PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang
berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap
sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran
atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas
teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan
berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup janin diluar uterus (Wiknjosastro,
1999).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu (Mochtar, R, 1998).
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umumnya
kelainan servik, biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada perdarahan antepartum
pertama-tama harus selalu dipikir bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perdarahan Antepartum ?
2. Apa saja jenis-jenis Perdarahan Antepartum.
C.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan
kehamilan I dan untuk mengetahui dan memahami tentang pendarahan antepartum.
2. Tujuan Khusus.
a. Mengetahui apa pengertian dari perdarahan antepartum
b. Mengetahui dan memahami jenis-jenis perdarahan antepartum
BAB II
PEMBAHASAN
solusio
plasenta
diterangkan
atas
menurun,
pada
periksa
solusio
golongan
plasenta
darah,
sering
lakukan crossterjadi
kelainan
Diagnosa ini mulai dipastikan sejak kira-kira umur kehamilan 26-28 minggu,
dimana mulai terbentuk SBR (Segmen Bawah Rahim). Dengan terbentuknya SBR,
leher rahim yang semula masih berbentuk seperti corong (lihat gambar di pojok kanan
atas), akan mulai memipih, untuk nantinya saat menjelang persalinan mulai membuka.
Dari perubahan inilah bisa terjadi plasenta "berpindah" atau lebih tepatnya
bergeser secara relatif menjauhi jalan lahir, seolah-olah bergerak ke atas. Itulah
sebabnya, sebelum masuk trimester terakhir, sekitar 28 minggu 7 bulan, dibiarkan saja
dulu asal tidak terjadi perdarahan yang tidak bisa dikendalikan. Diharapkan nanti
setelah 7 bulan, beruntung bisa "pindah" ke atas seperti penjelasan sebelumnya.
Tentu saja, penilaian paling optimal dan menentukan adalah saat mendekati
persalinan, untuk memastikan benar-benar dimana posisi plasenta. Itulah mengapa,
keputusan cara persalinan bisa berubah di menit-menit terakhir.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan.
Misalnya plasenta previa margunalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta
previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Atau plasenta previa totalis pada pembukaan 3
cm dapat menjadi plasenta perevia lateralis pada pembukaan 6 cm. Oleh karena itu,
penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai
besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Untuk
mengetahui jenis plasenta previa dapat dilakukan pemeriksaan USG.
c. Etiologi
Belum diketahui pasti, frekuensi plasenta previa menigkat pada grande
multipara. Primigravida tua. Bekas seksiosesarea, bekas aborsi, kelainan janin dan
leiomioma uteri.
Plasenta previa mungkin terjadi bila keadaan endometrium kurang baik,
misalnya seperti yang terdapat pada:
1) multipara/multigravida, terutama bila jarak antarkehamilan pendek
2) myoma uteri
3) kuretase berulang
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh
lebih luas untuk mencukupi kebutuhan janin sehingga mendekati atau menutupi
ostium uteri internum. Plasenta previa mungkin juga disebabkan oleh implantasi telur
yang rendah.
d. Faktor Risiko Plasenta-Previa
1) Wanita lebih dari 35 tahun, 3 kali lebih berisiko.
2) Multiparitas, apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang baru
berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
3) Kehamilan kembar.
4) Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga
mempersempit
5) Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Setelah bedah sesar, bertambah berturut-turut
menjadi 0,65% setelah 1 kali, 1,8% setelah 2 kali, 3% setelah 3 kali dan 10%
setelah 4 kali atau lebih.
6) Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan
seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan sebelumnya.
7) Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
8) Adanya trauma selama kehamilan.
9) Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol.
e. Gejala
1) Gejala yang utama adalah perdarahan tanpa nyeri. Biasanya perdarahan baru
timbul setelah bulan ke-7. Hal ini disebabkan oleh:
a) perdarahan sebelum bulan ke-7 memberi gambaran yang sama dengan
abortus
b) perdarahan pada plasenta previa disebabkan oleh pergerakan antara plasenta
dengan dinding uterus
Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus lebih
cepat tumbuhnya dari uterus itu sendiri. Akibatnya adalah istmus uteri tertarik
menjadi dinding kavum uteri (segmen bawah rahim/SBR). Pada plasenta previa,
hal ini tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding uterus.
