Anda di halaman 1dari 44

PENDARAHAN ANTEPARTUM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Usaha-usaha untuk menurunkan angka kematian maternal dan angka
kematian perinatal masih menjadi prioritas utama program Kementerian
Kesehatan RI. Penyebab utama kematian maternal masih disebabkan oleh tiga
hal pokok yaitu perdarahan, pre eklamsia/eklamsia dan infeksi.
Walaupun angka kematian maternal telah menurun dengan
meningkatnya pelayanan kesehatan obstetri namun kematian ibu akibat
perdarahan masih tetap merupakan faktor utama kematian maternal, karena
dapat membahayakan ibu dan janin.
Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun
masa nifas.Prognosis dan penatalaksanaan kasus perdarahan selama
kehamilan dipengaruhi oleh umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan
fetus dan sebab dari perdarahan.
Dalam tulisan ini hanya dibahas perdarahan antepartum yang terjadi
pada minggu ke 20 sampai 28; setiap perdarahan selama kehamilan harus
dianggap sebagai keadaan akut dan serius dan beresiko tinggi karena dapat
membahayakan ibu dan janin.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari pendarahan antepartum?
b. Apa saja yang termasuk dalam pendarahan antepartum ?
c. Bagaimana penanganan plasenta previa ?
d. Bagaimana penanganan solusio plasenta ?
e. Penatalaksanaan dari penanganan plasenta previa dan solusio plasenta .

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari pendarahan antepartum.
b. Untuk mengetahui macam – macam pendarahan antepartum.
c. Untuk mengetahui penanganan plasenta previa .
d. Untuk mengetahui penanganan solusio plasenta .
e. Untuk mengetahui penatalaksaan dan penanganan plasenta previa dan
solusio plasenta.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu.
Perdarahan antepartum ialah perdarahan pada trimester terakhir dan kehamilan.
Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervaginam
setelah 29 minggu kehamilan atau lebih.

2.2. Klasifikasi Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum dapat berasal dari:
a. Kelainan plasenta: Plasenta previa, solusio plasenta (abruptio plasenta),
atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, seperti:
 Insersio velamentosa
 Ruptura sinus marginalis
 Plasenta sirkumvalata.
b. Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya
kelainan serviks dan vagina (erosio, polip, varises yang pecah) dan
trauma.

2.3. Penyebab Perdarahan antepartum


A. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan di mana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan
persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas
perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup.
Gejala perdarahan awal plasenta previa pada umumnya hanya berupa
perdarahan bercak atau ringan.
 Klasifikasi Plasenta Previa
Belum ada kata sepakat di antara para ahli, terutama mengenai
seberapa pembukaan jalan lahir. Oleh karena pembukaan tidak didasarkan
pada keadaan anatomi, melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat
berubah-ubah, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Misalnya,
pada pembukaan yang masih kecil, seluruh pembukaan ditutupi jaringan
plasenta (plasenta previa totalis), namun pada pembukaan yang lebih
besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis. Ada juga penulis
yang menganjurkan bahwa menegakkan diagnosa adalah sewaktu moment
opname yaitu tatkala penderita diperiksa. Menurut de Snoo, Plasenta
previa didasarkan pada pembukaan 4-5 cm, dikategorikan:
 Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm
teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
 Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2:
o Plasenta previa lateralis posterior: bila sebagian menutupi
ostium bagian belakang.
o Plasenta previa lateralis anterior: bila menutupi ostium
bagian depan.
 Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostium yang ditutupi plasenta.
Pembagian yang lain (Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat):
 Plasenta previa totalis: jika seluruh ostium ditutupi plasenta
 Plasenta previa partialis: jika sebagian osteum ditutupi plasenta
 Plasenta letak rendah (low-lying placenta): jika tepi plasenta berada
3-4 cm di atas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak
teraba.
Menurut Browne:
Tingkat 1 = Lateral placenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi
sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
Tingkat 2 = Marginal plasenta previa:Plasenta mencapai pinggir
pembukaan (ostium).
Tingkat 3 = Complete plasenta previa: Plasenta menutupi osteum
waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
Tingkat 4 = Central plasenta previa;Plasenta menutupi seluruhnya
pada pembukaan hampir lengkap.
Menurut penulis lain plasenta previa dibagi menurut persentase
plasenta yang menutupi pembukaan:Plasenta previa 25%, 50%, 75%,
dan 100%.
Di beberapa Rumah Sakit di Indonesia termasuk di RS. Pirngadi Medan,
klasifikasi yang dipakai kurang lebih menurut pembagian de Snoo pada
pembukaan kira-kira 4 cm.

 Penyebab /Etiologi
Perdarahan (hemorrhaging,), jika berhubungan dengan kehamilan (labor),
dapat sekunder ke dilatasi serviks dan gangguan (disruption) implantasi
plasenta dari serviks dan segmen bawah rahim (lower uterine segment).
Segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dan oleh karenanya tidak
dapat menekan/ menyempit (constrict) pembuluh darah di korpus
uterus,sehingga menyebabkan perdarahan yang terus-menerus. Faktor
penyebabnya adalah:
 Usia lebih dan 35 tahun.
 Multiparitas.
 Pengobatan infertilitas.
 Multiple gestation (larger surface area of the placenta).
 Erythrohlastosis.
 Riwayat operasi pembedahan uterus sebelumnya (prior uterine
surgery).
 Keguguran berulang (recurrent abortions).
 Status sosioekonomi yang rendah.
 Jarak antar kehamilan yang pendek (short interpregnancy
interval)
 Merokok
 Penggunaan kokain
 Penyebab lainnya termasuk pemeriksaan dengan jari (digital exam),
abruption (pre-eclampsia, hipertensi kronis, penggunaan kokain, dll)
dan penyebab trauma lainnya (seperti: trauma postcoilal).

 Faktor Predisposisi
 Melebarnya pertumbuhan plasenta
 Kehamilan kembar (gemelli)
 Tumbuh kembang plasenta tipis
 Kurang suburnya endometrium
 Mal nutrisi ibu hamil
 Melebarnya plasenta karena gemelli
 Sering dijumpai padu grundemultipara
 Terlambat implantasi
 Endometrium fundus kurang subur
 Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk
blastula yang siap untuk nidasi.

 Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atas uterus. Kadang-
kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah
uterus, di mana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena
segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan.
dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan
plasenta dari dinding usus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan
sehingga terjadi pendarahan.

