pada bayi
yang baru lahir dan jarang sekali ditemukan pada orang dewasa. Namun
kebanyakan kasus penyakit kuning yang mendera orang dewasa disebabkan oleh
penyalahgunaan alkohol yang berlebihan.

Sakit kuning merupakan bagian dari salah satu gejala dari penyakit atau
gangguan pada salah satu organ tubuh kita yakni organ hati. Sakit kuning
merupakan gangguan kesehatan yang menyerang organ hati, kemudian terjadi
penyumbatan pada saluran empedu yang disebabkan oleh banyak faktor yang
mengganggu fungsi organ hati.

Gejala sakit kuning mudah sekali terlihat oleh mata adalah adanya perubahan pada
warna kulit tubuh dan warna putih mata yang terlihat menguning. Warna kuning ini
disebabkan oleh kandungan bilirubin yang dalam tubuh melebihi kapasitas normal
dan meningkat, jika bilirubin meningkat kemudian di bawa ke dalam organ hati
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi kerja dari organ hati. Gangguan
tersebutlah yang menyebabkan sakit kuning yang ditandai perubahan warna kulit
tubuh berwarna kuning termasuk bagian putih mata.

Gejala sakit kuning yang secara umum ditandai oleh perubahan pada warna kulit
tubuh dan mata, tetapi juga dapat mempengaruhi perubahan pada warna air kemih
yang menjadi warna kuning pekat dan berbau. Namun perubahan pada air kemih
ini dilihat dari gejala dan penyebabnya terlebih dahulu.

Sakit kuning merupakan bagian dari salah satu gejala dari penyakit atau gangguan
pada salah satu organ tubuh kita yakni organ hati. Sakit kuning merupakan
gangguan kesehatan yang menyerang organ hati, kemudian terjadi penyumbatan
pada saluran empedu yang disebabkan oleh banyak faktor yang mengganggu fungsi
organ hati.

Gejala sakit kuning mudah sekali terlihat oleh mata adalah adanya perubahan pada
warna kulit tubuh dan warna putih mata yang terlihat menguning. Warna kuning ini
disebabkan oleh kandungan bilirubin yang dalam tubuh melebihi kapasitas normal
dan meningkat, jika bilirubin meningkat kemudian di bawa ke dalam organ hati
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi kerja dari organ hati. Gangguan
tersebutlah yang menyebabkan sakit kuning yang ditandai perubahan warna kulit
tubuh berwarna kuning termasuk bagian putih mata.

Sakit kuning juga dapat menyebabkan komplikasi penyakit lainnya yang


diakibatkan dari peningkatan bilirubin, seperti :

1. Hepatitis2. Cirrhosis3. Batu empedu4. Anemia tertentu5. Malaria6. Siphilis7.


Penyakit godgkin8. Liver immatur pada bayi baru lahir

Penyakit kuning terjadi akibat adanya penumpukan zat berwarna kuning yang
disebut bilirubin di dalam darah dan jaringan tubuh.

Bilirubin merupakan zat sisa yang dihasilkan ketika sel darah merah terurai.
Sebelum dibuang oleh tubuh, bilirubin dibawa terlebih dahulu menuju hati melalui
aliran darah. Di dalam hati, bilirubin dicampur dengan cairan empedu. Kedua zat
ini kemudian melewati sistem pencernaan untuk dibuang. Sebagian besar bilirubin
dibuang dari tubuh dalam bentuk kotoran dan sebagian kecil dibuang dalam bentuk
urin. Ini yang membuat urin kita berwarna kuning dan tinja berwarna cokelat.

Ketika hati tidak bisa menangani bilirubin yang diproduksi oleh tubuh, bilirubin
pun menumpuk dan menyebabkan gejala-gejala penyakit kuning. Penyakit kuning
membuat kulit, mata, serta lapisan lendir yang terdapat pada hidung dan mulut
penderita menjadi berwarna kuning. Selain itu, jika bilirubin tidak terbuang dengan
baik melalui sistem pencernaan, kotoran berubah warna menjadi kuning terang.
Urin berubah menjadi lebih gelap karena terdapat gangguan pada sistem
pembuangan bilirubin melalui tinja.

Penyebab penyakit kuning


Berdasarkan penyebabnya, penyakit kuning terbagi menjadi tiga jenis yaitu
penyakit kuning pre-hepatic, intra-hepatic, dan post-hepatic. ‘Hepatic’ berarti
organ hati. Dengan kata lain, penyebab penyakit kuning bisa terjadi akibat
gangguan sebelum bilirubin dibawa oleh darah memasuki hati, di dalam hati atau
setelah melewati hati.

Penyakit kuning pre-hepatic terjadi ketika kadar bilirubin meningkat akibat


penguraian sel darah merah yang terjadi secara lebih cepat daripada normal.
Kondisi ini di antaranya bisa disebabkan oleh beberapa kondisi, misalnya anemia
hemolitik dan anemia sel sabit. Penyakit kuning pre-hepatic dapat diderita oleh
berbagai umur termasuk anak-anak.

Penyakit kuning intra-hepatic disebabkan oleh gangguan yang terjadi di dalam


hati yang mengakibatkan organ tersebut kurang mampu untuk memproses
bilirubin, Kerusakan hati ini di antaranya bisa disebabkan oleh hepatitis dan sirosis.

Penyakit kuning post-hepatic terjadi ketika terganggunya pembuangan cairan


empedu yang mengandung bilirubin ke dalam sistem pencernaan, misalnya akibat
saluran empedu yang terhambat, mengalami radang, atau bahkan rusak. Beberapa
kondisi medis yang menyebabkan hal ini adalah tumor dan batu empedu.

Penyakit kuning intra-hepatic maupun post-hepatic lebih sering diderita oleh


mereka yang memasuki usia setengah baya hingga lebih tua.

Penyakit kuning memang jarang ditemukan disekitar kita, karena wabah dari
penyakit kuning memang jarang menyerang orang dewasa, umumnya penyakit
kuning lebih sering menyerang pada bayi yang baru lahir atau balita. Menurut data
dan fakta, jumlah penderita yang terserang penaykit kuning memang tidak sedikit
namun penyakit kuning biasanya berlagsung hanya beberapa hari atau seminggu,
kemudian akan hilang kembali.

Pada beberapa kasus dari hasil studi yang didapat, bahwa penyakit kuning yang
menyerang pada beberapa bayi yang baru berusia 3 hari pasca kelahirannya akan
menunjukkan suatu gejala dari penyakit kuning seperti kulit bayi yang sebagian
berubah menjadi warna kuning, bobot bayi yang sedikit menurun dari timbangan
pertama ketika lahir. Namun beberapa bayi yang terserang penyakit kuning akan
hilang dengan pemberian ASI. Karena ASI dapat memberikan sistem kekebalan
tubuh yang baik bagi sang bayi dan ASI juga mampu menangkal radikal bebas dan
serangan penyakit yang mudah menyerang bayi.

Penyakit Kuning Pada Orang Dewasa

Jika penyakit kuning yang menyerang orang dewasa umumnya dari banyak kasus
yang didapat disebebakan oleh kegemaran beberapa dari gaya hidup seseorang
yang kerap kali mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang cukup tinggi atau
banyak, atau kandungan senyawa yang berbahaya dari beberapa jenis alkohol.

Secara klinis penyakit kuning disebabkan oleh bilirubin yang meningkat, kadar
bilirubin dalam tubuh manusia secara normal hanya berkisar 0-1 mg/dL, jika
terjadai peningkatan bilirubin yang dapat mencapai 2-3 mg/dL. Bilirubin adalah zat
warna yang diproduksi oelh organ hati ketika sel-sel darah merah yang rusak diolah
dan umumnya dengan cairan empedu yang disimpan di kantung empedu dan
kemudian masuk ke dalam usu dan bercampur dengan darah yang mengakibatkan
warna kulit dan putih mata menjadi warna kuning.

Hepatitis terjadi karena adanya peradangan di jaringan hati. Secara awam,


hepatitis dikenal dengan nama penyakit liver atau penyakit kuning. Namun,
perlu diketahui bahwa tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh
peradangan hati dan tidak semua peradangan hati menyebabkan penyakit
kuning.

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, beratnya pada orang

dewasa mencapai 1.200-1.600 gram. Hati adalah organ yang sangat penting
untuk mempertahankan hidup, karena menjadi pusat metabolisme tubuh.

Hati yang kapasitas cadangannya sangat besar memiliki fungsi


sangat banyak dan kompleks yaitu sebagai berikut :

1. Fungsi produksi dan ekskersi empedu. Dalam hal ini, fungsi hati
sangat sentral untuk pencernaan dan penyerapan lemak.

2. Fungsi metabolik. Hati memegang peranan penting dalam proses


metabolisme bahan-bahan makanan, antara lain karbohidrat, protein,
lemak, serta metabolisme beberapa vitamin dan mineral.

