Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir dan pemilihan alat kontrasepsi merupakan proses fisiologis dan
berkesinambungan. (Marmi, 2011:11). Dan tidak bisa di pungkiri bahwa masa kehamilan,
persalinan, masa nifas, bayi baru lahir hingga penggunaan kontrasepsi, wanita akan
mengalami berbagai masalah kesehatan. Agar kehamilan, persalinan serta masa nifas
seorang ibu berjalan normal, ibu membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik. Untuk
peraturan pemerintahan Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi menyatakan
bahwa setiap perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan untuk mencapai hidup
sehat dan mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi Angka
Kematian Ibu (Bandiyah, 2009). Pelayanan kesehatan tersebut sangat dibutuhkan selama
periode ini. Karena pelayanan asuhan kebidanan yang bersifat berkelanjutan (continuity of
care) saat di memang sangat penting untuk ibu. Dan dengan asuhan kebidanan tersebut
tenaga kesehatan seperti bidan, dapat memantau dan memastikan kondisi ibu dari masa
kehamilan, bersalin, serta sampai masa nifas. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
sendiri masih sangat tinggi jika di bandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015 jumlah AKI di
Indonesia sebanyak 305/100.000 KH (Direktorat Kesehatan Keluarga, 2016). Kematian
Ibu maternal paling banyak adalah sewaktu bersalin sebesar (49,5%), kematian waktu
hamil (26%) pada waktu nifas (24%) (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Sedangkan
Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2015 di Indonesia sebanyak 22,23/1000 KH
(Direktorat Kesehatan Keluarga,2016). Kematian neonatal paling banyak asfiksia (51%),
BBLR (42,9%), SC (18,9%), prematur (33,3%), kelainan kongenital (2,8%) dan sepsi
(12%) (Riskerdas, 2015).

Dalam menyikapi tingginya AKI di Indonesia sendiri pemerintah membentuk suatu


program yaitu Safe Motherhood Initiatif yang terdiri dari 4 pilar yang diantaranya adalah
Keluarga Berencana, Asuhan Antenatal, Persalinan yang Aman atau Bersih serta
Pelayanan Obstetrik Neonatal Esensial atau Emergensi (Prawirohardjo, 2010). Upaya dapat
dilakukan oleh bidan yaitu mengacu pada program Safe Motherhood Initiatif dalam
memberikan asuhan kebidanan yang berkesinambungan mulai dari hamil, bersalin, nifas.
Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan antenatal
minimal empat kali selama masa kehamilan, dengan distribusi pemberian pelayanan yang
dianjurkan adalah satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), dan satu
kali pada Trimester ke-dua (usia kehamilan 13-27 minggu), dan dua kali pada Trimester
ke- tiga (usia kehamilan 28 sampai melahirkan) (Ambarwati, 2011:102). Pelayanan
antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal yang komprehensif dan berkualitas yang di
berikan kepada semua ibu hamil serta terpadu programlain yang memerlukan intervensi
selama kehamilan. Tujuannya adalah untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh
pelayanan antenatal yang berkualitas, sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat,
bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat (Sari, Ulfa, & Daulay, 2015:38).
Standart minimal asuhan kehamilan yang harus dilakukan yaitu 14T seperti Timbang berat
badan, Ukur tekanan darah, Ukur tinggi fundus uteri, Pemberian imunisasi (tetanus
toksoid) TT lengkap, Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan,
Pemeriksaan HB, Pemeriksaan VDRL, Pemeriksaan protein urin,Pemeriksaan reduksi urin,
Perawatan payudara, Senam hamil, Pemberian obat malaria, Pemberian kapsul minyak
yodium, Temuwicara dalam rangka persiapan rujukan (Pantiawati dan Suryono, 2010:26).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan sendiri
yang bersifat menyeluruh dan bermutu untuk ibu dan bayi dalam lingkup kebidanan adalah
melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif (continuity of care). Dengan rencana
yang sesuai strategis ini, ibu, bayi, balita dan Keluarga Berencana (KB) (Kemenkes,2010).
Diharapkan dengan dilakukan asuhan kebidanan secara continuity of care dapat mencegah
sedini mungkin terjadinya komplikasi dan meningkatkan kesejahteraan ibu dan bayi dari
masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan kontrasepsi berencana. Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun Asuhan Kebidanan Pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, bayi baru lahir dan keluarga berencana secara continuty of care dengan
menggunakan pendekatan managemen kebidanan dan di dokumentasikan dengan
pendekatan metode SOAP

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas makan rumusan masalah yang diangkat adalah
bagaimana konsep dati etiologi trauma pada kehamilan

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Memberikan asuhan keperawatan secara continuty of care pada ibu hamil trimester III,
bersalin, nifas, neonatus dan keluarga berencana dengan menggunakan pendekatan
managemen keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan Asuhan Kebidanan secara continuity of care pada kehamilan trimester


III meliputi: Pengkajian, merumuskan Diagnosa, merencanakan, melaksanakan
asuhan keperawatan, dan melakukan evaluasi serta mendokumentasikan asuhan
keperawatan.
2. Melakukan asuhan keperawatan secara continuity of care pada ibu bersalin
meliputi: Pengkajian, merumuskan Diagnosa, merencanakan, melaksanakan
asuhan kebidanan, dan melakukan evaluasi serta mendokumentasi asuhan
keperawatan.
3. Melakukan asuhan keperawatan secara continuity of care pada ibu nifas meliputi:
Pengkajian, merumuskan diagnosa, merencanakan, melaksanakan asuhan
keperawatan, dan melakukan evaluasi serta, mendokumentasikan asuhan
keperawatan.
4. Melakukan asuhan keperawatan secara continuity of care pada Bayi Baru Lahir
meliputi: Pengkajian, merumuskan diagnosa,merencanakan, melaksanakan asuhan
kebidanan dan melakukan evaluasi serta mendokumentasikan asuhan
keperawatan..
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Trauma, pembunuhan,dan kekerasan serupa merupakan penyebab utama kematian pada wanita
muda.Menurut American College of Obstetricans and Gynecologist (1998), 1 dari 12 kehamilan
berkaitan dengan trauma fisik.Memang kematian terkait cedera merupakan kausa morbiditas ibu
yang tersering dijumpai di Cook Country, New York City, Utah, dan North Carolina.

Pada 3 bulan pertama umur kehamilan sering trauma yang terjadi menimbulkan abortus dan
reaksi izoimunisasi yakni percampuran darah janin dan ibu yang ber-rhesus negatif yang dapat
menyebabkan masalah pada kesehatan ibu dan janinnya. Pada trisemester kedua, kehamilan
sudah makin nampak, dinding rahim masih tebal serta terbentuk cairan amnion yang kesemuanya
bisa melindungi janin dari pengaruh trauma. Resiko yang mungkin muncul adalah sulosio
plasenta (robek atapun lepasnya ikatan tali pusat janin dari bagian dinding rahim) dan terjadi
tercemarnya darah ibu oleh darah anak yang berbeda rhesus serta cairan kandungan yang masuk
ke aliran darah ibu (emboli cairan amnion).

Pada 3 bulan terakhir kehamilan, justru dinding rahim makin tipis dan posisi kandungan makin
menonjol ke permukaan dinding perut. Hal ini lebih memberikan resiko pada janin untuk terkena
cedera langsung, baik karena trauma tumpul atau pun luka tusuk. Di samping itu kandungan
yang semakin membesar akan menyebabkan tekanan atau hambatan pada aliran darah balik
melalui vena besar di bawahnya (vena cava compression).Benturan yang terjadi pada dinding
panggul ibu juga dapat menimbulkan perdarahan hebat berasal dari rusaknya struktur vaskuler
rahim di dalamnya.