 Tanda dan Gejala


 Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester III
 Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan S.B.R
 Perdarahan dapat terjadi sedikit atau banyak sehingga menimbulkan
gejala
 Perdarahan berwarna merah segar
 Letak janin abnormal

 Diagnosis dan Gambaran Klinis


Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa
pemeriksaan:
Anamnesis:
o Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah
sakit ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau
pada kehamilan lanjut (trimester III).
o Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri
(painless), dan berulang (recurrent).
o Perdarahan timbul sekonyong-konyong tanpa sebab apapun.
Kadang-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur; pagi
hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan
cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dan
sebelumnya.
o Sebab dari perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh
darah yang robek karena (a) terbentuknya segmen bawah
rahim; (b) terbukanya ostium atau oleh manipulasi intravaginal
atau rektal. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada
besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta
yang lepas. Biasanya wanita mengatakan banyaknya
perdarahan dalam berapa kain sarung, berapa gelas, dan adanya
darah-darah beku (stolsel).
Inspeksi
o Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak,
sedikit, darah beku, dan sebagainya.
o Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat/anemis.
Palpasi abdomen
o Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih
rendah.
o Sering dijumpai kesalahan letak janin.
o Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala,
biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau
mengolak di atas pintu atas panggul.
o Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan
pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
Pemeriksaan inspekulo
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dilihat dan mana asal
perdarahan, apakah dan dalam uterus, atau dan kelainan serviks,
vagina, varises pecah, dan lain-lain.

Pemeriksaan radio-isotop
o Plasentografi jaringan lunak (soft tissue placentography) oleh
Stevenson, 1934; yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah
untuk mencoba melokalisir plasenta. Hasil foto dibaca oleh ahli
radiologi yang berpengalaman.
o Plasentografi indrek; yaitu membuat foto sen lateral dan
anteropostenor yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah
berdiri. Lalu foto dibaca oleh ahli radiologi berpengalaman dengan
cara menghitung jarak antara kepala simfisis dan kepala
promontorium.
o Arteniografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri
femoralis Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah, maka ia
akan banyak menyerap zat kontras, ini akan jelas terlihat dalam foto
dan juga lokasinya.
o Amniografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga
amnion, lalu dibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong
(di luar janin dalam rongga rahim.
o Radio-isotop plasentografi; dengan menyuntikkan zat radio
aktif, biasanya RISA (radioiodinated serum albumin) secara
intravena, lalu diikuti dengan detektor GMC.
Ultrasonografi
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografi sangat tepat dan tidak
menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin. Cara ini sudah mulai
banyak dipakai di Indonesia.

Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh di bidang
obstetrik untuk diagnosis plasenta previa.
Walaupun ampuh namun kita harus berhati-hati, karena bahayanya
juga sangat besar.Bahaya pemeriksaan dalam:
o Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Hal ini sangat
berbahaya bila sebelumnya kita tidak siap dengan pertolongan
segera. Dalam buku-buku disebut sebagai “membangunkan
harimau tidur” (to awake a sleeping tiger).
o Terjadi infeksi.
o Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
o Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam: Pasang infus dan
persiapkan donor darah, Kalau dapat, pemeriksaan dilakukan di
kamar bedah, di mana fasilitas operasi segera telah tersedia,
Pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut (with
lady’s hand), Jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikalis,
tetapi raba dulu bantalan antara janin dan kepala janin pada
forniks (anterior dan posterior) yang disebut uji forniks (fornices
test), Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit
dan pelan-pelan. Kegunaan pemeriksaan dalam pada perdarahan
antepartum:
— Menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh
plasenta previa atau oleh sebab-sebab lain
— Menentukan jenis klasifikasi plasenta previa, supaya
dapat diambil sikap dan tindakan yang tepat.
Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum:
— Perdarahan banyak, lebih dan 500 cc
— Perdarahan yang sudah berulang-ulang (recurrent)
— Perdarahan sekali, banyak, dan Hb di bawah 8 gr%, kecuali bila
persediaan darah ada dan keadaan sosio-ekonomi penderita baik
— His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim (viable).

 Pengaruh Plaserita Previa Terhadap Kehamilan


 Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin
tidak terfiksir ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah
kesalahan-kesalahan letak janin: letak kepala mengapung, letak
sungsang, letak lintang.
 Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan
koagulum darah pada serviks.
 Selain itu jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron
turun dan dapat terjadi his; juga lepasnya plasenta sendiri dapat
merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.

 Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan


Letak janin yang tidak normal, menyebabkan partus akan menjadi
patologik
Bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan
dapat terjadi prolaps funikuli
Sering dijumpai inersia primer
Perdarahan.

 Komplikasi Plasenta Previa


 Prolaps tali pusat
 Prolaps plasenta
 Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan
 Robekan-robekan jalan lahir
 Perdarahan postpartum
 Infeksi karena perdarahan sang banyak
 Bayi prematuritas atau kelahiran mati

 Penanganan
Penanganan pasif. Perhatian:Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang
lebih dan show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit
tanpa dilakukan manipulasi apapun, baik rektal apalagi vaginal
(Eastman).
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup,
belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan
janin di bawah 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan
istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin,
atau progesteron. Observasilah dengan teliti
Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor
transfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua
mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta
previa, rujuk segera ke rumah sakit di mana terdapat fasilitas operasi
dan transfusi darah.
Bila kekurangan darah, berikanlah transfusi darah dan obat-obat
penambah darah.

 Cara persalinan pada Plasenta previa


Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana
yang akan dipilih adalah:
 Jenis plasenta previa
 Perdarahan: banyak, atau
sedikit tetapi berulang-ulang
 Keadaan umum ibu hamil
 Keadaan janin: hidup,
gawat, atau meninggal
 Pembukaan jalan lahir
 Paritas atau jumlah anak
hidup
 Fasilitas penolong dan
rumah sakit.

Setelah memperhatikan faktor-faktor di atas, ada 2 pilihan persalinan,


yaitu:
 Persalinan pervaginam: Cara vaginal yang bermaksud untuk
mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian
menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade
pada plasenta).
a. Amniotomi: Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban
adalah cara yang terpilih Untuk melancarkan persalinan
pervaginan. Indikasi amniotomi pada plasenta previa:Plasenta
previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada
pembukaan, Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis
atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih, Plasenta
previa lateralis/marginalis dengan janin yang sudah meninggal.
Keuntungan amniotomi adalah (a) bagian terbawah janin yang
berfungsi sebagai tampon akan menekan plasenta yang berdarah
dan perdarahan berkurang atau berhenti: (b) partus akan
berlangsung lebih cepat; dan (c) bagian plasenta yang berdarah
dapat bebas mengikuti cincin gerakan dan regangan segmen
bawah rahim, sehingga tidak ada lagi plasenta yang lepas.
Setelah ketuban dipecahkan berikan oksitosin drips 2,5-5 satuan
dalam 500 cc dekstrosa 5%. Bila upaya di atas belum berhasil,
ada 2 cara lagi yang dapat dikerjakan terutama di daerah perifer
di mana fasilitas operasi tidak ada dan penderita tidak mau
dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas operasinya.
b. Memasang cunam Willet Gausz. Cara:kulit kepala janin
diklem dengan cunam Willet Gausz.