3.Fungsi pertahanan tubuh. Hati berfungsi sebagai detoksifikasi, yakni


bisa mengubah zat-zat racun, baik dari luar maupun dari dalam tubuh
menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Selain itu, hati berfungsi
sebagai pelindung. Sel kupffer dalam hati dengan cara fatositosis, mampu
membersihkan kuman-kuman yang masuk ke dalam hati supaya tidak
menyebar.

4. Fungsi vaskular. Hati berfungsi untuk menampung dan mengalirkan


darah dengan volume 1,3-1,5 liter per hari.

Sakit kuning umumnya dipicu oleh gangguan di dalam pencernaan. Tanda


atau gejala dari sakit kuning cukup mudah dikenali. Di Indonesia memang
belum ada data yang pasti berapa banyak penderita sakit kuning. Namun
disinyalir jumlah penderitanya cukup banyak.

Sakit kuning banyak terjadi pada mereka yangg berusia dewasa aktif dan
produktif. Kebanyakan dari mereka dengan gaya hidup yang salah kerap
kali menjadi suatu penyebab terjadinya suatu penyakit.

Penyakit kuning ini tidak bisa diremehkan begitu saja, karena apabila
penyakit kuning terlambat untuk diobati maka akan timbul pada
pengerasan atau pembengkakan hati (sirosis hati).
Dari banyaknya kasus yang terjadi, penyakit kuning pada orang dewasa
juga disebabkan oleh adanya suatu riwayat penyakit terdahulu yang
kemudian berdampak pada gangguan fungsi hati.

Penyakit kuning yang sama artinya dengan penyakit hepatitis merupakan


cikal-bakal dari penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
organ hati kemudian hati akan mengalami peradangan, kerusakan dan
pembengkakan yang disebut dengan sirorsis. Jika tidak segera ditangani dan
tidak ditanggap secara cepat gejala dari penyakit kuning akan
mengakibatkan hal buruk terjadi pada kanker hati.

Penyakit kuning yang bervaraiasi dari berbagai jenis hepatitis dengan


penyebab dari segala virus hepatitis ini menyerang pada organ tubuh yang
sangat penting yakni Organ Hati. Organ hati merupakan salah satu organ tubuh
yang memiliki ukuran cukup besar dibanding dengan organ tubuh lainnya dan
tentunya memiliki tugas dan fungsi yang besar pula dalam kehidupan manusia dan
perlu perhatian dari kesehatan organ hati.

Hati atau hepar atau liver memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem
metabolisme tubuh dan merupakan salah satu anggota tubuh yang bertugas sebagai
alat untuk mencerna makanan dan mengambil sari makanan.

Berikut sedikit ulasan dari fungsi dan tugas organ hati, seperti :

1. Sebagai tempat untuk menyimpan makanan terutama yang mengandung gula,


lemak dan sedikit protein 2. Tempat pembuatan protein plasma (darah) dan zat
pembeku darah

3. Membuat cairan empedu yang sangat membantu sebagai zat pencerna dan sel-sel
darah merah yang sudah rusak

4. Tempat untuk membuang dan memusnahkan racun serta membentuk sel-sel


darah merah pada bayi yang masih dalam kandungan.

Penyakit kuning yang hanya menyerang organ hati selain disebabkan karena
adanya penyalahgunaan alkohol dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan
dalam proses penceranaan akibat dari konsumsi jenis makanan yang salah seperti
makanan dengan banyak kandungan kalori tinggi, lemak jenuh, bahan pewarna
buatan, bahan pengawet, dan jenis bahan kimia berbahaya lainnya.

Umumnya masayarakat sering menganggap bahwa penyakit


kuning hepatitis adalah sakit hepatitis karena timbulnyawarna
kuning pada kulit, kuku dan bagian pada bola mata.Kondisi ini
hanyalah salah satu gejala dari hepatitis. Istilahhepatitis itu sendiri
dalam bahasa Latin adalah peradangan hati.Peradangan ini dapat
menyebabkan kerusakan pada sel-sel, jaringan,bahkan semua bagian organ
hati. Hepatitis dapat terjadi karena penyakityang memang menyerang sel-
sel hati atau penyakit lain yangmenyebabkan komplikasi pada hati.
Pemahaman hepatitis dapat lebih mudah jika kita mengenal lebih dahulu
mengenai organ hati.
1. Berawal dari hatiHati merupakan organ terbesar dalam tubuh dengan
berat rata-rata 1.500 g atau sekitar 2,5% dari berat badan orang
dewasanormal. Hal terletak pada rongga perut bagian atas kanan. Selain
merupakan organ terbesar, hati juga memiliki banyak fungsi yang rumit
dan beragam. Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan
berperan penting pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh. Fungsi
utama hati antara lain sebagai berikut :

10. Fungsi metabolisme. Metabolisme merupakan proses mengubah


struktur suatu zat menjadi zar lain yang mempunyai sifat yang
sama, menyerupai, atau bahkan berbeda dengan zat itu
sebelumnya. Perubahan struktur dapat berupa pembentukan atau
penguraian. Hati berfungsi dalam prises metabolisme berbagai zat
yang diperlukan tubuh sepert karbohidrat, lemak, protein, vitamin
dan mineral.

11. Fungsi sintetis. Sintetis adalah penyusunan atau pembuatan suatu


senyawa, dan zat atau molekul yang sederhana menjadi senyawa
yang kompleks. Adapaun contohnya sebagai berikut :

1) Hati berperan dalam sintetis atau pembuatan protein dan lipoprotein


plasma. Protein ini antara lain adalah albumin, globulin, dan berbagai
enzim.

14. 2)  Sintetis dan sekresi empedu

15. 3)  Fungsi penetralan zat-zat kimia

Penetralan zat-zat kimia adalah perubahan sifat suatu zat karena proses
metabolisme yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur zat
tersebut. Sel-sel hati kaya akan berbagai enzim yang membantu dalam
metabolisme zat kimia,misalnya obat.

1. Sayangnya hati merupakan organ yang kalem. Organ ini tidak


memberikan gejala maupun tanda yang spesifik jika terjadi gangguan,
kecuali jika gangguan tersebut cukup parah. Sel-sel hati memiliki
kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Dalam 3 x 24jam setelah
transplantasi, organ hati sudah pulih. Namun, jika hati mengalami
kerusakan yang terus menerus atau berulang-ulang maka akan terbentuk
banyak jaringan ikat yang akan mengacaukan struktur hatu, yaitu suatu
keadaan yang dikenal sebagai sirosis. Jika sirosis telah terjadi maka
terganggulah seluruh fungsi hati yang terpenting untukkehidupan.

Penyakit kuning hepatitis dapat berlangsung singkat (akut) kemudian


sembuh total atauu malah berkembang menjadi menahun (kronis).

Tingkatan keparahan penyakit kuning hepatitis bervariasi, mulai dari


kondisi yang dapat sembuh sendiri (self limited) dengan penyemnbuhan
total, kondisi yang mengancam jiwa, menjadi penyakit menahun, hingga
kondisi organ hati tidak berfungsi lagi (yang disebut kegagalan fungsi
hati).

Penyakit kuning pada orang dewasa biasa disebut hepatitis A. Penyebabnya


adalah bocornya empedu sehingga cairan empedu mencemari darah. OLeh sebab
itu, orang yang terkena penyakit ini wajahnya tampak kuning, begitu pula putih
mara, kuku dan air seninya. Warna kekuningan tersebut diakibatkan oleh proses
pencernaan makanan yang terganggu karena tidak beresnya empedu.

Penyakit kuning pada orang dewasa bisa terjadi karena seseorang sering
mengalami kecapaian dan tubuhnya tidak mendatangkan asupan karbohidrat (zat
gula) yang memadai. Hal ini membuat organ tubuh memaksa empedu untuk
mengeluarkan enzim secara tidak terkontrol sehingga darah teracuni oleh empedu,
yang pada gilirannya hal ini akan membuat hati menjadi bengkak dan akhirnya hati
tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Penyebab : Sebenarnya sakit kuning tak selalu disebabkan oleh peradangan hati
meskipun sakit kuning ini menyerang organ hati. Sakit kuning juga dapat
disebabkan oleh adanya gangguan pada saluran empedu sehingga cairan empedu
tidak dapat masuk ke dalam usus melainkan ke dalam aliran darah.