Saat perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan
pada istmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan
perdarahan. Tapi pada persalinan his pembukaan sudah tentu menimbulkan
perdarahan karena plasenta akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta
previa bersifat terlepas dari dasarnya.Perdarahan pada plasenta previa bersifat
berulang-ulang. Setelah yang lebih besar terbuka.
2) Bagian terendah janin tinggi. Plasenta terletak pada kutub bawah uterus sehingga
bagian terendah janin tidak dapat masuk pintu atas panggul.
3) Sering terdapat kelainan letak
4) ada pemeriksaan inspekulo darah berasal dari ostium uteri eksternum.
Bila seorang wanita hamil mengalami perdarahan pada triwulan terakhir
kehamilan, maka plasenta previa atau solusio plasenta harus diduga. Kewajiban
dokter atau bidan untuk mengirim pasien ke rumah sakit tanpa lebih dahulu
melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon. Kedua tindakan ini
hanya menambah perdarahan dan kemungkinan infeksi. Lagipula perdarahan
pertama pada plasenta previa jarang menimbulkan kematian.
Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan inspekulo terlebih dahulu untuk
mengenyampingkan kemungkinan varises yang pecah dan kelainan serviks. Pada
11
plasenta previa darah keluar dari ostium uteri eksternum. Sebelum tersedia darah
dan kamar operasi siap tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam karena dapat
memperhebat perdarahan. Sementara boleh dilakukan pemerikasaan fornises
dengan hati-hati. Jika tulang kepala dan sutura-suturanya dapat teraba dengan
mudah, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya jika antara jari-jari
kita dan kepala teraba bantalan (yaitu plasenta), maka kemungkinan plasenta
previa besar. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala
karena pada presentasi bokong bagian depannya lunak sehingga sukar
membedakannya dengan jaringan lunak.
Diagnosa pasti dibuat dengan pemeriksaan dalam di kamar operasi dan bila
sudah ada pembukaan. Pemeriksan harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak
menimbulkan perdarahan akibat perabaan.
f. Penyulit
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan postpartum karena:
1) kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta).
2) daerah perlekatan luas
3) daya kontraksi segmen bawah rahim kurang
Kemungkinan infeksi nifas lebih besar karena luka luka plasenta lebih dekat
dengan ostium dan ini merupakan port dentree yang mudah tercapai. Lagipula
pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahan tubuhnya turun.
Bahaya plasenta previa untuk ibu adalah:
1) perdarahan hebat
2) infeksi sepsis
3) emboli udara (jarang)
Bahaya plasenta previa untuk anak adalah:
1) hipoksia
2) perdarahan atau syok
g. Komplikasi
1) Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena
perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca persalinan.
2) Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti Asfiksi
berat. ( Mansjoer, 2002)
h. Gambaran Kinik
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau
bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan
berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya,
apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20
minggu segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan
12
serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat
ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.
Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya
plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak
mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III
dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini
perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan
terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah
persalinan mulai. ( Wiknjosostro, 1999 : 368 )
i. Pemeriksaan diagnostic
1) Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung
tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai
dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2) Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul
mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3) Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum,
adanya plasenta previa harus dicurigai.
4) Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak
langsung
dapat
dilakukan
radiografi,
radioisotope,
dan
ultrasonagrafi.
Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan
rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)
5) Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut
plasenta letak rendah.
6) Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu
melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan
yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan
melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis. (Saifudin, 2001)
j. Penatalaksanaan
1) Terapi ekopektif
a) Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir premature, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis.
13
14
No
.
1.
2.
Perdarahan berulang
3.
4.
Adanya anemia dan renjatan yang Adanya anemia dan renjatan yang tidak
sesuai dengan keluarnya darah
5.
Timbulnya perlahan-lahan
Timbulnya tiba-tiba
6.
7.
His ada
8.
9.
10.