Gambar 40-2. Pemasangan Cunam WiHet Gausz.


cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira
kira 50-100 gr atau satu batu bata seperti katrol. Dengan jalan
ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi
dengan teliti.
c.Versi Braxton-Hicks: Versi dilakukan pada janin letak kepala,
untuk mencari kaki supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak
sungsang atau letak kaki, menarik kaki ) keluar akan lebih
mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol, dan diberi beban
seberat 50-100 gr (satu batu bata).
Gambar 40-4. Pemasangan kantong karet (Metrourynter)
d. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau
Willet Gausz.
Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena bahaya perdarahan
yang banyak. Menembus plasenta dilakukan pada plasenta previa
sentralis. Metreurynter: Yaitu memasukkan kantong karet yang
diisi udara atau air sebagai tampo sebagian dan pon, cara ini
sekarang tidak dipakai lagi.
 Persalinan perabdominam, dengan seksiosesarea. Dengan seksio
sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim
dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan seksio sesarea
juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering
terjadi pada persalinan per vaginam Indikasi seksio sesarea
pada plasenta previa: Semua plasenta previa sentralis, janin
hidup atau meninggal; semua plasenta previa lateralis, posterior,
karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang
ada. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan
tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada. Plasenta
previa dengan panggul sempit, letak lintang.

 Terapi
Pengobatan plasenta terdapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Terminasi. kehamilan segera diakhiri sebelum
terjadi perdarahan yang membawa maut, misalnya:
kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak
parturien dan anak mati (tidak selalu).
2. Ekspektatif. Tujuan terapi ekspektatif ialah supaya
janin tidak terlahir prematur, penderita diare, tanpa
melakukan pemeriksaan dalam melalui kalanis
servisi. Upaya diagnosis dilakukan secara non-
invesif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara
ketat dan baik. Syarat-syarat terapi ekspektatif:
Kehamilan preterm dengan perdarahan
penyakit yang kemudian berhenti.
Belum ada tanda-tanda in partu.
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar
hemoglobin dalam batas normal).
Janin masih hidup.
a. Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik
protilaksis.
b. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui
implantasi plasenta usia kehamilan profil biofisik.
letak dan presentasi janin.
c. Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
d. MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6
jam.
e. Nifedipin 3 x 20 mg/hari
f. Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.
g. Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok
(Bubble Test) dari hasil amniosentensis
h. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu.
placenta masih berada di sekitar ostium uteri
internum maka dugaan plasenta previa menjadi
jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan
gawat darurat.
i. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai
37 minggu masih lama, pasien dapat dipulangkan
untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di
luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit
lebih dari 2 jam) dengan pesan untuk segera
kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan
ulang.
B. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku
pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di
atas 500 gram. Proses solusio plasenta di mulai dengan terjadinya
perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma
retoplasenter.
Hal ini dapat menyebabkan perdarahan serius pada kehamilan
trimester ketiga. Perdarahan akan tersembunyi, jika perdarahan dan bagian
yang terlepas berasal dari bagian tengah plasenta, dan akan terlihat dengan
jelas jika bagian yang terlepas atau bagian yang terkoyak berada di tepi
plasenta.
Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum
dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang
pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi
mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga
cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortalitas pada janin dan
bayi baru lahir. Angka kematian janin akibat solusio plasenta berkisar
antara 50-80%. Tetapi ada literatur lain yang menyebutkan angka
kematian mendekati 100% .
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka
kematian maternal di Indonesia pada tahun 1998-2003 sebesar 307 per
100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih cukup jauh dan tekad
pemerintah yang menginginkan penurunan angka kematian maternal
menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup untuk tahun 2010. Angka
kematian maternal ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara
ASEAN. Angka kematian maternal di Singapura dan Malaysia masing-
masing 5 dan 70 orang per 100.000 kelahiran hidup .

 Klasifikasi Solusi Plasenta.


 Solusio plasenta ringan: ari-ari terlepas sebagian kecil.
Ditunjukkan dengan gejala perut sedikit nyeri, rahim mulai
menegang dan keluar darah agak kehitaman
 Solusio plasenta sedang: seperempat bagian ari-ari telah terlepas.
Perut akan nyeri, rahim tak berhenti menegang dan pendarahan
dan vagina. Mungkin darahnya tidak banyak tapi sebenarnya
pendarahan hebat terjadi di dalam tubuh sekitar 1.000 ml. Sang ibu
syok kehilangan kesadaran serta kemungkinan janin meninggal.
Jika janin masih hidup, kondisinya sudah gawat.
 Solusio plasenta berat,lebih dari dua pertiga bagian ari-ari telah
terlepas. Perut akan sangat tegang dan sangat nyeri. Sang ibu syok
dan janin sudah meninggal. Pendarahan kemungkinan tidak sampai
keluar karena sudah terjadi pembekuan di dalam tubuh.

Perdarahan pada bekas insersi plasenta (placental bed) kadang-kadang


berlebihan dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara yang ada, jika hal ini
dijumpai tindakannya adalah:
 Bila anak belum ada, untuk menyelamatkan alat reproduktif
dilakukan ligasi arteria hipogastrika,
 Bila anak sudah ada dan cukup, yang paling baik adalah
histerktomi.

 Etio1ogi
Penyebab utama dan solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian, beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain:
o Hipertensi esensialis atau preeklampsi.
o Tali pusat yang pendek.
o Trauma.
o Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava interior
o Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir.
Di samping itu, ada juga pengaruh dari:
 Umur lanjut.
 Multiparitas.
 Ketuban pecah sebelum waktunya.
 Defisiensi asam folat.
 Merokok, alkohol, kokain.
 Mioma uteri.

 Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematom pada desisua. sehingga plasenta terdesak akhirnya
terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan
mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta
belum terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya
baru diketahui setelah plasenta lahir yang pada pemeriksaan didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
warnanya kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus
menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak
mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan pendarahannya. Akibatnya
hematom retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.

 Diagnosis dan Gejala Klinis


Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala
klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalarn hal mi
diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati
koagulum-koagulum darah dan krater.
Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan:
o Anamnesis:Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut; kadang-kadang
pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, di mana
plasenta terlepas.Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan
sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dan darah segar dan
bekuan-bekuan darah.Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa
pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).Kepala terasa
pusing, 1emas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu
kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang
keluar.Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor
kausal yang lain.
o Inspeksi:Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.Pucat,
sianosis, keringat dingin.Kelihatan darah keluar pervaginam,
o Palpasi:Fundus uteri tambah naik karena terbentuknya retroplasenter
hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. Uterus teraba
tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his. Nyeri tekan terutama di
tempat plasenta tadi terlepas. Bagian-bagian janin susah dikenali,
karena perut (uterus) tegang.
o Auskultasi:Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin
terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan
akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dan sepertiga.
o Pemeriksaan dalam:Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang,
baik sewaktu his maupun di luar his. Kalau ketuban sudah pecah dan
plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah
dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering
dikacaukan dengan plasenta previa.
o Pemeriksaan umum:Tensi semula mungkin tinggi karena pasien
sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan
pasien jatuh syok. Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
o Pemeriksaan laboratorium. Urin, a1bumin pada pemeriksaan sedimen
terdapat silinder dan lekosit. Darah, Hb menurun (anemi), periksa
golongan darah, kalau bisa cross match test. Karena pada solusio
plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation
Test) tiap 1 jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes
kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).
o Pemeriksaan plasenta: Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa
plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta
yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di
belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

 Komplikasi
 Langsung (immediate): Perdarahan, Infeksi, Emboli dan syok
obstetrik.
 Komplikasi tidak langsung (delayed): Couvelair uterus, sehingga
kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum, a/hipo-
fibrinogenemia dengan perdarahan postpartum, Nekrosis korteks
renalis, menyebabkan anuria dan uremia, Kerusakan-kerusakan
organ seperti hati, hipofisis, dan lain-lain.
 Terapi
 Terapi konservatif (ekspektatif): Prinsipnya kita hanya menunggu
sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus berlangsung
spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri jika
tekanan intrauterin bertambah lama bertambah tinggi sehingga
menekan pembuluh darah arteri yang robek, Sambil
menunggu/mengawasi kita berikan: suntikan morfin subkutan,
stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan
pentazol. Transfusi darah:Dahulu ada yang berpendapat hanya
diberikan darah kalau sangat mendesak sebab bisa meninggikan
tekanan darah, dan mi akan menambah hebat perdarahan. Sekarang
harus diberikan darah secepatnya yang gunanya untuk mengatasi
syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks renalis yang
dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar
fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.
partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam setelah terjadinya solusio
plasenta, karena kekejangan uterus.Kekejangan uterus terjadi karena
perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau karena terlepasnya
plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta berkurang
(terutama progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum
yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.

 Terapi aktif
Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak
segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif
obstetrik.Langkah-langkah:a) Amniotomi (pemecahan ketuban) dan
pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan, Ada
perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:Aliran setuju (pro), dengan
alasan bahwa dengan pemecahan ketuban diharapkan persalinan akan
berlangsung lebih cepat serta mengurangi tekanan intrauterin yang tinggi
yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal dan
gangguan pembekuan darah.Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan
amniotomi akan terjadi perdarahan yang banyak dan terus menerus.
Sedangkan kalau dibiarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma
retrouterin dan tekanan intrauterin dapat menekan luka-luka dan
menghentikan perdarahan.b). Accouchement force, yaitu pelebaran dan
peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam Willet Gausz atau
versi Braxton-Flicks.c). Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir
lengkap, dan kepala sudah turun sampai Hodge ll1-IV, maka bila janin
hidup, lakukan ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal,
lakukanlah embnotomi.d). Seksio sesarea biasanya dilakukan pada
keadaan: solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan keci, solusio
plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi
pembukaan masih kecil,solusio plasenta dengan panggul sempit atau
letak lintang.e). Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi
afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia.f). Ligasi arteri hipogastrika
bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin
dipertahankan.g). Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar
beberapa kantung; plasma darah; dan fibrinogen 4-6 gram
Perbedaan antara solusio plasenta dan plasenta previa.
Solusio Plasenta Plasenta Previa
Perdarahan  Dengan nyeri  Tanpa nyeri
 Segera disusul  Berulang
partus sebelum
 Keluar hanya sedikit partus
 Keluar
banyak
Palpasi  Bagian
 Bagian anak sukar terendah
ditentukan masih tinggi
Bunyi jantung  Biasanya
anak  Biasanya tidak ada jelas
Pemeriksaan  Teraba
dalam  Tidak teraba plasenta jaringan
 Ketuban menonjol plasenta

Cekungan
 Tidak ada
plasenta
 Ada impresi pada
jaringan Plasenta
karena hematom
Selaput ketuban
 Robek
 Robek normal marginal
SYOK
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan

pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh

dalam jumlah yang memadai, syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah

rendah dan kematian sel maupun jaringan.

Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam

jaringan, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan

tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.

Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang

dekuat ke organ-organ vital.

Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan

tindakan segera dan intensif.

Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya

aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya : serangan jantung atau

gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau

dehidrasi) maupun perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi

atau infeksi).

Penyebab terjadinya syok dalam kebidanan yang terbanyak adalah perdarahan,

selanjutnya neurogenik, kardiogenik, endotoksik/septik, anafilaktik, dan penyebab

syok yang lain seperti emboli, komplikasi anestesi, dan kombinasi.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Perdarahan Antepartum

Penyebab syok pada kasus gawat darurat obstetric biasanya

adalah p e r d a r a h a n ( s y o k h i p o v o l e m i k ) , s e p s i s ( s y o k s e p t i c ) ,

g a g a l j a n t u n g ( s y o k kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenik), alergi (syok

anafilaktik). Curigai atau antisipasi syok jika terdapat satu atau lebih kondisi berikut

ini :

1. Perdarahan pada awal kehamilan (seperti abortus, kehamilan

ektopik, ataumola).

2. Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (seperti

plasenta previa,solusio plasenta, dan rupture uteri).

3. Perdarahan setelah melahirkan (seperti rupture uteri, atonia uteri,

robekan jalan lahir, plasenta yang tertinggal)

4.Infeksi (seperti pada abortus yang tidak aman,

a m n i o n i t i s , m e t r i t i s , pielonefritis)

5 . Tr a u m a (seperti perlukaan pada uterus atau usus selama

p r o s e s a b o r t u s , rupture uteri, robekan jalan lahir).

2.2. Tanda dan Gejala.

Diagnosis syok dapat ditegakkan jika ditemukan tanda atau gejala sebagai berikut :

1. Nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih)

2. Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg).

Tanda dan gejala lain dari syok meliputi :

1.Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak

t a n g a n a t a u sekitar mulut)
2. Keringat atau kulit terasa dingin dan lembab

3. Pernafasan yang cepat (30 kali per menit atau lebih)

4. Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadrannya.

5. Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam)

2.3. PENANGANAN

Prinsip Dasar Penanganan Syok

Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan

khusus untuk : Menstabilkan kondisi pasien, Memperbaiki volume cairan sirkulasi

darah, Mengefisisensikan system sirkulasi darah.

Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok

Penanganan Awal

1. Mintalah bantuan dan segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan

siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.

2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus

dipastikan bahwa jalan nafas harus bebas.

