Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


GLOMERULONEPHRITIS AKUT POST STREPTOKOKUS (GNAPS)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya, tidak
jelas akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopologi tertentu pada
glomerolus. Di Amerika Serikat Glomerulonefritis merupakan penyebab terbanyak
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis
menempati urutan pertama sebagai penyebab PGTA dan meliputi 55% penderita yang
mengalami hemodialisis.

Glomerulonefritis dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu bentuk yang merata dan
bentuk yang fokal. Pada bentuk yang merata perubahan tampak pada semua lobulus
daripada semua glomerulus, sedangkan pada bentuk fokal hanya sebagian glomerulus yang
terkena, dari pada glomerulus yang terkena itu hanya tampak kelainan setempat (hanya
satu atau beberapa lobulus yang terkena).

Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan
faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi Streptococcus. Sindrom ini ditandai
dengan timbulnya oedem yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, GFR
menurun, insuffisiensi ginjal.

B. Tujuan

Tim diharapkan mengetahui :


1. Bagaimana Definisi, Epidemiologi dan Etiologi dari Glomerulonefritis Akut ?
2. Bagaimana Patofisiologi dari Glomerulonfritis Akut ?
3. Bagaimana Klasifikasi dari Glomerulonefritis Akut ?
4. Bagaimana Gejala Klinis dari Glomerulonefritis Akut ?
5. Bagaimana Aksep dari Glomerulonefritis Akut ?
6. Tim dapat mengetahui pemberian pelayanan dan tindakan lanjut pada anak dengan GNAPS.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh
suatu mekanisme imunologis.Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut)
mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
pathogenesis.

B. Epidemiologi
Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang
dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Pria lebih sering
terkena daripada wanita.
Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling sering pada
anak-anak usia sekolah.

C. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe
12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor
iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang
ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca
streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3
tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan
pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit
ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat
dikurangi.Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.

D. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.Diduga terdapat
suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam
darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan
trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang
terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel.Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein
dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-
antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan
sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi
PMN
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus.Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.Kompleks-kompleks ini mengakibatkan
kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera.Saat sirkulasi melalui
glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan
terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak
mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus.Pada pemeriksaan
mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau
gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4
dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut.Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Streptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi
plasmin.Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi
cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit.
Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara
sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika
kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel.Pada kasus
penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi
menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan
masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi
epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun
dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang
dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga
dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis
akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana
basalis ginjal.
E. Klasifikasi
1. Congenital (herediter).
a. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal
ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam
suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan
biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport.Gejala klinis yang
utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan
eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas
atas.Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak
terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
b. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.Gejala
proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi
beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada
hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis.
Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia)
tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis
lainnya.
2. Glomerulonefritis Primer.
a. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala
yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik
dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut
dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan
gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
b. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering
dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.Glomerulopati
membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak
dengan sindrom nefrotik.Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar
antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur
kurang dari 1 tahun.Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan
pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak
pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi
30%.
c. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik.Nefropati IgA juga sering
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan
sendi.Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan
ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik
biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi
misalnya olahraga dan imunisasi.
3. Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan
keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka
dan hipertensi.
Patoflow

Etiologi: Infeksi Merusak


Infeksi Streptokokus Glomerulus
Auto Imun

Permeabilitas
Glomerulus Meningkat
Sistem Imun Menurun

Proteinuria Masif

Resiko tinggi Infeksi

Hipoproteinemia
Hipoalbumin
Sintesa Protein
Hepar meningkat
Hipovolemia
Tekanan Onkotik
Plasma Menurun
Hiperlipidemia
Aliran darah ke Sekresi ADH
Ginjal Meningkat Vol Plasma Meningkat
Malnutrisi

Gangguan Re- Peningkatan Retensi


absorbsi Air & Natrium Renal Gangguan Nutrisi
Natrium
Pelepasan
Renin

EDEMA
Vasokonstriksi
Efusi Pleura

Gangguan Keseimbangan
Cairan: Lebih dari
kebutuhan Sesak
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam.Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang
anak datang dengan gejala berat.Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya.Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi
Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh
tubuh.Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema
yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang
mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi
edema dan azotemia.Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun
edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma
ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika
menjelang siang.Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus,
apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan
garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala
infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laju endap darah meninggi
b. Kadar Hb ↓ → karena hipervolemia (retensi garam dan lendir)
2. Pemeriksaan urin
a. Jumlah urin mengurang
b. Berat jenis meninggi
c. Hematoria mikroskopik → sel darah merah dan sedimen protein
d. Albumin (+)→ proteinuria
e. Eritrosit (++)
f. Leukosit (+)
g. Silinder leukosit
h. Eritrosit dan healin
i. Ureum dan kreatinin darah↑
j. Albumin serum dan komplemen serum (globulin beta – 1C) sedikit ↓
k. Titer anti-streptolisin umumnya miningkat kecuali kalau infeksi streptococcus yang
mendahuluinya hanya mengenai kulit saja.

