Anda di halaman 1dari 21

Tugas kelompok Dosen pembimbing: Patmawati, S.Kep., Ns., M.Kep.

KEPERAWATAN MATERNITAS
Plasenta Previa

Oleh: KELOMPOK II
Muh. Aswar Anas Adnan Sumaila Fitriani 023 Khairun Nisa Ina Angriani A. Arnida Enita

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2013

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala inayah dan kenikmatan yang senantiasa dicurahkan-Nya pada penulis berupa kesehatan, kekuatan, serta kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan semestinya. Tidak lupa penulis kirimkan shalawat dan salam beriringan dengan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada Baginda Rasulullah SAW karena atas segala pengorbanan yang telah dilakukannya beserta para sahabat, sehingga kini kita mampu mengkaji alam ini lebih tinggi dari gunung tertinggi, lebih dalam dari lautan terdalam, serta lebih jauh dari batas pandangan mata. Adapun tulisan ilmiah ini berisikan materi tentang Plasenta Previa yang bertujuan sebagai bahan bacaan, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Dalam makalah ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam

penulisannya. Oleh karena itu, mohon kiranya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembimbing dan pembaca guna untuk kesempurnaan pada pembuatan makalah penulis selanjutnya.

Makassar, September 2013

Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. KONSEP MEDIS PLASENTA PREVIA A. Defenisi B. Etiologi C. Patofisiologi D. Manifestasi Klinis E. Pemeriksaan Penunjang F. Komplikasi G. Penatalaksanaan H. Pencegahan I. Prognosis II. KONSEP KEPERAWATAN PLASENTA PREVIA A. Pengkajian B. Diagnosa C. Intervensi D. Evaluasi DAFTAR PUSTAKA

i ii iii .3 .3 4 5 5 6 .6 7 .9 .9 11 11 11 12 14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus. Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu. Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertamatama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa serta perdarahan yang belum jelas sumbernya. Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya. Perdarahan antepartum pada umumnya terjadi pada triwulan tiga atau setelah usia kehamilan, namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru

setelah perdarahan yang berlangsung banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan anterpartum apapun penyebabnya, penderita harus segera dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya. Oleh karena itu, maka penulis mengangkat Plasenta Previa yang merupakan salah satu kelainan perdarahan antepartum sebagai bahan bacaan sehingga mahasiswa keperawatan mampu memberikan tindakan yang sebaik-baiknya pada klien nantinya. B. Rumusan Masalah Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep medis plasenta previa ? 2. Bagaimana konsep keperawatan plasenta previa ? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konsep medis plasenta previa. 2. Untuk mengetahui konsep keperawatan plasenta previa.

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS PLASENTA PREVIA 1. Defenisi a. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Mansjoer, 2001). b. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal, plasenta terletak di bagian atas uterus (Setiawati, 2011). c. Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Setiawati, 2011). d. Plasenta previa adalah suatu kehamilan di mana plasenta berimplantasi abormal pada segmen bawah rahim, menutupi atau tidak menutupi ostium uteri internum (Setiawati, 2011). e. Plasenta previa adalah lokasi abnormal plasenta di segmen bawah uterus, yang sebagian atau keseluruhannya menutupi pembukaan jalan lahir. Ketika kehamilan maju, ibu rentang terhadap perdarahan yang sangat hebat (Setiawati, 2011). f. Plasenta previa adalah suatu kehamilan di mana plasenta berimplantasi abnormal pada segmen bawah rahim (SBR), menutup atau tidak menutupi ostium uteri internum (OUI), sedangkan kehamilan itu sudah viable atau mampu hidup di luar rahim sekitar usia kehamilan > 20 minggu atau berat janin > 500 gram (Setiawati, 2011).