Teraba
jaringan
plasenta
Penurunan kepala tidak masuk Penurunan kepala dapat masuk pintu atas
15
12.
panggul
3. Ruptura Uteri
Pengertian
Ruptura uteri adalah robekan dinding rahim akibat dilampaunya daya regang
(Mochtar, 2011).
Klasifikasi Ruptur Uteri
1) Menurut waktu terjadinya :
a) Ruptura uteri gravidarum, Terjadinya pada waktu hamil, sering berlokasi
pada korpus
b) Ruptura uteri durante partu, Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya
sering pada segmen bawah rahim, jenis inilah yang sering terjadi.
2) Menurut lokasinya :
a) Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b) Segmen bawah rahim (SBR). Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama (tidak maju). SBR semakin lama semakin regang dan tipis dan akhirnya
terjadilah ruptura uteri
c) Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi,
sedang pembukaan belum lengkap
3) Menurut robeknya peritonium :
a) Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut peritoniumnya (perimetrium).
Sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga dan rongga uterus dan bahaya
peritonitis
b) Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan
terjadi subperitonium dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum (Mochtar, 2011).
Etiologi ruptura uteri
Menurut etiologinya ruptura uteri dapat dibagi 2
16
1) Ruptura uteri Spontanea. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat dan dikarenakan
peregangan yang luar biasa dari rahim
2) Ruptura uteri violent. Trauma karena tindakan dan trauma lain seperti ekstraksi forsep.
Versi dan ekstraksi forsep. Versi dan ekstraksi, embriotomi, manual plasenta, kuretase
(Mochtar, 2011).
Patofisiologi ruptura uteri
Pada umumnya rahim dibagi atas dua bagian besar yaitu korpus uteri dan serviks uteri. Batas
keduanya disebut ismus uteri (2-3) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kirakira +20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka
mulailah terbentuk segmen bawah rahim (SBR) ismus ini.
Batas antara partus yang kontraktil dan segmen bawah rahim yang pasif disebut lingkaran
dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat tanda 2 3 jari di atas
simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri
mengancam (RUM).
Ruptura uteri disebabkan oleh regangan yang luar biasa dari rahim. Sedangkan kalau uterus
telah cacat, mudah di mengerti, karena adanya lokus minoris resistens.
Rumus mekanisme terjadinya ruptura uteri :
R=H+O
Dimana : R = Ruptura
H = His kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetapi pasif dan cervix
menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju
(obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR
yang pasif ini akan tertarik ke atas, menjadi bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut
meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi Ruptura Uteri.
Frekuensi Ruptura Uteri
Frekuensi ruptura uteri di rumah-rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1 banding 92
persalinan sampai 1 banding 294 persalinan.
17
2) Tanda dan gejala bila ruptur uteri sudah terjadi gejala yang ditimbulkan antara lain :
Penderita merasakan nyeri yang hebat
(1) Dapat menyampaikan seperti terjadi robekan dalam perutnya
(2) Ruptura uteri dapat menimbulkan infeksi, perdarahan pervaginam, syok, perut kembung,
keadaan umum memburuk. (Manuaba, 2010)
Diagnosis Ruptura Uteri
Diagnosis banding ruptura uteri adalah solusio plasenta, plasenta previa dan ruptura uteri
(Mochtar, 2011).
4) Cara terjadinya
5) Fasilitas tempat pertolongan, penyediaan cairan dan darah yang cukup
6) Keterampilan operator dan jenis anastesi
Penanganan Ruptura Uteri
Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan spesifik dan hanya mungkin dilakukan di
rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah (Manuaba, 2010).
Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan
pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika, antibiotika dan sebagainya. Bila
keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparotomi dengan
tindakan jenis operasi (Mochtar, 2003).
Segera setelah diagnosis ditegakkan dilakukan persiapan untuk pembedahan. Pada saat itu
volume darah diperbaiki dengan cairan intravena dan darah. Setelah luasnya perlukaan
ditentukan. Ahli bedah dapat memilih antara memperbaiki kerusakan uterus dengan
melakukan histerektomi. Keputusan tersebut berdasarkan pada :
1) Tempat ruptur
2) Sifat robekan
3) Luasnya perdarahan
4) Penyebab perdarahan
5) Penyebab ruptur
6) Adanya parut uterus
7) Stadium kehamilan
8) Keadaan umum pasien
9) Keinginan pasien untuk hamil di kemudian hari
Bila robeknya halus beraturan dan tidak terlalu rapuh, tindakan yang dilakukan cukup dengan
perbaikan, tapi bila robekan tidak beraturan, zig zag, edema dan rapuh pilihan penanganan
satu-satunya adalah dilakukannya histerektomi.