H. Manajemen Terapi
Pengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan
vasodilator perifer (hidralasin, nifedipin).Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi
cairan dan hipertensi.Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka
pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu).Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan
gejala encelopati hipertensif memerlukan terapi anti hipertensi yang agresif, diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum dulu
tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid
(lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
Pemberian penicillin pada fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus
yang mungkin masih ada.
Pemberian antibiotika ini dianjurkan hanya untuk 10 hari.Pasien glomerulonefritis akut
dengan gagal ginjal akut memerlukan terapi yang tepat, pengaturan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Kortikosteroid dan imunosupresan tidak diberikan oleh karena tidak
terbukti berguna untuk pengobatan. Pada Fase akut diberikan
makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam (1g/hari).Makanan lunak
diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah
normal.Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

I. Penatalaksanaan
1. Istirahat selama 1-2 minggu
2. Modifikasi diet.
3. Pembatasan cairan dan natrium
4. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
5. Antibiotika.
6. Anti hipertensi
7. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
8. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau hemodialisa.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas atau istirahat : Gejala → keletihan, kelemahan, malaise
Tanda → kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
Tanda → hipertensi, distrimia jantung, nadi lemah atau halus, hipertensi ortostatik
(hipovolemia), 0edema jaringan umum, pucat, kecenderungan perdarahan
3. Eliminasi
Gejala → peruvbahan pola berkemih, Disuria, ragu-ragu, dororngan dan retensi
(inflamasi/obastruksi, infeksi), Obdomen kembung, diare/konstipasi
Tanda → perubahan warna urine ex : kuning pekat, merah, coklat, berawan Oliguria
(12 - 21 hari) , poliuria (25 L/ hari)
4. Makanan/cairan
Gejala → peningkatan BB ( oedema),Mual, muntah, anoreksia, Penggunaan diuretic
Tanda →perubahan turgo kulit/kelembaban, oedeam (umum, bagian bawah).
5. Neurosensori
Gejala → sakit kepala, penglihatan kabur
Tanda → penurunan tingkat kesadaran., kejang, faskikulasi otot aktivitas kejang
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala → nyeri tubuh, sakit kepela
Tanda→ perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
7. Pernapasan
Gejala → nafas pendek
Tanda → takipnea, dfispnea, batu produktif dengan sputum kental merah mudah
(Oedema paru)
8. Keamanan
Gejala → adanya reaksi tranfusi
Tanda → demam (sepsi, dehidrasi), Petekie, area kulit ekimosis, Pruritis, kulit kering
B. Diagnosa
1. Kelebihan voleme cairan b/d penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi
cairan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut
3. Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan
4. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis
5. Gangguan harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh

C. Intervensi

NO Intervensi Rasional
1 DX I : 1. Pengkajian merupakan
a. Kaji status cairan : dasar dan data dasar
 Timbang berat badan tiap hari berkelanjutan untuk
 Keseimbangan massukan dan haluara memantau perubahan dan
 Turgorr kulit dan adanya oedema mengevaluasi intervensi
 Distensi vena leher 2. Pembatasan cairan akan
 Tekanan darah denyut dan irama nadi menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urin dan respon
b. Batasi masukan cairan:
terhadap terapi
1. Identifikasi sumber potensial cairan :
3. Sumber kelebihan cairan
 Medikasi dan cairan yang
yang tidak di ketahui dapat
digunakan untuk pengobatan :
didentifikasi
oral dan intravena
4. Pemahaman meningkatkan
 Makanan
kerja sama pasien dan
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga
keluarga dalam pembatasan
rasional pembatasan
cairan
3. Bantu pasien dalam menghadapi 5. Penyamanan pasien
ketidaknyamanan akibat pembatasan meningkatkan kepatuhan
cairan terhadap pembatasan diet
4. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dan 6. Hygiene oral mengurangi
sering kekeringan mambran mukosa
mulut

2 DX II : 1. Menyediakan data dasar


1. Kaji status nutrisi :
untuk memantau perubahan
o Perubahan berat badan
dan mengevaluasi intervensi
o Pengukuran antrometrik
2. Pola diet dahulu dan sekarang
o Nilai laboratorium (elektron serum,
dapat di pertimbangkan dalam
BUN, kreatinin, protein, transferin, dan
menyusun menu
kadar besi)
3. Menyediakan informasi
2. Kaji pola diet nutrisi pasien :
mengenai faktor lain yang
 Riwayat diet
dapat di ubah/dihilangkan
 Makanan kesukaan
untuk meningkatkan
 Hitung kalori
3. Kaji foktor yang berperan dalam merubah masukkan diet
mesukan nitrisi : 4. Mendorong peningkatan

 Anoreksia, mual/muntah, masukkan diet

 Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien 5. Protein lengkap diberikan

 Depresi untuk mencapai

 Kurang memahami pembatasan diet keseimbangan nitrogen yang

 Stomatitis diperlukan untuk


4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam pertumbuhan dan
batas – batas diet
penyembuhan
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung
6. Untuk memantau status cairan
nilai biologis tinggi seperti : telur, pruduk susu,
daging. dan nutrisi.
6. Timbang berat badan tiap hari.