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal atau berimplantasi abnormal terhadap segmen bawah rahim yang menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal, plasenta terletak pada korpus uteri (Setiawati, 2011). Menurut Kenneth J. Leveno, dkk (2009), plasenta previa

diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: a. Plasenta previa totalis, yaitu pada ostium serviks internus seluruhnya ditutupi oleh plasenta. b. Plasenta previa partialis, yaitu pada ostium internus sebagian ditutupi oleh plasenta. c. Plasenta previa marginalis, yaitu tepi plasenta berada di pinggir ostium d. Plasenta letak rendah, yaitu plasenta tertanam di segmen bawah uterus sedemikian sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internus tetapi berada didekatnya. 2. Etiologi Etiologi plasenta previa masih belum diketahui pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara, primigravida tua, bekas seksio sesaria, bekas aborsi, kelainan janin, dan leiomyoma uteri (Mansjoer, 2001). Menurut Barbara R. Stright (2004), faktor-faktor predisposisi penyebab terjadinya plasenta previa adalah: a. Multiparitas (80% klien yang menderita adalah multipara) b. Usia ibu lanjut (lebih dari 35 tahun pada 33% kasus) c. Kehamilan multipel d. Riwayat kelahiran sesar sebelumnya e. Insisi uterus f. Riwayat plasenta previa sebelumnya (insidennya adalah 12 kali lebih besar pada wanita dengan riwayat plasenta sebelumnya).

3. Patofisiologi Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001). 4. Manifestasi Klinis Tanda utama pada wanita yang mengalami plasenta previa adalah perdarahan berwarna merah terang per vaginam yang tidak menimbulkan nyeri selama trimester kedua atu ketiga. Perdarahan dapat berawal dari perdarahan bercak-bercak, atau dapat berawal dengan perdarahan masif. Yang sering, terjadi perdarahan yang tidak terkendali tidak akan terjadi pada episode perdarahan yang pertama. Kenyataannya, terdapat beberapa episode perdarahan sebelum terjadi kehilangan darah yang sangat membutuhkan intervensi cepat dan langsung serta terminasi kehamilan. Uterus biasanya akan tetap terasa lunak pada wanita ynag mengalami plasenta previa (Reeder, dkk, 2011). Menurut Arif Mansjoer (2001), manifestaasi klinis plasenta previa adalah: a. Pada anamnesis, terdapat perdarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa sebab, terutama pada multigravida pada kehamilan setelah 20 minggu. b. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan:

1) Pemeriksaan luar : bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, ada kalainan letak janin. 2) Pemeriksaan inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri eksternum. 5. Pemeriksaan Penunjang Menurut Arif Mansjoer (2001), pemeriksaan penunjang plasenta previa adalah: a. USG (Ultrasonography) USG untuk diagnosis pasti, yaitu menentukan letak plasenta. Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placenta tapi apakah placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan. b. Sinar X Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagianbagian tubuh janin. c. Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal. d. Pengkajian vaginal Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar. e. Amniocentesis Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin.

Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature. 6. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah terjadinya perdarahan hingga syok, anemia karena perdarahan, plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti asfiksia berat (Mansjoer, 2001). Menurut Sharon J. Reeder, dkk (2011), komplikasi plasenta previa adalah: a. Hemoragi b. Syok hipovolemik c. Trombositopenia d. Anemia e. Hemoragi pascapartum f. Ruptur uterus 7. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan medis Letak plasenta, jumlah perdarahan, dan usia gestasi janin merupakan faktor penentu dilakukannya intervensi medis. Tujuan penatalaksanaan media adalah untuk memastikan kelahiran bayi yang aterm tanpa komplikasi yang akan terjadi pada ibu dan bayinya. Penatalaksanaan konservatif merupak tindakan yang tepat ketika janin belum matur (menurut berat atu usia kehamilan < 36 minggu) dan perdarahan yang terjadi tidak berlebihan. Pada beberapa keadaan tertentu, tirah baring dan pengamatan ketat terhadap kesejahteraan ibu dan janinnya seringkali dapat mengehentikan perdarahan dan memberikan waktu yang cukup bagi janin untuk matur. Untuk memperpanjang usia gestasi pada pasien yang mengalami perdarahan pada trimester ketiga dan persalinan preterm, tokolisis dengan magnesium sulfat, terbutalin, atau ritodrin dapat