19
Abruptio Plasenta
Pengertian Abruptio Plasenta
Abruptio Plasenta adalah lepasnya plasenta yang tertanam normal dari dinding uterus baik
lengkap maupun sebagian pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
Etiologi
Sampai saat ini penyebab terjadinya abruptio plasenta belum diketahui secara jelas tapi
biasanya pasien dengan riwayat pelepasan plasenta prematur lebih cenderung mengalami
abruptio plasenta rekurens. Paling sering terjadi pada ibu dengan riwayat tekanan darah
tinggi (hipertensi).
Patofisiologi Abruptio Plasenta
Penyebab perdarahan retroplasenta adalah kerusakan dinding sinus-sinus vena ibu yag
mensuplai jaringan plasenta. Perdarahan meluas dan memisahkan plasenta dengan derajat
yang bervariasi. Kemudian darah mengalir di antara desidua uteri dan kantong amnion dan
keluar melalui vagina dan vulva (perdarahan menjadi nyata) atau tertahan di belakang
plasenta (perdarahan tersembunyi).
Dalam beberapa kasus perdarahan berat, darah didorong oleh tekanan intra-uteri masuk ke
sela-sela serat otot menuju ke lapisan serosa uterus. Jika jumlah darah banyak, uterus nampak
memar dan edema, yang disebut apopleksi uteroplasenta. Kini keadaan ini sudah jarang
ditemukan dalam praktek obstetrik.
Pada kasus abruptio plasenta berat, dapat timbul syok akibat serabut miometrium putus dan
robek. Komplikasi lain adalah pelepasan tromboplastin ke dalam sirkulasi darah, dan
kerusakan pembuluh darah, yang menyebabkan disseminated intravascular coagulation
(DIC).
prematur adalah hemangioma yang mengalami ruptur, ruptur vena uterina, ruptur hepalik,
ruptur arteri dan krisis sickle cell.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi abruptio plasenta meliputi hipertensi. 40-50% pasien dengan abruptio
plasenta berat cukup untuk membunuh janin yang berkaitan dengan hipertensi, multiparitas,
riwayat abruptio plasenta sebelumnya dan trauma.
Komplikasi
Komplikasi yang perlu diantisipasi meliputi :
1) Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)
2) Gagal ginjal
3) Uterus couvelaire
4) Perdarahan postpartum
5) Gawat janin atau kematian janin
Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan antara lain dilakukannya tes koagulasi yang
bertujuan untuk menyingkap koagulasi konsumsi (DIC).
1) Fibrinogen dapat menurun
2) Produk pemecahan fibrin meningkat
3) Hitung trombosit menurun
4) Waktu protrombin dan tromboplastin parsial memanjang bila kadar fibrinogen jatuh di
bawah 100 mg/ml, darah sering tidak dapat membeku.
Ultrasonografi dapat membantu letak plasenta dapat di lokalisir dan suatu bekuan
retroplasenter dapat dikenali.
Penanganan Abruptio Plasenta
Semua pasien dengan pada trisemester III harus dirawat di rumah sakit dengan segera.
Apabila pelepasan plasenta terdiagnosa, keputusan penanganan tergantung pada :
1) Kehilangan darah pada ibu baik yang tersembunyi maupun yang tampak dari luar.
2) Maturitas janin
3) Presentasi
21
4) kesejahteraan
Pada kasus pelepasan plasenta yang sedang dan berat, pengobatan objektif yang harus
dilakukan adalah memperbaiki kehilangan darah, memperbaiki gangguan koagulasi dan
mempengaruhi kelahiran.