3 DX III : 1. Merupakan instruksi dasar


untuk penjelasan dan
1. Kaji pemahaman mengenal penyebab GNA,
penyuluhan lebih lanjut
konsekuensinya dan penanganannya
2. Pasien dapat belajar tentang
2. Jelskan fungsi renal dan konsekuensi GNA
GNA dan penanganan setelah
sesuai dengan tingkat pemehaman dan kesiapan
mereka siap untuk memahami
pasien untuk belajar
dan menerima diagnosis dan
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara – cara
konsekuensinya.
untuk memahami berbagai perubahan akibat
3. Pasien dapat melihat bahwa
penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
kehidupannya tidak harus
hidupnya.
berubah akibat penyakit
4. Sediakan informasi tertulis maupun secara oral
4. Pasien memiliki informasi
dengan tepat tentang :
yang dapat di gunakan untuk
o Fungsi dan kegagalan renal
klasifikasi selanjutnya
o Pembatasan cairan dan diet
dirumah
o Medikasi
o Melaporkan masalah tanda dan gejala
o Jadwal tindak lanjut
o Sumber di komunitas
o Pilihan terapi

4 DX IV : 1. Menyediakan informasi
tentang indikasi tingkat
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan : keletihan
o Anemia 2. Meningkatkan aktivitas
o Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit ringan/sedang dan
o Retensi produk sampah memperbaiki harga diri
o Depresi 3. Mendorong latihan dan
akrtivitas dalam batas – batas
2. tingkatkan kemandirian dalam aktivitas yang dapat ditoleransi dan
perawatan diri yang dapat di toleransi, bantu jika istirahatkan yang adekuat
keletihan terjadi 4. Istirahat yang adekuat di
3. anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat anjurkan setelah dialisis, yang
4. anjurkan untuk istirahat setelah dialisis bagi banyak pasien sangat
melelahkan

5 DX V : 1. Menyediakan data tentang


masalah pada pasien dan
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga
keluarga dalam
terhadap penyakit dan penanganan.
menghadapiperubahan dalam
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota
hidup
keluarga terdekat
2. Penguatan dan dukungan
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
terhadap pasien didetifikasi
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan
3. Pola koping yang telah efektif
yang terjadi akibat penyakit dan penanganan :
dimasa lalu mungkin
o Perubahan peran
potensial destruksi ketika
o Perubahan gaya hidup
memandang pembatasan yang
o Perubahan dalam pekerjaan
ditetapkan akibat penyakit
o Perubahan seksual
dan penanganan
o Ketrgantungan pada tim tenaga
4. Pasien dapat mengidentifikasi
kesehatan
masalah dang langkah –
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain
langkahyang diperlukan untuk
selain hubungan seksual
menghadapinya,
6. Diskusi peran memberi dan menerima cinta,
5. Benuk alternatif ekspresi
kehangatan, dan kemesraan.
seksual dapat diterima,
6. Seksualitas mempunyai arti
yang berbeda bagi tiap
individu, tergantung pada
tahap maturitasnya.s
BAB IV
STUDI KASUS