diberikan. Perencanaan persalinan dapat dilakukan ketika immaturitas janin telah dipastikan dengan amniosentesis, biasanya pada gestasi minggu ke-36 sampai minggu ke-3. Apabila janin telah memiliki ukuran dan usia gestasi yang cukup, apabila persalinan telah dimulai, atau apabila perdarahan telah cukup mengancam kesejahteraan wanita atau janin, pelahiran dapat dimulai. Pada keadaan darurat, pelahiran harus dilakukan tanpa melihat usia gestasi janin (Reeder, dkk, 2011). Pada semua kasus plasenta previa total atau pada lebih dari 30 % kasus plasenta previa sebagian, kelahiran sesaria adalah pelahiran yang dipilih. Prosedur kelahiran sesarea dilakukan dengan memakai anestesi inhalasi umum dan ringan. Persalinan per vaginam seringkali dapat dilakukan pada pada plasenta letak rendah, khusunya apabila bayi kecil dan serviks telah membuka sebagian. Pada beberapa keadaan ini, ahli obsetrik dapat meilih untuk memecahkan ketuban dengan harapan bahwa bagian terendah janin dapat memasuki panggul dan dapat mengontrol perdarahan dengan cara menekan area plasenta yang telah mengalami pemisahan (Reeder, dkk, 2011). b. Penatalaksanaan keperawatan Tindakan penatalaksanaannya harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas operasi. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk: 1) Tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak melakuukan sanggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut ( missal batuk, mengedan karena sulit buangg air besar. Pasang infus cairan NaCl fisiologis bila tidak memungkinkan. 2) Beri cairan peroral dan pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap lima belas menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau shock akibat pendarahan. pantau pula bjj dan pergerakan janin.bila terjadi renjatan, segera lakukan resuitasi cairan dan transfuse darah. bila tidak teratasi upayakkan penyelamatan optimal. bila teratasi perhatika

usia kehamilan. penaganan dirumah sakit dilakukan berdasarkan usia kehamilan bila terdapat renjatan usia gestasi dibawah tiga puluh tuju minggu taksiran berat janin dibawah 2500 gram maka : a) Bila pendarahan sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu, lalu lakukan mobilisasi bertahap. Beri kortikostiroid 12 mg intravena perhari selam 3 hari sesuai indikasi. b) Bila pendarahan berulang, lakukan PDMO. Bila ada kontraksi, tangani seperti persalinan preterm. Penentuan letak plasenta secara langsung baru dikerjakan bila fasilitas lain tidak ada dan dilakukan dalam keadaan siap operasi, disebut pemeriksaan dalam di atas meja operasi (PDMO). Caranya sebagai berikut : Perabaaan formiks. Hanya bermakna bila janin presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin kearah pintu atas panggul, perlahan-lahan raba seluruh formiks dengan jari. Perabaan lunak bila antara jari dan kepala terdapat plasenta. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, setelah pada perabaan formiks dicurigai adanya plasenta previa. Bila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan masukkan jari telunjuk kedalam kanalis servikalis untuk meraba kotiledon plasenta. Jangan sekali-sekali berusaha menyusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersinya. Bila tidak ada renjatan, usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin 2500 gr atau lebih, lakukan PDMO. Bila ternyata plasenta previa, lakukan persalinan perabdominan. Bila bukan, usahakan partus per vagina (Mansjoer, 2001). 8. Pencegahan Tidak ada cara untuk mencegah plasenta previa karena penyebab pasti dari plasenta previa belum diketahui. Yang harus dilakukan adalah mencoba menghindari faktor resiko terjadinya plasenta previa (Writer).

9. Prognosis Sampai beberapa tahun belakangan ini, plasenta previa dikaitkan dengan angka mortalitas ibu yang mencapai 10 %. Diagnosis dini dan metode penatalaksanaan yang semakin canggih telah dapat mengurangi gambaran ini. Walaupun demikian, plasenta previa tetap menciptakan masalah kesehatan bagi klien dan janin. Dua masalah utama bagi wanita yang mengalami plasenta previa adalah perdarahan dan sumbatan pada jalan lahir. Wanita juga beresiko tinggi mengalami hemoragi pascapartum, anemia, dan infeksi. Bagi janin, perhatian yang paling signifikan adalah prematuritas. Dalam uterus, janin dapat terganggu karena hipoksia yang diakibatkan oleh penurunan suplai oksigen karena adanya pemisahan plasenta. Retardasi pertumbuhan intrauterus dapat terjadi sebagai konsekuensi penurunan sirkulasindarah ke janin (Reeder,dkk, 2011). Dan dengan penanggulangan yang baik, kematian ibu akibat plasenta previa rendah sekali, atau tidak ada sama sekali (Mansjoer, 2001).

B. KONSEP KEPERAWATAN PLASENTA PREVIA 1. Pengkajian a. Sirkulasi 1) Anamnesa Terjadi perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terjadi secara tiba-tiba, tanpa sebab yang jelas dan perdarahan dapat berlangsung berulang. 2) Inpeksi Pada inspeksi dapat dijumpai perdarahan pervagina darah berwarna merah terang, encer sampai meggumpal, pada perdarahan yang banyak ibu tampak pucat dan anemis. b. Seksualitas 1) Palpasi abdomen Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di pintu atas panggul. Tidak jarang terjadi kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang. 2) Ultrasonogram Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat tidak dapat menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin dan tidak menimbulkan rasa nyeri. c. Pemeriksaan in spekulo Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum dari kelainan serviks dan vagina. 2. Diagnosa a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan komplikasi perdarahan pada awal masa kehamilan. b. Risiko infeksi berhubungan dengan kekurangan volume cairan yang berlebihan.

c. Ansietas

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan

mengenai

perubahan fisiologis dalam sistem reproduksi klien. d. Duka cita berhubungan dengan keguguran aktual atau keguguran yang akan terjadi. 3. Intervensi a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan komplikasi perdarahan pada awal masa kehamilan. Tujuan : volume cairan homeostatis.

Kriteria hasil : 1) Tanda vital normal 1) Klien tampak tenang Intervensi :

1) Ambil darah, periksa golongan, dan lakukan cross check. Rasional : Untuk memastikan kompabilitas darah. 2) Catat jumlah pembalut yang digunakan, perhatikan kuantitas, kualitas, dan konsistensi drainase. Rasional : Untuk mengkaji kehilangan darah. 3) Awasi asupan dan haluaran cairan Rasional : Untuk mengkaji hidrasi. 4) Jelaskan kemungkinan prosedur medis atau prosedur pembedahan yang mungkin dibutuhkan Rasional : Untuk mempersiapkan klien dan memberikan informasi yang tepat. b. Risiko infeksi berhubungan dengan kekurangan volume cairan yang berlebihan. Tujuan : Tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi. Intervensi :

1) Berikan health education pada klien tentang kebersihan perineum Rasional : Untuk mencegah timbulnya infeksi.

2) Hindari penggunaan tampon untuk mengendalikan perdarahan Rasional : Untuk mencegah infeksi karena penggunaan tampon dapat menjadi media tumbuh mikroorganaisme. 3) Sarankan peningkatan asupan cairan atau berikan cairan parenteral sesuai program. Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan cairan. 4) Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat alagetik sesuai program. Rasional : Untuk mencegah infeksi dan memastikan kenyamanan klien. c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai

perubahan fisiologis dalam sistem reproduksi klien. Tujuan : Ansietas klien berkurang dan dapat diatasi.

Kriteria hasil : Klien tampak tenang dan mampu menyebutkan tanda-tanda bahaya pada awal masa kehamilan dan tindakan yang harus dilakukan. Intervensi :

1) Berikan petunjuk pada klien mengenai tanda-tanda bahaya pada awal masa kehamilan dan tindakan yang sessuai indikasi. Rasional : Untuk mewaspadakan klien untuk segera mengambil tindakan yang tepat. 2) Pertahankan tirah baring dan atau pembatasan aktivitas fisik. Rasional : Untuk memastikan keselamatan ibu dan anak. 3) Pantau tanda-tanda vital janin sesuai indikasi. Rasional : Untuk mengkaji keselamatan dan kesejahteraan janin. 4) Berikan health education pada klien tentang patofisiologi penyakit dan penatalaksanaannya. Rasional : Untuk memberikan informasi mengenai penyakit klien.
5) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya. Rasional : Klien dan keluarganya akan mersa tenang dan dapat mengurangi rasa cemas.

d. Duka cita berhubungan dengan keguguran aktual atau keguguran yang akan terjadi. Tujuaan : Klien dapat mengatasi duka cita yang dialaminya.

Kriteria hasil : 1)Klien mampu mencurahkan perasaannya mengenai rasa berduka, marah, dan menyalahkan dirinya. 2)Klien menunjukkan pemahaman mengenai kemungkinan keguguran. Intervensi : perasaan

1) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan berduka, marah, dan meyalahkan diri. Rasional : Untuk mendukung proses berduka.

2) Berikan kesempatan pada klien untuk berada bersama dengan anggota keluarga yang mendukung klien. Rasional : untuk mendukung klien dan dengan keberadaan keluarga, rasa berduka klien dapat berkurang. 3) Berikan informasi berdasarkan fakta mengenai aborsi dan kemungkinan kapasitas sistem reproduksi yang akan datang. Rasional : Untuk memberikan informasi yang akurat. 4) Lakukan rujukan untuk melakuykan konselong genetik sesuai keperluan. Rasional : Untuk memberikan informasi guna keputusan yang tepat mengenai kehamilan yang akan datang. 4. Evaluasi a. Volume cairan klien homeostatis ditandai dengan tanda-tanda vital klien normal. b. Tidak terjadi infeksi ditandai dengan tanda vital klien normal dan tidak ditemukan tanda infeksi.

c. Ansietas klien berkurang dan dapat diatasi ditandai dengan klien tampak tenang dan mampu menyebutkan tanda-tanda bahaya pada awal masa kehamilan dan tindakan yang harus dilakukan. d. Klien mampu mengatasi duka citanya ditandai dengan klien mampu mencurahkan perasaannya mengenai rasa berduka, marah, dan

menyalahkan dirinya serta mampu menunjukkan pemahaman mengenai kemungkinan keguguran.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal atau berimplantasi abnormal terhadap segmen bawah rahim yang menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal, plasenta terletak pada korpus uteri. Penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, tetapi faktor predisposinya adalah meliputi usia ibu lanjut (lebih dari 3 tahun pada 33% kasus), multiparitas, kehamilan multipel, riwayat kelahiran sesar sebelumnya, insisi uterus, dan riwayat plasenta previa sebelumnya (insidennya adalah 12 kali lebih besar pada wanita dengan riwayat plasenta sebelumnya). Gejalanya berupa perdarahan per vaginam merah teran dan tidak terasa nyeri, abdomen lembek, tidak keras, relaksasi di anatara kontraksi, jika ada, serta DJJ stabil dan dalam batas normal. Untuk mediagnosis penyakit ini, jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah USG, sinar X, isotop scanning, amniocentesis, dan pengkajian vaginal. Ketika plasenta previa telah terjadi dan tidak ditangani dengan baik, maka dapat terjadi komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah terjadinya pendarahan hingga syok akibat pendarahan, anemia karena pendarahan, plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti asfiksia berat. Dan jika penanganannya baik, kematian ibu akibat plasenta previa rendah sekali atau bahkan tidak ada sama sekali. B. Saran Adapun saran penulis terhadap pembaca yaitu agar semakin memperluas wawasannya mengenai penyakit-penyakit maternal sehingga mampu memberikan tindakan yang sebaik-baiknya pada klien nantinya dengan bekal

pemahaman tentang berbagai penyakit yang telah dipelajari di mata perkuliahan ini, khususnya untuk penderita plasenta previa.

DAFTAR PUSTAKA

Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta: EGC. Leveno, Kenneth J, dkk. 2009. Obsetri William: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeusclapius. Reeder, Sharon J, dkk. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan wanita, Bayi & Keluarga. Jakarta: EGC. Setiawati, Dewi. 2011. Buku Saku Dasar-dasar Obsetri. Makassar: Alauddin University Press. Stright, Barbara R. Panduan Belajar: Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai