Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN MATERNITAS DENGAN PLASENTA
PREVIA

OLEH :

1 MARTINA TOURISTA TOA (011211088)


2 ANTONIA YOFINA (011221089)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NUSA NIPA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Perdarahan pada kehamilan dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.


Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abotus sedangkan perdarahan
pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara
kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus

Perdarahan antepartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah


kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang
dari 22 minggu sengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22
minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak dari pada kehamilan 22
minggu. Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda. Perdarahan
antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta
sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya
kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan
antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal ini bersumber pada
kelainan plasenta.

Perdarahan antepartum yang bersumber dari kelaian plasenta yang secara klinis
biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan
solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya. Perdarahan
antepartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan yang terbagi atas plasenta
previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya

Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau


setelah usia kehamilan, namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-
sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa dating untuk mendapatkan
pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru
setelah perdarahan yang berlangsung banyak, mereka dating untuk mendapat
pertolongan.

Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak
pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan
antepartum apapun penyebabnya, penderita harus segera dibawah ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas untuk transfuse darah dan operasi. Perdarahan antepartum
diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi medisnya maupun dari
aspek keperawatan yang sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya.

II. Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep medis plasenta previa
2. Bagaimana konsep keperawatan plasenta previa
III. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui konsep medis plasenta previa
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan plasenta previa
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Medik
I. Pengertian
a. Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh osteum uteri internum (Manuaba, 1998). Plasenta previa
adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. (Wiknjosostro, 2005)
b. Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam segmen
bawah uterus. Istilah ini mengambarkan hubungan anatomic antara
letak plasenta dan segmen bawah uterus. Suatu plasenta previa
telah melewati batas atau menutupi (secara lengkap atau tidak
lengkap) ostium internum (Taber, 1994)
II. Epidemiologi
Menurut Brenner dkk (1978), menemukan dalam paruh terakhir
kehamilan, insiden plasenta previa sebesar 8,6 % atau 1 dari 167
kehamilan dalam paruh terakhir kehamilan, 20% diantaranya
merupakan plasenta previa totalis (Williams, 847). Di RS. DR Cipto
Mangunkusumo antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta
previa diantara 4.781 persalinan yang terdaftar atau kira-kira 1
diantara 125 persalinan terdaftar (Ilmu Kebidanan, 367). Kejadian
plasenta previa adalah 0,4 - 0,6% dari keseluruhan persalinan (Acuan
Nasional, 16).
Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih
35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun. Pada
grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali
lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun
(Kloosterman, 1973).
III. Etiologi
Menurut Krisanty dkk (2011), apabila sebab terjadi implantasi plasenta di
daerah segmen bawah uterus tidak dapat dijelaskan. Namun demikian
terdapat beberapa factor yang berhubungan dengan peningkatan kekerapan
terjadinya plasenta previa yaitu
1. Paritas
Semakin banyak paritas ibu, makin besar kemungkinan mengalami
plasenta previa
2. Usia ibu pada saat hamil
Bila usia ibu pada saat hamil 35 tahun atau lebih makin besar
kemungkinan kehamilan mengalami plasenta previa
IV. Klasifikasi
Ada 4 derajat abnormalitas plasenta previa yang didasarkan atas
terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu
tertentu yaitu:
a. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan (ostium
internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta
b. Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan (ostium
internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta
c. Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada
tepat pada pinggir pembukaan (ostium internus servisis)
d. Plasenta letak rendah, apabila plasenta yang letaknya abnormal
pada segmen bawah uterus belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas
pinggir permukaan sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir
V. Patofisiologi
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama
dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita
tidur atau bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak,
sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu
banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan
pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti
oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai
terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.
Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya
plasenta dari dinding uterus. Perdarahan tidak dapat dihindari karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk
menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada
plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan
mulai. (Wiknjosostro, 1999 : 368)
VI. Gejala Klinis
1. Perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi > 22 minggu
2. Perdarahan berulang
3.Perdarahan terjadi setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, koitus
4.Perdarahan permulaan jarang begitu berat. Biasanya perdarahan
akan berhenti sendiri dan terjadi kembali tanpa diduga
5. Warna perdarahan merah segar
6. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
7. His biasanya tidak ada.
8. Rasa tidak tegang saat palpasi
9. DJJ terdengar
10. Teraba jaringan plasenta dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
VII. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk
pintu atas
2. Pintu atas panggul ada kelainan letak janin
3.Pemeriksaan inspekulo : perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum
VIII. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. USG (Ultrasonografi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring plasenta tapi apakah
plasenta melapisi serviks tidak bisa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut (lunak?) untuk
menampakkan bagianbagian tubuh janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada
umumnya di dalam batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa plasenta previa tapi seharusnya
ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih
baik sesudah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur
susunan ganda (double set-up procedure). Double set-up adalah
pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi
dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning atau lokasi penempatan plasenta.
Amniocentesis, jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan
ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru
(rasio lecithin/spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol)
yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika
paru-paru fetal sudah matur.
IX. Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan
anemia karena perdarahan, plasentitis dan endometritis pasca
persalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan prematur dan
komplikasinya seperti asfiksia berat.
X. Penatalaksanaan
Penata laksanan umum plasenta previa :

1. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan


menghadap kekiri, tidak melakukan senggama, menghindari
peningkatan tekanan rongga perut (misalnya batuk, mengedan
karena sulit buang besar)
2. Perhatian: tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dalam
pada perdarahan antepartum sebelum tersedia persiapan untuk
seksio sesarea.
3. Pemeriksaan inspekulo secara hati-hati, dapat menentukan sumber
perdarahan berasal dari kanalis serviks atau sumber lain (servisitis,
polip, keganasan, laserasi atau trauma). Meskipun demikian,
adanya kelainan di atas menyingkirkan diagnosa plasenta previa
4. Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan memberi infuse cairan
I.V (NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat)
5. Lakukan penilaian jumlah perdarahan. Jika perdarahan banyak dan
berlangsung terus, persiapan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan/prematuris.
6. Terapi ekspektatif dengan tujuan supaya janin tidak terlahir
prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasive
a. Syarat terapi ekspektatif :
1) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti
2) Belum ada tanda inpartu.
3) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam
batas normal).
4) Janin masih hidup
5) Rawat inap, tirah baring dan berikut antibiotik
profilaksis.
6) Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi
plasenta, usia kehamilan, profil , letak, presentasi
janin
7) Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus
atau ferosus fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan.
8) Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan
transfusi.
9) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai
37 minggu masih lama, pasien dapat dirawat jalan
(kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan
waktu >2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan
pesan segera kembali ke RS jika terjadi perdarahan.
10) Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat
dan risiko ibu dan janin untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan
terminasi kehamilan.
b. Syarat terapi aktif
1) Janin matur
2) Janin mati atau menderita anomali atau keadaan
yang mengurangi kelangsungan hidupnya
(misalnya anensefali).
3) Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan
terapi aktif tanpa memandang maturitas janin.
4) Jika terdapat plasenta previa letak rendah dan
perdarahan yang terjadi sangat sedikit, persalinan
pervaginam masih mungkin. Jika tidak, lahirkan
dengan seksio sesarea.
5) Jika persalinan dengan seksio sesarea dan terjadi
perdarahan dari tempat plasenta
6) Jahit tempat perdarahan dengan benang.
7) Pasang infuse oksitosin 10 unit 500 ml cairan IV
(NaCl atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 60
tetes permenit, penanganan yang sesuai. Hal
tersebut meliputi ligasi arteri atau histerektomi. Jika
perdarahan terjadi pasca persalinan segera lakukan.
Penatalaksanaan pada kasus plasenta previa terbagi menjadi dua bagian :
1. Penatalaksanaan konservatif bila :
a. Kehamilan kurang dari 37 minggu

b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb dalam batas


normal)
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit
(menempuh perjalanan tidak lebih dari 15 menit)
Perawatan konservatif dapat berupa :
a. Istirahat.
b. Memberikan hematilik dan spasmolitik untuk mengatasi
anemia.
c. Memberikan anti biotik bila ada indikasi
d. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit
e. Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah
melakukan pengawasan konserpatif maka lakukan
mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada
perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah
sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
2. Penangana aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati.
Penanganan aktif dapat berupa :
a. Persalinan per vaginam
b. Persalinan per abdominal
c. Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja
operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Tanyakan tentang identitas pasien dan penanggungjawab pasien.
Hasil temuan biasanya pada kasus pre eklampsia usia sering terjadi
< 20 tahun dan > 35 tahun
2. Keluhan utama
a. Keluhan yang paling sering muncul pada penderita
perasaan sakit di perut secara tiba-tiba, perdarahan
pervaginam yang datang tiba-tiba, warna darah bisa merah
segar atau bekuan darah kehitaman.
b. Kepala terasa pusing hebat, mual muntah, mata berkunang-
kunang, badan lemas
c. Adanya riwayat trauma langsung pada abdomen
d. Pergerakan anak yang lain dari biasanya ( cepat, lambat
atau berhenti)
3. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan riwayat keluhan sampai pasien datang ke tempat
pelayanan
4. Riwayat penyakit dahulu
Terkait penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan gangguan
yang menjadi pemicu munculnya placenta previa misalnya :
a. riwayat tekanan darah sebelum hamil, riwayat pre
eklampsia/eklampsia
b. riwayat solusio placenta pada kehamilan sebelumnya
c. riwayat hipertensi sebelumnya
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan penyakit yang pernah diderita oleh keluarga
6. Riwayat perkawinan
Tanyakan status perkawinan, umur saat menikah pertama kali,
berapa kali menikah dan berapa usia pernikahan saat ini
7. Riwayat obstetric
a. Riwayat haid
Tanyakan usia menarche, siklus haid, lama haid , keluhan
saat haid dan HPHT
b. Riwayat kehamilan
Kaji tentang riwayat kehamilan lalu dan saat ini. Tanyakan
riwayat ANC,keluhan saat hamil, hasil pemeriksaan
leopold, DJJ, pergerakan anak
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menggunakan sistem pengkajian head to toe dan
data fokus obstetric harus dapat ditemukan
a. Kepala leher
1) Kaji kebersihan dan distribusi kepala dan rambut
2) Kaji expresi wajah klien ( pucat, kesakitan)
3) tingkat kesadaran pasien baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Kesadaran kuantitatif diukur
dengan GCS.
4) Amati warna sklera mata ( ada tidaknya ikterik) dan
konjungtiva mata ( anemis ada/tidak)
5) Amati dan periksa kebersihan hidung, ada tidaknya
pernafasan cuping hidung, deformitas tulang hidung
6) Amati kondisi bibir ( kelembaban, warna, dan
kesimetrisan )
7) Kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid,
bendungan vena jugularis
b. Thorax
1) Paru
Hitung frekuensi pernafasan, inspeksi irama
pernafasan, inspeksi pengembangan kedua rongga
dada simetris/tidak, auskultasi dan identifikasi suara
nafas pasien
2) Jantung dan sirkulasi darah
Raba kondisi akral hangat/dingin, hitung denyut
nadi, identifikasikan kecukupan volume pengisian
nadi, reguleritas denyut nadi, ukurlah tekanan darah
pasien saat pasien berbaring/istirahat dan diluar his.
Identifikasikan ictus cordis dan auskultasi jantung
identifikasi bunyi jantung.
3) Payudara
Kaji pembesaran payudara, kondisi puting ( puting
masuk, menonjol, atau tidak) , kebersihan payudara
dan produksi ASI
c. Abdomen
1. kaji pembesaran perut sesuai usia kehamilan /tidak
2. lakukan pemeriksaan leopold 1-4
3. periksa DJJ berapa kali denyut jantung janin dalam 1
menit
4. amati ada striae pada abdomen/tidak
5. amati apakah uterus tegang baik waktu his atau
diluar his
6. ada tidaknya nyeri tekan
d. Genetalia
1. Kaji dan amati ada tidaknya perdarahan pevaginam
2. k/p lakukan pemeriksaan dalam didapatkan hasil
serviks bisa sudah terbuka atau tertutup, jika sudah
maka serviks akan menonjol.
e. Ekstremitas
1. Kaji ada tidaknya kelemahan
2. Capilerry revile time
3. Ada tidaknya oedema
4. Kondisi akral hangat/dingin
5. Ada tidaknya keringat dingin
6. Tonus otot , ada tidaknya kejang
f. Pemeriksaan obstetric
Dituliskan hasil pemeriksaan leopold dan DJJ janin
g. Pemeriksaan penunjang
1. pemeriksaan laboratorium
a. albumin urine (+), penurunan kadar HB
b. pemeriksaan pembekuan darah tiap 1 jam
2. pemeriksaan USG
a. Tampak tempat terlepasnya plasenta
b. Tepian placenta
c. Darah
B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosis yang dapat di tegakan berdasarkan SDKI, 2017
adalah:
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi
2. Ansietas b. d krisis situasional
3. Berduka b.d kehilangan/ kematian janin
4. Resiko syok b.d kekurangan volume cairan (perdarahan)
C. Rencana keperawatan Keperawatan

No Dx keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi


1 1. Nyeri akut b.d agen Luaran utama : Tingkat nyeri Intervensi utama :
pencedera fisiologi menurun 1. Observasi
KH : a. Identifikasi lokasi,
1. Keluhan nyeri menurun karateristik, durasi,
2. Meringis menurun frekwensi, kualitas dan
3. Gelisah menurun intensitas nyeri
4. Kesulitan tidur menurun b. Identifikasi skala nyeri
5. Frekwensi nadi membaik c. Idetifikasi factor yang
6. Pola napas membaik memperberat dan
7. Tekanan darah membaik memperingan nyeri
8. Pola tidur membaik d. Monitor efek samping
penggunaan analgesik
2. Terapeutik
a. Berikan terapi
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan
tidur
c. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
a. Jelakan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
e. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesic
2 Ansietas b. d krisis Luaran utama : tingkat ansietas Intervensi utama :
situasional menurun 1. Observasi
KH : a. Identifikasi saat tingkat
1. Verbalisasi kebingungn ansietas
menurun b. Identifikasi kemampuan
2. Verbalisasi khawatir pengambilan keputusan
akibat kondisi yang c. Monitor tanda-tanda
dihadapi ansietas (verbal dan
3. Perilaku gelisah menurun nonverbal)
4. Perilaku tegang menurun 2. Terapeutik
5. Frekwensi pernapasan a. Ciptakan suasana
menurun terapeutik unuk
6. Frekwensi nadi menurun menumbuhkan
7. Tekanan darah menurun kepercayaan
8. Pucat menurun b. Temani pasien untuk
9. Konsentrasi membaik mengurangi kecemasaan
10. Pola tidur membaik c. Pahami situasi yang
membuat ansietas
d. Dengarkan dengan
penuh perhatian
e. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
3. Edukasi
a. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
b. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
c. Anjurkan untuk
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
d. Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas
3 1. Berduka b.d Luaran utama : tingkat Intervensi utama :
kehilangan/ berduka menurun 1. Observasi
kematian janin KH : a. Identifikasi kehilangan
1. Verbalisasi menerima yang dihadapi
kehilangan meningkat b. Identifikasi proses
2. Verbalisasi harapan berduka yang dialami
meningkat c. Identifikasi reaksi awal
3. Verbalisasi perasaan terhadap kehilangan
berguna meningkat 2. Terapeutik
4. Verbalisasi sedih menurun a. Tunjukan sikap menerima
5. Verbalisasi persaaan dan empati
bersalah atau menyalahkan b. Motivasi agar mau
orang lain menurun mengungkapkan perasaan
6. Menangis menurun kehilangan
7. Panic menurun c. Motivasi untuk
8. Pola tidur membaik menguatkan dukungan
9. Konsentrasi membaik keluarga atau orang
terdekat
d. Fasilitasi
mengekspresikan perasaan
dengan cara yang nyaman
missal membaca buku
e. Diskusikan strategi koping
yang dapat digunakan
3. Edukasi
a. Jelaskan kepada pasien
dan keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah,
tawar menawar, depresi
dan menerima adalah
wajar dalam menghadapi
kehilangan
b. Anjurkan
mengekspresikan perasaan
tentang kehilangan
4 Resiko syok Luaran utama : tingkat syok Intervensi Utama :
berhubungan dengan menurun 1. Observasi :
kekurangan volume KH : a. Monitor status
cairan (perdarahan) 1. Kekuatan nadi meningkat kardiopulmonal
2. Tingkat kesadaran (frekwensi dan kekuatan
meningkat nadi, frekswensi napas,
3. Saturasi osigen meningkat TD, MAP)
4. Akral dingin menurun b. Monitor status oksigenasi
5. Tekanan darah membaik (oksimetri nadi, AGD)
6. Frekwensi nadi membaik c. Monitor status cairan
7. Frekwensi nafas membaik (masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
d. Monitor tingkat kesadaran
dan respon pupil
2. Terapeutik
a. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
b. Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis
c. Pasang jalur IV
d. Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urin
e. Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab atau
factor resiko syok
b. Jelaskan tanda dan gejala
syok
c. Anjurkan melapor jika
merasakan tanda dan
gejala syok awal
d. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
e. Anjurkan menghindari
alergen
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian IV
b. Kolaborasi pemberian
transfuse darah
c. Kolaborasi pemberian
anti inflamasi

D. Implementasi
Implemetasi dibuat sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan criteria ysng telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan membandingkan hasil tindakan keperawatan yang
telah dilakukan sesuai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari pengkajian, perencanaan
dan pelaksanaan
BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan
Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta dalam segmen
bawah uterus. Istilah ini menggambarkan hubungan anatomic antara letak
plasenta dan segmen bawah uterus. Suatu plasenta previa telah melewati
batas atau menutup (secara lengkap atau tidak lengkap) ostium uteri
internum. Plasenta previa marginalis disebut demikian bila sebagian dari
plasenta melekat pada segmen bawah uerus dan meluas ke setiap bagian
osteum uteri internum, tetapi tidak menutupinya. Plasenta previa parsialis
dikatakan demikian bila bagian dari plasenta menutup sebagian osteum
uteri internum. Plasenta previa totalis dikatakan demikian bila tiap bagian
plasenta secara total menutupi osteum uteri internum. Insiden plasenta
previa hamper mendekati 1 dalam 200-400 kelahiran. Ibu saat hamil
dengan usia 35 tahun atau lebih. Makin besar kemungkinan kehamilan
plasenta previa disbanding dengan usia dibawah 25 tahun.
II. Saran
Saran penulis terhadap pembaca yaitu agar semakin memperluas
wawasanya mengenai penyakit maternal sehingga mampu memberikan
tindakan yang sebaik-baiknya pada klien nantinya dengan bekal
pemahaman tentang berbagai penyakit yang telah dipelajari di mata kuliah
ini terkhusus untuk penderita plasenta previa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ni Ketut alit Armini dkk,2016. Buku ajar keperawatan maternitas 2. Fakultas


Keperawatan Universitas Airlangga, Surabaya.
2. Rina Nuranei,S Kep.Ners.,M.Kes,dkk, 2018. Gangguan Maternitas. LovRinz
Publishing, Jawa barat
3. Nunung Ernawati, 2019. Buku ajar keperawatan maternitas asuhan
keperawatan kehamilan resiko tinggi dengan pendekatan kasus. Poltekes Rs
dr. Soeparman
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar luaran keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat PPNI, Jakarta selatan
5. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar Diagnosis keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat PPNI, Jakarta selatan
6. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat PPNI, Jakarta selatan

Anda mungkin juga menyukai