I. Pengkajian
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : An. A.B
2. Umur : 13 Tahun
3. Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar
4. Pekerjaan Orangtua : Karyawan Swasta (Ayah)/Ibu Rumah Tangga (Ibu)
5. Alamat : Pondok Aren Tangerang Selatan
6. Tanggal Masuk : 20/09/2017
7. Diagnosa Medis : Glomerulo Nephritis Akut Paska Streptokokkus (GNAPS)
B. Keluhan Utama
Klien rujukan dari RS Pondok Indah Bintaro dengan keluhan pusing, riwayat kejang 3
kali (post rawat dari RS Sari Asih Ciledug); tampak bengkak di muka (seperti sembab)
dan kelopak mata tampak edema disertai pitting pada kedua tungkai bawah. Klien
dirujuk ke RSPB untuk follow up perawatan dengan dokter nephrology anak (Dr. Eka
Laksmi, Sp.A). Di RSPI Bintaro, klien ada hipertensi dengan tekanan darah 164/112
mmHg, Demam 38.2 C dan Edema Anasarka dengan nilai balance cairan +1200 ml.
C. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Menurut ibu klien, selama ini anaknya tidak pernah dirawat dan tidak pernah ada
riwayat kejang sebelumnya saat kecil atau bayi. Anaknya hanya sering batuk pilek,
riwayat batuk lama tapi sudah diobati. Menurut ibu klien, anaknya saat ini ada keluhan
batuk sudah 2 minggu, tetapi tidak dapat keluar dahak.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Bentuk mesocephal; konjungtiva pucat; edema palpebral, tidak ada napas cuping
hidung; napas spontan. Tampak facial edema. Menurut ibu klien, bengkak di wajah
sudah jauh berkurang daripada saat dirawat di RS Pondok Indah Bintaro.
2. Leher
Tidak terdapat distensi vena jugularis. Teraba pembengkakan kelenjar getah bening
(KGB).
3. Dada
Suara napas vesikuler; Bunyi jantung normal S1-S2, Gallop tidak ada; Wheezing
tidak ada; Ronchi terdengar di kedua lapang paru; Ekspansi dada simetris. An. AB
tampak batuk-batuk saat dilakukan pemeriksaan.
4. Abdomen
Abdomen teraba supel; tidak terdapat nyeri Mc Burney
5. Inguinalis
Tidak teraba adanya pembesaran KGB. Saat ditanyakan kepada ibu klien apakah
skrotum anak tampak membengkak, ibu klien menjawab tidak ada.
6. Ekstremitas
a. Ekstremitas Atas
Kedua lengan aktif, tonus otot kuat. Tidak terdapat kelemahan gerak.
Tangan kiri terpasang IV-Cath 22 dengan infus KaEn 1B 1000 ml/24 Jam.
IV-Cath terpasang baik, tidak ada tanda phlebitis.
b. Ekstrimitas Bawah
Kedua tungkai aktif, mobilisasi jalan. Tonus otot kuat. Tidak ada kelemahan
gerak. Terdapat pitting edema di kedua tungkai.
7. Pola Fungsional
a. Pola Eliminasi
BAB normal, tidak ada konstipasi. Feses konstipasi lembek, warna
kecoklatan. BAK hari ini banyak, sejak masuk UGD, klien sudah BAK 4x
dengan total urin sejak pagi pukul 7.00 hingga pukul 14.00 ± 2400 ml.
Warna urine jernih. Tidak terdapat hematuria.
b. Pola Aktivitas dan Bermain
Klien berusia 13 tahun, saat ini bersekolah di sekolah menengah pertama
kelas 7. Selama dirawat sejak hari senin di RS Sari Asih (18/9/2017) sampai
dengan hari ini, klien merasa jenuh dan ingin pulang. Klien juga
mengungkapkan ingin segera sekolah karena sebentar lagi ujian tengah
semester. Menurut ibu klien, anaknya selalu tampak murung karena
sebelumnya tidak pernah dirawat.
Untuk anak seusia klien, masa perkembangannya saat ini adalah berada
pada tahap remaja awal, dimana karakteristik anak pada tahap ini bermain
dan menghabiskan masa remaja bersama teman sebayanya (Peer Group).
Menurut ibunya, An. AB biasanya menghabiskan waktu sepulang sekolah
dengan bermain Futsal dan Basket.
c. Pola Nutrisi dan Cairan
Selama dirawat, An. AB makan hanya ½ Porsi; hari ini total intake
(Minum+Makan) adalah 1950 ml.
8. Pemeriksaan Antropometri dan Tanda Vital
a. Data Antropometri
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 50 kg
(saat sakit)
IMT (Index Massa Tubuh) = 50 : (1.62)2  19.6 (IMT Normal/Ideal)
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran Composmentis; dengan GCS 15 (E.4/ V.5/ M.6)
Suhu : 36.7 0 Celcius
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 108 x/menit
RR : 18 x/menit
Skala nyeri 4 (NRS)
Klien mengeluh pusing/sakit kepala. Dilakukan pengkajian nyeri:
P: Nyeri dirasakan sejak awal dirawat di RS Sari Asih.
Nyeri dirasakan terutama saat bangun dari tempat tidur
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Nyeri dirasakan di kepala belakang menjalar sampai seluruh kepala
S: Skala 4 (NRS)
T: Nyeri hilang timbul
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil CT Scan dari RS Pondok Indah Bintaro
Kesan : Encephalitis
2. Hasil Laboratorium
a. Lab Hematologi dari RS Sari Asih (19/9/2017)
Hemoglobin 12.2 g/dl
Lekosit 10,800 /UL
LED 28 mm
Hematokrit 36 UL
Trombosit 432 ribu
Neutrofil Segmen 88%
Eosinofil 0%
Limfosit 7%
b. Hasil lab dari RSPI Bintaro (19/9/2017)
Natrium 139 mEq/L
Kalium 3.1 mEq/L
Chlorida 110.1 mEq/L
Glukosa 77 mg/dl
Ureum 19 mg/dl
Kreatinin 1.15 mg/dl
e.GFR 58.5 (Nilai rujukan normal > 75)
Salmonella IGM 0
CRP < 0.5 mg/dl
NS1 Dengue Negatif
c. Hasil lab dari RS Premier Bintaro (20/9/2017)
Albumin 3.1 gr/dl
Serology ASTO Positif (Titer 800)
Hasil urinalisa: Analisa urine lengkap
Lekosit esterase Negative
Protein +1
Glucose Negatif
WBC 2-4
RBC 8-10
Epitelial Cells +1
Bacteria +1
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Occult Blood +2
Urobilinogen 0.2
Nitrit Negative

*Klien sedang lab faktor komplemen C3-C4 untuk evaluasi apakah terdapat
faktor autoimun
F. Penatalaksanaan Medis
1. IVFD : KaEn 1B 1000 ml/24 Jam
2. Terapi:
a) Amlodipine 5 mg 1 x 1(PO)
b) Lasix (Furosemide)
 Diberikan 40 mg (Ekstra) di UGD pukul 05.00
 Terapi rutin 2 x 20 mg (IV Bolus)
c) Sanmol Drip 3 x 500 mg (IV Drip)  PRN Therapy
II. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
1. Menurut ibu klien, selama ini 1. Resume perawatan di RSPI Bintaro:
anaknya tidak pernah dirawat, Klien dengan Edema anasarka, balance
tidak ada riwayat kejang saat cairan +1200 ml, Demam 38.2 C dan
kecil/bayi, anaknya hanya Hipertensi 162/112 mmHg. Pro
sring batuk pilek, riwayat perawatan lebih lanjut dengan
batuk lama tapi sudah diobati. Nephrolog anak
Saat ini ada keluhan batuk 2. Hasil pemeriksaan fisik:
sudah 2 minggu, tetapi tidak  Konjungtiva pucat
dapat keluar dahak  Edema palpebral dan fasial
2. Klien mengatakan jenuh dan  Pembesaran KGB di leher
ingin pulang. Menurut ibu  Klien tampak batuk-batuk
klien, anaknya selalu tampak  Pitting edema di kedua tungkai
murung karena sebelumnya  Skrotum tidak membengkak
belum pernah dirawat  Ronchi +/+
3. Menurut ibunya, anak AB 3. BAK Total 4x dengan total urine ± 2400
biasanya menghabiskan ml (sejak 1 shift pagi). Urine jernih dan
waktu sepulang sekolah tidak ada hematuria
dengan bermain basket dan 4. Anak AB makan habis ½ porsi dengan
futsal total intake pada 1 shift pagi 1950 ml
4. Klien mengeluh sakit kepala 5. An. AB mengalami kecemasan akibat
(Nyeri/Pusing), dengan hospitalisasi; masa perkembangan saat
pengkajian nyeri sebagai ini berada pada tahap remaja awal
berikut: dimana pada masa ini anak
 P: Nyeri dirasakan menghabiskan waktu dengan teman
sejak awal dirawat di sebaya (Peer group)
RS Sari Asih. Nyeri 6. Data Antropometri: TB 162 cm/BB 50
dirasakan terutama kg (saat sakit) . IMT 19.6 (Normal)
saat bangun dari 7. Tanda-tanda vital:
tempat tidur
 Q: Nyeri seperti Suhu 36.7 0 Celcius
ditusuk-tusuk Tekanan darah 100/60 mmHg
 R: Nyeri dirasakan di Nadi 108 x/menit
kepala belakang RR 18 x/menit
menjalar sampai 8. Hasil pemeriksaan diagnostic
seluruh kepala  CT Scan: Kesan encephalitis
 S: Skala 4  Hasil lab:
 T: Nyeri hilang timbul Hb 12.2
Leko 10.8
5. Ibu klien mengatakan kondisi LED 28
anak sudah membaik, tidak Ht 36
Tr 432
ada kejang. Keluhan bengkak Na 139
juga sudah berkurang K 3.1
Cl 110.1
6. Ibu klien meminta rujuk dari GDS 77
RSPI Bintaro ke RS Premier Ureum 19
Creatinin 1.15
Bintaro untuk follow up e.GFR 58.5
dengan nephrology anak CRP < 0.5
ASTO (+) Titer 800
Albumin 3.1
UL: Occult Blood +2 & Bacteria
+1
III. Data Fokus
Analisa Data (DS & DO) Problem Etiologi
Data Subyektif: Nyeri Peningkatan Tekanan
Pembuluh Darah
Klien mengeluh sakit kepala (Nyeri/Pusing),
Kepala e.c Encephalitis
dengan pengkajian nyeri sebagai berikut:
 P: Nyeri dirasakan sejak awal
dirawat di RS Sari Asih. Nyeri
dirasakan terutama saat bangun
dari tempat tidur
 Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
 R: Nyeri dirasakan di kepala
belakang menjalar sampai
seluruh kepala
 S: Skala 4
 T: Nyeri hilang timbul
Data Obyektif:
1. Hasil pengukuran TTV:
Suhu 36.7 0 Celcius
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi 108 x/menit
RR 18 x/menit
2. Hasil CT Scan: Kesan Encephalitis

