Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus
sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan
anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua
adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus.
Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir
setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia
kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama.
Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya
dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu. Oleh karena itu
perlu penanganan yang cukup berbeda. Perdarahan antepartum yang
berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan
perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya
kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap
perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal
itu bersumber pada kelainan plasenta.
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang
secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah
plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas
sumbernya. Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua
persalinan yang terbagi atas plasenta previa, solusio plasenta dan
perdarahan yang belum jelas penyebabnya.
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada trimester tiga atau
setelah usia kehamilan, namun beberapa penderita mengalami perdarahan
sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk
mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan
persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak,
mereka datang untuk mendapatkan pertolongan.

1
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak
pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai
perdarahan anterpartum apapun penyebabnya, penderita harus segera
dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan
operasi. Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan
cepat dari segi medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat
membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya.

B. Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi plasenta previa.
2. Mampu untuk menjelaskan anatomi fisiologi plasenta previa.
3. Mampu untuk menjelaskan etiologi plasenta previa.
4. Mampu untuk menjelaskan patofisiologi plasenta previa.
5. Mampu untuk menjelaskan manifestasi klinis plasenta previa.
6. Mampu untuk menjelaskan klasifikasi plasenta previa.
7. Mampu untuk menjelaskan komplikasi plasenta previa.
8. Mampu untuk menjelaskan penatalaksanaan plasenta previa.
9. Mampu untuk menjelaskan pemeriksaan diagnostik plasenta previa.
10. Mampu untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada gangguan
plasenta previa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir (FKUI, 2000). Menurut Prawiroharjo (1992), plasenta previa
adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias =
jalan). Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan
implantasi plasenta di bagian ‘bawah sehingga menutupi ostium uteri
internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah
Rahim. Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang
implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau
sebagian ostium internum.
B. Anatomi Fisiologi
Plasenta merupakan organ penting bagi janin, karena sebagai alat
pertukaran zat antara ibu dan bayi atau sebaliknya. Plasenta berbentuk
bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal ± 2,5 cm,
berat rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada
kehamilan kurang dari 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
seluruh kavum uteri.
Plasenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas
kearah fundus uteri, dikarenakan alasan fisiologis, permuka an bagian atas
korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk
berimplementasi. Plasenta berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu villi koriales atau jonjot chorion dan sebagian kecil dari bagian ibu
yang berasal dari desidua basalis.
Plasenta mempunyai dua permukaan, yaitu permukaan fetal dan maternal.
Permukaan fetal adalah permukaan yang menghadap ke janin, warnanya
keputih-putihan dan licin. Hal ini disebabkan karena permukaan fetal
tertutup oleh amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah.
Permukaan maternal adalah permukaan yang menghadap dinding rahim.

3
berwarna merah dan terbagi oleh celah-celah yang berasal dari jaringan
ibu. Jumlah celah pada plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
Penampang plasenta terbagi menjadi dua bagian yang terbentuk oleh
jaringan anak dan jaringan ibu. Bagian yang terdiri dari jaringan anak
disebut membrana chorii, yang dibentuk oleh amnion, pembuluh darah
janin, korion dan villi. Bagian dari jaringan ibu disebut piring desidua atau
piring basal yang terdiri dari desidua compacta dan desidua spongiosa.
Fungsi dari plasenta adalah :
1. Nutrisi : tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk
tumbuh kembang janin.
2. Respirasi : memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin.
3. Ekskresi : mengeluarkan sisa metabolisme janin.
4. Endokrin : sebagai penghasil hormon-hormon kehamilan seperti HCG,
HPL, esterogen, progesteron.
5. Imunologi : menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin.
6. Farmakologi : menyalurkan obat-obatan yang diperlukan janin,
diberikan melalui ibu.
7. Proteksi : barier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat toksik.

C. Etiologi
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa
diantaranya adalah mencakup :
1. Perdarahan (hemorrhaging).
2. Usia lebih dari 35 tahun.
3. Multiparitas.
4. Pengobatan infertilitas.
5. Multiple gestation.
6. Erythroblastosi.
7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya (SC, kuret, dll).
8. Keguguran berulang.
9. Chorion leave persisten.
10. Jarak antar kehamilan yang pendek.

4
Menurut Hanafiah (2004) klasifikasi plasenta previa dapat dibedakan menjadi
4 derajat yaitu :
1. Total bila menutup seluruh serviks.
2. Partial bila menutup sebagian serviks.
3. Lateral bila menutup 75% (bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir
tertutup oleh plasenta).
4. Marginal bila menutup 30% (bila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan jalan lahir).

D. Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-
kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah
uterus, di mana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena
segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan,
dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan
plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat
dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
Perdarahan antepartum akibat placenta previa terjadi sejak kehamilan 20
minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah
uterus lebih banyak mengalami perubahan, pelebaran segmen bawah
uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek Karena
lepasnya placenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis
dari placenta. Perdarahan tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada placenta
letak normal.

5
E. Manifestasi Klinis
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam
(yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umunya terjadi pada
akhir triwulan kedua. Klien dengan plasenta previa pada umunya terjadi
asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan
pervaginam. Biasanya terjadi perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan
berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi faktor
pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi
faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga
menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim.
Koagulapati jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan
kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan
vaginal tousche (pemeriksaan dalam) oleh dokter tidak boleh dilakukan
kecuali di meja operasi mengingat resiko perdarahan hebat yang mungkin
terjadi (Herman, 2009).
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya
adalah :
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
2. Darah biasanya berwarna merah segar.
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak
janin.
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi
perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.

6
F. Klasifikasi
Menurut Browne, klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya
jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu,
yaitu:
1. Plasenta Previa Totalis
Bila plasenta menutupi seluruh segmen rahim bagian bawah (jalan
lahir).
2. Plasenta Previa Parsialis/Lateralis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada
tempat implantasi inipun risiko perdarahan masih besar dan biasanya
tetap tidak dilahirkan melalui pervaginam.
3. Plasenta Previa Marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir bisa
dilahirkan pervaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Low Lying Placenta (Plasenta Letak Rendah)
Lateralis plasenta, tempat implantasi beberapa millimeter atau cm dari
tepi jalan lahir risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil,
dan bisa dilahirkan pervaginam dengan aman. Pinggir plasenta berada
kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan
teraba pada pembukaan jalan lahir.

7
G. Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
1. Pada ibu dapat terjadi :
a. Perdarahan hingga syok akibat perdarahan.
b. Anemia karena perdarahan.
c. Plasentitis.
d. Endometritis pasca persalinan.
2. Pada janin dapat terjadi :
a. Persalinan premature.
b. Asfiksia berat.

H. Faktor Prepitasi dan Predisposisi


Menurut Mochtar (2002), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat
mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
1. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
a. Kehamilan kembar (gamelli).
b. Tumbuh kembang plasenta tipis.
2. Kurang suburnya endometrium :
a. Malnutrisi ibu hamil.
b. Melebarnya plasenta karena gamelli.
c. Bekas seksio sesarea.
d. Sering dijumpai pada grandemultipara.
3. Terlambat implantasi :
a. Endometrium fundus kurang subur.
b. Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk
blastula yang siap untuk nidasi.

8
I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Apabila plasenta previa menutupi jalan lahir baik total maupun sebagian
maka tindakan bedah sesar merupakan pilihan paling aman. Jika plasenta
tidak menutupi mulut rahim (plasenta marginalis atau letak rendah) maka
pesalinan pervaginam bisa dilakukan selama tidak ada perdarahan banyak
saat persalinan. Masalah yang sering terjadi adalah jika terjadi perdarahan
saat janin belum cukup bulan (38 minggu) maka tindakan persalinan dapat
dilakukan jika perdarahan berulang dan banyak. Maka umumnya dokter
akan memberikan obat pematangan paru bagi janin. Apabila perdarahan
berhenti maka dapat dilakukan tindakan konservatif (persalinan ditunggu
hingga janin cukup bulan). Penatalaksanaan medis dapat dilakukan
dengan:
1. Jika kehamilan < 36 minggu
Perdarahan sedikit : istirahat baring dan farmakologi, jika perdarahan
berkurang : obat oral dan USG, jika perdarahan masih ada lanjutkan
farmakologi.
Perdarahan banyak : infuse, farmakologi, pemeriksaan HB, leukosit,
dan golongan darah, siapkan darah dan persiapan sc
2. Jika kehamilan > 36 minggu
Jika perdarahan banyak infuse, farmakologi, pemeriksaan HB,
leukosit, dan golongan darah, siapkan darah dan persiapan sc.

Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk


penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya
yaitu :
a. Kaji kondisi fisik klien.
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus.
c. Menganjurkan klien istirahat.
d. Mengobservasi perdarahan.
e. Memeriksa tanda vital.
f. Memeriksa kadar hemogblobin.
g. Berikan cairan pengganti intravena RL.

9
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila
fetus masih premature.
i. Lanjutkan terapi ekspektatif bila keadaan umum baik, janin hidup
dan umur kehamilan < 37 minggu.
J. Terapi
1. Terapi Ekspektatif (mempertahankan kehamilan)
Tujuan terapi ini adalah supaya janin tidak prematur, pasien dirawat
tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisi.
Sedapat mungkin kehamilan dipertahankan sampai kehamilan 36
minggu. Pada kehamilan 24 – 34 minggu, bila perdarahan tidak
terlampau banyak dan keadaan ibu dan anak baik, maka kehamilan
sedapat mungkin dipertahankan dengan pemberian :
a. Betamethasone 2 X 12 mg ( IM ) selang 24 jam.
b. Antibiotika.
c. Periksa Hb, Ht CT/Bt (cloting time/bleeding time) dan golongan
darah.
d. Pantau tanda-tanda vital.
2. Terapi Aktif (mengakhiri kehamilan)
a. Umur kehamilan >37 minggu, BB janin >2500 gram.
b. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
c. Ada tanda-tanda persalinan.
d. Keadaan umum klien tidak baik, anemis Hb<8%.

K. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografi sangat tepat dan tidak
menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin.
2. Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh dibidang
obstetrik untuk diagnostik plasenta previa namun harus hati – hati
karena bahayanya sangat besar.

10
3. Pemeriksaan darah
Yaitu golongan darah, hemoglobin, hematokrit serta darah lengkap dan
kimia darah untuk menunjang persiapan operasi.
4. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan
bagian-bagian tubuh janin.
5. Vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya
ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih
baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur
susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah
pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi
dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
6. Isotop Scanning
Lokasi penempatan plasenta.
7. Pemeriksaan inspekula
Hati – hati dengan memakai sepekulum dilihat dari mana asal
perdarahan apakah dalam uterus atau dari kelainan serviks vagina
varices yang pecah dan lain – lain.
8. Pemeriksaan radio isotope
Macam – macam pemeriksaan ini antara lain :
a. Plasentografi jaringan lunak.
b. Itografi.
c. Lasentografi inderek.
d. Anterigrafi.
e. Amnigrafi.
f. Radio isotopik plasentografi.

11
L. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Plasenta Previa
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Yang perlu dikaji adalah nama, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
tempat tinggal, hubungan dengan pasien, pendidikan.
Pada kasus plasenta previa informasi tentang data umur sangat
penting, mengingat kasus ini sering terjadi pada ibu di bawah usia
20 tahun dan di atas 35 tahun.
b. Keluhan Utama
Perdarahan berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa nyeri,
pucat.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan keluar darah tanpa ada
nyeri, keadaan umum lemah, pucat. Pada pemeriksaan didapatkan
penurunan tekanan darah, penurunan kadar Hb.
d. Riwayat Penyakit Terdahulu
Adanya mioma, hipertensi, kelainan darah.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Peranan keluarga atau keturunan merupakan faktor penyabab
penting yang perlu dikaji yaitu penyakit berat yang pernah diderita
salah satu anggota keluarga yang ada hubungannya dengan operasi.
f. Riwayat Obsetri
1) Keadaan Haid
Kaji tentang menarche, siklus haid, HPHT, jumlah dan warna
darah keluar, encer, menggumpal, lamanya haid, nyeri atau
tidak serta bau.
2) Riwayat Kehamilan
Berapa kali melakukan ANC (Ante Natal Care), selama
kehamilan periksa di mana, perlu diukur TB dan BB.
Riwayat kehamilan sebelumnya yang perlu dikaji adalah
meliputi : riwayat caesar, kuretase, manual plasenta dan
frekuensi persalinan.