Perdarahan dan hipovolemia diobati dengan restorasi segera sirkulasi yang efektif diawali
dengan pemberian infus cairan biasanya larutan ringer laktat yang kemudian diikuti dengan
sel darah merah padat atau whole blood bila diperlukan. Sejauh tidak ditemukan bukti adanya
gawat janin dan serviks serta presentasi janin baik maka pervaginam bisa dilakukan
secepatnya.
Seksio sesarea diindikasikan bila terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan :
(1) Adanya gawat janin
(2) Presentasi janin yang abnormal/tidak normal
(3) Perdarahan yang terus bertambah
(4) Persalinan yang tidak secara aktif
22
Insertio velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi
velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat
dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan
insersi funiculus umbilikalis dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta.
Karena pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh darahnya
berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati membran. Bila pembuluh
darah tersebut berjalan didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa.
Vasa previa ini sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat
terkoyak dan menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah
perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak
maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.
2. Vasa previa
a. Definisi
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin
melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os). Pembuluh
darah tersebut berada didalam selaput ketuban (tidak terlindung dengan talipusat
atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.
b. Etiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang
berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal
dari insersio velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata
(lobus aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi
robekan pembuluh darah sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin.
c. Patofisiologi
Penyebab dari pendarahan vasa previa yakni adaya pembuluh darah janin
melintasi selaput ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Dimana
pembuluh darah tersebut berasal dari insersio velamentosa. Patofisologi
pendarahan vasa previa disini hampir sama dengan etiologinya karena hampir
semua berhubungan.
d. Maninfestasi klinik.
1) Dapat timbul perdarahan pada kehamilan 20 minggu
2) Darah berwarna merah segar
3) Tidak disertai atau dapat disertai nyeri perut (kontraksi uterus)
4) Perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal
dari anak maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.
e. Diagnosa
23
luarnya terdiri dari vili yang timbul ke samping, dibawah desidua. Sebagai
akibatnya pinggir plasenta mudah terlepas dari dinding uterus dan perdarahan
ini menyebabkan perdarahan antepartum. Hal ini tidak dapat diketahui
sebelum plasenta diperiksa pada akhir kehamilan. Bila cincin putih ini
letaknya dekat sekali dengan pinggir plasenta , disebut juga Plasenta marginata
.Kedua-duanya disebut dengan plasenta ekstrakorial. Pada plasenta marginata
mungkin
terjadi
adeksi
selaput
sehingga
plasenta
lahir
telanjang..
ahli
mengatakan
bahwa
plasenta
sirkumvalata
sering
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari traktus genitalia yang terjadi diatas
kehamilan 28 minggu atau lebih dan sering disebut atau digolongkan perdarahan
trimester ketiga yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi plasenta
(letak rendah dan previa), kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah pada selaput
amnion (casa previa) dan separasi plasenta sebelum bayi lahir, mungkin juga
disebabkan karena vaginitis, polip serviks, servisitis, varises vagina dan serviks dan lesi
ganas pada vagina atau serviks. Perdarahan Antepartum adalah perdarahan yang terjadi
25
pada akhir kehamilan dan merupakan ancaman serius terhadap kesehatan dan jiwa baik
ibu maupun anak.
Beberapa jenis-jenis perdarahan antepartum yaitu solusio plasenta, plasenta
previa dan beberapa diantaranya idopatik seperti insertio velamentosa, vasa previa dan
plasenta sirkumvalata.
B. Saran
Melakukan deteksi dini kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum dan
membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.
Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas
dan morbiditas ibu dan janin.
Penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang
diagnosa
secara
cepat.
Jika
terjadi
perdarahan
antepartum
sebagai
tenaga
kesehatan harus melakukan penanganan sesegera mungkin. Bila perlu harus melakukan
rujukan ke Rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi dan tranfusi darah.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F Gary at all. 2001. William obstetric 21th edition. United States of America :
The McGraw Hill Companies.
FKUP. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Eleman.
Indrayani. 2011. Buku Ajar Asuhan Kehamilan. Jakarta : TIM.
JNPKKR-POGI. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. YBPSP.
Nugroho, Taufan, dkk. 2014. Buku Ajar Askeb I Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan I Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
26
Saifudin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. YBPSP.
Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP SP.
27