Beberapa perubahan fisiologis yang menyertai yang terkadang mengecohkan dan


menyimpangkan interpretasi para tenaga medik, misalnya pada peningkatan cairan plasma,
kenaikan komponen darah seperti leukosit dan menurunnya nilai hematokrit. Sehingga
penunjukan nilai lab yang sudah mulai signifikan memberi arti sebetulnya sudah terjadi
gangguan serius pada janin si ibu. Pula pada penilaian terhadap respirasi, nadi dan tekanan darah
bisa dipengaruhi oleh perobahan hormonal dan vena cava compression pada kehamilan yang
sudah besar yang menyebabkan aliran darah balik ke jantung menurun. Tapi demikian, prinsip-
prinsip tata cara pertolongan terhadap ibu hamil yang mengalami trauma tidak berbeda dengan
wanita tanpa kehamilan.

Yakni dengan mendahulukan penyelesaian masalah di jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi atau
problem perdarahan. Lalu bagaimana dengan penanganan dalam hubungannya dengan
keselamatan si janin ?

Patokannya adalah dengan melakukan resusitasi atau menstabilkan kondisi si ibu seoptimal
mungkin. Hal itu sudah akan menambah jaminan keselamatan janin yang dikandungnya.
Evaluasi pengaruh trauma terhadap keadaan janin salah satunya bisa diketahui dengan
memonitor denyut nadi janin. Bagitu juga perlu perhatian sungguh-sungguh terhadap kondisi
janin jika si ibu mengalami kasus seperti perdarahan melalui vagina, solusio plasenta, nyeri yang
tiba-tiba di bagian bawah perut, nyeri yang hebat di seluruh perut sebagai tanda terjadinya
robekan lapisan rahim serta kejang-kejang disertai hipertensi sebagai tanda-tanda terjadi
eklampsia. Sudah barang tentu semua kejadian di atas sekali pun diawali dengan kejadian trauma
sebelumnya, harus menghubungi dokter Ahli Kandungan untuk mengevaluasi dan penanganan
pasien lebih lanjut.

Jadi untuk dokter yang bertugas di UGD, ketika mendapatkan pasien wanita umur 20 hingga 40
tahun yang mengalami trauma dalam kondisi tidak sadar atau tidak mendapat keterangan lebih
lanjut harus dianggap dulu sedang hamil sebelum terbukti tidak. Pada kehamilan di atas 6 bulan
atau lebih, jangan lupa menempatkan pasien sedikit dimiringkan ke kiri pada saat melakukan
pemeriksaan serta tindakan guna mencegah tekanan terhadap aliran darah baliknya. Prinsip
resusitasi tidak berbeda seperti pasien lainnya dan harus konsultasikan pasien ke dokter Spesialis
Kandungan untuk kasus-kasus serius yang diprediksi berpengaruh pada perkembangan janin si
ibu.
Walaupun kecelakaan lalu lintas, jatuh dan pembunuhan jelas merupakan sumber trauma yang
penting pada kehamilan, lebih jauh lagi bentuk truma tersering adalah yang melibatkan
penganiayaan fisik atau kekerasan atau penganiayaan rumah tangga (Eisenstat dan Bancroft,
1999; Kurzel dkk, 2000).Yang menarik, Dietz dkk (1999) melaporkan bahwa wanita yang secara
psikologis dan fisik teraniaya pada masa anak-anak sering mengalami kehamilan pertama yang
tidak di inginkan.

2.2  ETIOLOGI

2.2.1.Etiologi Trauma fisik

a. Adanya benturan keras


1. KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga )
Saat terjadi pertengkaran atau perselisihan dalam rumah tangga, serinh kali
ibu hamil menjadi korban pukulan atau kekerasan yang mempunyai dampak
pada kandungannya. Pemerkosaan atau kekerasan seksual yang kadangkala bisa
saja terjadi.Contoh yang sering terjadi adalah pukulan langsung ke perut,maupun
tidak sengaja terjatuh.
2. Kecelakaan kendaraan bermotor
Kecelakaan ini sering memberi dampak trauma pada kandungan ibu hamil
secara tidak sengaja dan hal ini bisa mengakibatkan dampak yang ringan
maupun berat. Dampak ringan dapat berupa memar, laserasi dan kontusio.
Sedangkan dampak yang lebih berat berupa patah tulang panggul dan patah tulang
rusuk.
3. Jatuh
4. Luka tembak/luka tusuk
b. Zat- zat kimia
1. konsumsi obat-obatan yang dapat membahayakan janin khususnya
usia kehamilan muda.misal obat cloramphenicol,diazepam,dll.
2. Terkena atau tersiram air keras.dll
2.2.2. Etiologi Trauma Psikis

a. Faktor usia kehamilan

Semakin muda usia kehamilan ibu,semakin rawan pula terjadi trauma psikologis

akibat belum matang nya kesiapan mental yang dapat mengganggu perkembangan

janin dan ibu.misal pada ibu primigravida lebih mudah terjadi trauma daripada ibu

multigravida yang sudah berpengalaman.

b. Faktor pola hidup

Wanita hamil yang memiliki pola hidup sehat,tidak merokok,bebas alkohol dan

narkotika. akan lebih memiliki kematangan mental yang lebih siap dalam menghadapi

perubahan dalam kehamilan

c. Faktor Sosial Budaya

Hubungan intrapersonal yang baik dan dukungan yang cukup dari keluarga akan

menghindarkan dari tekanan dan tingkat stress yang berlebihan yang memicu

timbulnya trauma psikologis.

d. Faktor Ekonomi

Tingkat ekonomi yang rendah akan memiliki tingkat stressor yang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki tingkat ekonomi berkecukupan,dan

akan berdampak pada terjadinya minim terjadinya tingkat trauma psikologis.Kondisi

psikologis yang dialami ibu selama hamil, kemudian akan kembali mempengaruhi

aktivitas fisiologis dalam dirinya.

2.3. EPIDEMIOLOGI
Trauma terjadi pada sekitar 6% -7% dari seluruh kehamilan dan merupakan
penyebab utama kematian bagi ibu hamil.Morbiditas dan mortalitas yang berhubungan
dengan pasien ini tergantung pada mekanisme cedera, usia gestasi janin dan tingkat
keparahan trauma.
Tabrakan kendaraan bermotor lebih dari separuh dari semua luka yang diderita oleh
pasien trauma hamil. Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi hasil
pasien hamil ketika terlibat dalam tabrakan kendaraan bermotor adalah penggunaan
hambatan yang tepat. Untuk menjadi benar terkendali, seorang wanita hamil harus
mengenakan sabuk pangkuan ditempatkan pas melawan pinggulnya di bawah perutnya dan
harus memanfaatkan pengekangan bahu antara payudaranya.Benar ibu hamil dibatasi adalah
setengah kemungkinan mengalami perdarahan vagina atau melahirkan setelah tabrakan
kendaraan bermotor sebagai perempuan yang tak terkendali.Kematian janin akibat tabrakan
kendaraan bermotor adalah tiga sampai empat kali lebih mungkin terjadi jika ibu tak
terkendali.Tingkat keparahan tabrakan dapat mempengaruhi hasil ibu dan janin, bahkan jika
pasien benar diamankan.Kematian ibu adalah penyebab utama kematian janin setelah
tabrakan kendaraan bermotor.
Kesalahan lain adalah mekanisme umum dari cedera selama kehamilan. Wanita
hamil, terutama setelah minggu ke-20 mereka, cenderung untuk jatuh, karena ligamen
panggul mereka mengendur, perut mereka menonjol dan pusat mereka perubahan
gravitasi.Kejadian cedera sering dikaitkan dengan bagaimana pasien jatuh dan kekuatan
musim gugur.Sekitar 2% dari wanita hamil mempertahankan pukulan berulang ke perut
karena mereka jatuh lebih dari sekali. Wanita yang jatuh beresiko untuk kontraksi uterus
prematur yang dapat mengakibatkan pengiriman.
Wanita hamil, terutama remaja, rentan terhadap kekerasan fisik yang dapat
mengakibatkan berbagai luka, biasanya melibatkan perut dan alat kelamin. ekerasan dalam
rumah tangga membawa risiko tinggi morbiditas untuk pasien hamil dan janin.Sekitar 4%
sampai 17% dari semua wanita hamil akan mengalami kekerasan fisik, meskipun sebagian
besar kasus kekerasan tidak dilaporkan.Paling sering, pelaku kekerasan fisik adalah suami
pasien atau pacar, 64% wanita yang sebelumnya mengalami pelecehan laporan peningkatan
serangan ketika mereka hamil.
Luka tembak dan luka tusukan merupakan penyebab yang paling sering menembus
trauma pada populasi ini. Trauma tembus perut sendiri menyumbang sekitar 36% dari
kematian ibu secara keseluruhan. Karena organ-organ perut wanita itu didorong ke atas oleh
rahim tumbuh, ia sangat rentan terhadap usus, hati atau luka limpa akibat penetrasi trauma
pada perut bagian atas, namun, jika cedera lebih rendah, itu menimbulkan luka mendalam
lebih sedikit untuk ibu, yang terlindung oleh rahim, tetapi menimbulkan risiko lebih tinggi
bagi perkembangan janin. Trauma penetrasi langsung ke rahim memiliki tingkat kematian
67% janin.5

2.4. KLASIFIKASI TRAUMA


2.4. 1. Trauma tumpul
a. Penganiayaan fisik.
Diperkirakan bahwa 5 juta wanita setiap tahun mengalami serangan fisik oleh
pasangan pria nya American College of Obstetricans and Gynecologist (1999).Yang lebih
mengerikan adalah bahwa wanita hamil tidak kebal terhadap kekerasan semacam
itu.Dalam sebuah survey melalui surat baru-baru ini, Horan dkk (1998) memastikan bahwa
anggota ACOG secara rutin menapis 27 % wanita tidak hamil untuk kekerasan rumah
tangga pada kunjungan pertama.Walaupun hanya sepertiga dari para dokter ini yang
pernah mendapat instruksi mengenai kekerasan rumah tangga saat menjadi residen, dua
pertiga telah belajar melalui pendidikan berkelanjutan. Sebagian besar data mengenai
subyek ini berasal dari institusi public.Sebagai contoh, sepertiga cedera wanita hamil yag
dirawat di University of Mississipi Medical Center mengalami luka yang disengaja (Polee
dkk, 1996).McFarlane dkk (1992) serta Berenson dkk (1991) menanyakan wanita-wanita
yang mengunjungi klinik-klinik umum dan melaporkan bahwa hampir seperempat
Mengalami penganiayaan fisik atau seksual selama kehamilan.Cokkinidess dkk (1999)
mendapatkan bahwa 11% dari 6000 wanita hamil melaporkan kekerasan fisik.Yang
penting, hal ini berkaitan dengan kemiskinan,pendidikan yang rendah, dan penggunaan
tembakau dan alkohol.Kurzel dkk (2000) melaporkan bahwa pemakaian obat terlarang
berkaitan dengan separuh dari kasus-kasus penganiayaan wanita hamil.Faktor-faktor resiko
serupa juga dilaporkan dari dua studi unit darurat multisentra tentang wanita tidak hamil
(Grisso dkk, 1999 ; Kyriacou dkk, 1999).
Wanita yang mengalami penganiayaan fisik cenderung dating terlambat untuk
perawatan prenatal, itupun kalau dating.Resikonya mengalami persalinan preterm dan
korioamnionitis dua kali lipat dari pada wanita hamil kontrol (Berenson dkk, 1994).Wanita
yang mengalami penganiayaan selama hamil juga beresiko lebih besar melahirkan bayi
berat lahir rendah serta menjalani seksio sesarea (Curry dkk, 1998 ; Parker, 1994).
Faktor-faktor resiko untuk penganiayaan fisik pada kehamilan secara umum dibagi
menjadi tiga kategori (Stewart dan Ceccuti, 1993). Instabilitas Sosial mencakup faktor-
faktor seperti usia muda, tidak menikah, cerai, atau hidup terpisah, tingkat pendidikan yang
rendah atau menganggur dan kehamilan yang tidak direncanakan.Gaya hidup yang tidak
sehat mencakup diet yang buruk, penyalahgunaan zat termasuk tembakau, alkohol, dan
obat terlarang, serta masalah emosi.
Masalah kesehatan fisik mencakup penyakit medis akut dan kronik serta
penggunaan obat-obat dengan resep.Sayangnya, wanita hamil yang teraniaya cenderung
tetap tinggal bersama penganiayaan, dan 60% melaporkan serangan fisik sebanyak dua
kali atau lebih selama hamil (McFarlane dkk, 1992).Wanita yang mengalami penganiayaan
yang emosi.Akhirnya, Stewart (1994) mengamati adanya peningkatan kecenderungan
penganiayaan fisik pada beberapa bulan pertama setelah kelahiran.
b. Penganiayaan seksual
Menurut Federal Bureau of Investigation (1998), hampir 10.000 pemerkosaan
dengan kekerasan pada wanita hamil dilaporkan pada tahun 1997.Secara umum
dianggap bahwa hanya 10 sampai 20 % serangan seksual yang dilaporkan.Satin dkk
(1991) membahas lebih dari 5.700 kasus serangan seksual terhadap wanita yang
terjadi di Dallas Country selama 6 tahun, dan mendapatkan bahwa 2 % kornan adalah
wanita hamil.Trauma fisik terkait lebih jarang dijumpai daripada korban perkosaan
yang tidak hamil, dan hanya sepertiga serangan terjadi setelah kehamilan 20
minggu.Dari segi forensik, pengumpulan bukti tidak mengalami perubahan.Satin dkk
(1992) juga mewawancarai 2404 wanita pascapartum dan mendapatkan bahwa
prevalensi kontak seksual paksa seumur hidup adalah 5%.
Dibandingkan dengan bukan korban, korban perkosaan memperlihatkan
peningkatan insidens penyakit menular seksual, infeksi saluran kemih, vaginitis,
pemakaian obat, dan rawat inap berulang.Berenson dkk (1992) melaporkan bahwa 8%
wanita dewasa muda yang hamil mengalami serangan seksual.Salah satu anggota
keluarga adalah pelakunya pada 46 % kasus, dan pasangan atau pacar pada 33 %.
Pentingnya penyuluhan psikologis untuk korban pemerkosaan dan keluarganya tidak
dapat dianggap remeh.Selain perhatian terhadap cedera fisik dan psikologis, pajanan
penyakit menular seksual juga perlu dipikirkan.
c. Kecelakaan lalu lintas
Menurut National Highway Traffic Safety Administration (1998), kematian lalu
lintas merupakan penyebab utama kamatian perempuan berusia 8 sampai 28
tahun.Sebagian besar kasus trauma tumpul yang cukup berat selama kehamilan
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, jatuh dan penyerangan langsung (Connolly dkk,
1997, Pak dkk, 1998).Kecelakaan mobil merupakan penyebab tersering dari kematian
ini, yang dapat dicegah dengan menggunakan sabuk pengaman tiga titik.Memang,
Pearlman dkk (2000) mendapatkan bahwa pemakaian sabuk pengaman yang benar serta
keparahan tabrakan merupakan predicator terbaik hasil ibu-janin.Meski demikian,
Pearlman dan Phlipis (1996) mendapatkan bahwa sepertiga wanita tidak menggunakan
nya dengan benar saat hamil.Demikian juga, Tyroch dkk (1999) melaporkan bahwa
walaupun 86 % menggunakan sabuk selagi hamil, hampir separuh dari mereka salah
mengenakannya.
Efek penggunaan kantung udara (airbags) pada pengemudi atau penumpang yang
hamil belum banyak dilaporkan.Sims dkk (1996) melaporkan tiga wanita trimester ketiga
yang kantung udara di isi pengemudinya mengembang setelah tabrakan dengan kecepatan
10 sampai 20 mil/jam.Mereka melaporkan tidak terjadi cedera.Schultze dkk (1998)
melaporkan solusio plasenta 20% yang menyebabkan lahir mati janin 28 minggu pada
wanita yang kantung udaranya mengembang setelah tabrakan 40 mil/jam.Yang lebih
sedikit diketahui adalah tentang efek kantung udara di pintu atau di sisi penumpang.1

d. Trauma tumpul lainnya


Sebagian dari kausa umum trauma tumpul adalah jatuh dan penyerangan yang
parah (Luger dkk, 1995).Bentuk-bentuk trauma tumpul yang lebih jarang adalah cedera
ledakan atau cruh injury (Awwad dkk, 1994).Cedera intra-abdomen yang serius
merupakan hal yang dikhawatirkan dan mungkin berkaitan dengan peningkatan mencolok
vaskularitas panggul dan abdomen, perdarahan retroperitoneum lebih sering dijumpai
dibandingkan dengan pada wanita tidak hamil.Sebaliknya, cedera usus lebih jarang
karena efek protektif dari uterus yang berukuran besar.Mungkin juga terjadi cedera
diafragma, lien, hati dan ginjal (Flick dkk, 1999 ; Icely dan Chez, 1999).

e. Solusio plasenta traumatik


Terlepasnya plasenta kemungkinan disebabkan oleh deformasi miometrium
elastic di sekeliling plasenta yang relative tidak elastic (Crosby dkk, 1968).Solusio
menjadi penyulit pada 1 sampai 6% cedera “minor” dan sampai 50% cedera “mayor”
(Goodwin dkk, 1990 ; Pearlman dkk, 1990).Reis dkk (2000) mendapatkan bahwa solusio
lebih sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan lebih dari 30 mil/ jam.
Pada banyak kasus, temuan pada solusio traumatic serupa dengan solusio plasenta
pada umumnya.Stetler dkk (1992) mengulas pengalaman kami denga 13 wanita yang
mengalami hal tersebut di Parkland Hospital dan melaporkan bahwa walaupun 11
memperlihatkan nyeri tekan uterus, hanya lima yang mengalami perdarahan
pervaginam.Temuan-temuan umum lainnya adalah kontraksi uterus, tanda-tanda
gangguan janin misalnya takikardia janin, deselerasi lambat, dan asidosis, serta kematian
janin.Karena solusio plasenta yang disebabkan oleh trauma mungkin tersamar, insiden
koagulopati berat terkait mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan solusio non
traumatic.
Kettel dkk (1988) menekankan bahwa solusio mungkin tersamar dan tidak
menyebabkan nyeri tekan atau spontan uterus serta perdarahan.Menurut Pearlman dkk
(1990), deteksi aktivitas kontraksi uterus dengan menggunakan pemantauan ekektronik
dapat mengisyaratkan adanya solusio.Apabila digunakan tokolitik, obat tersebut dapat
menyamarkan gambaran klinis solusio plasenta.1

f. Ruptur uteri
Hal ini jarang terjadi pada trauma tumpul dan dijumpai pada kurang dari 1%
kasus parah.Kelainan ini biasanya disebabkan oleh tumbukan langsung oleh suatu gaya
yang cukup besar.Temuan-temuan mungkin serupa dengan temuan pada solusio plasenta,
sedangkan perburukan keadaan ibu dan janin segera tampak.Dash dan lupetin (1991)
melaporkan satu kasus kehamilan 24 minggu yang diagnosis rupture traumatic uterusnya
dipastikan dengan CT scan.1

g. Perdarahan janin-ibu
Apabila trauma menimbulkan gaya yang cukup besar pada abdomen, dan
terutama apabila plasenta mengalami laserasi, dapat terjadi perdarahan janin-ibu yang
mengancam nyawa (Pritchard dkk, 1990).Pada 10 sampai 30 % kasus trauma, sedikit
banyak dijumpai perdarahan dari sirkulasi janin ke ibu (Goodwin dan Breen, 1990 ;
Pearlmen dkk, 1990).Namun, pada 90% kasus-kasus ini perdarahan yang terjadi kurang
dari 15 ml.Kami menjumpai tiga kasus perdarahan masif janin ke ibu pada delapan
wanita dengan solusio traumatik.
Perdarahan ini tampaknya disebabkan oleh solusio plasenta karena biasanya tidak
terjadi perdarahan janin ke dalam ruang antarvilus.Perdarahan janin lebih mungkin
disebabkan oleh robekan atau “fraktur” plasenta akibat peregangan.Pada tiga kasus
perdarahan janin yang masif di atas, dua diakibatkan oleh laserasi plasenta dan bayinya
lahir mati.

h. Cedera janin
Menurut Kissinger dkk (1991), risiko kematian janin akibat trauma cukup
bermakna apabila terjadi cedera fetoplasenta langsung, syok ibu, fraktur panggul, cedera
kepala ibu, atau hipoksia.Walaupun cedera dan kematian janin jarang terjadi, banyak
laporan kasus manarik yang menyajikannya.Cedera tengkorak dan otak janin adalah
yang tersering.Cedera-cedera ini lebih mungkin terjadi apabila kepala sudah cakap, dan
panggul ibu mengalami fraktur akibat tumbukan (Palmer dan Sparrow, 1994).Sebaliknya,
cedera kepala janin, mungkin akibat countercoup, dapat terjadi pada puncak kepala yang
belum cakap atau presentasi selain puncak kepala.Weyerts dkk (1992) melaporkan bahwa
seorang neonates dengan paraplegia dan kontraktur yang disebabkan oleh suatu
kecelakaan lalu lintas beberapa bulan sebelum lahir.

2. 4. 2. Trauma tembus
Luka tusuk dan tembakan merupakan cedera tembus yang tersering dijumpai dan
mungkin diakibatkan oleh penyerangan yang parah, usaha bunuh diri, atau upaya untuk
melakukan abortus.Insidens cedera visera akibat trauma tembus hanyalah 15 sampai 40%
dibandingkan dengan 80 sampai 90% pada orang tidak hamil.Apabila uterus mengalami
luka tembus, janin lebih besar kemungkinannya mengalami cedera lebih serius
dibandingkan dengan ibunya.Memang walaupun janin mengalami cedera pada dua
pertiga kasus semacam ini, cedera visera pada ibu hanya dijumpai pada 20%.Awwad dkk,
(1994) melaporkan pengalaman unik dengan luka tembus kecepatan tinggi pada uterus
hamil yang dikumpulkan selama 16 tahun perang saudara di Lebanon.Diantara 14 wanita,
dua meninggal, tetapi keduanya bukan merupakan akibat langsung cedera intra-abdomen.
Tiga hal yang dapat diamati adalah :
1. Apabila luka masuk terletak di punggung atau abdomen atas, akan terjadi cedera
visera.
2. Apabila luka masuk terletak di anterior dan di bawah fundus uterus, tidak
dijumpai cedera visera pada keenam wanita tersebut.
3. Kematian perinatal terjadi pada separuh kasus dan disebabkan oleh syok ibu,
cedera utero plasenta, atau cedera langsung pada janin.
Karena usus didorong ke atas oleh uterus membesar, menembus luka pada bagian
atas perut lebih mungkin untuk dihubungkan dengan beberapa cedera
gastrointestinal.Organ yang terlibat dalam penurunan frekuensi usus kecil, hati, usus, dan
perut. Selama trimester ketiga, luka pada kuadran bawah perut hampir secara eksklusif
melibatkan rahim.Hal ini mungkin menguntungkan bagi ibu karena rahim dan cairan
ketuban menyerap sebagian besar energi rudal, mengakibatkan kerusakan kurang ke
organ lain.Jika rahim terlibat dalam menembus trauma, cedera janin dapat terjadi pada 60
sampai 90% kasus.Luka tembak ke rahim membawa kematian pada 7 sampai 9% dan
kematian janin sekitar 70%.Kematian janin adalah lebih tinggi jika cedera ini disebabkan
sebelum 37 minggu kehamilan. Ketika mengevaluasi jalur peluru, radiografi (pandangan
anteroposterior dan lateral) dari dada dan perut, dengan pintu masuk dan luka keluar yang
ditandai dengan klip kertas dapat membantu para dokter.Beberapa kontroversi keluar tapi
pendapat yang berlaku pada saat ini adalah bahwa wanita hamil dengan luka tembak pada
perut umumnya harus menjalani celiotomy wajib.Stab luka pada perut dikelola sama pada
pasien hamil dan tidak hamil jika tanda-tanda cedera intra-abdomen jelas hadir (shock,
tanda-tanda peritoneal, pengeluaran isi) atau investigasi positif.7

2. 4. 3. Cedera suhu
Walaupun Parkland hospital adalah pusat luka bakar utama di Amerika Serikat,
kami jarang menjumpai wanita hamil yang mengalami luka bakar parah.Prognosis janin
pada luka bakar buruk.Biasanya wanita yang bersangkutan mengalami persalinan spontan
dalam beberapa hari sampai seminggu, dan sering melahirkan bayi yang sudah
meninggal.Faktor-faktor yang berperan adalah hipovolemia, cedera paru, septikemia, dan
keadaan katabolik berat yang diakibatkan oleh luka bakar.

2. 4. 4. Kejutan listrik
Laporan-laporan kasus terdahulu mengisyaratkan bahwa kejutan listrik berkaitan
dengan mortalitas janin yang tinggi.Namun, dalam sebuah studi kohort prospektif,
Einarson dkk, (1997) memperlihatkan hasil perinatal yang setara pada 31 wanita yang
terpajan dibandingkan dengan control wanita hamil normal.Mereka menyimpulkan
bahwa arus listrik yang lazim di Amerika Utara, yaitu 110 volt, lebih aman dari pada arus
220 volt seperti terdapat di Eropa.Fish (2000) menguraikan efek neurologis dan vascular
dari cedera tersambar petir.
Perawatan prioritas yang sama ketika mengelola hamil dan tidak hamil membakar
korban. Pemeliharaan volume intravaskuler normal, menghindari hipoksia, dan
pencegahan infeksi adalah penting.Silver cream sulfadiazin harus digunakan hemat
karena risiko kernicterus terkait dengan penyerapan sulfonamida.
Dalam kasus luka bakar listrik, kematian janin tinggi 73% bahkan dengan agak
rendah arus listrik karena kurangnya janin resistensi terhadap sengatan listrik. Hal ini
mungkin berhubungan dengan fakta bahwa janin mengambang dalam cairan ketuban
dengan tahanan rendah untuk saat ini. Tidak peduli seberapa sepele cedera mereka
mungkin tampak, pemantauan janin dan penilaian USG yang ditunjukkan untuk semua
korban yang mengandung sengatan listrik.

2. 5. KOMPLIKASI TRAUMA DENGAN ASOSIASI


Trauma untuk wanita hamil, apakah berat atau kecil, dapat memiliki efek yang
signifikan pada kesehatan ibu dan janin.Diperkirakan bahwa 1% hingga 3% dari trauma
ringan yang melibatkan wanita hamil hasil hilangnya janin, 41% dari janin mati ketika
ibu mengalami cedera yang mengancam nyawa.Berikut adalah beberapa komplikasi yang
paling sering dihasilkan dari cedera trauma kepada pasien hamil:
1) Kontraksi uterus.
Kontraksi rahim, yang terjadi pada 39% pasien trauma hamil, bisa
berkembang menjadi buruh prematur.Frekuensi, kekuatan dan durasi kontraksi harus
dinilai, dimonitor dan didokumentasikan di seluruh perawatan pasien.Meskipun tidak
semua kemajuan kontraksi rahim menjadi pekerja, praktisi harus menilai pasien
untuk tanda-tanda dan gejala yang terkait dengan pengiriman, termasuk memeriksa
lubang vagina untuk bukti mahkota.
2) Prematur tenaga kerja .
Prematur tenaga kerja didefinisikan sebagai buruh yang terjadi sebelum
minggu ke-38 kehamilan, terlepas dari penyebabnya.Kelangsungan janin akan
ditentukan sebagian oleh usia kehamilan tersebut.Untuk setiap kesempatan hidup di
luar rahim, janin biasanya harus gestasi paling sedikit 24 minggu.Hal ini
memungkinkan untuk pertumbuhan diterima organ janin, tetapi tidak menjamin
kelangsungan hidup setelah trauma.Janin lama dapat tetap di dalam rahim, semakin
baik peluang yang bertahan hidup.Faktor risiko, di luar trauma, yang berkaitan
dengan persalinan prematur termasuk penyakit jantung, hipertensi, pre-eclampsia,
eclampsia, diabetes, merokok, plasenta previa, abruptio plasenta, infeksi dan kelainan
fisik.
3) Aborsi spontan .
Luka trauma dapat mengakibatkan aborsi spontan jika luka terjadi sebelum
minggu ke-20 kehamilan.Tanda-tanda paling umum dan gejala yang berhubungan
dengan aborsi spontan karena trauma termasuk rasa sakit perut atau kram dan
perdarahan vagina.
4) Abruptio plasenta
Abruptio plasenta adalah salah satu cedera yang paling umum, biasanya
berhubungan dengan trauma tumpul, dan menyumbang 50% -70% dari kerugian
janin.Plasenta abruptio adalah pemisahan parsial atau lengkap dini plasenta dari
dinding rahim.Ketika perpisahan terjadi, pertukaran gas normal antara ibu dan janin
akan terhambat, menyebabkan hipoksia janin.Pemisahan ini juga daun pembuluh
rahim dan plasenta terkena, menyebabkan perdarahan intrauterin.Perdarahan rahim
dapat terjadi dengan atau tanpa kehadiran perdarahan vagina, tergantung pada lokasi
janin dalam saluran vagina dan apakah darah yang terperangkap di belakang margin
plasenta utuh.Sekitar 63% kasus plasenta abruptio melibatkan trauma tidak memiliki
pendarahan eksternal.Tanda dan gejala yang berhubungan dengan kondisi ini adalah
sakit perut ibu, nyeri rahim, pendarahan vagina dan hipovolemia.
5) Rupture uterine
Pecah rahim adalah peristiwa langka yang terjadi pada kurang dari 1%
dari pasien trauma hamil, namun merupakan salah satu yang paling fatal bagi ibu dan
janin.Penyebab paling umum dari rahim pecah parah memaksa trauma tumpul pada
perut, yang sering terjadi dari kecelakaan kendaraan ketika serangan panggul rahim,
yang menyebabkan pecah.Beberapa pecah rahim juga melibatkan penetrasi
trauma.Pecah rahim sering muncul dengan kejutan ibu dan janin teraba di dalam
perut.
6) Menerobos trauma
Karena rahim pasien telah tumbuh dalam ukuran selama kehamilan, dapat
membantu melindungi organ-organ perut dari penetrasi cedera, namun menempatkan
janin pada resiko yang lebih besar untuk cedera langsung.Usus dan cedera perut
terjadi lebih sering pada perut bagian atas dan dapat menyebabkan cedera lebih besar
untuk ibu, trauma langsung ke perut bagian bawah dapat mengakibatkan cedera lebih
atau kematian janin.Luka ke rahim dapat menghasilkan morbiditas 93% untuk janin.

7) Fraktur panggul
Patah tulang panggul, paling sering akibat trauma tumpul pada perut, adalah
kekhawatiran lain. Seiring dengan perdarahan yang signifikan dalam area
retroperitoneal, ibu mungkin mengalami cedera kandung kemih, uretra atau usus.
Patah tulang panggul ibu secara signifikan meningkatkan kerentanan janin untuk
cedera kepala, yang menyumbang 25% kematian janin. Pasien dengan cedera panggul
dapat hadir dengan nyeri panggul dan tanda-tanda dan gejala hipovolemia.
8) Perdarahan dan shock
Perdarahan selama kehamilan dapat mengakibatkan kontak dari salah satu
kondisi di atas atau dari cedera lainnya.Pendarahan, baik internal maupun eksternal,
harus dicurigai dan dinilai setelah adanya trauma pada pasien hamil.Perubahan
kardiovaskular selama kehamilan dapat membuat sulit untuk mendeteksi tanda-tanda
dan gejala yang berhubungan dengan hipotensi ibu dan syok.Kehilangan darah akut
mengakibatkan hipovolemia disembuyikan oleh vasokonstriksi ibu dan
takikardia.Vasokonstriksi parah dampak aliran darah uterus sekitar 30%, umumnya
mengakibatkan hipoksia janin dan bradikardi.Shock sering merupakan penyebab
kematian untuk kedua janin dan ibu.Adalah penting bahwa mengantisipasi shock dan
hipotensi ibu dan tidak hanya mengandalkan perubahan tanda vital untuk agresif
mengelola pasien. Jika tanda-tanda tradisional dan gejala syok hipovolemik yang
dipamerkan, kematian janin dapat setinggi 85%.
9) Henti jantung-paru
Penangkapan kardiorespirasi dalam wanita hamil merupakan ancaman signifikan
terhadap kelangsungan hidup janin.Diperkirakan bahwa 41% dari janin mati ketika
sang ibu menderita luka yang mengancam jiwa, dan banyak lagi terjadi dengan
serangan jantung.Sulit untuk menilai janin di lapangan, sehingga manajemen agresif
ibu perlu meningkatkan kelangsungan hidup janin.Meskipun kemungkinan janin ibu
bertahan penangkapan cardiopulmonary karena trauma yang miskin, upaya
rescuscitative harus disediakan untuk pasien yang lebih dari 24 minggu hamil, kecuali
diminta melakukan sebaliknya oleh kontrol medis.Fasilitas penerima harus diberitahu
sebelumnya sehingga staf dapat mempersiapkan bagian darurat.5

2. 6. PENATALAKSANAAN TRAUMA
Dengan sedikit pengecualian, prioritas terapi ditujukan kepada wanita hamil seperti
halnya pada pasien tidak hamil.Tujuan utama adalah evaluasi dan stabilisasi cedera
ibu.Perhatian kepada penilaian janin selama evaluasi akut dapat mengalihkan perhatian
dari cedera ibu yang mungkin mengancam nyawa.
Diterapkan prosedur-prosedur dasar untuk resusitasi, termasuk penyediaan ventilasi
dan penghentian perdarahan disertai terapi untuk hipovolemia dengan kristaloid atau
produk darah.Salah satu aspek penting dalam penatalaksanaan adalah defleksi uterus
berukuran besar menjauhi pembuluh-pembuluh besar untuk mengurangi efek pembuluh-
pembuluh tersebut pada penurunan curah jantung.Hoff dkk (1991) mencacat bahwa
kematian janin berkaitan dengan keparahan cedera ibu.Mereka menemukan keterkaitan
erat kadar bikarbonat serum yang rendah dengan kematian janin.Biester dkk (2000),
mendapatkan bahwa Revised Trauma Score tidak prediktif untuk gangguan hasil
kehamilan.Setelah resusitasi darurat, evaluasi dilanjutkan untuk mencari fraktur, cedera
alat dalam, sumber perdarahan, serta cedera uterus dan janin.Apabila di indikasikan, harus
iritasi peritoneum menumpuk selama kehamilan, untuk trauma abdomen dilakukan
pendekatan agresif hingga laparotomi eksplorasi.Eksplorasi merupakan keharusan untuk
dilakukan lavase peritoneum terbuka pada wanita hamil.Pada sebagian besar kasus, cedera
tembus harus di evaluasi dengan menggunakan radiografi.Karena respon klinis terhadap
luka tembak abdomen, tetapi untuk luka tusuk tertentu sebagian orang menganjurkan
pengawasan ketat
2. 6. 1. Seksio sesarea
Kaharusan melakukan seksio sesarea untuk melahirkan janin hidup bergantung
pada beberapa faktor.Laparotomi itu sendiri bukan indikasi untuk histerektomi.Beberapa
pertimbangan mencakup usia gestasi, keadaan janin, luas cedera uterus, dan apakah
uterus yang besar menghambat terapi atau evaluasi cedera intra-abdomen yang lain.1

2.6. 2. Pemantauan elektronik


Seperti pada banyak penyakit ibu yang akut atau kronik lainnya, kesejahteraan
janin dapat mencerminkan status ibu, sehingga pemantauan janin adalah “tanda vital” lain
untuk membantu mengevaluasi tingkat cedera ibu.Bahkan apabila keadaan ibu stabil,
pemantauan elektronik mungkin dapat memprediksikan solusio plasenta.Pearlman dkk,
(1990) melaporkan tidak terjadi solusio apabila kontraksi uterus lebih jarang daripada 10
menit dalam 4 jam setelah trauma.Yang penting, 20 % wanita yang kontraksinya lebih
sering mengalami solusio plasenta.Pada kasus-kasus ini, sering dijumpai kelainan
rekaman dan mencakup takikardia dan deselerasi lambat pada janin.Conolly dkk (1997),
melaporkan tidak terjadi gangguan hasil pada wanita yang rekaman pemantauannya
normal.Karena solusio plasenta pascatrauma biasanya terjadi secara dini, pemantauan
janin dimulai sesegera setelah kondisi ibu distabilkan.Lama pemantauan pasca trauma
yang harus dilakukan belum diketahui pasti.Menurut Goodwin dan dan Breen (1990),
periode pengamatan selama 2 sampai 6 jam sedah memadai apabila tidak ada lagi tanda-
tanda buruk seperti kontraksi, nyeri tekan uterus, atau perdarahan.Pemantauan tampaknya
layak dilanjutkan selama masih ada kontraksi uterus, pola frekuensi denyut jantung janin
yang tidak menyakinkan, perdarahan pervaginam, nyeri tekan atau iritabilitas uterus,
cedera serius pada ibu, atau pecahnya selaput ketuban.Pada kasus-kasus yang sangat
jarang, solusio plasenta terjadi beberapa hari setelah trauma.1

2. 6. 3. Perdarahan janin-ibu
Penerapan rutin uji Kleihauer-Betke uji yang setara pada wanita hamil korban
trauma masih diperdebatkan (Pak dkk, 1998).Tidak jelas apakah penerapan uji-uji
tersebut secara rutin dapat memodifikasi gangguan hasil akhir yang disebabkan oleh
anemia janin, aritmia jantung, dan kematian.Dalam suatu kajian retrospektif terhadap 125
wanita hamil dengan trauma tumpul yang dirawat di sentra trauma derajat I, uji
Kleihauer-Betke memperlihatkan sensitivitas 56 %, spesifisitas 71 % dan keakuratan 27
%. Para peneliti ini menyimpulkan bahwa uji ini tidak banyak bermanfaat dalam lingkup
trauma akut, dan pemantauan elektronik atau ultrasonografis terhadap janin, atau
keduanya, lebih bermanfaat dalam mendeteksi penyulit pada janin atau yang terkait
kehamilan.Dupre dkk (1993) mencapai kesimpulan serupa, dan walaupun mereka
mendapatkan bukti adanya perdarahan janin-ibu tidak memiliki makna
prognostik.Demikian juga, Connolly dkk, (1997) melakukan 289 uji Kleihauer-Betke
pada cedera traumatik pada wanita hamil dan hanya pada satu kasus penatalaksanaanya
terpengaruhi.

2.6 .4. Kontraktur kulit


Setelah luka bakar serius di abdomen, kontraktur kulit yang terbentuk dapat terasa
nyeri pada kehamilan berikutnya dan bahkan mungkin mengharuskan dilakukannya
dekompresi bedah dan autograph kulit split-thickness.Widgerow dkk (1991) melaporkan
bahwa pada dua wanita pembebasan secara bedah tanpa menutup defek yang terbentuk
memberi hasil memadai.Mc.Cauley dkk (1991) menindaklanjuti tujuh wanita dengan
luka bakar berat yang melingkari tubuh pada usia rerata 7,7 tahun.Seluruh dari 14
kehamilan dilahirkan aterm tanpa penyulit berat.Hilang atau rusaknya puting payudara
dapat menimbulkan masalah dalam menyusui.1

2.6. 5. Elektronik pemantauan janin


Pemantauan janin elektronik terus-menerus setelah trauma adalah standar saat
perawatan dengan janin yang layak.Monitoring dimulai sesegera mungkin setelah
stabilisasi ibu, karena sebagian kerusakan plasental terjadi segera setelah trauma.Sesekali
kontraksi rahim adalah penemuan yang paling umum setelah trauma pada wanita
hamil.Kontraksi ini kadang-kadang tidak berhubungan dengan hasil janin yang
merugikan dan menyelesaikan dalam beberapa jam dalam 90 persen kasus.Terjadinya
delapan atau lebih kontraksi rahim per jam selama lebih dari empat jam, bagaimanapun,
adalah berhubungan dengan plasenta.Dengan kerusakan plasental setelah trauma, ada
sampai 75% angka 67 kematian janin.Jika plasenta signifikan terjadi, janin yang layak
harus dikirim segera.Dalam analisis kasus tingkat kematian pada wanita hamil yang telah
plasenta setelah trauma, 69% kematian janin yang dicegah oleh persalinan sesar.
Bradycardia atau terlambat deselerasi berulang-ulang tidak responsif terhadap resusitasi
intrauterin juga membutuhkan pengiriman segera janin jika ibu stabil.
Durasi ideal untuk pemantauan janin elektronik tidak jelas.Sebuah protokol yang
digunakan secara luas, didasarkan pada studi prospektif dari 60 pasien di lebih dari 20
minggu usia kehamilan.Protokol ini memiliki kepekaan dari 100 persen untuk
memprediksi hasil yang merugikan dalam waktu empat jam.Dalam studi prospektif, 70%
pasien yang dibutuhkan lebih dari empat jam pemantauan janin karena kontraksi lanjutan
(empat atau lebih per jam), nilai laboratorium abnormal, atau perdarahan vagina, tapi
semua pasien habis pada akhir empat atau 24 jam memiliki hasil yang sama dibandingkan
dengan pasien kontrol tanpa ada luka.
Jika takikardi janin hadir atau-stress test non reaktive, pemantauan biasanya
berlangsung selama 24 jam, tapi belum ada penelitian ada untuk mendukung atau
menolak praktek ini. Beberapa ahli menyarankan berkepanjangan pemantauan janin
elektronik pada pasien dengan mekanisme tinggi risiko cedera.Mekanisme ini berisiko
tinggi termasuk pejalan kaki dengan mobil, dan kecepatan kendaraan bermotor tinggi
yang hancur.Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan pemantauan janin elektronik
rutin selama lebih dari 24 jam setelah trauma noncatastrophic.
Pemantauan elektronik janin terus-menerus lebih sensitif dalam mendeteksi
gangguan plasenta dari ultrasonografi, pemantauan berselang, sebuah elusi asam tes
(Kleihauer-Betke tes untuk menilai jumlah darah janin dalam serum ibu), atau
pemeriksaan fisik.Namun, pemantauan janin terus menerus mencegah kematian beberapa
perinatal.Hal ini paling berguna untuk menentukan status janin meyakinkan dan
pembuangan yang tepat.

2.6. 6. Ultrasonografi
Ultrasonografi misses 50 sampai 80 persen dari kerusakan plasenta, tetapi dengan
cepat dan aman menentukan nada jantung janin, lokasi plasenta, usia kehamilan, dan
indeks cairan ketuban.Pemeriksaan USG sangat membantu dengan takikardi ibu, ketika
denyut jantung janin dan ibu mungkin sulit untuk membedakan dengan Doppler.
Berdasarkan data yang terbatas, hasil ultrasonografi obstetrik kebanyakan yang diperoleh
setelah trauma normal.Janin Sedikit bertahan ketika ultrasonografi mendeteksi bukti
trauma janinManfaat dari profil biofisik setelah trauma tidak diketahui.
Ketepatan ultrasonografi sangat tergantung pada pengalaman operator dan habitus
tubuh ibu. Pulsasi Ibu dapat meniru bradikardi janin atau menyebabkan gerakan janin,
menyebabkan pengiriman darurat yang tidak perlu dalam kasus kematian janin.USG
umumnya digunakan untuk meyakinkan ibu setelah trauma non-bencana, namun praktik
ini belum diteliti.

2.6. 7. Resusitasi jantung-paru


Untungnya, henti jantung jarang terjadi pada wanita hamil.Terdapat beberapa
pertimbangan khusu untuk resusitasi jantung paru (RJP) yang dilakukan pada paruh
kedua kehamilan.Pada wanita tidak hamil, kompresi jantung luar menghasilkan curah
jantung yang hanya 30% dibandingkan normal.Curah jantung bahkan lebih kecil lagi
pada kehamilan tahap lanjut, saat kompresi aortakava akibat uterus yang membesar dapat
mengurangi upaya resusitasi karena aliran maju maupun aliran balik vena berkurang.
Oleh karena itu, upaya-upaya resusitasi lain perlu dibarengi dengan penggeseran
uterus.Penggeseran kelateral kiri dapat dilakukan secara manual oleh salah satu anggota
tim, dengan memiringkan meja operasi ke lateral, dengan meletakkan sebuah bantalan
dibawah paha kanan, atau dengan menggunakan bantal resusitasi Cardiff.Ress dan Wills
(1998) memperlihatkan dengan sebuah manekin bahwa resusitasi dengan bantalan
Cardiff sama efisiennya dengan resusitasi dalam posisi telentang. Selama beberapa tahun
terkahir, rekomendasi oleh banyak penulis adalah melakukan seksio sesarea dalam 4
sampai 5 menit setelah dimulainya resusitasi jantung-paru apabila janin sudah
viable.Jelaslah terdapat korelasi terbalik antara kelangsungan hidup neonates dengan
fungsi saraf utuh dan interval antara henti jantung sampai pelahiran pada wanita yang
melahirkan melalui seksio sesarea perimortem.Menurut Clark dkk (1997) 98% dari bayi
yang dilahirkan sebelum 5 menit memiliki fungsi neurologis utuh.Dari 6 sampai 15 menit
angkanya menjadi 83% dari 16 sampai 25 menit 33% ; dan 26 sampai 35 menit 25%.
Berdasarkan teori dan beberapa laporan kasus, pelahiran juga dapat meningkatkan
upaya resusitasi bagi ibu.Berdasarkan semua alas an tersebut, American College of
Obstetricans and Gynecologist (1998) menganjurkan agar seksio sesarea
dipertimbangkan pada kehamilan trimester ketiga dalam 4 menit setelah henti
jantung.Sayangnya, seperti ditekankan oleh Clark dkk (1997), tujuan-tujuan ini jarang
dapat dipenuhi dalam praktik sebenarnya.

2.7. PROGNOSI
Dari kajian mereka, Polko dan McMahon (1998) menyimpulkan bahwa
kehamilan tidak mengubah hasil maternal dibandingkan dengan wanita hamil yang
usianya setara.Sejumlah peneliti melaporkan bahwa harapan hidup ibu dan janin setara
dengan presentase luas luka bakar.Secara umum, prognosis memperburuk apabila luka
bakar melebihi 40 sampai 50% luas permukaan tubuh.Sebagai contoh, angka kematian
ibu dan janin adalah 50% pada kelompok luka bakar 40 sampai 60% dibandingkan
dengan 11% kematian janin tanpa kematian ibu pada kelompok dengan luas luka bakar
20 sampai 40%.Pada 170 wanita hamil dengan luas luka bakar yang dilaporkan pada
tabel 2, seiring dengan terlampauinya batas luas luka bakar sebesar 50%, morbiditas ibu-
janin selalu melebihi 50%.
2. 8. PENILAIAN DAN MANAJEMEN
Penilaian pra-rumah sakit dan manajemen pasien trauma hamil difokuskan pada
identifikasi, menjamin, memelihara dan mendukung fungsi-fungsi vital, pernapasan jalan
napas pasien dan sirkulasi.Tidak seperti darurat traumatis lain, ada dua pasien yang harus
dipertimbangkan oleh penyedia.Manajemen yang paling bijaksana dari kedua ibu dan
janin yang terlibat dalam trauma adalah untuk mengambil pendekatan yang proaktif dan
mengobati ibu agresif. Semua wanita hamil yang telah menderita cedera, terlepas dari
beratnya, harus dievaluasi oleh dokter di gawat darurat.
Manajemen pasien trauma pada kehamilan meliputi:
1. Spinal imobilisasi diperlukan untuk pasien hamil yang diduga mengalami cedera
tulang belakang.Pada pasien backboarded pada kehamilan lebih dari 20 minggu,
backboard perlu dimiringkan 15 ° sampai 30 ° ke sisi kiri dan diselenggarakan dalam
posisi itu sepanjang durasi perawatan Anda untuk membantu mencegah sindrom
hipotensif terlentang dan kompresi vena.
2. Membangun dan menjaga jalan napas terbuka.Jika pasien memiliki status mental
berubah, tidak responsif, atau karena alasan lain tidak dapat mempertahankan jalan
napas paten, buka saluran udara oleh dorongan rahang dan memanfaatkan alat
mekanik dan intubasi endotrakeal sebagaimana diarahkan oleh protokol Anda.Anda
harus mengantisipasi muntah dengan pasien dan suction tersedia.
3. Tentukan apakah pasien bernapas memadai dan suara nafas bilateral yang hadir.Jika
napas pasien tidak memadai, memberikan ventilasi tekanan positif dengan oksigen
aliran tinggi tambahan.Jika memadai, memberikan konsentrasi tinggi oksigen melalui
nonrebreather untuk mempertahankan SPO2 sebagai mendekati 100% mungkin,
bahkan jika pasien tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala hipoksia.Ingat bahwa
janin sangat rentan terhadap hipoksia.
4. Menilai sirkulasi pasien dan memeriksa pendarahan utama.Anda harus mencurigai
pendarahan internal bahkan jika tidak ada tanda-tanda atau gejala yang jelas.Jika
perdarahan vagina hadir, menyerap aliran darah dengan pad dan jangan pack
vagina.Jika pasien ada teraba denyut nadi, memberikan CPR dan perawatan
pernafasan seperti biasa untuk orang dewasa.
5. Mengantisipasi, mencegah dan mengobati syok.Ingat bahwa tanda-tanda biasa dan
gejala yang berhubungan dengan syok hipovolemik paling sering tidak akan hadir
pada pasien trauma hamil sampai lebih dari 30% dari total volume darah
hilang.Menunda pengobatan untuk penurunan nyata dalam tanda-tanda vital dapat
meletakkan kedua ibu dan janin beresiko.
6. Mendirikan dua besar menanggung infus dan infus Ringer laktat atau normal saline
untuk mempertahankan perfusi ibu dan janin.
7. Menyediakan pemantauan EKG kontinu untuk ibu.
8. Monitor detak jantung janin, jika mungkin.Denyut nadi kurang dari 110 denyut per
menit menunjukkan gawat janin yang signifikan.
9. Perlakukan dan mengelola setiap cedera yang mengancam nyawa lainnya.Ingat
bahwa sejumlah besar perawatan untuk luka lain dapat dilakukan dalam perjalanan
ke fasilitas penerima.
10. Transportasi cepat pasien ini ke fasilitas terdekat yang menerima sesuai.Pastikan
Anda memberitahukan fasilitas penerimaan sebelumnya sehingga mereka dapat
merakit sebuah tim trauma dan panggilan untuk dokter kandungan dan dokter anak,
jika perlu.

2. 9. PENCEGAHAN
Meskipun kemajuan dalam pengelolaan trauma, tingkat kematian janin dan ibu
setelah cedera traumatis tidak menurun.Karena manajemen saat ini tidak sedikit untuk
mempengaruhi kematian, pencegahan adalah kunci untuk kelangsungan hidup ibu dan
janin meningkat.Kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan dalam rumah tangga
adalah penyebab dicegah umum trauma pada kehamilan.
Meskipun kecelakaan kendaraan bermotor bertanggung jawab atas sebagian ibu
luka parah dan kerugian janin dari trauma, wanita hamil memiliki tingkat rendah
penggunaan sabuk pengaman. Tempat duduk menggunakan sabuk pengaman yang paling
signifikan dimodifikasi faktor dalam penurunan dan janin cedera ibu dan kematian
setelah kecelakaan kendaraan bermotor.Sabuk pengaman terkendali wanita yang berada
dalam kecelakaan kendaraan bermotor memiliki angka kematian janin yang sama dengan
perempuan yang tidak dalam kecelakaan kendaraan bermotor, namun tidak terkendali
wanita yang berada di crash adalah 2,8 kali lebih mungkin untuk kehilangan janin
mereka.
Perawatan Prenatal harus menyertakan sabuk pengaman instruksi-titik tiga.Sabuk
pengaman harus ditempatkan di bawah perut, pas di atas paha, dengan memanfaatkan
bahu ke sisi rahim, antara payudara dan atas garis tengah klavikula.Sabuk pengaman
ditempatkan langsung di atas rahim dapat menyebabkan cedera janin.Airbag tidak harus
dinonaktifkan selama kehamilan.Karena banyak wanita tidak menyadari potensi plasenta
tanpa bukti cedera ibu, pasien hamil harus diinstruksikan untuk mencari perawatan segera
setelah adanya trauma tumpul.
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada sampai 25 persen wanita hamil,
namun dokter mendeteksi hanya 4 sampai 10 persen dari kasus.Hal ini penting bagi
dokter untuk layar semua pasien untuk kekerasan domestik dan menjadi akrab dengan
sumber daya masyarakat untuk membantu pasien yang mengalami kekerasan
domestik.Penapisan pasien yang lebih muda sangat penting, karena mereka memiliki
tingkat yang lebih tinggi dari kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan dalam
rumah tangga.Sumber Daya bahan di ruang tunggu dan toilet memungkinkan pasien
untuk mengumpulkan informasi tanpa konfrontasi.

BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1.F.Gary Cuningham. Obstetri Wiliams..[et al] ; alih bahasa, Andry Hartono, Y.Joko Suyono,
Brahm U.Pendit ; editor edisis bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto...[et al],- Ed.21 – jakarta :
EGC, 2005.
2. Guyton, Arthur C. Buku ajar fisiologi Kedokteran / Arthur C.Guyton, John E Hall ; alih
bahasa, Irawati... [et al] ; editor edisi bahasa Indonesia, Luqman Yanuar Rachman... [et al], ---
.11,-- Jakarta : EGC, 2007.
3. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri; Obstetri operatif, Obstetri Sosial / Rustam Mochtar,
editor, Delfi Lutan, Ed 2—Jakarta : EGC, 1998.
4. Trauma pada kehamilan; available at : http://spesialisbedah.com/2008/12/trauma-pada-wanita-
hamil/
5. Trauma pada kehamilan; available at : www.emsworld.com/print/EMS-World/Beyond-The-
Basics--Trauma-During- Pregnancy/1$9048
6. Trauma pada kehamilan; available at : http://medicalopaedia.com/emergency-room/trauma-
during-pregnancy/
7. Trauma pada kehamilan; available at :
http://www.trauma.org/archive/resus/pregnancytrauma.html
8.Trauma pada kehamilan; available at : www.aafp.org/afp/2004/1001/p1303.html

32

Anda mungkin juga menyukai