3. Pantau tanda vital (TPRS).

4. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk

meminimalkan risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk

memastikan jalan nafasnya terbuka.

5. Jagalah agar ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas,

karena halini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi

aliran darah ke organvitalnya.

6. Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung

(jikamemungkinkam tinggikan tempat tidur pada bagian kaki

Penanganan Khusus

1.Mulailah infuse intravena ( jika memungkinkan ) dengan

menggunakan kanula atau jarum terbesar (no. 16 atau ukuran

t e r b e s a r y a n g t e r s e d i a ) . D a r a h diambil sebelum pemberian ciran


infuse untuk pemeriksaan golongan darah dan u j i kecocokan

(cross match), pemeriksaan Hb, dan hematokrit

J i k a memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum,

kreatinin, p H d a r a h d a n e l e k t r o l i t , f a a l h e m o s t a s i s s e r t a dilakukan

u j i p e m b e k u a n . U j i p e m b e k u a n sederhana bisa dilakukan.

2. Segera berikan cairan infuse (garam fisiologis atau

R L ) a w a l n y a d e n g a n kecepatan 1 liter dalam 15-20 menit.

3. Berikan paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama.

J u m l a h i n i melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan

yang sedang berjalan.

4.Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cair

a n p e r i n f u s e dipertahankan dalam kecepatan 1 liter per 6-8 jam.

5. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lakukan venous cut-down.

6.Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang

hilang. Apabila kondisi membeik, hati-hati agar tidak berlebihan

dalam memberikan cairan.

7. Nafas pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan

pemberiancairan.

8. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang

m a s u k d a n jumlah urin yang keluar. Produksi urin harus diukur dan dicatat.

9. Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan sungkup

atau kanula hidung

2.4. UJI MASA PEMBEKUAN SEDERHANA

Nilai status pembekuan dengan menggunakan uji pembekuan sederhana :

1. Ambil 2 ml darah vena ke dalam tabung reaksi kaca yang bersih, kecil

dan kering (kira-kira 10 mm x 75 mm).

2.Pegang tabung tersebut dalam genggaman anda untuk

m e n j a g a n y a t e t a p hangat (kurang lebih 37°C).


3. Setelah 4 menit, ketuk tabung secara perlahan untuk melihat apakah pembekuan

sudah terbentuk, kemudian ketuk setiap menit sampai darah membekudan tabung

dapat dibalik.

4. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan

lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulophati.

2.5. PENENTUAN DAN PENANGANAN PENYEBAB SYOK

Tentukan penyebab syok sampai ibu tersebut keadaannya stabil.

 Syok Perdarahan

1. Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok :

2. Ambillah langkah-langkah secara berurutan untuk menghentikan

perdarahan (seperti oksitosin, masase, kompresi bimanual, kompresi

aorta, persiapan untuk tindakan pembedahan).

3. Transfuse sesegera mungkin untuk mengganti kehilangan darah. Pada kasus syok

karena perdarahan, transfuse darah dibutuhkan jika Hb < 8 gram%. Biasanya

darah yang diberikan ialah darah segar yang baru diambil dari donor darah.

4. Tentukan penyebab perdarahan dan tatalaksana perdarahan.

5. Jika perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan, curigai adanya

abortus, KET, dan molla.

6. Jika perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada saat persalinan tetapi sebelum

melahirkan, curigai plasenta previa, solusio plasenta, atau ruptura uteri.

7. Jika perdarahan terjadi setelah melahirkan, curigai robekan dinding uterus, atonia

uteri, robekan jalan lahir, dan plasenta yang tertinggal.

8. N i l a i u l a n g k e a d a a n i b u : d a l a m w a k t u 2 0 - 3 0 m e n i t s e t e l a h

pemberian cairan, nilai ulang keadaan ibu tersebut untuk

melihat adanya tanda-tanda perbaikan.

9. Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau sudah ada

perbaikan, adalah sebagai berikut :

• Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100mmHg


• Denyut jantung stabil

• Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang.

• Produksi urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml

/4 jam atau 30 ml/1 jam

 Syok Septik

§ Jika infeksi dicurigai menjadi penyebab syok :

1. Ambil sample darah secukupnya (darah, urin, pus) untuk kultur

mikrobasebelum memulai terapi antibiotika, jika fasilitas memungkinkan

2. P e n y e b a b u t a m a s y o k s e p t i c ( 7 0 % k a s u s ) i a l a h b a c t e r i a

gram negative seperti e s c h e rc h i a colli, clebsiella

p n e u m o n i a , s e r r a t i a , e n t e ro b a c t e r d a n p s e u d o m o n a s .

3. Antibiotika harus diberikan apabial di duga atau terdapat infeksi,

misalnya pada kasus septic, syok septic, cedera intraabdominal,dan perforasi

uterus.

4. Untuk kebanyakan kasus dipilih antibiotika berspektrum luas yang

efektif terhadap kuman gram negative, gram positif, anaerobic, dan klamidia.

Antibiotikaharus diberikan dalam bentuk kombinasi agar diperoleh cakupan

yang luas>> Berikan kombinasi antibiotika untuk mengobati

daerah infeksi aerob dan anaerob dan teruskan sampai ibu tersebut bebas

demam selama 48 jam.

• Penisillin G 2 juta unit atau ampisillin 2 g IV setiap 6 jam

• Ditambah gentamisin 5 mg/kgbb IV setiap 24 jam

• Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam>> Nilai

ulang keadaan ibu tersebut untuk menilai adanya tanda-tanda perbaikan§

Jika trauma dicurigai sebagai penyebab syok, lakukan

p e r s i a p a n u n t u k tindakan pembedahan.

5. P e r u b a h a n k o n d i s i s e p s i d u l i t d i p e r k i r a k a n , d a l a m w a k t u

s i n g k a t d a p a t memburuk.
Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau sudah ada

perbaikan sebagai berikut :

 Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100mmHg

 Denyut jantung stabil

 Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang

 Produksi urin bertambah. Diharapkan produksi urin

paling sedikit 100ml/4 jam atau 30 ml/1 jam.

2.6. PENILAIAN ULANG

§ Nilai ulang respons ibu terhadap pemberian cairan dalam waktu 30

menit untuk menentukan apakah kondisinya membaik

§ Jika kondisi ibu tersebut membaik :

>> Sesuaikan kecepatan infuse menjadi 1 liter per 6 jam.

>> teruskan penatalaksanaan untuk penyebab syok

§ Jika kondisi ibu tersebut tidak membaik, berarti pasien membutuhkan

penanganan lebih lanjut.

2.7. PENATALAKSANAAN LEBIH LANJUT

§ Teruskan infuse cairan IV, sesuaikan kecepatan infuse menjadi 1 liter

dalamwaktu 6 jam dan pertahankan oksigen 6-8 liter per

menit§ pantau dengan ketat kondisi ibu

§ Lakukan tes laboratorium meliputi hematokrit, golongan darah dan rhesus dan

cross-match. Jika fasilitas memungkinkan, periksa elektrolit

serum, kreatinin serum, dan pH darah.

2.8. PRINSIP DASAR DALAM MERUJUK KASUS GAWAT

DARURAT

Setelah kondisi pasien stabil, penanganan terhadap penyebab syok

perdarahanmaupun septic harus dilakukan. jika penyakit yang menjadi dasar

penyebab syok septic tidak dapat ditangani di tempat itu, pasien harus

dirujuk ke fasilitas yanglebih mampu menangani


 Yang harus diperhatikan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat

antaralain :

§ Stabilisasi pasien dengan :

 Pemberian oksigen

 Pemberian cairan IV dan transfuse darah

 Pemberian obat-obatan (antibiotika, analgetika, dan toksoid tetanus)

§ Transportasi  Pasien harus didampingi oleh nakes yang terlatih dan keluarganya

§ Ringkasan kasus harus disertakan

§ Komunikasi dengan keluarga

2.9. PEMBERIAN OBAT

§ Pemberian intra vena dipilih untuk kondisi syok, kondisi gawat darurat yang

mungkin membutuhkan tindakan pembedahan segera, setiap infeksi yang

serius termasuk sepsis dan syok septic.

§ Pemberian IM dipilih apabila pemberian IV tidak mungkin dilakukan

dan apabila obat yang terpilih dapat diberikan melalui cara ini.

§ Pemberian per oral hanya dapat diberikan pada kasus yang stabil

kondisinya dan mampu menelan obat per oral. Jangan memberikan obat

per oral pada kasus syok, cedera abdominal, perforasi uterus, KET, atau

kondisi lainnya yang memerlukan tindakan bedah segera.

Obat Pengurang Rasa Nyeri

§ Dalam mamilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat, harus dipertimbangkan

kondisi pasien pada saat itu, saat dan cara pemberian obat, dan

b e b e r a p a h a l khusus yang harus diperhatikan untuk setiap jenis obat yang dipilih.

§ Penderita dalam syok atau akan mengalami pembedahan segera, hanya boleh

mendapat obat IV dan IM saja.


§ Hindari sedasi berlebihan, sebab sedasi berlebihan dapat

menyembunyikan gejala yang penting untuk menegakkan diagnosis.

§ Setiap narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh sebab itu

pasien yang mendapatkan narkotika harus dalam pengamatan yang

k e t a t d a n cermat.

§ Obat anti radang nonsteroid dan aspirin dapat mengganggu pembekuan darah.

§ Kombinasi obat pengurang rasa nyeri dengan obat penenang seperti diazepam

meningkatkan risiko depresi pernafasan.

Obat analgetika yang direkomendasikan

§ Morfin 10-15 mg IM atau 15 mg IV

§ Petidin 50-100 mg IM

§ Parasetamol 500 mg per oral

§ Parasetamol dan codein 30 mg per oral

§ Tramadol oral atau IM 50 mg atau supossitoria 100 mg

Toksoid Tetanus

§ Berikan jika ada riwayat abortus berisiko tinggi untuk infeksi

t e t a n u s misalnya : sangat kotor, luka tusuk tetapi dalam, sebaiknya

diberi booster vaksin tetanus.

§ Apabila pasien belum mendapat satu imunisasi lengkap dalam 5-10

tahun terakhir atau tidak dapat dipastikan status imunisasinya, seharusnya diberi

vaksin tetanus dan antitoksik tetanus.

§ Apabila vaksin dan antitoksin tetanus diberikan pada saat yang sama, harus

digunakan semprei yang berbeda dan tempat penyuntikan berbeda pula.

Diuretika

§Pengguanaan diuretika seperti furosemid hanya boleh diberikan

a p a b i l a terdapat gagal jantung dan edema paru.


§ Jika pasien kurang sadar, dauer kateter harus dipasang, banyaknya produksi

urin per jam harus diukur dan dicatat. Harus diperhatikan keseimbangan

penggunaan diuretika dengna banyaknya cairan infuse yang masuk.

DISTOSIA
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Distosia adalah k e l a m b a t a n a t a u k e s u l i t a n d a l a m j a l a n n y a p e r s a l i n a n .

Pembagian distosia berdasarkan penyebabnya d apat dibedakan

menjadi 4 (empat) yaitu distosia karena kelainan tenaga (His),

distosia karena malposisi dan malpresentasi fetus, distosia karena

kelainan tulang panggul (jalan lahir), serta distosia karena

kelainan alat reproduksi.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Distosia karena Kelainan Tenaga (His)

Distosia karena kelainan tenaga (His) yang tidak normal, baik kekuatan maupun

sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan. His yang normal dimulai dari

salah satu sudut di fundus uteri, menjalar ke korpus, dengan dominasi kekuatan ada di

fundus dan disertai relaksasi yang merata.

Jenis-jenis kelainan His meliputi :

 Inersia uteri (Hypotonic uterine contraction).

 His terlampau kuat (Hypertonic uterine contraction).

 Incoordinate uterine action.

Faktor predisposisi terjadinya distosia karena kelainan tenaga adalah :

 Primigravida, terutama primi tua

 Kelainan letak janin/disproporsi fetopelvik.

 Peregangan rahim yang berlebihan, misalnya pada gemelli, hidramnion.

His yang normal, ditandai dengan adanya kontraksi ringan Braxton Hicks

selama kehamilan. Pada kehamilan lebih dari 30 minggu kontraksi akan dirasakan

lebih sering, dan pada kehamilan lebih dari 35 minggu kontraksi akan dirasakan lebih

meningkat lagi dan lebih kuat. Ketika memulai kala I, ibu akan merasakan His setiap

10 menit sekali dengan lama antara 20-40 detik. Selama kala I ini His akan meningkat

2-4 kali tiap 10 menit dan lamanya 60-90 detik. Ketika kala II, yaitu dimulainya

persalinan, His terjadi 4-5 kali dalam 10 menit selama 90 detik dan disertai periode

relaksasi.
Pemantauan secara manual terhadap kontraksi uterus (His), yang perlu diperhatikan

adalah :

 Pantau His selama 10 menit, dengan cara telapak tangan diletakkan di atas

fundus untuk mengetahui kekuatan dan lama kontraksi.

 Pantau detak jantung janin (DJJ) untuk mengetahui terjadinya tanda-tanda

hipoksia.

 Lakukan pencatatan dengan baik dan benar, dengan menggunakan Partograf.

Ciri His yang kuat adalah :

 Lamanya 40-60 detik

 Mencapai tekanan 50-60 mmHg

 Terjadi setiap 2-3 menit sekali

 Menghasilkan kemajuan persalinan yang berarti/baik.

Induksi persalinan diberikan untuk memberikan rangsangan kontraksi uterus

yang sebelumnya tidak ada pada persalinan pervaginam. Induksi persalinan ini boleh

dilakukan dalam pengawasan dokter. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan dari induksi persalinan adalah :

 Usia gestasi

 Variasi individu

 Skor Bishop  keadaan serviks saat mulai dilakukan induksi.

 Teknik induksi, yang meliputi amniotomi, misoprostol/oksitosin, kombinasi

keduanya.

Skor Bishop adalah hasil penilaian keadaan serviks pada pemeriksaan dalam

sebelum memulai induksi/augmentasi, untuk memperkirakan keberhasilan induksi

dengan oksitosin. Apabila didapatkan skor kurang dari 5, maka perlu dilakukan

pematangan serviks sebelum memulai induksi/augmentasi persalinan. Sebagai

pertimbangan harus memperhatikan “DiKoPosES” yang merupakan kepanjangan

dari:
 Dilatasi : 0, 1-2, 3-4, 5

 Konsistensi : keras, kenyal, lunak, -

 Posisi : posterior, tengah, anterior, -

 Effacement : 0-30%, 40-50%, 60-70%, 80%

 Station : -3, -2, -1, +1, +2.

Augmentasi persalinan dengan cara memberikan 5 IU oksitosin dalam 500 cc

cairan RL intravena. Dosis awal oksitosin diberikan 4-8 mU/mnt, selanjutnya interval

dinaikkan setiap 30 menit dengan dosis kenaikan sebanyak 2 mU (4 tetes). Dosis

biasa untuk persalinan yang baik adalah 8-10 mU/mnt (16-20 tetes). Hal penting yang

harus diperhatikan dalam augmentasi persalinan adalah :

 Pastikan tidak ada CPD atau kontraindikasi lainnya sebelum memulai

tindakan augmentasi tersebut.

 Selalu pantau kemajuan persalinan dan DJJ

 Gunakan partograf.

 Infus cairan dengan oksitosin diberi tanda dan jam mulai pemberian.

Efek samping dari pemberian oksitosin adalah berupa hipoksia janin yang

mekanismenya ditunjukan berupa hiperstimulasi yang dapat dicegah dengan

memberikan oksitosin dengan dosis yang tepat. Efek selanjutnya berupa Ruptura uteri

dengan mekanismenya berupa Hiperstimulasi dan dapat dicegah dengan memberikan

dosis yang tepat pula. Intoksikasi air juga dapat terjadi sebagai efek samping dari

ADH, untuk itu pasien dengan induksi oksitosin harus dibatasi asupan cairannya.

Hipotensi kadang juga dijumpai pada pasien ini dengan mekanisme vasodilatasi,

sehingga perlu dicegah untuk memberikan dosis yang rendah saja.

2.2. Distosia Letak dan Bentuk Janin.

Kelainan letak, presentasi dan posisi janin yang mungkin ditemukan adalah :

 Posisi oksipitalis posterior (persisten)

 Presentasi puncak kepala


 Presentasi muka

 Presentasi dahi

 Letak sungsang

 Letak lintanng

 Presentasi ganda.

Sedangkan bentuk janin yang dapat menyebabkan distosia adalah :

 Pertumbuhan janin yang berlebihan

 Hidrosefalus

 Kelainan bentuk lain

Selanjutnya penyebab distosia adalah adanya prolapsus tali pusat.

Mekanime persalinan normal pada distosia ini dengan memperhatikan Cardinal

Movements of Labor, yaitu :

 Engogement : diameter transversal terbesar dari kepala janin telah melewati

pintu atas panggul.

 Descent : penurunan kepala ke dasar panggul.

 Flexion : fleksi kepala janin akibat adanya resistensi dari dasar panggul,

dinding pelvis atau serviks.

 Internal rotation : perputaran kepala, oksiput kearah anterior (normal) atau

posterior. Hal ini bisa tidak terjadi pada janin yang kecil.

 Extention : ekstensi kepala yang mengakibatkan oksiput sebagai hipomoklion.

Kondisi ini dipengaruhi oleh bentuk pintu bawah panggul (upward dan

forward).

 External rotation : perputaran kepala mengikuti sumbu badan.

 Expulsion (delivery of anterior and posterior shoulder).

2.2.1.Posisi Oksipitalis Posterior.

Posisi oksipitalis posterior ini ditandai dengan saat kepala janin turun ke dasar

panggul dengan posisi oksiput di bagian posterior (belakang). Variasi persalinan biasa
dan umumnya akan memutar ke depan karena bentuk antomi dasar panggul dan

muskulus levator ani. 5-10 % dari posisi ini tidak memutar ke depan yang dikenal

dengan okksiput posterior persisten.

Sebagai faktor predisposisi dari posisi ini adalah jenis panggul antropoid atau

android, multiparitas dan usia juga bisa sebagai faktor predisposisi karena adanya

kelemahan otot dasar panggul. Faktor predisposisi lainnya adalah bentuk kepala

janin.

Mekanisme persalinan dan penanganan posisi oksipitalis posterior ini adalah

sebagai berikut :

 Spontan, lebih lama, kepala lahir dengan muka menghadap ke simfisis.

 Ubun-ubun besar sebagai hipomoklion, tidak dapat melakukan fleksi lebih

jauh.

 Menimbulkan kerusakan vagina dan perineum yang luas.

 Pemantauan lebih ketat, bila kala II terlalu lama atau tanda-tanda gawat janin,

dapat dilakukan tindakan dengan ekstraksi vakum/forceps dengan episiotomi

mediolateral luas.

2.2.2.Malpresentasi Kepala.

Sewaktu melewati rongga panggul, kepala janin dalam keadaan fleksi, namun

bila tidak terjadi fleksi  defleksi, maka akan terjadi :

 Presentasi puncak kepala, presentasi sinsiput, bila defleksi ringan dan sifatnya

hanya sementara kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala tetapi

tidak fleksi maksimal.

 Presentasi dahi, bila defleksi lebih berat sehingga dahi sebagai bagian paling

rendah.  posisi ini biasanya bersifat sementara dan dapat berubah menjadi

presentasi muka atau oksiput. Pada pemeriksaan dalam teraba sutura frontalis,

pangkal hidung dan orbita, sedang mulut dan dagu tidak teraba. Kepala turun

dengan sirkumferensia maksiloparietalis. Biasanya persalinan berlangsung


lama dan hanya 15 % dapat berlangsung spontan. Angka kematian perinatal

20 % dan dapat menyebabkan kerusakan luas pada perineum.

 Presentasi muka, dimana muka sebagai bagian terendah oleh karena derajat

defleksi maksimal.

Penanganan persalinan pada kasus ini adalah :

 Bila panggul normal, janin normal, maka akan sulit lahir normal.

 Bila panggul luas dan janin kecil, maka ekspektatif, kemungkinan presentasi

oksiput, presentasi muka.

 Dapat dicoba perasat Thorn, apabila kepala belum masuk PAP, namun bila

gagal dilakukan seksio sesaria.

 Pada umumnya terdapat kaput suksedaneum dan moulage hebat.

 Lakukan pemantauan kemajuan persalinan dan DJJ dengan lebih ketat.

2.2.3.Presentasi muka

Pada presentasi muka ini, kepala janin defleksi maksimal dan tubuh janin

ekstensi. Dari hasil pemeriksaan dalam teraba dagu, mulut, hidungng dan pinggir

orbita. Penyebab terjadinya presentasi muka ini adalah adanya janin yang besar,

panggul sempit, multiparitas dan perut gantung, kelainan bentuk janin (anensefal),

IUFD yang menyebabkan tidak ada tonus otot pada janin. Prognosi dari kasus ini

adalah kesulitan persalinan yang lebih disebabkan oleh penyebab kelainan (panggul

sempit, janin besar).

Mekanisme persalinan dan penanganan adalah saat kepala turun ke PAP dengan

posisi dagu melintang/miring  descent  putaran paksi dalam  dagu berada di

depan (umumnya) atau belakang gerakan fleksi kepala dengansubmentum sebagai

hipomoklion  putaran paksi luar  ekspulsi. Apabila posisi dagu tetap dibelakang

 mento posterior persisten  defleksi maksimal  tidak dapat lahir spontan tanpa

tindakan.
Sebelum ditentukan persalinan, terlebih dulu tentukan ada/tidaknya disproporsi

sefalopelvik. Bila dagu berada di depan dapat ditunggu persalinan spontan, bila dagu

di belakangdiusahakan diputar (hati-hati), tetapi bila tidak berhasil dilakukan SC.

Ekstrasi forceps dilakukan bila kala II lebih dari 2 jam.

2.2.4.Letak Sungsang.

Letak sungsang adalah keadaan janin yang terletak memanjang dengan kepala

di fundus uteri dan bokong di bagian bawah kavum uteri. Macam-macam letak

sungsang adalah :

 Presentasi bokong  ekstensi sendi lutut, kedua kaki terangkat setinggi

bahu/kepala janin dan teraba hanya bokong.

 Presentasi bokong kaki sempurna  fleksi sendi lutut, teraba bokong dan

kedua kaki.

 Presentasi bokong kaki tidak sempurna  teraba bokong dan hanya salah

satu kaki.

 Presentasi kaki  bagian terendah hanya teraba kaki (1 atau 2).

Indikasi dilakukan seksio sesaria adalah bila :

 Janin besar

 Contracted pelvic

 Hiperekstensi kepala

 Tidak ada tanda-tanda persalinan pada kehamilan dengan komplikasi

(preeklampsia, ketuban pecah dini)

 Disfungsi uterus.

 Presentasi kaki

 Riwayat obstetri buruk

 Permintaan MOW

 Pertumbuhan janin terhambat (severe IUGR)

Diagnosis adanya letak sungsang dengan :


 Palpasi abdomen : Leopold I teraba kepala janin di bagian fundus, dan

Leopold III dan IV teraba bokong pada bagian bawah.

 Auskultasi : DJJ terdenngar di sebelah atas umbilikus ibu.

 Pemeriksaan dalam : tergantung jenis, bisa teraba sakrum, anus, tuberositas

iskum, genetalia eksterna atau kaki.

Metode persalinan pervaginam :

 Persalinan bokong spontan  tidak ada manipulasi apapun, pertolongan

persalinan hanya bersifat suportif.

 Ekstraksi bokong parsial (manual aid)  persalinan bokong spontan sampai

umbilikus, bagian tubuh ke atas dilakukan ekstraksi dengan atau tanpa

mengejan.

 Persalinan dengan ekstraksi bokong total  ekstraksi dilakukan pada seluruh

badan.

Metode ekstraksi :

 Persalinan bokong  Bracht

 Melahirka bahu  Klasik dengan melahirkan lengan belakang dahulu.

Mueller dengan melahirkan bahu dan lengan depan dengan ekstraksi. Lovset

dengan memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik dengan

traksi curam ke bawah.

 Melahirkan kepala  secara Mauriceau, Prague terbalik, cunam piper (pada

head entrapment)

 Bila terjadi kemacetan bahu dan lengan  kemungkinan adanya lengan

menjungkit/menunjuk.

2.4. Distosia Kelainan Panggul.

Jenis-jenis panggul adalah:

 Panggul ginekoid  PAP bundar, panggul tengah dan pintu bawah panggul

luas, diameter transversal lebih besar dari pada diameter atas panggul.
 Panggul antropoid  diameter atas panggul lebih besar dari pada diameter

transversal, arkus pubis sedikit menyempit.

 Panggul android  PAP seperti segitiga (sempit ke depan), spina iskiadika

menonjol, arkus pubis sempit.

 Panggul platipelloid  diameter atas panggul lebih kecil dari pada diameter

transversal, arkus pubis luas.

Jenis kelainan yang ditemukan adalah :

 Kesempitan pada pintu atas panggul  konjugata vera kurang dari 10 cm atau

diameter transversa kurang dari 12 cm.

 Kesempitan pada pintu tengah panggul  bila distansia interspina dan

diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm atau diameter interspina

iskiadika kurang dari 8 cm.

 Kesempitan pada pintu bawah panggul  jarang tanpa disertai kesempitan

pada pintu tengah panggul. Bila arcus pubis kurang dari 90 derajad, sehingga

distansia tuberum mengecil.

Komplikasi yang ditemukan :

 Maternal  partus lama, terbentuk lingkaran retraksi patologis, penekanan

jalan lahir oleh kepala janin

 Fetal  peningkatan risiko kematian perinatal, risiko terjadi prolaps tali

pusat, moulage hebat pada kepala yang dapat mengakibatkan perdarahan

intrakranial, fraktur os parietal akibat penekanan oleh promontorium.

2.5. Distosia Kelainan Traktus Genitalis.

Distosia kelainan traktus genitalis dapat terjadi pada :

 Vulva  edema, stenosis vulva, tumor/kista/abses.

 Vagina  stenosis vagina/septum vagina, tumor vagina.

 Serviks uteri  disfungsional uteri karena parut pada serviks, karsinoma

serviks uteri.
 Uterus  mioma uteri.

 Ovarium  tumor ovarium dapat berisiko pecah atau ruptura uteri.

BAB III

KESIMPULAN

Distosia dapat disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :

 Power

 Passenger

 Passage.

Kenali faktor risiko, deteksi dini dan penata laksanaan (kapan merujuk?)

Anda mungkin juga menyukai