12
2. Pemeriksaan Fisik
a. Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil :
1) Rambut dan kulit
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan
linea nigra. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah
abdomen dan paha. Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2) Wajah
Mengenai warna kulit, dan tampak pucat.
3) Leher
Dikaji adanya pembesar kelenjar tiroid dan vena jugularis.
4) Buah dada / payudara
Peningkatan pigmentasi areola putting susu. Bertambahnya
ukuran dan noduler.
5) Jantung dan paru
Volume darah meningkat, peningkatan frekuensi nadi,
penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembuluh
darah pulmonal, terjadi hiperventilasi selama kehamilan,
peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas,
diafragma meningkat, perubahan pernapasan abdomen menjadi
pernapasan dada.
6) Abdomen
Menentukan letak janin, menentukan tinggi fundus uteri.
7) Vagina
Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan
(tanda Chandwick), hipertropi epithelium.
8) Sistem Muskuloskeletal
Persendian tulang pinggul yang mengendur, gaya berjalan yang
canggung, terjadi pemisahan otot rectum abdominalis
dinamakan dengan diastasis rectal.

13
3. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4. Kecemasan berhubungan dengan keadaan yang dialami.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri perut.

4. Rencana Tindakan Keperawatan


Dx1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi
uterus.
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri.
Kriteria hasil :
1. Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
2. Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
Intervensi :
a. Jelaskan penyebab nyeri pada klien
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif
terhadap tindakan
b. Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
c. Bantu dan ajarkan distraksi relaksasi
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang
dirasakan.
d. Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan.
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic
Rasional : pemberian analgesik dapat membantu gurangi nyeri
yang dirasakan.

14
Dx 2 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan: suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi.
Kriteria hasil : Conjunctiva tidak anemis, acral hangat, Hb normal muka
tidak pucat, tidak lemas.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
2. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
3. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
4. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
5. Catat intake dan output
Rasional : produksi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.
6. Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang
hilang akiba perdarahan. Rasional : tranfusi darah mengganti
komponen darah yang hilang akibat perdarahan.

Dx 3 : Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan
output.
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam keadaan normal
2. Perdarahan berkurang sampai dengan berhenti
3. Kulit tidak pucat

15
Intervensi :
1. Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus
memiliki karekteristik bervariasi
2. Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal
3. Catat haluaran dan pemasukan
Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel
darah merah.
4. Observasi Nadi dan Tensi
Rasional : Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).
5. Berikan diet halus
Rasional : Memudahkan penyerapan diet
6. Nilai hasil lab. HB/HT
Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel
darah merah.
7. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
dan tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif

Dx 4: Kecemasan berhubungan dengan keadaan yang dialami.


Tujuan: klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
Kriteria hasil: penderita tidak cemas, penderita tenang, klien tidak gelisah.
Intervensi :
1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
2. Rasional : Dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban
pikiran.
3. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentang kondisi janin.

16
4. Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
5. Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
6. Anjurkan untuk menghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
7. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : agar pasien kooperatif

Dx 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri perut


Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
1. Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
2. lien nampak rapi dan bersih.
Intervensi :
a. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
Rasional : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol
diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
b. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
c. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri
sesuai kondisi keterbatasan klien.
d. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
Rasional : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan
(dekubitus, atelektasis, penumonia)

17
e. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
Rasional : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah
komplikasi urinarius dan konstipasi.
f. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
Rasional : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun
program aktivitas fisik secara individual.
g. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian
uterusnya.Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus.
Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen
bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa.
Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan
persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak,
pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat
dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
B. Saran
Keadaan perdarahan sebelum persalinan merupakan keadaan yang dapat
berakibat fatal jika tak mendapatkan penangan intensif, karena itu dalam
hal ini para perawat sebaiknya cermat melihat kondisi pasien misalnya
pendarahan pada plasenta prefia, agar jika terjadi keadaan darurat dapat
segera tertangani.

19

Anda mungkin juga menyukai