Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH GYNECOLOGI

“RADANG PADA GENETALIA INTERNA DAN EKSTERNA”

Dosen Pengampuh Mata Kuliah


Siti Hadijah Batjo, SST., M.Kes

Disusun Oleh Kelompok IV :


DIAN RAHMAYANI (PO7124318030)
A.A RINDI (PO7124318031)
LULU AZZAHRA (PO7124318043)
MITA AFRIANTI L. (PO7124318047)
VITA NINGSIH (PO712431844)
DIANA ENES (PO7124318042)

ASSYAH BURNIARSIH MADENGKE (PO7124318037)

PROGRAM STUDI D4 TINGKAT 3A (REGULER)

JURUSAN KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES PALU

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat rahmat dan karunia-NYA sehingga makalah “RADANG PADA
GENETALIA INTERNA DAN EKSTERNA” ini dapat terselesaikan dengan
baik. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal dan teliti.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, maupun susunan bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang
membangun sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap agar ini dapat memberi manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Palu, 2 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................3

A. RADANG.......................................................................................................3

B. GENITALIA INTERNA................................................................................4

C. GENITALIA EKSTERNA.............................................................................7

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................8

A. BARTOLINITIS............................................................................................8

B. VAGINITIS..................................................................................................11

C. VULVOVAGINITIS....................................................................................15

D. CERVICITIS................................................................................................17

E. ENDOMETRITIS.........................................................................................19

F. MIOMETRITIS............................................................................................25

G. PARAMETRITIS.........................................................................................28

H. ADNEKSITIS..............................................................................................32

I. PERITONITIS PELVIS.................................................................................35

BAB IV PENUTUP..............................................................................................40

A. KESIMPULAN............................................................................................40

B. SARAN.........................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit radang pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital
yang telah menyebar ke dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat
reproduksi  wanita seperti rahim, tuba fallopii dan ovarium. Ini satu hal
yang amat mengkhawatirkan. Suatu infeksi serius dan sangat
membahayakan jiwa. Infeksi tersebut juga sangat umum.
Kurang lebih 150 wanita meninggal per tahun sehingga cukup
beralasan untuk memperhatikan gangguan medis ini secara lebih serius.
Namun, ada pula kekhawatiran lainnya, serangan infeksi ini diketahui
sangat meningkatkan risiko seorang wanita untuk menjadi mandul. Ketika
bakteri-bakteri yang menyerang menembus tuba fallopii, mereka dapat
menimbulkan luka di sepanjang lapisan dalam yang lunak, menyebabkan
sukarnya (atau tidak memungkinkannya) sebuah telur masuk ke dalam
rahim.
Pembuluh yang tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang
sedang bergerak melakukan kontak dengan sel telur yang turun. Akibatnya
adalah perkiraan yang mengkhawatirkan yaitu setelah satu episode
infeksi  ini, resiko seorang wanita untuk menjadi mandul adalah 10%.
Setelah infeksi kedua resikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika
wanita ini mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya akan
melambung menjadi 55%. Secara keseluruhan, dapat diperkirakan,
penyakit radang pelvis menyebabkan kurang lebih antara 125.000 hingga
500.000 kasus baru setiap tahun.
Kekhawatiran besar lainnya mengenai infeksi ini adalah bahwa
gangguan medis ini dapat meningkatkan resiko seorang wanita mengalami
kehamilan di luar kandungan sebesar enam kali lipat. Alasannya : karena

1
tuba falopii sering mendapatkan parut (bekas luka) yang timbul karena
infeksi ini, telur yang turun mungkin akan macet dan hanya tertanam di
dinding tuba. Kurang lebih 30.000 kehamilan di luar kandungan per tahun
dapat dipastikan disebabkan oleh infeksi seperti ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja peradangan yang dapat terjadi pada genitalia interna dan
eksterna pada wanita ?
2. Bagaimana cara mencegah agar tidak terjadi peradangan pada alat
genitalia ?
3. Pengobatan apa yang secara umum tetap diberikan pada penderita
peradangan alat genitalia ?
4. Komplikasi apa yang dapat terjadi bila peradangan tidak diobati ?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. RADANG
Radang atau inflamasi adalah respons dari suatu organisme terhadap
patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang
terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena
terbakar, atau terinfeksi. Radang merupakan salah satu dari respons
utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi
oleh faktor kimia (histamin, bradikinin  serotonin, leukotrien, dan
prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator
radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari
penyebaran infeksi.
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap
infeksi :
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi
untuk meningkatkan performa makrofaga
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak
Respons peradangan dapat dikenali dengan nyeri, bengkak, demam,
panas, merah, yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh
darah di area infeksi:
1. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan
aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak
bengkak kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama
pada pembuluh kecil
2. Aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh
darah
3. Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi,
akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan
masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.

3
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda
sebagai berikut:
1. Tumor atau membengkak
2. Calor atau menghangat
3. Dolor atau nyeri
4. Rubor atau memerah
5. Functio laesa  atau daya pergerakan menurun dan kemungkinan
disfungsi organ atau jaringan.

B. GENITALIA INTERNA
1. Vagina
Lubang atau saluran yang menghubungkan vulva dengan rahim,
terletak diantara saluran kemih dan lubang anus. Di bagian atasnya
terletak mulut rahim. Ukuran panjang dinding depan 8 cm dan dinding
belakang 10 cm. Bentuk dinding dalamnya berlipat-lipat disebut rugae,
sedangkan ditengahnya terdapat bagian yang lebih keras disebut
kolumna rugarum. Dinding vagina terdiri atas lapisan mukosa, lapisan
otot, dan lapisan jaringan ikat. Organ ini berbatasan dengan serviks
membentuk ruangan lengkung, antara lain forniks lateral kiri dan
kanan, forniks anterior, dan forniks posterior. Suplai darah vagina
diperoleh dari arteri uterina, arterri vesikalis inferior, erteri
hemoroidalis mediana, dan arteri pudendus interna.
Fungsi penting dari vagina adalah :
a. Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan secret lain dari
rahim
b. Alat untuk bersenggama
c. Jalan lahir pada waktu persalinan
2. Uterus (rahim)
Suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya di tutupi oleh
peritoneum, sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim.
Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil

4
diantara kandung kemih dan anus. Rahim berbentuk seperti bola
lapmpu pijar atau buah pear. Rahim mempunyai rongga yang terdiri
atas 3 bagian besar, yaitu :
a. Badan rahim (korpus uteri) berbentuk segitiga
b. Leher rahim (serviks uteri) berbentuk silinder
c. Rongga rahim (kavum uteri)
Bagian rahim antara kedua pangkal tuba disebut fundus uteri yang
merupakan bagian proksimal rahim. Besarnya rahim berbeda-beda,
bergantung pada usia dan pernah melahirkan atau belum. Ukurannya
kira-kira sebesar telur ayam kampung.
Korpus uteri, bagian utama rahim merupakan 2/3 bagian dari rahim.
Pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat utama bagi janin
untuk hidup dan berkembang.
Serviks terbagi menjadi dua bagian, yaitu pars supravaginal dan
pars vaginal yang disebut juga porsho. Porsio terdiri atas bibir depan
dan bibir belakang porsio. Saluran yang menghubungkan orifisium
uteri interna dan orifisium uteri eksterna disebut kanalis servikalis,
dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks. Bagian rahim antara serviks dan
korpus disebut ismus atau segmen bawah rahim. Bagian ini penting
dalam kehamilan dan persalinan karena mengalami peregangan.
Dinding rahim secara histologic, terdiri atas 3 lapisan :
a. Lapisan serosa (lapisan peritoneum), di luar
b. Lapisan otot (lapisan myometrium), di tengah
c. Lapisan mukosa (endometrium), di dalam
Sikap dan letak rahim dalam rongga panggul terfiksasi dengan
baikkarena disokong dan dipertahankan oleh tonus rahim sendiri,
tekanan intra-abdominal, otot-otot dasar panggul, dan ligamen.
Fungsi utama rahim adalah berfungsi dalam siklus haid setiap
bulan, tempat tumbuh kembang janin, dan berkontraksi terutama
sewaktu bersalin dan sesudah bersalin.

5
3. Tuba fallopi (saluran telur)
Tuba fallopi terdiri atas 4 bagian :
a. Pars interstiasialis (intramuralis) : Bagian tuba yang terdapat di
dinding uterus
b. Pars ismika : Bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
c. Pars ampularis : Bagian yang terbentuk sebagai saluran agak lebar,
tempat terjadi konsepsi
d. Infundibulum : Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen
dan mempunyai fimbria (umbai-umbai) yang berguna untuk
menangkap telur untuk kemudian menyalurkan ovum ke dalam
tuba
Fungsi utama tuba fallopi adalah sebagai saluran telur atau hasil
konsepsi ke arah kavum uteri dengan arus yang di timbulkan oleh
getaran rambut getar dan tempat terjadinya pembuahan (konsepsi /
fertilisasi).
4. Ovarium (indung telur)
Terdapat dua ovarium kanan dan kiri dengan mesovarium
menggantung di belakang ligamentum latum kanan dan kiri.
Bentuknya seperti buah almon sebesar ibu jari tangan (jempol) orang
dewasa.
Diperkirakan terdapat sekitar 100.000 folikel primer pada wanita.
Pada masa reproduksi, setiap bulan akan keluar satu folikel atau
kadang-kadang lebih dari satu yang dalam perkembangannya akan
menjadi folikel de Graaf.
Seumur hidupnya, seorang wanita diperkirakan akan mengeluarkan
sel telur kira-kira 400 butir. Fungsi utama indung telur (ovarium)
adalah menghasilkan ovum (sel telur), menghasilkan hormone-hormon
(estrogen dan progesterone), dan ikut serta mengatur haid.

6
C. GENITALIA EKSTERNA
Genitalia eksterna atau Alat reproduksi bagian luar ialah alat reproduksi
yang dapat dilihat dari luar secara kasat mata atau dapat dilihat secara
langsung.
1. Vulva
Bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke
belakang dibatasi peremium, bagian bagian vulva sendiri adalah :
a. Labia mayora (bibir besar kemaluan)
Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu juga
oleh pubis lanjutan dari mons veneris
b. Labia minora
Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu
c. Mons veneris
Daerah yang menggantung di atas simfisis, yang akan
ditumbuhi rambut kemaluan (pubis) apabila wanita beranjak
dewasa. Pada wanita rambut ini akan tumbuh membentuk sudut
lengkung, sedangkan pada pria membentuk sudut runcing ke atas.
d. Vestibulum
Terletak di bawah selaput lendir vulva, atau diantara 2 labia
minor. Terdiri dari bulbus vestibuli kanan dan kiri
e. Introitus vagina (pintu masuk vagina)
1) Hymen (selaput darah)
2) Perineum terletak diantara vulva dan anus
2. Orifisium uretra / lubang kemih
Lubang kemih adalah tempat keluarnya air kemih yang terletak di
bawah klitoris. Di sekitar lubang kemih bagian kiri dan kanan didapati
lubang kelnjar skene.
3. Klitoris
Identik dengan penis pada pria, kira-kira sebesar kacang hijau
sampe cabe rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris.

7
BAB III
PEMBAHASAN

A. BARTOLINITIS
1. Pengertian Bartolinitis
Kelenjar Bartholin adalah sepasang organ kecil di bawah lipatan
bibir vagina, disebut labia, pada area kemaluan wanita. Kelenjar ini
berperan mengeluarkan cairan untuk melembapkan dan melumasi
bagian luar vagina. Cairan ini keluar dari saluran Bartholin yang
berada pada mulut vagina. Kista bartholin terjadi saat bukaan dari
kelenjar ini terobstruksi sehingga cairan tidak dapat keluar dan
terkumpul dalam kelenjar tersebut. Jika cairan dalam kista ini
terinfeksi, maka nanah akan diproduksi yang menyebabkan abses
bartholin.
2. Gejala
Kista kelenjar Bartholin yang tidak terinfeksi dapat berbentuk
benjolan yang tidak terasa nyeri, tapi akan menyebabkan daerah
kewanitaan terlihat membengkak atau berwarna kemerahan, serta
menimbulkan rasa tidak nyaman saat berhubungan seksual, duduk,
maupun berjalan.
Kista kelenjar Bartholin yang terinfeksi memiliki gejala-gejala
sebagai berikut :
a. Sakit yang makin terasa seiring menjalani aktivitas rutin
b. Keluarnya cairan dari benjolan
c. Tubuh demam atau menggigil
d. Pembengkakan pada area vulva
e. Pada umumnya, kista atau abses ini hanya terjadi pada salah satu
sisi mulut vagina.
3. Penyebab dan Faktor Risiko
Kista Bartholin disebabkan oleh tersumbatnya saluran kelenjar
Bartholin. Saat saluran tersumbat, cairan akan tertampung di dalam

8
saluran atau kembali masuk ke dalam kelenjar. Lama-kelamaan, hal itu
akan menyebabkan saluran atau kelenjar membengkak dan membentuk
kista.
Belum diketahui secara pasti penyebab tersumbatnya saluran
kelenjar Bartholin. Namun, luka, cedera, iritasi yang berulang, dan
menjalani operasi, pada vagina bisa meningkatkan risiko tersumbatnya
kelenjar Bartholin.
Pada beberapa kasus, kista Bartholin juga dikaitkan dengan infeksi
menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau
Chlamydia trachomatis. Selain itu, infeksi Escherichia coli juga sering
dikaitkan dengan munculnya kista Bartholin.
Kista Bartholin dapat timbul pada semua usia. Namun, kondisi ini
lebih sering terjadi pada wanita berusia antara 20–30 tahun yang aktif
secara seksual. Kista jarang terjadi pada wanita yang telah menopause
karena kelenjar Bartholin telah menyusut.
4. Diagnosis
Untuk mendiagnosis kista bartholin maka akan dilakukan
wawancara tentang riwayat medis, pemeriksaan fisik pelvis, dan
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
sekret vagina untuk melihat adanya penyakit menular seksual. Pada
orang postmenopausal atau yang berusia lebih dari 40 tahun
direkomendasikan untuk melakukan biopsi untuk memeriksa adanya
sel-sel kanker.
5. Pengobatan
Pengobatan kista Bartholin ditentukan berdasarkan ukuran kista dan
gejala yang ditimbulkan. Kista kecil yang tidak menimbulkan gejala
biasanya tidak memerlukan penanganan dan dapat sembuh dengan
sendirinya.
Sebaliknya, kista membutuhkan pengobatan lebih lanjut bila
menimbulkan gejala atau mengalami infeksi dan berkembang menjadi
abses. Berikut adalah metode pengobatan yang dapat dilakukan:

9
a. Berendam di air hangat atau sitz bath
Duduk berendam di dalam air hangat setinggi panggul atau sitz
bath. Cara ini dapat dilakukan untuk meredakan rasa nyeri dan
tidak nyaman yang terjadi organ intim dan terkadang bisa
mengatasi kista yang masih berukuran kecil. Penanganan ini dapat
dilakukan secara mandiri di rumah.
b. Obat-obatan
Obat pereda nyeri, seperti paracetamol, dapat dikonsumsi untuk
meredakan rasa sakit. Dapat juga diberikan obat antibiotik untuk
meredakan infeksi penyebab timbulnya abses pada kista.
Obat anitibiotik juga dapat digunakan pada kasus di mana
infeksi menyebar ke kulit atau jaringan di sekitar abses atau ketika
penderita mengalami infeksi menular seksual.
c. Operasi insisi dan drainase
Operasi insisi dan drainase perlu dilakukan jika ukuran kista
cukup besar, terlebih jika terjadi infeksi. Operasi dilakukan dengan
membuat sayatan kecil (insisi) pada kista agar cairan nanah di
dalamnya dapat keluar (drainase).
d. Pemasangan kateter
Pemasangan selang dengan balon kateter dilakukan untuk
mengeluarkan cairan nanah. Pada prosedur ini, sayatan kecil dibuat
untuk memasukkan kateter ke dalam kista, kemudian balon
dikembangkan untuk menjaga agar kateter tidak lepas dan dapat
bertahan selama 2–6 minggu.
e. Marsupialisasi kista
Marsupialisasi kista dilakukan dengan membuat sayatan pada
kista untuk mengeluarkan cairan nanah dan menjahit ujung irisan
pada kulit sekitarnya agar kista tetap terbuka secara permanen.
Prosedur ini dapat dikombinasikan dengan pemasangan kateter.

10
f. Pengangkatan kelenjar Bartholin
Prosedur ini dilakukan saat prosedur lain tidak berhasil. Operasi
dilakukan dengan mengangkat seluruh kelenjar Bartholin.
6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin disebabkan oleh kista Bartholin adalah
kambuhnya kista atau infeksi. Jika tidak ditangani, infeksi juga dapat
masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh hingga
menyebabkan sepsis, walaupun hal ini jarang terjadi.
7. Pencegahan
Karena penyebabnya belum diketahui secara pasti, kista Bartholin
sulit untuk dicegah. Namun, ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk menurunkan risiko terjadinya abses atau infeksi pada kista,
yaitu:
a. Jaga kebersihan area sekitar organ intim, dan biasakan untuk
membersihkan organ intim dengan arah depan ke belakang
b. Hindari aktivitas yang bisa menyebabkan area di sekitar vagina
cedera
c. Gunakan kondom saat berhubungan intim untuk mencegah infeksi
menular seksual

B. VAGINITIS
1. Pengertian
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan rasa
gatal di vagina dan keputihan. Keputihan yang dialami penderita vaginitis
ini berbau tidak sedap.
Vagina terus menerus memproduksi cairan secara alami. Jumlah
dan tekstur cairan vagina tersebut bisa berubah-ubah sepanjang siklus
menstruasi. Oleh karena itu, normal jika seorang wanita mengalami
keputihan, namun keputihan yang normal seharusnya tidak berbau.
Vaginitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual. Kondisi
ini perlu segera ditangani, terutama pada ibu hamil, karena berisiko

11
menyebabkan bayi terlahir prematur atau lahir dengan berat badan
yang rendah.
2. Gejala Vaginitis
Gejala vaginitis sangat beragam, namun yang sering kali muncul
adalah :
a. Keputihan berwarna putih atau kuning kehijauan yang berbau tidak
sedap
b. Gatal di area vagina atau di sekitarnya, misalnya pada vulva
atau labia mayora
c. Kemerahan dan nyeri di sekitar vagina (vulvitis)
d. Flek atau perdarahan dari vagina
e. Nyeri saat buang air kecil dan berhubungan seks
3. Penyebab Vaginitis
Banyak faktor yang bisa menyebabkan vaginitis. Tetapi pada
sebagian besar kasus, vaginitis disebabkan oleh infeksi bakteri.
Keberadaan bakteri di vagina sebenarnya adalah hal yang normal,
selama jumlahnya seimbang. Vaginitis terjadi ketika ada
ketidakseimbangan antara jumlah bakteri ‘baik’ dan bakteri ‘jahat’ di
vagina.
Selain karena infeksi bakteri, penyebab lain vaginitis adalah:
a. Infeksi jamur, akibat perkembangan jamur yang berlebihan di
vagina
b. Iritasi atau reaksi alergi pada vagina, misalnya akibat penggunaan
pembersih kewanitaan
c. Penyakit menular seksual, seperti trikomoniasis, klamidia,
dan herpes genital
d. Penipisan dinding vagina akibat penurunan kadar estrogen,
misalnya setelah menopause atau setelah operasi pengangkatan
rahim (histerektomi).

12
4. Faktor Risiko Vaginitis
Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang
wanita menderita vaginitis, yaitu:
a. Bergonta-ganti pasangan seksual
b. Menderita diabetes yang tidak terkontrol
c. Melakukan vaginal douching atau membersihkan bagian dalam
vagina
d. Sering mengenakan celana yang lembab atau ketat
e. Menggunakan KB spiral atau spermisida
f. Menggunakan produk pembersih kewanitaan
g. Efek samping obat-obatan, seperti antibiotik atau kortikosteroid
h. Perubahan hormon akibat kehamilan atau konsumsi pil KB.
5. Diagnosis Vaginitis
Guna memastikan vaginitis, dokter akan terlebih dulu menanyakan
gejala yang dialami pasien dan apakah pasien pernah menderita
keluhan yang sama sebelumnya. Kemudian, dokter akan melakukan
pemeriksaan berikut :
a. Pemeriksaan kadar asam dan basa vagina, atau disebut juga pH
vagina
b. Pemeriksaan bagian dalam vagina, untuk melihat tanda peradangan
c. Pemeriksaan sampel cairan vagina di laboratorium, untuk
mengetahui penyebab vaginitis
d. Pemeriksaan sampel jaringan.
6. Pengobatan Vaginitis
Pengobatan vaginitis tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Secara umum, pengobatan tersebut meliputi :
a. Pemberian obat antibiotik
Metronidazole dan clindamycin adalah antibiotik yang paling
sering digunakan pada vaginitis yang disebabkan oleh bakteri.

13
b. Pemberian obat antijamur
Vaginitis akibat infeksi jamur dapat diatasi dengan obat
antijamur, seperti miconazole, clotrimazole, atau fluconazole.
c. Terapi pengganti hormone
Terapi pengganti hormon digunakan untuk mengatasi vaginitis
yang dipicu oleh penurunan hormon estrogen.
Sedangkan untuk mengatasi vaginitis yang disebabkan oleh iritasi
atau alergi, dokter akan menganjurkan pasien untuk menghindari
pemicunya, misalnya sabun pembersih vagina atau kondom berbahan
dasar lateks. Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat-obatan
untuk meredakan peradangan dan gatal.
7. Pencegahan Vaginitis
Vaginitis dapat dicegah dengan melakukan sejumlah langkah
sederhana di bawah ini :
a. Bersihkan vagina dengan air tanpa menggunakan sabun, dan hindari
membasuh bagian dalam vagina
b. Selalu bersihkan vagina dari arah depan ke belakang setiap kali
selesai buang air, dan pastikan menyeka vagina hingga benar-benar
kering.
c. Hindari penggunaan benda yang bisa menyebabkan iritasi atau
alergi pada vagina, seperti pembalut yang mengandung pewangi
atau sabun pembersih vagina.
d. Lakukan hubungan seks yang aman dengan menggunakan kondom
dan tidak bergonta-ganti pasangan
e. Gunakan air hangat bila ingin berendam, jangan air yang terlalu
panas.
f. Pilih celana dalam tidak ketat dan berbahan katun.
g. Kontrol kadar gula darah bila menderita diabetes

14
C. VULVOVAGINITIS
1. Pengertian Vulvovaginitis
Vulvovaginitis merupakan peradangan atau infeksi pada vulva dan
vagina. Kondisi ini umum dialami oleh wanita dan anak perempuan
pada berbagai usia, dan mempunyai penyebab yang bervariasi.
2. Gejala
a. Tidak nyaman pada saat buang air kecil
b. Terasa gatal pada area kelamin
c. Iritasi pada daerah kelamin
d. Keputihan pada vagina yang semakin lama semakin berbau tajam
e. Terdapat peradangan sekitar labia dan daerah perineum
3. Penyebab
a. Bakteri
Bakteri merupakan penyebab paling umum dari kondisi ini,
dengan gejala berupa keluarnya keputihan berwarna putih keabu-
abuan, disertai dengan bau yang amis. Jenis bakteri yang
menginfeksi adalah streptococcus, gardnerella, dan staphylococcus.
b. Ragi / jamur
Ragi atau jamur merupakan salah satu penyebab umum dari
vulvovaginitis. Kondisi ini menyebabkan gatal pada kelamin dan
keputihan berwarna putih dan kental dengan tekstur seperti keju.
c. Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti herpes
dan human papillomavirus (HPV).
d. Parasit seperti cacing kremi, kudis, dan kutu dapat menyebabkan
radang vulva dan vagina
e. Faktor lingkungan yang buruk seperti kebersihan. Selain itu,
memakai pakaian yang ketat dapat menyebabkan iritasi dan
membuat area tersebut menjadi lembap. Kulit yang teriritasi lebih
rentan terhadap vulvovaginitis. Infeksi menular seksual dapat
menyebabkan gatal, ketidaknyamanan, keputihan yang banyak dan
dapat berwarna kuning, abu-abu, atau hijau, disertai dengan bau

15
yang sangat menyengat. Penyakit atau infeksi menular seksual di
antaranya adalah klamidia, gonorrhea dan herpes.
f. Bahan kimia yang menyebabkan reaksi alergi sering ditemukan
pada sabun, parfum, kontrasepsi vaginal, cairan pembersih
kewanitaan dan detergen. 
4. Diagnosis
a. Menanyakan riwayat penyakit dan tanda serta gejala yang dialami
pasien
b. Mengumpulkan sampel cairan dari vagina untuk pengujian di
laboratorium
c. Melakukan pemeriksaan panggul untuk memantau vulva, vagina
dan serviks (leher rahim).
d. Biopsi dari vulva akan dilakukan untuk mengindentifikasi
organisme, dengan mengambil sedikit jaringan dari vulva. Biopsi
biasanya dilakukan jika pengobatan secara tradisional tidak
berhasil.
5. Pengobatan
a. Alergi
Tentukan dengan segera penyebab alergi lalu hentikan
penggunaanya.
b. Hormon
Menggunakan krim estrogen untuk membantu meredakan gejala
vulvitis
c. Infeksi ragi / jamur
Dapat diobati dengan krim yang dioleskan pada vagina,
terkadang juga dapat diobati oleh pil yang diminum
d. Vaginosis bacterial
Diobati dengan antibiotik oral, krim, atau gel yang dimasukkan
pada vagina

16
6. Pencegahan
a. Tidak berganti pasangan seksual
b. Memakain proteksi seperti kondom ketika melakukan hubungan
seksual
c. Hindari penggunaan cairan antiseptik atau cairan pembersih
kewanitaan, karena produk-produk tersebut akan mengganggu
keseimbangan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
d. Jaga kebersihan alat bantu seksual
e. Hindari pakaian yang menahan panas, menahan kelembapan,
celana ketat maupun celana dalam yang bukan berbahan katun
f. Berkonsultasi dengan dokter jika menemukan gejala-gejala
vulvovaginitis

D. CERVICITIS
1. Definisi Servisitis
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis
servikalis. Karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri
dari satu lapisan sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi
dibanding selaput lendir vagina. Juga merupakan :
a. Infeksi non spesifik dari serviks
b. Erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar),
erosi folikuler (kistik)
c. Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior.
2. Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : Trikomonas
vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan
anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan
stapilococus. Kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel
gepeng dan perubahan inflamasi kronik dalam jaringan serviks yang
mengalami trauma.

17
Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang
menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan
intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.
3. Gejala Klinis
Adapun gejala klinis nya yaitu :
a. Flour hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya berbau
b. Sering menimbulkan erusio (erythroplaki) pada portio yang tampak
seperti daerah merah menyala
c. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour
yang purulent keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal
tidak ada ectropion, maka harus diingat kemungkinan gonorhoe.
d. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam
daerah selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini
disebabkan oleh ovulonobothi dan akibat retensi kelenjer-kelenjer
serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka
serviks atau karena peradangan
e. Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan
gangguan kemih
f. Perdarahan saat melakukan hubungan seks
4. Klasifikasi Servicitis
a. Servisitis Akuta
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada
gonorroe, infeksi postabortum, postpartum, yang disebabkan oleh
streptococcus, sthapilococus, dan lain-lain. Dalam hal ini
streptococcus merah dan membengkak dan mengeluarkan cairan
mukopurulent, akan tetapi gejala-gejala pada serviks biasanya tidak
seberapa tampak ditengah-tengah gejala lain dari infeksi yang
bersangkutan.
b. Servisitis Kronika
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah
melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada servik karena partus

18
atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman kedalam
endoserviks serta kelenjar-kelenjarnya sehingga menyebabkan
infeksi menahun.
5. Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan dengan speculum
b. Pap smear
c. Biakan dan media
d. Biopsy
6. Penatalaksanaan
a. Antibiotika terutama kalau dapat ditemukan gonococcus dalam
secret
b. Kalau cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman
dalam AgNO3 10 % dan irigasi
c. Cervicis yang tak mau sembuh ditolong operatif dengan melakukan
konisasi, kalau sebabnya ekstropion dapat dilakukan lastik atau
amputasi
d. Erosion dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, AgNO3 10
% atau Albothyl yang menyebabkan nekrose epitel silindris dengan
harapan bahwa kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis
banyak
e. Servisitis kronika pengobatannya lebih baik dilakukan dengan
jalan kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi.

E. ENDOMETRITIS
1. Definisi Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan (Ben-zion Tuber, 1994).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut
lapisan dalam dari rahim (Prof.dr.Ida Bagus).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim) (Manuaba, I.B. G., 1998). Endometritis adalah suatu infeksi

19
yang terjadi di endometrium, merupakan komplikasi pascapartum,
biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.
Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran
yang tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran
premature, kelahiran kembar, kelahiran yang sukar (distokia),
perlukaan yang disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk
pertolongan pada kelahiran yang sukar.
2. Tipe Endometritis
a. Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah
melahirkan)
b. Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor
jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak)
c. Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim
endometrium dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium
tuberculosis
3. Etiologi
Kuman masuk ke dalam alat kandungan melalui eksogen (kuman
datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan
lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak
patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang
sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
a. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat.
Infeksi ini ditularkan dari penderita lain, alat-alat tidak steril,
tangan penolong.
b. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak
ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam
tenggorokan orang yang nampak sehat.

20
c. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan
infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium.
d. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat
berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis
dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
Menurut Varney, H (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan
infeksi pada wanita adalah :
a. Persalinan lama
b. Teknik aseptik tidak dipatuhi
c. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual)
d. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka
e. Kelahiran secara bedah.
4. Faktor Predisposisi
a. Aborsi
b. Kelahiran kembar
c. Kelanjutan retensio plasenta yang mengakibatkan involusi pasca
persalinan menjadi menurun
5. Tanda dan Gejala Endometritis
a. Demam (sampai 40˚C)
b. Takikardia (100-140)
c. Menggigil dengan infeksi berat
d. Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
e. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
f. Peningkatan nyeri setelah melahirkan
g. Subinvolusi
h. Lokea sedikit dan tidak berbau / banyak, berbau busuk
i. Leukosit meningkat
j. Perdarahan pervaginam
k. Pembengkakan abdomen

21
l. Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)

6. Klasifikasi Endometritis

Menurut Wiknjosastro (2002) :

a. Endometritis akuta

Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.


Endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus
provokatus. Pada endometritis akuta, endometrium mengalami
edema dan hiperemi. Sebab lain endometritis akut ialah tindakan
yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti
kerokan.

Gejalanya : Demam, Lochea berbau,  Lochea lama berdarah.


Penatalaksanaan : Uterotonika, antibiotik, istrahat.

b. Endometritis kronika

Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada


wanita yang masih menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada
lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi.
Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase,
dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian
endometrium lain. Gejala endometritis kronis berupa noda darah
yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah.

Endometritis kronis ditemukan pada tuberculosis, sisa-sisa


abortus atau partus, pada polip uterus dengan infeksi, atau tumor
ganas uterus.

22
7. Patogenesis

Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat


banyak  mikroorganisme. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara
asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau
melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan
kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis.

Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada


tempat implantasi plesenta, desidua, dan miometrium yang berdekatan.
Bakteri yang berkoloni  diservik dan vagina akan menginvasi tempat
implantasi plasenta saat itu biasanya merupakan sebuah luka dengan
diameter kurang lebih 4  cm dengan permukaan luka berbenjol–
benjol  karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini
merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman
pathogen.

8. Diagnosis

Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis


endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan
rektal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Pemeriksaan vaginal dapat
dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya
lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di
daerah vagina dan leher rahim.

Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran


mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan tertundanya involusi
uterus. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi
traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk
diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina
untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa
endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan isi dari
uterus.

23
Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari
vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih lanjut
seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang
harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi
ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta
warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran,
distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode postpartum
dapat membantu diagnosa endometritis.

Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis, diagnosa


diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan
biopsy akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding
uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya
endometritis dan adanya organisme di dalam uterus.

9. Komplikasi

a. Luka infeksi

b. Peritonitis

c. Panggul abses

Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam


nyawa. Dapat dilakukan drainase.

d. Abses subfasia dan terbukanya jaringan parut uterus

Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan


sesar adalah terbukanya insisi akibat infeksi nekrosis disertai
perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar dan akhirnya
pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase
subfasia pada wanita dengan demam lama. Di perlukan eksplorasi
bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.

24
10. Penatalaksanaan

a. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok


sasaran terapi. Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada
pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi
dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi
antibiotik

b. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk


dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang
tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut

c. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan


post abortus atau post partum

d. Tirah baring dan analgesia sebagai terapi pendukung

e. Tindakan bedah : Endometritis post partum sering disertai dengan


jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase
lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang
tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-
hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin
ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium
dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok,
hemolisis, gagal ginjal)

F. MIOMETRITIS
1. Pengertian Miometritis
Miometritis / Metritis adalah radang miometrium. Metritis adalah
infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi
merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terapinya
seperti endometritis.

25
2. Klasifikasi
a. Metritis akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi
merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan pada
wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium
menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasi
sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat
trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Metritis Kronik
Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas
dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit
pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada
seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan
ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi :
1) Abses pelvik
2) Peritonitis
3) Syok septic
4) Dispareunia
5) Trombosis vena yang dalam
6) Emboli pulmonal
7) Infeksi pelvik yang menahun
8) Penyumbatan tuba dan infertilitas
3. Faktor Predisposisi
a. Infeksi abortus dan partus
b. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
c. Infeksi post curettage

26
4. Gejala – gejala
a. Demam
b. Keluar lochea berbau / purulent, keputihan yang berbau
c. Sakit pinggang
d. Nyeri abdomen
e. Nyeri saat berhubungan seksual
f. Nyeri di daerah pelvic
g. Nyeri di punggung kaki (betis)
h. Gangguan kesuburan
i. Gangguan buang air besar (sembelit atau kembung)
5. Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti :
a. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
b. Salpingitis (infeksi saluran otot)
c. Ooforitis (infeksi indung telur)
d. Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau
indung telur.
6. Penatalaksanaan
Terapi miometritis :
a. Antibiotika spektrum luas
1) Ampisilin 2 g iv / 6 jam
2) Gentamisin 5 mg kgbb
3) Metronidasol 500 mg iv / 8 jam
b. Profilaksi antitetanus
7. Manajemen
a. Antibiotik kombinasi
b. Transfusi jika diperlukan

27
G. PARAMETRITIS
1. Definisi
Parametritis adalah infeksi pada parametrium. Parametrium adalah
jaringan renggang yang ditemukan di sekitar uterus. Jaringan ini
memanjang sampai ke sisi-sisi serviks dan ke pertengahan lapisan-
lapisan ligamen besar.
Dimana infeksi jaringan ini  dapat terjadi beberapa jalan yaitu :
a. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau
dari endometritis.
b. Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai
ke dasar ligamentum.
c. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis

Proses ini dapat tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau
menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika menjalar ke atas,
dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di atas ligamentum
inguinalis, atau pada fossa iliaka dan mencapai uterus.

2. Etiologi
Penyebab yang paling banyak terdapat adalah infeksi partus.  Ada 3
hal yang menjadi penyebab parametritis yaitu :
a. Endometritis dengan 3 cara yaitu
1) Percontinuitatum : Endometritis → metritis → parametitis
2) Lymphogen
3) Haematogen : Phlebitis → periphlebitis → parametritis
b. Dari robekan serviks
c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
3. Klasifikasi
Parametritis akut terjadi apabila kuman jalan limfe melewati batas
uterus dan sampai ke jaringan ikat di paremetrium. Infeksi ini sering di
sebabkan oleh streptokokus dan stafilokokus. Kejadian ini muncul
karena infeksi puerpera atau postabortum, akan tetapi dapat ditemukan

28
pula sebagai akibat tindakan intrauterin dan sebagainya. Radang ini
berlokasi paling banyak di parametrium bagian lateral atau
(parametritis lateralis) akan tetapi bisa juga ke dapan (parametritis
anterior) dan kebelakang (parametritis posterior) dan radang ini bisa
juga menjadi abses.
Apabila terjadi abses dan proses berkembang terus maka abses akan
mencari jalan keluar diatas ligamentum pourparti kedaerah ginjal
melalui foramen obturatorium kepaha bagaian dalam dan sebagainya.
Parametritis dapat pula menahun dan ditempat radang terjadi fibrosis.
Jika abses meluas maka di tempat abses mendekati permukaan terdapat
odema dan hiperemi, dan dibawah kulit, dan jaringan subkutan dapat
diraba bagian dai tumor yang akan memacah keluar. nanah harus
dikeluarkan karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan ke
rongga perut yang menyebabkan peritonitis, ke rektum, atau ke
kandung kencing.
4. Patofisiologi
Endometritis → Infeksi meluas → Lewat jalan limfe atau
tromboflebitis → Infeksi menyebar ke miometrium → Miometritis →
Infeksi meluas lewat jalan limfe/tromboflebitis → Parametritis
Terjadi reaksi :
a. Kalor
b. Dolor
c. Nyeri hebat
d. Nafsu makan berkurang
e. Asam lambung meningkat
f. Reaksi mual
g. Vasodilatasi
h. Syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas
5. Tanda dan Gejala
Pada perkembangan peradangan lebih lanjut gejala-gejala sellulitis
pelvika menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba

29
tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang
berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai
jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh
abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap
menjadi naik-turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak sakit,
nadi cepat, dan perut nyeri. Dalam dua pertiga kasus tidak terjadi
pembentukan abses, dan suhu menurun dalam beberapa minggu.
Tumor di sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit, dan akhirnya
terdapat parametrium yang kaku.
Atau bisa juga di tandai dengan :
a. Demam
b. Nyeri atau nyeri tekan pada salah satu atau kedua sisi abdomen
c. Nyeri tekan yang cukup terasa ketika pemeriksaan vagina
d. Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum seperti
muntah
6. Prognosis
Demam yang continu adalah lebih buruk prognosanya dari demam
yang remittens. Demam menggigil berulang-ulang, insomnia dan
icterus, merupakan tanda-tanda yang kurang baik. Kadar Hb yang
rendah dan jumlah leucocyt yang rendah atau sangat tinggi
memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan
menentukan prognosa. Menurut derajatnya septicemia merupakan
infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi, dan yang segera
diikuti oleh peritonitis umum. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis
pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai.
Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
7. Pencegahan
a. Selama hamil
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi
partus, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi

30
juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus
diperhatikan.
b. Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak
mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya partus
tidak berlarut-larut, menyelesaikan kelahiran dengan trauma sedikit
mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak.
c. Setelah partus
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan
lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini
tidak dimasuki kuman-kuman dari luar.  
8. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam
pengobatan infeksi partus. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini
memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu
hasilnya. Terapi pada parametritis yaitu dengan memberikan
antibiotika berspektrum luas. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin
dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti
ampicillin dan lain-lain. Disamping pengobatan dengan antibiotika,
tindakan - tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu
dilakukan.
Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah
tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang
agak besar tidak sampai dilukai. Jika ditemukan abses, di tempat itu
perlu diadakan pembukaan tumor dan drainase karena selalu ada
bahaya bahwa abses mencari jalan ke jaringan tubuh yang lain. Kalau
ada fluktasi perlu dilakukan insisi. Tempat insisi ialah di atas lipat
paha atau pada cavum douglas.
9. Penanganan
a. Antibiotik seperti benzilpenisilin ditambah gentamisin dan
metronidazole

31
b. Berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg 1M setiap
6jam

H. ADNEKSITIS
1. Definisi
Adnexitis adalah suatu radang pada tuba fallopi dan radang ovarium
yang biasanya terjadi bersamaan. Radang ini kebanyakan akibat infeksi
yang menjalar keatas dari uterus.
Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa
adalah jaringan yang berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan
ovarium. Istilah lain dari adnexitis antara lain: pelvic inflammatory
disease, salpingitis, parametritis, salpingo-oophoritis.
2. Etiologi
Sebab yang paling banyak terdapat adalah infeksi gonorroe dan
infeksi puerperal dan postpartum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan
oleh tuberculosis. Selanjutnya bisa timbul radang adnexa sebagai
akibat tindakan kerokan, laparotomi, serta pemasangan IUD.
3. Patofisiologi
Radang tuba fallopi dan radang ovarium biasanya terjadi
bersamaan. Radang itu kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke
atas dari uterus. Pada salpingo ooforitis akuta, gonorea ke tuba dari
uterus melalui mukosa. Pada endosalping, tampak edema serta
hiperemi dan infiltrasi leukosit, pada infeksi yang ringan epitel masih
utuh, tetapi pada infeksi yang lebih berat kelihatan degenarasi epitel
yang kemudian menghilang pada daerah yang agak luas dan ikut juga
terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam hal yang akhir ini dijumpai
eksudat purulen yang dapat keluar melalui ostium tuba abdominalis
dan menyebabkan peradangan di sekitarnya. Infeksi ini menjalar dari
serviks uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke
parametrium terus ke tuba dan dapat pula ke peritonium pelvik. Disini
timbul salpingitis interstialis akuta, mesosalping dan dinding tuba

32
menebal menunjukkan infiltrasi leukosit, tetapi mukosa seringkali
normal. (Sarwono.Winkjosastro, Hanifa Hal 287. 2007).
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinik adnexitis akut ialah demam, leukositosis dan rasa
nyeri disebelah kanan atau kiri uterus, penyakit tersebut tidak jarang
dijumpai terdapat pada kedua adneksa, setelah lewat beberapa hari
dijumpai pula tumor dengan batas yang tidak jelas dan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan air kencing biasanya menunjukkan sel-sel radang
pada pielitis (Sarwono. Winkjosastro, Hanifa. Hal 288.2007).
5. Jenis Adnekitis
a. Salpingo ooporitis akuta
Salpingo ooporitis akuta yang disebabkan oleh gonorroe sampai
ke tuba dari uterus sampai ke mukosa. Pada gonoroe ada
kecenderungan perlekatan fimbria pada ostium tuba abdominalis
yang menyebabkan penutupan ostium itu. Nanah yang terkumpul
dalam tuba menyebabkan terjadi piosalping. Pada salpingitis
gonoroika ada kecenderungan bahwa gonokokus menghilang
dalam waktu yang singkat, biasanya 10 hari sehingga pembiakan
negative. Salpingitis akut banyak ditemukan pada infeksi puerperal
atau pada abortus septic ada juga disebabkan oleh berbagai tierti
kerokan. Infeksi dapat disebabkan oleh bermacam kuman seperti
streptokokus (aerobic dan anaaerobic), stafilokokus, choli,
clostridium wechii, dan lain-lain. Infeksi ini menjalar dari servik
uteri atau kavum uteri dengan jalan darah atau limfe ke
parametrium terus ke tuba dan dapat pula ke peritoneum pelvic.
Disini timbul salpingitis interstitial akuta : mesosalping dan
dinding tuba menebal dan menunjukkan infiltrasi leukosit, tetapi
mukosa sering kali normal. Hal ini merupakan perbedaan yang
nyata dengan salpingitis gonoroika, dimana radang terutama
terdapat pada mukosa dengan sering terjadi penyumbatan lumen
tuba.(Sarwono. Winkjosastro, Hanifa.Hal 287.2007).

33
b. Salpingo ooporitis kronika
1) Hidrosalping
Pada hidrosalping terdapat penutupan ostium tuba
abdominalis. Sebagian dari epitel mukosa tuba masih berfungsi
dan mengeluarkan cairan akibat retensi cairan tersebut dalam
tuba. Hidrosalping sering kali ditemukan bilateral, berbentuk
seperti pipa tembakau dan dapat menjadi sebesar jeruk
keprok. Hidrosalping dapat berupa hidrosalping simpleks dan
hidrosalping follikularis. Pada hidrosalping simpleks terdapat
satu ruangan berdinding tipis, sedang hidrosalping follikularis
terbagi dalam ruangan kecil.
2) Piosalping
Piosalping dalam stadium menahun merupakan kantong
dengan dinding tebal yang berisi nanah. Pada piosalping
biasanya terdapat perlekatan dengan jaringan
disekitarnya. Pada salpingitis interstialis kronika dinding tuba
menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan
pengumpulan nanah sedikit di tengah – tengah jaringan otot.
3) Salpingitis interstisialis kronika
Pada salpingitis interstialis kronika dinding tuba menebal
dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan pengumpulan
nanah sedikit ditengah-tengah jaringan otot. Terdapat pula
perlekatan dengan-dengan jaringan-jaringan disekitarnya,
seperti ovarium, uterus, dan usus.
4) Kista tubo ovarial, abses tubo ovarial
Pada kista tubo ovarial, hidrosalping bersatu dengan kista
folikel ovarium, sedang pada abses tubo ovarial piosalping
bersatu dengan abses ovarium.Abses ovarium yang jarang
terdapat sendiri,dari stadium akut dapat memasuki stadium
menahun.

34
5) Salpingitis tuberkulosa
Salpingitis tuberkulosa merupakan bagian penting dari
tuberkulosis genetalis (Sarwono.Winkjosastro, Hanifa. Hal
289, 2007).
6. Gejala Adnexitis
a. Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan
dengan haid (bukan pre menstrual syndrome)
b. Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina
c. Nyeri saat berhubungan intim
d. Demam
e. Nyeri punggung
f. Leukosit tinggi
g. Setelah beberapa hari dijumpai tumor dengna batas yang tidak jelas
dan nyeri tekan

I. PERITONITIS PELVIS
1. Definisi Peritonitis Pelvis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum - lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane
serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak
didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan
lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti rupture appendiks
atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan
yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang
irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari
perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi
tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak
tertangani dapat berakibat fatal.

35
2. Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. Biasanya terjadi pada
pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal
sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau
pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen
jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi
yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling
sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh
perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan
inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat.
3. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas
pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan
cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem
seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus,

36
lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha
pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat
menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan)
maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan.
4. Klasifikasi Peritonitis
a. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus
infeksi dalam abdomen.Penyebabnya bersifat monomikrobial,
biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
b. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi
tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius.
c. Peritonitis tersier
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. Peritonitis yang sumber
kumannya tidak dapat ditemukan.Merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah
lambung, getah pankreas, dan urine.
5. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang
hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi.

37
6. Komplikasi
a. Eviserasi Luka
b. Pembentukan abses
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Test laboratorium : Leukositosis, Hematokrit meningkat dan
Asidosis metabolic
b. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral),
didapatkan : Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada
peritonitis.Usus halus dan usus besar dilatasi.Udara bebas dalam
rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
8. Penatalaksanaan
a. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan
karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari
dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan
kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui
hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus
b. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase
bedah dan perbaikan dapat diupayakan
c. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis,
seperti apendiktomi.
9. Pengobatan
a. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena
b. Terapi antibiotika
c. Diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan
spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
d. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
e. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah
f. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan
meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang
intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.

38
g. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan
memperbaiki penyebab.

39
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Radang adalah respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi atau
iritasi. Peradangan pada genitalia berarti infeksi yang terjadi pada organ
reproduksi bagian dalam maupun bagian luar.
Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartholin. Biasanya terdapat
pembengkakan disertai nyeri, demam. Mengatasinya diberikan antibiotik,
jika berlanjut akan dilakukan tindakan operatif untuk mengangkat kelenjar
yang membengkak.
Vaginitis adalah peradangan pada vagina dengan rasa gatal dan
keputihan yang berbau tidak sedap, biasanya terasa gatal atau nyeri.
Penyebabnya : PMS, alergi pembersih kewanitaan. Pengobatan tergantung
penyebabnya (antibiotik / anti jamur / terapi hormone).
Vulvovaginitis adalah peradangan pada vulva dan vagina. Gejalanya
gatal, iritasi. Penyebab biasanya bakteri yang menyebabkan keputihan,
jamur yang menyebabkan gatal-gatal, virus, kebersihan, bahan kimia /
cairan pembersih kewanitaan.
Servisitis adalah peradangan pada selaput lendir dari kanalis servikalis.
Biasanya disebabkan oleh kuman atau robekan serviks. Gejalanya Flour
hebat, perdarahan saat berhubungan. Klasfikasi : sevicitis akuta (diawali
dengan endoserviks), servicitis kronik (ada luka kecil pada serviks)
Endometritis adalah peradangan pada endometrium yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Kuman dari vagina dapat masuk ke rahim.
Endometritis akut yaitu endometritis post partum sebelum hari ke-9.
Endometritis kronik terjadi pada wanita yang masih menstruasi, dapat juga
terjadi saat monopuase.
Miometritis adalah radang myometrium. Klasifikasi : Metritis akut
(biasanya pada abortus atau infeksi post partum) dan metritis kronik. Bisa

40
juga terjadi karena infeksi post curret atau penggunaan AKDR. Gejala :
Demam, lochea berbau, nyeri. Penatalaksanaan : Antibiotik.
Parametritis adalah infeksi pada perineum. Penyebabnya paling banyak
pada infeksi partus atau alat-alat. Parametritis akut, kumannya sudah
mencapai jaringan ikat parametrium dan bisa terdapat abses, apabila abses
meluas maka isi nanah harus dikeluarkan karena bisa menginfeksikan
rongga lain seperti rektum. Tanda dan gejalanya : Demam bisa berulang,
Nyeri pada abdomen atau pemeriksaan vagina, Hb rendah, leukosit rendah
atau tinggi. Pencegahan : Selama hamil (memperbaiki gizi), Persalinan
(alat dan lamanya), Nifas (perawatan luka). Pengobatannya biasa diberikan
antbiotik dan obat pereda nyeri.
Adneksitis adalah radang pada tuba fallopi dan ovarium yang terjadi
secara bersamaan. Biasanya terjadi karena infeksi. Jenisnya : Salpingo
opooritis akuta (disebabkan gonorhe), salpingo opooritis kronika
(hidrosalping / penutupan ostium tuba, misosalping / kantong dengan
dinding tebal yang berisi nanah), kista, salpingitis tuberculosis.
Peritonitis adalah inflamasi atau peradangan pada membrane serosa di
abdomen. Biasanya disebabkan karena peradangan yang ada di sekitarnya.
Gejalanya sama dengan infeksi berat. Pengobatan : Melalui IV, antibiotik,
analgesic, antiemetic, oksigen , atau bedah.

B. SARAN
Sebagai calon bidan kita harus mampu mengedukasi bagaimana
kebiasaan yang dapat dilakukan agar terhindar dari penyakit pada genitalia
interna maupun eksterna, agar wanita yang menderita penyakit ini dapat
berkurang.

41
DAFTAR PUSTAKA

Duenhoelte, Wiknjosastro. Hanifa. Prof. Dr. 1992. Parametritis. Ilmu Kebidanan,


Edisi III, Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo : Jakarta

Johann H. 1988. Ginekologi Greenhill (Greenhill’s office) edisi ke -10 . EGC :


Jakarta.

Alodokter. 2019. Vaginitis. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2020 di


www.alodokter.com/vaginitis

vQ beibi. Asuhan Kebidanan Pada Radang Genitalia Interna. Diakses pada


tanggal 26 Agustus 2020 di
https://www.academia.edu/11593933/Asuhan_Kebidanan_Pada_Radang_
Genetalia_Interna

Widiastuti. 2019. Vulvovaginitis. Diakses pada 26 Agustus 2020 di


https://www.sehatq.com/penyakit/vulvovaginitis

42

Anda mungkin juga menyukai