Data Subyektif: Gangguan Perubahan mekanisme


Keseimbangan pengaturan cairan
1. Ibu klien mengatakan kondisi anak
cairan: Lebih dari akibat kondisi GNAPS
sudah membaik, tidak ada kejang.
kebutuhan tubuh (Glomerulonephritis
Keluhan bengkak juga sudah berkurang
Akut Paska
2. Ibu klien meminta rujuk dari RSPI
Streptokokkus)
Bintaro ke RS Premier Bintaro untuk
follow up dengan nephrology anak
Data Obyektif:
1. Resume perawatan di RSPI Bintaro:
Klien dengan Edema anasarka, balance
cairan +1200 ml, Demam 38.2 C dan
Hipertensi 162/112 mmHg. Pro
perawatan lebih lanjut dengan
Nephrolog anak
2. Hasil pemeriksaan fisik:
 Konjungtiva pucat
 Edema palpebral dan fasial
 Pembesaran KGB di leher
 Klien tampak batuk-batuk
 Pitting edema di kedua tungkai
 Skrotum tidak membengkak
 Ronchi +/+
3. TB 162 cm / BB 50 kg; IMT 19.6 (IMT
Normal)
4. Hasil lab:
Hb 12.2
Leko 10.8
LED 28
Ht 36
Tr 432
Na 139
K 3.1
Cl 110.1
GDS 77
Ureum 19
Creatinin 1.15
e.GFR 58.5
CRP < 0.5
ASTO (+) Titer 800
Albumin 3.1
UL: Occult Blood +2 & Bacteria +1

Data Subyektif: Resiko terjadinya Proses


kejang berulang peradangan/penyebaran
Menurut ibu klien, selama ini anaknya tidak
infeksi dan gangguan
pernah dirawat, tidak ada riwayat kejang saat
sistem thermoregulasi
kecil/bayi, anaknya hanya sring batuk pilek,
e.c GNAPS
riwayat batuk lama tapi sudah diobati. Saat ini
ada keluhan batuk sudah 2 minggu, tetapi tidak
dapat keluar dahak

Data Obyektif:
1. Klien rujukan dari RS Pondok Indah
Bintaro dengan keluhan pusing, riwayat
kejang 3 kali (post rawat dari RS Sari
Asih Ciledug); Di RSPI Bintaro, klien
ada hipertensi dengan tekanan darah
164/112 mmHg, Demam 38.2 C dan
Edema Anasarka dengan nilai balance
cairan +1200 ml
2. CT-Scan Kepala: Encephalitis
3. Hasil Lab:
Ureum 19
Creatinin 1.15
e.GFR 58.5
CRP < 0.5
ASTO (+) Titer 800
Albumin 3.1
4. Kesadaran CM, GCS 15

Data Subyektif: Cemas Efek Hospitalisasi


1. Klien mengatakan jenuh dan ingin
pulang. Menurut ibu klien, anaknya
selalu tampak murung karena
sebelumnya belum pernah dirawat
2. Menurut ibunya, anak AB biasanya
menghabiskan waktu sepulang sekolah
dengan bermain basket dan futsal

Data Obyektif:
1. Pengkajian Tumbang pada An. AB:
Untuk anak seusia klien, masa
perkembangannya saat ini adalah berada
pada tahap remaja awal, dimana
karakteristik anak pada tahap ini
bermain dan menghabiskan masa remaja
bersama teman sebayanya (Peer Group).
2. Anak tampak murung dan Jenuh

IV. Prioritas Masalah Keperawatan


1. Gangguan keseimbangan cairan: Lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan mekanisme pengaturan cairan akibat kondisi GNAPS
(Glomerulonephritis Akut Paska Streptokokkus)
2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan pembuluh darah kepala e.c
Encephalitis
3. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan Proses
peradangan/penyebaran infeksi dan gangguan sistem thermoregulasi
4. Cemas berhubungan dengan efek hospitalisasi
V. Nursing Care Plan
No Dx. Keperawatan Tujuan dan Rencana tindakan Rasional
Kriteria Hasil
1. Gangguan Setelah 1. Monitor TTV 1. Mengetahui
keseimbangan cairan: dilakukan secara berkala perubahan klien
Lebih dari kebutuhan tindakan 3 x 24 2. Pantau intake secara berkala
tubuh berhubungan jam, masalah dan output klien 2. Melihat kondisi
dengan perubahan keperawatan setiap shift keseimbangan
mekanisme akan teratasi 3. Timbang BB cairan klien dan
pengaturan cairan dengan kriteria Klien/hari menghindari kondisi
akibat kondisi hasil: 4. Kolaborasi dehidrasi
GNAPS - TTV dalam pemberian 3. Mengetahui
(Glomerulonephritis batas normal therapy diuretic: perkembangan klien
Akut Paska - Albumin Lasix sesuai untuk mengukur
Streptokokkus) Normal program kebutuhan klien
- Tercapainya 5. Pantau hasil lab 4. Mengevaluasi
Keseimbangan secara berkala efektifitas therapi
cairan sesuai
kebutuhan tubuh