Gejala lainnya juga dapat ditimbulkan dari jumlah sel darah yang semakin
meninigkat, sehingga mempengaruhi peningkatan pula pada bilirubin dan
kemudian bilirubin pecah dalam menyebar dalam aliran darah. Gangguan lainnya
juga ditemukan pada organ tertentu seperti adanya tumor pada pankreas dan
kantung empedu atau ketidak sesuaian tranfusi darah sehingga menyebabkan warna
kuning itu muncul dan terjadi perubahan pada warna kulit, warna putih mata dan
air kemih menjadi kuning yang kemudian disebut sakit kuning.

Penyebab-penyebab umum dari sakit kuning yang mudah dipelajari dan


berdasarkan hasil pemeriksaan secara klinis, jika dilihat dari bebrapa jenis
obat-obatan yang sering menyebabkan komplikasi gangguan hati, seperti :

1. Kelebihan dosis parasetamol, aspirin, tylenol (obat-obatan asetaminofen), dapat


meracuni dan merusak jaringan hati (bersifat hepatotoksik).

2. Jenis obat penenang seperti klorpromazin yang dapat menyebabkan sakit kuning
dan menganggu aliran empedu sehingga kulit berwarna kuning.

3. Halotan yang merupakan obat bius (anestesi). Jika sering digunakan, dapat
menyebabkan peradangan pada hati.

4. Isonlazid merupakan obat untuk TBC paru yang dapat menyebabkan hepatitis
pada 1 % pasien.

5. Ketoconazole (obat antijamur) yang bisa menyebabkan hepatitis.

6. Rifampin dan notrofurantion yang merupakan obat antibiotik yang dapat


menimbulkan hepatitis.
7. Kontrasepsi oral dapat menyebabkan sakit kuning.

Sakit kuning yang dalam bahasa medis disebut sebagai Jaundice merupakan suatu
penyakit yang menyebabkan pewarnaan kuning yang terjadi pada kulit dan
perubahan warna putih mata menjadi kuning (sclera). Terjadinya sakit kuning ini
disebabkan oleh meningkatnya kadar pigmen empedu atau bilirubin di dalam
darah.

Ketika usia seseorang beranjak dalam usia yang tua, akan terjadi

pengurangan sel darah merah yang sudah tua atau rusak yang kemudian akan
dibuang melalui aliran darah yang dilakukan oleh empedu. Selama proses
pembuangan tersebut

berlangsung hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen)
akan pecah menjadi bilirubin.

Bilirubin kemudian dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagian
bagian dari empedu. Jika proses pembuangan itu terganggu, maka bilirubin yang
berlebihan akan masuk ke dalam aliran darah dan akhirnya menyebabkan
jaundice/sakit kuning.

Bila kadar bilirubin dalam darah meningkat sebelum menyerang organ hati,
akan bermula terjadi pada :

1. Peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses


pembuangan ke empedu2. Penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu
empedu atau adanya tumor3. Pemecahan sel darah merah dalam jumlah yang
dialami oleh bayi yang baru lahir yang
cukup besar, umumnya
mengalami sakit kuning.

Gambar : Metabolisme bilirubin dalam tubuh manusia


Gambar : (kiri) organ
hati yang sehat,
(kanan) organ hati
yang rusak penyebab
penyakit kuning
(jaundice skin).

Gambar : Skema
perjalanan sakit
kuning
Gambar : Organ hati mulai dari organ hati yang normal hingga
mengalami kerusakan hati (sirosis)

Ikterus / Jaundice Adalah :


  Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh yang menyebabkan warna kuning
pada jaringan yang disebabkan oleh kelebihan kadar bilirubin di dalam plasma dan
cairan ekstra seluler.
  Dapat dideteksi pada membran mukosa dan sklera (bagian mata yang putih),
kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3
mg/100 ml.
  Kadar bilirubin plasma 1,8 mg/dl   ( Normal 0,2-0,9 mg/dl)

Penyebab Terjadinya Ikterus


12. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor
intrahepatik dan ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau
mekanik.
Klasifikasi :
16. Penyebab ikterus/jaundice pada kondisi Prehepatic : Hemolisis yang
meningkat karena peningkatan jumlah Hb pada darah akibat eritropoiesis
yang tidak efektif dan keadaan setelah transfuse darah.
17. Penyebab ikterus/jaundice pada kondisi Intrahepatic: Hepatitis virus akut,
Sirosis
18. Penyebab ikterus/jaundice pada kondisi PostHepatik : obstruksi saluran
empedu yang dapat disebabkan oleh batu empedu, dan tumor.
Jaundice dibedakan berdasarkan:
6.           Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi (Acholuric) disebabkan oleh
         peningkatan produksi bilirubin dari proses hemolisis.
         Penurunan fungsi hepatic (hepatic removal)
2.          Hiperbilirubinemia terkonjugasi disebabkan oleh isolasi abnormal,
hepatitis (virus, obat, toksin, dan metabolic), sirosis, dan infiltrasi
disorder.
Ket: Hiperbilirubinemia terkonjugasi dibedakan  menjadi intrahepatik dan
ekstrahepatik.

METABOLISME BILIRUBIN NORMAL


Sekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem
monosit- makrofag. Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari. Setiap hari
dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250 – 350 mg bilirubin. Sekitar
15 – 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tapi berasal
dari destruksi sel eritrosit matur dari sumsum tulang ( hematopoiesis tak efektif )
dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin  mula-mula
dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi beliverdin. Bilirubin tak
terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen
kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut
dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau
urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumindalam suatu kompleks
larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di
dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan, konjugasi, dan ekskresi.
Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi simbol
sebagai protein Y dan Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis
oleh enzim glukoronil  transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin
terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi
dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati
adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu
melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam
empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang
disebut sterkobilin atau urobilnogen. Zat – zat ini yang menyebabkan feses
berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobinilogen mengalami siklus
interohipatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine. 

PEMBENTUKAN BILIRUBIN BERLEBIHAN


Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab
tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikteus yang timbul sering
disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu
berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui
kemampuan hati. Hal ini dapat meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi dalam
darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar bilirubin serum
jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta berwarna
kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat
diekskrsikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi
peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin
terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan eksresi dalam feses dan urin. Urin dan feses berwarna
lebbih gelap.
Beberapa penyebab lazim ikterus hemoltik adalah hemoglobin abnormal
(hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter),
antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh atau tranfusi atau akibat penyakit auto
imun), pemberian beberapa obat dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus
hemolitik dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoisis
yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya
dalam sum – sum tulang (talasemia, anemia pernisiosa dan porfiria).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan yan berlangsung kronis
dapat menyeabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar
bilirubin diluar itu hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan.
Pengobatan langsung ditunjukkan untuk memperbaiki penyakit hemolitik.

Patomekanisme hyperbilirubinemia sehingga terjadi ikterus.

a. pembentukkan bilirubin yang berlebihan


peningkatan kecepatan desktruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari
pembentukan blirubin yang berlebihan. Ikterus yang sering timbul disebut ikterus
hemolitik. Konyugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi
suplai bilirubin tak terkonyugasi melampaui kemampuan hati.
b. Gangguan Pengambilan Bilirubin
pengambilan bilirubin yang tak terkonyugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati
dilakukan dengan cara memisahkannya albumin dan mengikatkannya pada protein
penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh
terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat(di pakai untuk
mengobati cacing pita),novobiosin, dan beberapa zat pewarna kolesisfografik.
Hiperbilirubinemia tak terkonyugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat
yang menjadi penyebab dihentikan.
c. Gangguan Konyugasi Bilirubin
hiperbilirubinemia yang tak terkonyugasi yang berlebihan ( < 12,9 mg/ 100 mL)
yang mulai terjadi pada hari kedua sampe kelima lahir disebut ikterus fisiologis
pada neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang
matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya
meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu
ikterus biasa.

Metabolisme Bilirubin :
Bilirubin adalah pigmen yang berasal daripemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada
system retikulo endoteleal yang mencakup sel-sel kupffer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya
lewat konyugasi menjadi asam glukoronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut
di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonyugasi disekresikan oleh hepatosit
kedalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnyadibawa dalam empedu ke
duodenum. .
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilirubin yang  sebagian
akan dieksresikan feses dan sebagian lagi diabsorbsi lewat mukosa intestinal
kedalam darah portal. Sebagian besar  dari urobilirubin yang diserap kembali ini
dikeluarkan oleh hepatosit dan disekresikan sekali lagi kedalam
(sirkulasienterohepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan
ekskresikan oleh ginjal kedalam urin.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila
aliran empedu terhalang (yaitu oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila
terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin  yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albuminbindingsite). Pada
bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum
Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :


1. Produksi.Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan
haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada system retikulo endoteal (RES). Hem
dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase
diubah menjdi  bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.
2. Transportasi.Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah
hepatik.Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara
selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein
intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membrane dan ditransfer
menuju hepatosit.
3. Konjugasi. Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh
enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoroniltransferase
menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar danlarutdalam air.

4. Ekskresi.
 Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan kesistem empedu
melalui membrane kanalikuler.Selanjutnya dari system empedu dikskresikan
melalui saluran empedu ke system pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi
oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen.Ada sebagian kecil
bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin
indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi   enterohepatik.

IKTERUS DAN METABOLISME BILIRUBIN

Apabila bilirubin menumpuk dalam darah, maka warna kulit, sklera, dan membran
mukosa menjadi kuning. Warna kuning ini dikenal sebagai ikterus yang biasanya
dapat terdeteksi apabila bilirubin plasma total lebih dari 2 mg/dl (Ganong, 1999).

Sekitar 80-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem
retikuloendotelial. Pada katabolisme hemoglobin, globin mula-mula dipisahkan
dari heme. Setelah itu heme diubah menjadi biliverdin, kemudian diubah menjadi
bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin ini larut dalam lemak, tidak larut dalam air,
tidak dapat diekskresikan dalam empedu atau urine (Price, 2006). Bilirubin tak
terkonjugasi berikatan dengan albumin dan ditranspor melalui darah, lalu
diabsorbsi oleh hati. Di hati, bilirubin dilepas dari albumin dan dikonjugasi dengan
asam glukuronat, dan sebagian dikonjugasi dengan sulfat. Dalam bentuk konjugasi
inilah, bilirubin diekskresi dalam empedu ke dalam usus. Dai usus, bilirubin
terkonjugasi diubah menajdi menjadi urobilinogen (Guyton, 1997).

Fungsi hati yaitu:

1.      Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan
membentuk dan menyimpan glikogen. Glikogen dibentuk dari glukosa, levulosa,
galaktosa dan laktosa. Hati dapat juga merubah asam amino glikogenik dan gliserol
menjadi dekstrosa, yang kemudian diubah jadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan
glikogen dapat diubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan
(glikogenolisis).
2.      Tempat sintesis dan oksidasi lemak. Hampir semua lemak dimetabolisir di
dalam hati. Zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipid
yang mudah diangkut dan dalam keadaan siap pakai. Kolesterol dibuat di hati dari
asam asetat, sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dan asam lemak.
Lipoprotein plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat di hati. Hati bersama
ginjal memecah asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda
keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda keton
akan dikeluarkan bersama air kemih.
3.      Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti
fibrinogen, globulin, dan protrombin dibuat di hati.
4.      Vitamin A, C dan D disimpan di hati. Hati juga mengolah bahan baku
vitamin A (provitamin A) menjadi vitamin A. Riboflavin, vitamin E dan K juga
disimpan di hati.
5.      Hati juga berfungsi sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus
dan juga sebagai tempat cadangan penyimpanan zat besi.
6.      Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta
berupaya agar bahan tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh dengan segera

 Enzim dari hepar yaitu:


1.      Golongan Fosfatase
a.      Fosfatase alkali
Kadarnya dapat meningkat sampai 4-5 kali normal pada ikterus kolestatik,
sedangkan pada ikterus hepatoseluler peninggiannya lebih kecil. Peninggian ini
berasal dari fosfatase alkali di dalam hati. Produksi enzim ini dapat dicegah apabila
sintesis protein dalam hati dihambat. Enzim ini terikat erat pada membran lipid
terutama di daerah kanalikulus. Asam empedu dianggap merupakan stimulus
peninggiannya. Pada kolestasis yang tidak lengkap, peninggian fosfatase melebihi
bilirubin. Peninggian juga dijumpai pada penyakit tulang, penyakit Hodgkin, dll.
b.      5-Nukleotidase
Enzim ini menghidrolisis nukleotida pada posisi C-5 dari pentosa. Pada penyakit
hepatobilier terutama pada ikterus kolestatik terjadi peninggian, sedangkan pada
penyakit tulang nilainya tetap. Jadi pemeriksaan enzim ini bermanfaat untuk
memastikan sebab peninggian fosfatase alkali.
c.       Gama-glutamil transpeptidase (gama-GT)
Enzim ini ditemukan pada berbagai jaringan tubuh. Pada kolestasis dan penyakit
hepatoselular terjadi peninggian. Pada kolestasis peninggiannya terjadi bersama
fosfatase alkali. Pada hepatitis, peninggian masih tetap berlangsung selama
beberapa bulan setelah hepatitis sembuh.
2.      Golongan Transaminase
SGOT adalah enzim mitokondria yang banyak ditemukan dalam jantung, hati, otot
tubuh dan ginjal. Nilainya meninggi bila terjadi kerusakan sel yang akut. SGPT
adalah enzim sitosol, jumlah absolutnya kurang dari SGOT, tetapi jumlahnya lebih
banyak di dalam hati dibandingkan dalam jantung dan otot tubuh. Peninggiannya
lebih khas untuk kerusakan hati. SGPT kurang stabil dalam serum yang disimpan.
Kedua enzim ini berguna untuk diagnosis dini hepatitis virus, terutama pada
keadaan epidemi dan anikterik. Pemeriksaan harus segera dilakukan karena
nilainya cepat menurun, misal terlihat pada hepatitis yang fatal.
3.      Enzim-enzim Lain
a.       Laktat dehidrogenase
Pemeriksaan ini tidak begitu sensitif untuk mendiagnosis kelainan hepatoselular,
peninggian dapat terjadi pada penderita neoplasma, terutama yang mengenai hati.
b.      Isositrat dehidrogenase
Pemeriksaan enzim ini lebih spesifik dibandingkan SGOT untuk memeriksa
penyakit hati. Meninggi pada kelainan hepatoselular, normal pada infark miokard.
c.       Kolinesterase
Enzim ini merupakan suatu esterase non spesifik, disintesis oleh hati. Pada sirosis
kadarnya menurun karena sintesis berkurang disertai gizi yang jelek.

DAFTAR  PUSTAKA ikterus


1.      Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
2.      Anderson sylvia price, dkk. 2005. Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran   EGC.
3.      Guyton dan Hall.  2007. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
4.      www.wikipedia.ogr
5.      Ganong, W.F. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
6.      Grant Metode Anatomi berorientasi Pada Klinik. John V. Basmajian &
Charles E. Slonecker. Ed. 11. jilid 1. FKUI.
7.      Kaplain, Lee M, dkk.2000. Prinsip-primsip Ilmu Penyakit Dalam. H.A,
Ahmad, eds. EGC : Jakarta
8.      Price Sylvia. A, dkk. 2005. Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
9.      Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Hepatitis adalah
peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor
penyebab penyakit hepatitis ini antara lain adalah infeksi virus,
gangguan metabolisme, konsumsi alkohol, penyakit autoimun,
hasil komplikasi dari penyakit lain, efek samping dari konsumsi
obat-obatan maupun kehadiran parasit dan bakteri dalam hati
(liver). Dari sekian banyak faktor, virus menduduki peringkat
pertama sebagai penyebab paling banyak penyakit hepatitis.

Ada lima macam hepatitis yang disebabkan virus, yakni virus


hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, virus hepatitis D,
dan virus hepatitis E. Pada umumnya penderita hepatitis A & E
dapat sembuh, sebaliknya B & C dapat menjadi kronis. Virus
hepatits D hanya dapat menyerang penderita yang telah
terinfeksi virus hepatitis B dan dapat memperparah keadaan
penderita.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memastikan


diagnosis hepatitis karena penderita hepatitis sering tidak
bergejala atau tidak gejala tidak khas.

Pemeriksaan untuk hepatitis akut :


- Enzim GOT, GPT
- Penanda hepatitis A (Anti Hav IgM)
- Penanda hepatitis B (HGsAg, Anti HBC IgM)
- Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA)
- Penanda hepatitis E (Anti HEV IgM)

Pemeriksaan untuk hepatitis kronis :


- Enzim GOT,GPT
- Penanda hepatitis B (HBsAg,HBe, Anti HBc, Anti HBe, HBV
DNA)
- Penanda hepatis C (Anti HCV,HCV RNA)

Penanda imunitas :
- Anti HAV
- Anti HBs

 Memang pada awal, gejalanya lebih mencolok. Demam, mual,


dan kencing menjadi seperti air teh tua dan mata kuning.
Apalagi bila diperiksa darah, SGOT dan SGPT lebih dari 1000.
Namun, seperti kata dokter penyakit dalam yang mengobati,
justru itulah yang membedakan dengan hepatitis B dan hepatitis
C, dua penyakit hati lain yang mirip hepatitis A. Hepatitis B dan
C bersifat jangka panjang dan lebih berbahaya, sebagian
bahkan bisa menjadi hepatitis menahun dan kanker hati.
Sedangkan hepatitis A, hampir semuanya sembuh sempurna.
Hepatitis virus memang merupakan penyakit hati yang banyak
ditemukan di dunia, lebih banyak di Indonesia dibandingkan
dengan angka kejadian di Amerika atau Eropa. Sesuai dengan
namanya, penyebabnya adalah virus yang menyerang hati. Ada
lima jenis virus hepatitis yaitu virus hepatitis A (HAV), virus
hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D
(HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Yang banyak ditemukan di
Indonesia adalah virus hepatitis A, virus hepatitis B, dan virus
hepatitis C.
Memang virus hepatitis A berbeda dengan virus hepatitis B dan
C. Cara penularan virus hepatitis A adalah melalui saluran
cerna. Artinya penyebarannya dapat melalui makanan atau
minuman/air yang terkontaminasi virus. Sementara cara
penularan virus hepatitis B melalui transfusi darah dan
hubungan seksual. Sedangkan virus hepatitis C terutama
ditularkan melalui jarum suntik pengguna narkotika dan
transfusi darah. Dari penelitian tidak terbukti adanya penularan
dari ibu ke janin pada infeksi HAV, namun pada infeksi HBV
dan HCV dapat terjadi.
Masa inkubasi (waktu yang dibutuhkan dari saat virus pertama
kali masuk ke badan hingga timbul gejala penyakit) pun
berbeda. Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi yang lebih
pendek, sekitar 15 hari, sedangkan virus hepatitis B dan C lebih
panjang (rata-rata sekitar 50 - 90 hari).
Gejala hepatitis virus bervariasi, mulai dari yang tanpa gejala,
infeksi ringan sampai sedang, hingga kondisi yang fatal sehingga
terjadi gagal hati akut. Rasa lelah, mual, muntah, tidak nafsu
makan dan gejala seperti flu adalah gejala-gejala klinis yang
sering dijumpai pada sebagian besar kasus di awal infeksi.
Pada beberapa kasus selanjutnya dapat timbul kuning di mata
dan kulit (ikterus). Ikterus infeksi hepatitis A sering kali tampak
lebih hebat. Bila diperiksakan kadar SGOT, SGPT dan bilirubin
darah akan meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan HBV dan
HCV.
Sebagian kasus hepatitis virus akan sembuh spontan, pada
hepatitis A kesembuhan mendekati 100 persen. Dalam
perkembangan penyakitnya, hepatitis A tidak akan
menyebabkan penyakit yang bersifat menahun di kemudian
hari. Demikian pula risiko komplikasi yang berat, hampir tidak
ada. Untuk itu, memang sebagian besar pasien hepatitis A boleh
istirahat di rumah guna memulihkan kondisinya. Rawat inap
dilakukan bila pasien mengalami mual dan muntah yang hebat
sehingga terjadi kekurangan cairan atau mata kuning sekali atau
ada tanda-tanda gagal hati, yang amat jarang terjadi.
Hal yang harus dilakukan selama perawatan di rumah adalah
mempertahankan asupan kalori dan cairan dalam jumlah yang
cukup, kurangi aktivitas fisik yang berlebihan dan istirahat.
Tidak ada obat spesifik untuk infeksi hepatitis A ini, bahkan
konsumsi obat-obatan yang tidak perlu harus dihentikan.
Hal ini berbeda dengan hepatitis B dan C. Walaupun di awal
penyakit cukup banyak pasien yang tanpa gejala dan seolah
sembuh spontan, namun untuk jangka panjang hepatitis B dan
hepatitis C dapat berkembang menjadi penyakit kronis yaitu
bila keberadaan virus dalam darah lebih dari enam bulan. Hal
lain yang dikhawatirkan adalah infeksi yang kronis ini dalam
beberapa tahun kemudian dapat berkembang menjadi penyakit
hati menahun yang disebut sirosis hati dan kanker hati.
Untuk itu, pasien dengan infeksi HBV dan HCV dianjurkan
untuk istirahat total di awal penyakitnya dan menjalani terapi
obat pada kasus kronis. Hanya kendalanya adalah dari segi
biaya yang relatif mahal. Hal lain yang harus dilakukan adalah
kontrol teratur dan melakukan pemeriksaan USG hati secara
berkala. Dengan demikian akan segera dapat dideteksi bila ada
perkembangan penyakit ke arah yang kurang baik.
Karena itulah, masih 'lebih untung' terkena infeksi hepatitis A
dibandingkan bila terkena infeksi hepatitis B atau C. Tapi
mencegah agar tidak terkena infeksi apapun, termasuk infeksi
hepatitis A, tentu lebih baik. Untuk itu gaya hidup sehat,
kebiasaan mencuci tangan serta sanitasi yang baik menjadi
prioritas utama. Pilihan lain adalah vaksinasi. 
Patofisiologi
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran
darah dan terbawa sampai ke hati. di sini agen infeksi menetap
dan mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel
hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT).
akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan
konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan
mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu
makan (anoreksia). salah satu fungsi hati adalah sebagai
penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau
tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini
merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai
kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang
berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat
menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara
lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga
dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam
waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik.
Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas
sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui
dengan meraba / palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada
saat gejala ikterik mulai nampak.
Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik
dan akut. Klasifikasi hepatitis viral akut dapat dibagi atas
hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas
(asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis
viral anikterik dan hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik
dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu hepatitis kronik
persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis kronik aktif.
Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis
infeksiosa, panas badan (pireksia) didapatkan paling sering pada
hepatitis A. Hepatitis tipe B mempunyai masa inkubasi lama
atau disebut dengan hepatitis serum.
Hepatitis akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam
empat bagian yaitu: hepatotoksin-hepatotoksin direk,
hepatotoksin-hepatotoksin indirec, reaksi hipersensitivitas
terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik.
Obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan hepar
adalah:
v Obat anastesi
v Obat antibiotik
v Obat antiinflamasi
v Obat antimetabolik dan imunosupresif
v Antituberkulosa
v hormon-hormon
v obat psikotropik
v Lain-lain, contoh phenothiazine

Penyakit Hepatitis
Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa
jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta
merusak sel-sel organ hati manusia. Hepatitis diketegorikan dalam
beberapa golongan, diantaranya hepetitis A,B,C,D,E,F dan G. Di
Indonesia penderita penyakit Hepatitis umumnya cenderung lebih
banyak mengalami golongan hepatitis B dan hepatitis C.

  Penyakit Hepatitis A
Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan
jarang sekali menyebabkan kematian, Virus hepatitis A (VHA=Virus
Hepatitis A) penyebarannya melalui kotoran/tinja penderita yang
penularannya melalui makanan dan minuman yang terkomtaminasi,
bukan melalui aktivitas sexual atau melalui darah. Sebagai contoh,
ikan atau kerang yang berasal dari kawasan air yang dicemari oleh
kotoran manusia penderita.

Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu


sejak penularan terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan
beberapa tanda dan gejala terserang penyakit Hepatitis A.

1. Gejala Hepatitis A
Pada minggu pertama, individu yang dijangkiti akan mengalami sakit
seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera makan, muntah-
muntah, pusing dan kencing yang berwarna hitam pekat. Demam
yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam
yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll.

2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis A


Penderita yang menunjukkan gejala hepatitis A seperti minggu
pertama munculnya yang disebut penyakit kuning, letih dan
sebagainya diatas, diharapkan untuk tidak banyak beraktivitas serta
segera mengunjungi fasilitas pelayan kesehatan terdekat untuk
mendapatkan pengobatan dari gejala yang timbul
sepertiparacetamol sebagai penurun demam dan
pusing, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu
makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan muntah.

Sedangkah langkah-langkah yang dapat diambil sebagai usaha


pencegahan adalah dengan mencuci tangan dengan teliti, dan
suntikan imunisasi dianjurkan bagi seseorang yang berada disekitar
penderita.

"Hepatitis A itu self limiting disease (bisa sembuh dengan


sendirinya), jadi dibiarkan saja bisa sembuh sendiri. Tidak perlu
terlalu dihebohkan begitu. Tidak perlu khawatir, tidak harus dirawat
di rumah sakit, dengan bed rest saja bisa sembuh," jelas Prof Dr Ali
Sulaiman, SpPD-KGEH dari Pokja Hepatitis.

  Penyakit Hepatitis B
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang tergolong
berbahaya didunia, Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B
(VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut
atau menahun. Seperti hal Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat
menjadi kronis dan akhirnya menjadi kanker hati. Proses penularan
Hepatitis B yaitu melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan
darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B.

Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain


penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual,
transfusi darah, jarum suntik, maupun penggunaan alat kebersihan
diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama. Hepatitis B dapat
menyerang siapa saja, akan tetapi umumnya bagi mereka yang
berusia produktif akan lebih beresiko terkena penyakit ini.

1. Gejala Hepatitis B
Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut
adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang
putih/sklera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan
cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan
kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
Atau 
Gejala Hepatitis B Ringan Sering Tidak Nampak

Salah satu hal yang mengkawatirkan mengenai penyakit ini adalah


hepatitis B ringan seringkali tidak menampakkan gejala kecuali
dilakukan pemeriksaan darah. Penderita hepatitis B ringan terlihat
segar bugar dan tidak menunjukkan tanda- tanda sakit. Di Indonesia
sendiri, tingkat penularan virus ini sangat tinggi karena faktor
besarnya jumlah pembawa virus yang tidak menyadari bahwa dirinya
telah terinfeksi. Selain itu penularan dari ibu ke anaknya juga masih
sangat tinggi karena upaya tingkat pencegaha hepatitis B pada ibu
hamil belum sebaik di negara- negara maju.

Jika hepatitis B sudah memasuki fase berat, maka beberapa gejala


akan mulai nampak, yaitu penderita sering mengalami flu, hilang
nafsu makan, mual, muntah, mudah lelah, penurunan berat badan,
urin menjadi gelap, mata kuning dan sebagainya.

2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis B


Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang
ditegakkan maka akan dilakukan periksaan darah. Setelah diagnosa
ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka ada cara pengobatan untuk
hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan secara injeksi.
a. Pengobatan oral yang terkenal adalah ;
- Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang
dikenal dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun
anak-anak, Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzyme hati
(ALT) untuk itu penderita akan mendapat monitor bersinambungan
dari dokter.
- Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara
oral akan lebih efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi
akan berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal.
- Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada
penderita Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini
adalah sakit kepala, pusing, letih, mual dan terjadi peningkatan
enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan pemberian obat ini
belum dikatakan stabil.

b. Pengobatan dengan injeksi/suntikan adalah ;


Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel
radioaktif pemancar sinar ß yang akan menghancurkan sel kanker
hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya. Injeksi Alfa
Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN,
ROFERON) diberikan secara subcutan dengan skala pemberian 3
kali dalam seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek samping
pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada penderita yang
memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit
pada otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal
ini dapat dihilangkan dengan pemberian paracetamol.

Langkah-langkah pencegahan agar terhindar dari penyakit Hepatitis


B adalah pemberian vaksin terutama pada orang-orang yang beresiko
tinggi terkena virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang
baik (ganti-ganti pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat
dan dokter) dan mereka yang berada didaerah rentan banyak kasus
Hepatitis B.

  Penyakit Hepatitis C
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah
{transfusi, jarum suntik (terkontaminasi), serangga yang menggiti
penderita lalu mengigit orang lain disekitarnya}. Penderita Hepatitis
C kadang tidak menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada
penderita Hepatitis C kronik menyebabkan kerusakan/kematian sel-
sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati. Sejumlah 85%
dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan
merusak hati bertahun-tahun.

1. Gejala Hepatitis C
Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C
tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-
tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya
adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap
dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang
terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme
hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita
Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.

Walaupun pasien sirosis sebagian besar memiliki lebih dari satu


penyebab, hepatitis C kronis dan konsumsi alkohol berat secara
tradisional menjadi penyebab paling umum dari sirosis.
 Alkohol
Konsumsi alkohol yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.
Sirosis terjadi tergantung pada seberapa sering seseorang minum
alkohol.
Tiga puluh persen orang yang minum 8 oz. atau lebih bir atau
minuman keras selama 15 tahun atau lebih akan mengembangkan
sirosis.

2. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis C


Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat
seperti Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin.
Adapun tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan
virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan
yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati. Pengobatan pada
penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang cukup lama bahkan
pada penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu perlu
penanganan pada stadium awalnya.
3.Hepatitis D

Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik,
yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus
hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan
transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul
sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. 
Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang
memerlukan pertolongan virus hepatitis B untuk berkembang biak
sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi hepatitis B.
Virus hepatitis D (HDV) adalah yang paling jarang tapi paling
berbahaya dari semua virus hepatitis.
Pola penularan hepatitis D mirip dengan hepatitis B. Diperkirakan
sekitar 15 juta orang di dunia yang terkena hepatitis B (HBsAg +)
juga terinfeksi hepatitis D. Infeksi hepatitis D dapat terjadi
bersamaan (koinfeksi) atau setelah seseorang terkena hepatitis B
kronis (superinfeksi).
Orang yang terkena koinfeksi hepatitis B dan hepatitis D mungkin
mengalami penyakit akut serius dan berisiko tinggi mengalami gagal
hati akut. Orang yang terkena superinfeksi hepatitis D biasanya
mengembangkan infeksi hepatitis D kronis yang berpeluang besar
(70% d- 80%) menjadi sirosis.
Tidak ada vaksin hepatitis D, namun dengan mendapatkan vaksinasi
hepatitis B maka otomatis Anda akan terlindungi dari virus ini karena
HDV tidak mungkin hidup tanpa HBV.
4.Hepatitis alkoholik
Hepatitis alkoholik menggambarkan peradangan hati yang
disebabkan oleh minuman alkohol. Meskipun hepatitis alkoholik
yang paling mungkin terjadi pada pecandu minuman keras selama
bertahun-tahun, namun mengonsumsi alkohol dan hepatitis alkoholik
mempunyai hubungan yang kompleks. Tidak semua pecandu
minuman keras menderita hepatitis alkoholik, dan penyakit ini juga
dapat terjadi pada orang yang hanya minum sedikit. Jika telah
didiagnosis menderita hepatitis alkoholik, hal ini berarti harus
berhenti total minum alkohol. Orang yang terus minum alkohol dapat
terus memperparah kerusakan hati yang lebih serius yaitu sirosis dan
gagal hati.
Penyebab :
Hepatitis alkoholik terjadi ketika hati rusak oleh alkohol yang telah
dikonsumsi. Mekanisme bagaimana alkohol dapat menimbulkan
kerusakan hati pada pecandu alkohol belum diketahui secara jelas.
Proses pemecahan etanol yang merupakan alkohol yang terkandung
dalam bir, anggur dan minuman keras dapat menghasilkan bahan
kimia sangat beracun, seperti asetaldehida. Bahan kimia ini memicu
peradangan yang menghancurkan sel-sel hati. Kemudian jaringan
hati yang sehat digantikan oleh jaringan parut yang ditimbulkan
akibat luka peradangan. Hal tersebut akan mengganggu kemampuan
hati untuk berfungsi dengan baik. Pembentukan jaringan parut
merupakan kerusakan irreversible yang disebut sirosis, merupakan
tahap akhir dari hepatitis alkoholik.
Gejala :
Bentuk ringan dari hepatitis alkoholik mungkin tidak menyebabkan
masalah yang nyata, tetapi perkembangan penyakit ini akan
menyebabkan hati lebih rusak, tanda dan gejala yang mungkin
terjadi, antara lain:

 Kehilangan nafsu makan


 Mual dan muntah
 Nyeri perut dan nyeri teka
 Kulit dan putih mata menguning (jaundice)
 Demam
 Perut bengkak akibat penumpukan cairan (asites)
 Kelelahan

Berkonsultasilah dengan dokter jika memiliki tanda atau gejala


hepatitis alkoholik. Jika pernah merasa seolah-olah tidak bisa
mengontrol minum, maka berkonsultasilah dengan dokter.
Pengobatan :

 Hentikan minum alkohol – Jika telah didiagnosa menderita


hepatitis alkoholik, maka harus berhenti minum alkohol. Ini
satu-satunya cara untuk menghentikan kerusakan hati atau
untuk mencegah berkembangnya penyakit menjadi lebih
parah. Jika terus minum alkohol, maka kemungkinan akan
mengalami komplikasi yang serius. Jika sudah
ketergantungan dengan alkohol dan ingin berhenti, dokter
dapat merekomendasikan terapi yang disesuaikan pada
kondisi ketergantungan. Terapi tersebut mungkin termasuk
obat-obatan, konseling, dll.
 Terapi untuk malnutrisi – Dokter mungkin menyarankan diet
khusus untuk memperbaiki kondisi kekurangan gizi yang
dapat terjadi pada orang dengan hepatitis alkoholik. Dokter
dapat merujuk pada ahli gizi yang dapat membantu menilai
pola makan saat ini dan menyarankan perubahan untuk
meningkatkan vitamin dan nutrisi.
 Obat untuk mengurangi peradangan hati – Penderita hepatitis
alkoholik berat dapat mempertimbangkan pengobatan jangka
pendek dengan obat-obatan untuk mengurangi peradangan
hati. Dalam situasi tertentu, dokter dapat merekomendasikan
kortikosteroid atau pentoxifylline.
 Transplantasi hati – Bila fungsi hati sangat terganggu,
transplantasi hati mungkin satu-satunya pilihan bagi sebagian
orang. Meskipun transplantasi hati sering berhasil, jumlah
orang yang membutuhkan transplantasi jauh melebihi jumlah
organ yang tersedia. Beberapa pusat kesehatan mungkin
enggan untuk melakukan transplantasi hati pada penderita
hepatitis alkoholik karena kemungkinan sebagian besar akan
kembali mengonsumsi minuman keras setelah operasi.

Read more: http://doktersehat.com/hepatitis-
alkoholik/#ixzz1hbiLtXgq
4.Hepatitis E

Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu


makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self-
limited), keculai bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester
ketiga, dapat mematikan Hepatitis E mirip dengan hepatitis A. Virus
hepatitis E (HEV) ditularkan melalui kotoran manusia ke mulut dan
menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Tingkat tertinggi infeksi hepatitis E terjadi di daerah bersanitasi
buruk yang mendukung penularan virus.
Hepatitis E menyebabkan penyakit akut tetapi tidak menyebabkan
infeksi kronis. Secara umum, penderita hepatitis E sembuh tanpa
penyakit jangka panjang. Pada sebagian sangat kecil pasien (1-4%),
terutama pada ibu hamil, hepatitis E menyebabkan gagal hati akut
yang berbahaya. Saat ini belum ada vaksin hepatitis E yang tersedia
secara komersial. Anda hanya dapat mencegahnya melalui penerapan
standar kebersihan yang baik.
. Penularan melalui air yang terkontaminasi feces. 

Pemeriksaan Penunjang
Faal Hati yang sesungguhnya.
Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga
perut bagian kanan atas. Organ ini mempunyai peran yang penting
karena merupakan regulator dari semua metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Tempat sintesa dari berbagai komponen protein,
pembekuan darah, kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat
vital. Selain itu, juga merupakan tempat pembentukan dan
penyaluran asam empedu serta pusat pendetoksifikasi racun dan
penghancuran (degradasi) hormon-hormon steroid seperti estrogen. 
Pada jaringan hati, terdapat sel-sel Kupfer, yang sangat penting
dalam eliminasi organisme asing baik bakteri maupun virus. Karena
itu untuk memperlihatkan adanya gangguan faal hati, terdapat satu
deretan tes yang biasanya dibuat untuk menilai faal hati tersebut.
Perlu diingat bahwa semua tes kesehatan mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang berlainan, maka interpretasi dari hasil tes sangat
dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.
Tes Faal Hati untuk lebih menilai hepatitis secara spesifik      
Karena faal hati dalam tubuh mempunyai multifungsi maka tes faal
hatipun beraneka ragam sesuai dengan apa yang hendak kita nilai.
Untuk fungsi sintesis seperti protein, zat pembekuan darah dan lemak
biasanya diperiksa albumin, masa protrombin dan cholesterol. Fungsi
ekskresi/transportasi, diperiksa bilirubin, alkali fosfatase. ∂-GT.
Kerusakan sel hati atau jaringan  hati, diperiksa SGOT(AST),
SGPT(ALT). Adanya pertumbuhan sel hati yang muda (karsinoma
sel hati), alfa feto protein. Kontak dengan virus hepatitis B yaitu;
HBsAg, AntiHBs, HBeAg, anti HBe, Anti HBc, HBVDNA, dan
virus hepatitis C yaitu; anti HCV, HCV RNA, genotype HCV. 
Secara umum ada 2 macam gangguan faal hati.
1.      Peradangan umum atau peradangan khusus di hati yang
menimbulkan kerusakan jaringan atau sel hati.
2.      Adanya sumbatan saluran empedu. 
Aneka macam hasil tes faal hati yang terganggu.
Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang
sistemik yang bukan virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya
ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea, asthenia dan
sebagainya. Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan
SGOT, SGPT serta ∂-GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat
sedikit menurun bila infeksi sudah terjadi lama dan bilirubin dapat
meningkat sedikit terutama bila infeksi cukup berat.  (lihat table 1) 
Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug induce hepatitis.
Faal hati seperti Bilirubindirect/indirect dapat meningkat biasanya
kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik,bilirubin dapat
lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5 sampai 20
kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai 4 kali
nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi.
Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila
terjadi hepatitis fulminan maka rasio albumin globulin  dapat terbalik
dan masa protrombin dapat memanjang ( lihat tabel2)
Tes faal hati pada sumbatan saluran
empedu. Bilirubin direct/indirect dapat tinggi sekali (>20 mg%),
terutama bila sumbatan sudah cukup lama. Peningkatan SGOT dan
SGPT biasanya tidak terlalu tinggi, sekitar kurang dari 4 kali nilai
normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat sekali dapat lebih dari 5
kali nilai normal. Kolesterol juga meningkat  (lihat table 3). 
Tes faal hati pada perlemakan hati (fatty
liver). Albumin/globulin dan Bilirubin biasanya masih normal. SGOT
dan SGPT meningkat sekitar 2 sampai 3 kali nilai normal demikian
juga ∂-GT dan alkalifosfatasemeningkat sekitar ½ sampai 1 kali dari
nilai normal . Kadar triglyserida dan kolesterol juga terlihat
meninggi. Kelainan ini sering pada wanita dengan usia
muda/pertengahan, gemuk dan biasanya tidak ada keluhan atau
mengeluh adanya perasaan tak nyaman pada perut bagian kanan
atas. Pada kasus perlemakan hati yang primer maka semua pertanda
hepatitis C harus negatif. (lihat tabel 4)
Adanya pertanda hepatitis virus dalam darah penderita. 
Penderita hepatitis A akut atau baru sembuh dari hepatitis A, ditandai
dengan IgM anti HAV yang positif. Sedang IgG anti HAV positif
sering ditemukan pada anak atau orang dewasa dari negara
berkembang dengan sanitasi lingkungan yang jelek. Ini menandakan
penderita pernah terinfeksi virus hepatitis A dimasa lalu. Karena
itu prevalensi IgG HAV dapat dipakai sebagai indeks sanitasi
lingkungan suatu negara.
Sembuh dari infeksi Hepatitis B, ditandai dengan menghilangnya
HBsAg dan timbulnya anti HBs. Sedang IgM Anti HBc pos, berarti
baru (recent) terinfeksi dengan hepatitis B. 
Hepatitis B yang menahun.
1.      Hepatitis kronis fase replikatip/toleran. Ditandai dengan
HBsAg+, HbeAg+, HBVDNA+ ( kuantitatif dapat
>105 copy/ml). Tapi Faal hatinya normal.

2.   Hepatitis kronis reaktif aktif (necro-inflamatory stage). Ditandai


dengan HBsAg+, HBeAg+, HBVDNA+ (kuantitatif dapat
>105 copy/ml). Tapi Faal hati nya Abnormal, terutama SGOT/PT
tinggi (>3X nilai normal), albumin/globulin biasanya masih
normal, bilirubin dapat menigkat sedikit (< dari 3 mg%)

3.  Hepatitis khronis B mutant. Disini HBsAg+, HBeAg negatif,


tetapi anti HBe+,  dan HBV DNA+. Liver fungsinya
terganggu. Biasanya penderita ini, mempunyai penyakit hati yang
lebih berat.

4.      Hepatitis inaktif/integratif. HBsAg+, Anti HBe+, HBV DNA


negatif atau dibawah < 103 copy/ml dan faal hatinya normal.

5.     Sirosis hati B,
rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat (< dari 5 mg%),
SGOT> SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal, tapi
pada yang sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. HBsAg+,
HBeAg/anti HBe  dapat  positif. HBV-DNA seringnya sudah negatif.
Hepatitis C
1.      Sembuh dari hepatitis C, ditandai dengan anti HCV+, HCV-
RNA – (negatif), faal hati yang normal.
2.      Hepatitis C kronik, ditandai dengan Anti HCV+, HCV-RNA
+,  faal hati sebagian terbesar terganggu, tapi bisa normal pada
sebagian kecil penderita.
3.     Sirosis hati C,
rasio albumin/globulin terbalik, Bilirubin meningkat( < dari 5mg%),
SGOT > SGPT, biasanya meningkat sekitar 2 s/d 4 kali normal, tapi
pada yang sirosis berat SGOT/SGPT dapat normal. Anti HCV dan
HCV-RNA positif.
Genotype hepatitis. 
Pada hepatitis B ada 8 genotipe dan diberi nama abjad A sampai
dengan H. Di Indonesia terutama genotipe B dan C. Hepatitis C ada 6
genotipe dan diberi nama angka 1 sampai 6. Dalam satu genotipe ada
dibagi lagi menjadi sub-genotipe dan tambahan huruf kecil dari a
sampai c. Di Indonesia yang terbanyak adalah genotipe 1b. (> 65%)
Kelainan faal hati yang tidak specific 
Hal ini biasanya terjadi pada penderita penyakit hati yang telah
mempengaruhi fungsi dari organ lain seperti ginjal, paru jantung dsb.
Dalam hal seperti ini, gambaran klinis serta pemeriksaan penunjang
seperti USG, CT scan dan ERCP (Endoscopy Retrograde Cholangio
Pancreatography) atau bahkan biopsi hati biasanya diperlukan untuk
menegakan diagnosisnya.
Hasil laboratorium faal hati yang normal pada penderita penyakit
hati yang menahun. 
Penderita kronik hepatitis B pada yang fase replikatif,
inaktif/integratif sering menunjukan hasil laboratorium yang normal.
Juga pada penderita hepatitis C (dengan HCV-RNA+), juga dapat
menunjukan tes faal hati yang normal. Pada penderita sirosis hati
yang kompensata juga sering mempunyai tes faal hati yang normal.
Pada sirosis hati yang sudah lanjut sering kita mendapatkan kadar
SGPT/SGOT normal, hal ini terjadi karena jumlah sel hati pada
sirosis berat sudah sangat kurang sehingga kerusakan sel hati relatif
sedikit. Tapi kadar bilirubin akan terlihat meninggi dan
perbandinganalbumin/globulin akan terbalik. Bila kita cermati lebih
teliti maka kadar SGOT akan lebih tinggi SGPT.
Pelaporan hasil petanda hepatitis virus secara kuantitatif dan
kualitatif.
1.      Hepatitis B. 
Pemeriksaan kualitatif selalu lebih sensitif dari pada pemeriksaan
kuantitatif. Cara pemeriksaan kuantitiatif hepatitis B dikerjakan
dengan bermacam cara dan tiap cara mempunyai sensitivitas tertentu
dan juga pelaporannya dapat memakai satuan tertentu. Lihat tabel 5.
Hasil kuantitiatif hepatitis B diatas 105 copy/ml dianggap batas untuk
diobati.
2.      Hepatitis C. 
Juga pemeriksaan kualitatif lebih sensitif dari kuantitatif. Ada
bermacam cara pemeriksaan kuantiatif HCV dan mempunyai rentang
sensitivitas yang berbeda. Hasil kuantitatif dari 1 cara pemeriksaan
kuantitatif HCV,  tidak dapat disamakan hasilnya dengan
pemeriksaan HCV dengan cara yang lain.
Pemerikasaan laboratorium untuk deteksi hepatitis
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap
hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengetahui
penyebab hepatitis dan menilai fungsi organ hati (liver). Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi hepatitis terdiri dari atas tes serologi
dan tes biokimia hati.
o Tes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen maupun antibodi
terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.
o Tes biokimia hati adalah pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat
kimia maupun enzim yang dihasilkan jaringan hati (liver). Dari tes
biokimia hati inilah dapat diketahui derajat keparahan atau kerusakan
sel dan selanjutnya fungsi organ hati (liver) dapat dinilai.Beberapa
jenis parameter biokimia yang diperiksa adalah AST (aspartat
aminotransferase), ALT (alanin aminotransferase), alkalin fosfate,
bilirubin, albumin dan waktu protrombin. Pemeriksaan ini biasa
dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi perkembangan
penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan hati (liver).
Ø Pemeriksaan HbsAg. Yakni untuk mendeteksi adanya antigen virus
dalam tubuh, sebagai penanda awal terjadinya infeksi Hepatitis B.
Ø Pemeriksaan antiHBs. Untuk mendeteksi adanya kekebalan atau
antibodi terhadap virus Hepatitis B.
Ø Pemeriksaan IgM antiHBc. Untuk mendeteksi antibodi terhadap
HbcAg. (penanda pernah terinfeksi hepatitis B).
Ø Pemeriksaan HbeAg dan Anti Hbe. Untuk mendeteksi apakah
sedang terjadi replikasi virus aktif atau tidak dalam tubuh penderita.
Ø Pemeriksaan HBV DNA kuantitatif. Untuk mengetahui seberapa
besar proses replikasi virus sedang terjadi di dalam tubuh. Tetapi
hanya dilakukan bila penderita terinfeksi Hepatitis B, sehingga dapat
ditemukan pada tipe mutant.
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk melacak hepatitis
virus C antara lain dengan;
Ø Anti HCV. Untuk mengetahui apakah penderita terpapar Hepatitis
C.
Ø HCV RNA kuantitatif. Untuk mengetahui seberapa besar aktifitas
Virus Hepatitis C.
Saat ini, hasil pemeriksaan immunologi untuk deteksi hepatitis virus
tersebut selain HBV DNA dan HCV RNA, dapat diketahui segera
(One Day Sevice/sehari jadi). Perkembangan di bidang diagnostika
laboratorium tersebut, tentunya akan mempercepat penanganan oleh
dokter, sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat bagi
penderita Hepatitis A, B maupun C.

Tipe Hepatitis Lain


Hepatitis yang disebabkan oleh alkohol, narkoba, obat, atau
pun racun mengakibatkan gejala yang sama seperti hepatitis virus.
Tugas hati adalah untuk menguraikan zat yang terdapat dalam darah,
dan beban dapat menjadi terlalu berat. Beberapa obat yang dipakai
untuk memerangi HIV atau pun penyakit terkait AIDS dapat
mengakibatkan hepatitis. Begitu juga dengan
parasetamol/asetaminofen (nama merek antara lain Bodrex dan
Panadol), obat penawar nyeri yang umum.
Pengobatan yang paling baik untuk tipe hepatitis ini adalah
menghentikan penggunaan alkohol, narkoba atau obat yang
mengganggu hati.
Jika hepatitis disebabkan oleh IO terkait AIDS maka IO itu harus
ditangani agar hati dapat pulih.
Berikut beberapa cara untuk melindungi diri dari infeksi
hepatitis B dan C, yaitu:

- Periksa kesterilan jarum yang digunakan untuk tindik telinga


maupun bagian tubuh lain, tato, akupunktur, maupun elektrodialisis.

- Hindari berbagi jarum suntik dengan orang lain.

- Hindari penggunaan bersama/ bergantian gunting kuku, pisau


cukur, sikat gigi, dan benda-benda lain yang mungkin kontak dengan
darah.

- Lakukan pemeriksaan berkala terhadap hepatitis B dan C jika Anda


adalah orang-orang yang berisiko tinggi, misalkan tenaga kesehatan
atau pernah menerima transplantasi organ, transfusi darah, bertukar
jarum suntik, seks tanpa pengaman, dan lain-lain. Adapun apabila
hati Anda telah mengalami kerusakan, ada beberapa cara untuk
menjaga agar perusakan hati tidak berlanjut. Anda harus segera
berkonsultasi dengan dokter atau profesional medis mengenai kondisi
Anda sebenarnya. Secara umum, beberapa langkah berikut dapat
membantu Anda:

-Hindari alkohol dan segala jenis makanan atau obat yang bersifat
toksik terhadap hati. Hati menganggap alkohol sebagai zat beracun,
jadi hati menyaring dan membuangnya. Ketika seseorang terinfeksi
hepatitis C, alkohol dapat secara signifikan meningkatkan perusakan
hati. Hindari konsumsi alkohol bersamaan dengan asetaminofen
(obat penghilang rasa sakit yang dijual bebas di pasaran). Ketika
Anda mengonsumsinya secara bersamaan, hal itu dapat memperparah
perusakan hati.

- Makanlah makanan sehat. Ketika hati Anda mengalami kerusakan,


tubuh tidak akan mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.Anda akan
merasa lelah atau lemas. Anda juga akan kehilangan nafsu makan.
Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk menjaga asupan nutrisi
harian yang Anda butuhkan untuk menjaga berat badan dan energi
pada level yang seharusnya.

Referensi
http://medicastore.com/hepatitis_c/infeksi_hepatitis.htm
http://www.medistra.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=106
http://www.helmigs.com/healtharticles_content_hepatitis_id.php
 http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1264&id=7
- http://www.medicinenet.com/viral_hepatitis/article.htm  
- http://labtestsonline.org/understanding/conditions/hep/ 

Anda mungkin juga menyukai