2. Nyeri berhubungan Setelah 1. Lakukan 1. Mengobservasi


dengan peningkatan dilakukan pengkajian nyeri perkembangan
tekanan pembuluh tindakan selama dan re terhadap keluhan
darah kepala e.c 1x24 jam, assessment nyeri klien
Encephalitis keluhan nyeri 2. Monitor TTV 2. Mengetahui
berkurang setiap shift atau kondisi/perubahan
dengan kriteria setiap jam jika keadaan
hasil: nyeri persisten 3. Mengurangi keluhan
-TTV dalam 3. 3. Ajarkan nyeri
batas normal teknik relaksasi
-Skala nyeri dengan Napas
berkurang s.d 0 dalam dan
-Klien dapat Distraksi dengan
melakukan ADL melakukan
kegiatan yang
disukai klien

3. Risiko terjadinya Setelah 1. Monitor TTV 1. Mengidentifikasi


kejang berulang dilakukan secara berkala perkembangan
berhubungan dengan tindakan selama setiap shift kondisi klien
Proses 3 x 24 jam, 2. Anjurkan klien 2. Menjaga
peradangan/penyebar diharapkan istirahat cukup kenyamanan klien
an infeksi dan masalah risiko dan batasi 3. Menghindari
gangguan sistem kejang berulang aktivitas klien terjadinya kejang
thermoregulasi tidak menjadi
actual dengan 3. Kolaborasi untuk 4. Menilai kondisi
kriteria hasil: pemberian neurologis secara
-TTV dalam antipiretik jika pasti dan
batas normal klien mulai menghindari
-Hasil lab dalam demam komplikasi
batas normal 4. Kolaborasi DPJP
-Kesadaran CM untuk follow up
Neurolog anak

4. Cemas berhubungan Setelah 1. Kaji tingkat 1. Mengidentifikasi


dengan efek dilakukan kecemasan klien kecemasan klien
hospitalisasi tindakan 2. Ajarkan teknik 2. Membantu klien
keperawatan relaksasi dan untuk mengubah
selama 2 x 24 lakukan distraksi mood dan
jam, masalah dengan mendapatkan
keperawatan melakukan perhatian
teratasi dengan kegiatan yang 3. Membantu
kriteria hasil: disukai klien menurunkan
-Klien tampak 3. Dorong dan kecemasan akibat
rileks libatkan keluarga lingkungan yang
-Klien untuk asing karena
menunjukan mendampingi hospitalisasi
ADL yang aktif klien
-Koping 4. Ajak
mekanisme saudara/sibling
konstruktif atau peer group
untuk
mengunjungi
klien
VI. Implementasi & Evaluasi
Tgl & Jam No. Catatan Perkembangan Evaluasi (SOAP) Paraf
Dx dan
Nama
20/9/2017 I 1. Memonitor TTV secara S:
18.00 berkala Ibu klien mengatakan
2. Melakukan pemantauan kondisi anaknya saat
intake dan output klien ini sudah membaik.
setiap shift Kelopak mata sudah
3. Menimbang BB Klien/hari tidak begitu bengkak
4. Berkolaborasi untuk O:
memberikan therapy -BB 48 Kg (Turun 1.8
diuretic: Lasix sesuai kg)
program -Intake dlm 24 Jam
5. Memantau hasil lab secara 2450 ml
berkala -Output dalam 24 Jam
2700 ml
Balanca – 250 ml
A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
20/9/2017 II 1. Melakukan pengkajian S:
18.30 nyeri dan re assessment Klien mengatakan
nyeri setelah beristirahat
2. Memonitor TTV setiap dan tidur siang,
shift atau setiap jam jika keluhan sakit kepala
nyeri persisten berkurang. Skala
3. Mengajarkan teknik nyeri 2
relaksasi dengan Napas O:
dalam dan Distraksi Suhu 36.4 C
dengan melakukan Nadi 102 x/mnt
kegiatan yang disukai TD 110/70 mmHg
klien RR 18 x/mnt
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi
Keperawatan
dihentikan
20/09/2017 III 1. Memonitor TTV secara S: -
19.35 berkala setiap shift O:
2. Menganjurkan klien -Klien tenang
istirahat cukup dan batasi -Kesadaran CM
aktivitas klien -Suhu Afebris
3. Berkolaborasi untuk -Dari DPJP belum
pemberian antipiretik jika perlu follow up
klien mulai demam Neuro, Tunggu hasil
4. Berkolaborasi dengan lab C3-4
DPJP untuk follow up A:
Neurolog anak Masalah teratasi
P:
Intervensi
Keperawatan
dihentikan
20/9/2017 IV 1. Mengkaji tingkat S:
20.00 kecemasan klien Klien menanyakan
2. Mengajarkan teknik selalu kapan bisa
relaksasi dan lakukan pulang
distraksi dengan O:
melakukan kegiatan yang -Klien banyak
disukai klien menghabiskan waktu
3. Mendorong dan libatkan utk bermain gadget
keluarga untuk -Klien tampak
mendampingi klien murung dan ekspresi
4. Menganjurkan untuk jenuh
mengajak saudara/sibling -Selama dirawat klien
atau peer group untuk ditunggu Ibu dan
mengunjungi klien Saudara kandungnya
A:
Masalah belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
VII. Implementasi & Evaluasi
Tgl & Jam No. Catatan Perkembangan Evaluasi (SOAP) Paraf
Dx dan
Nama
21/9/2017 I 1. Memonitor TTV S:
18.00 secara berkala Ibu klien mengatakan
2. Melakukan kondisi anaknya saat
pemantauan intake ini sudah membaik.
dan output klien Kelopak mata sudah
setiap shift tidak begitu bengkak
3. Menimbang BB O:
Klien/hari -BB 48 Kg (Turun 1.8
4. Berkolaborasi kg)
untuk -Intake dlm 24 Jam
memberikan 2450 ml
therapy diuretic: -Output dalam 24 Jam
Lasix sesuai 2700 ml
program Balanca – 250 ml
5. Memantau hasil lab A:
secara berkala Masalah teratasi
sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
21/9/2017 II 1. Melakukan pengkajian S:
18.30 nyeri dan re assessment Klien mengatakan
nyeri setelah beristirahat
2. Memonitor TTV setiap dan tidur siang,
shift atau setiap jam jika keluhan sakit kepala
nyeri persisten berkurang. Skala
3. Mengajarkan teknik nyeri 2
relaksasi dengan Napas O:
dalam dan Distraksi Suhu 36.4 C
dengan melakukan Nadi 102 x/mnt
kegiatan yang disukai TD 110/70 mmHg
klien RR 18 x/mnt
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi
Keperawatan
dihentikan
20/09/2017 III 1. Memonitor TTV secara S: -
19.35 berkala setiap shift O:
2. Menganjurkan klien -Klien tenang
istirahat cukup dan batasi -Kesadaran CM
aktivitas klien -Suhu Afebris
3. Berkolaborasi untuk -Dari DPJP belum
pemberian antipiretik jika perlu follow up
klien mulai demam Neuro, Tunggu hasil
4. Berkolaborasi dengan lab C3-4
DPJP untuk follow up A:
Neurolog anak Masalah teratasi
P:
Intervensi
Keperawatan
dihentikan

20/9/2017 IV 1. Mengkaji S:
20.00 tingkat Klien menanyakan
kecemasan selalu kapan bisa
klien pulang
2. Mengajarkan teknik O:
relaksasi dan -Klien banyak
lakukan distraksi menghabiskan waktu
dengan melakukan utk bermain gadget
kegiatan yang -Klien tampak
disukai klien murung dan ekspresi
3. Mendorong dan jenuh
libatkan keluarga -Selama dirawat klien
untuk ditunggu Ibu dan
mendampingi klien Saudara kandungnya
4. Menganjurkan untuk A:
mengajak Masalah belum
saudara/sibling atau teratasi
peer group untuk P:
mengunjungi klien Lanjutkan intervensi
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu
(infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7 thn dan pada
anak pria lebih banyak. Penyakit sifilis, keracunan, penyakit amiloid, trombosis vena
renalis, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju endap darah meninggi, Hb
menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin
mengurang, berat jenis meninggi, hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit (++),
leukosit (+), silinder leukosit, ureum dan kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini,
klien harus istirahat selama 1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah
protein dan bila anuria, maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan
adalah oliguria, ensefalopati hipertensi, gangguan sirkulasi serta anemia.

B. SARAN
Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari penyakit
Glomerulonephritis Akut, serta mampu meningkatkan pelayanan kesehatan terama pada
penyakit GNA. Selain itu juga, perawat haruslah memahami dan menjelaskan secara rinci
mengenai tujuan medis, tata cara yang akan di lakukan dan resiko yamg akan mungkin
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2.Jakarta : EEC


Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC
Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC
Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 1 .Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai