Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24

jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non straumatik. Stroke non

hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis


serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi

hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

2. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan

proses patologik (kausal):


a. Berdasarkan manifestasi klinis

1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

akan menghilang dalam waktu 24 jam.


2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological

Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama

dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.


3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.


4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.


b. Berdasarkan kausal

1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh

darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik

terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan


darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya

kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan


pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke

pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.

2) Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau

lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh


darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan

nutrisi ke otak

3. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan

oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada

tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya

kematian neuron dan infark serebri.


1. Emboli

a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat


berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus

yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan


dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan

gangguan pada katup mitralis.


3) Fibrilasi atrium

4) Infarksio kordis akut


5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung


miksomatosus sistemik

c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:


1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.


3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli

kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,


katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,

kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3


persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di

antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.


2. Thrombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah


besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk

sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang


paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah

distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat


menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan

resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan


platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle


sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses

yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan


terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,

arteritis).

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari stroke adalah :

a. Kehilangan motoric
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu

sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia


b. Kehilangan komunikasi

Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)


atau afasia (kehilangan berbicara).

c. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan

penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan


kehilangan sensori.

d. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).


e. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,

inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari


kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut

(dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:

a. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,

gangguan penglihatan
c. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
d. Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

Hemisfer kiri Hemisfer kanan

1. Mengalami hemiparese kanan 1. Hemiparese sebelah kiri tubuh

2. Perilaku lambat dan hati-hati 2. Penilaian buruk


3. Kelainan lapan pandang kanan 3. Mempunyai kerentanan

4. Disfagia global terhadap sisi kontralateral


5. Afasia sehingga memungkinkan

6. Mudah frustasi terjatuh ke sisi yang


berlawanan tersebut

4. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya

dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan


bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:

a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran


darah.

b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan


perdarahan aterm.

c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.


d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau

menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.


Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

a. Keadaan pembuluh darah.


b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran

darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak


menjadi menurun.

c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak


yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan

perfusi otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena

lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.


Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,

perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum


(Hypoksia karena gangguan paru dan

jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting terhadap


otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku

pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh

darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thro
mbosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang

sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan


penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka

waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah

satunya cardiac arrest.


5. Pathway

Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Peningkatan Trombus/ emboli di serebral


Vesospasamearte
tekanan sistemik
ri serebral/ saraf
serebral Suplai darah ke jaringan
Aneurisma serebral tidak adekuat
Perfusi jaringan serebral
Iscemic/ infark
tidak adekuat
Perdarahan
arkhnoid/ventrikel
Defisit neurologi Hemifer kiri

Hematoma serebral
Hemisfer kanan Hemiparese/ plegi
kanan
PTIK/ Herniasi Hemiparase/
serebral plegi kiri

Area
grocca
Penurunan Defisit Gangguan
kesadaran perawatan mobilitas
Penekanan
saluran diri fisik
pernapasan

Pola napas Kerusakan Fungsi Kerusakan


tidak efektif N. VII dan N. XII integritas kulit

Gangguan komunikasi
Kurang
verbal
Pengetahuan

Resiko aspirasi Resiko trauma Resiko jatuh


6. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebral

Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi


arteri.

b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,

melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).


c. CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,


adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)


Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar

terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.

e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak

dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.

f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna


likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)


3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
4) Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian

berangsur-rangsur turun kembali.


5) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu

sendiri.

7. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,

komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:


a. Berhubungan dengan immobilisasi è infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.


b. Berhubungan dengan paralisis è nyeri pada daerah punggung, dislokasi

sendi, deformitas dan terjatuh


c. Berhubungan dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.

d. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol

respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.


ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,

nomor register, diagnose medis.


b. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,


dan tidak dapat berkomunikasi.

c. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien

sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah


bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh

badan atau gangguan fungsi otak yang lain.


d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat


trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti

koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.


e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes


militus.
Pengkajian Primer

1) Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk.


2) Breathing.

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan


yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.

3) Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,

takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

Pengkajian Sekunder

1) Aktivitasdan istirahat.

Data Subyektif:
a) Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau

paralysis.
b) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).

Data Obyektif:
a) Perubahan tingkat kesadaran.

b) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia),


kelemahan umum.

c) Gangguan penglihatan.
2) Sirkulasi

Data Subyektif:
a) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal

jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.


Data Obyektif:

a) Hipertensi arterial
b) Disritmia, perubahan EKG

c) Pulsasi : kemungkinan bervariasi


d) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

3) Integritas ego
Data Subyektif:

a) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.


Data obyektif:

a) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,


kegembiraan.

b) Kesulitan berekspresi diri.


4) Eliminasi

Data Subyektif:
a) Inkontinensia, anuria

b) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara


usus(ileus paralitik)

5) Makan/ minum
Data Subyektif:

a) Nafsu makan hilang.


b) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.

c) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.


d) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

b) Obesitas (faktor resiko).


6) Sensori Neural
Data Subyektif:

a) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).

b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub


arachnoid.

c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti


lumpuh/mati.

d) Penglihatan berkurang.
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan

pada muka ipsilateral (sisi yang sama).


f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:
a) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,

gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan


gangguan fungsi kognitif.

b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis


stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon

dalam (kontralateral).
c) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).

d) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan


ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata

komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.


e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli

taktil.
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.

g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral.

7) Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:

a) Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.


Data obyektif:

a) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial


8) Respirasi

Data Subyektif:
a) Perokok (factor resiko).

9) Keamanan
Data obyektif:

a) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.


b) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,

hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.


c) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah

dikenali.
d) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi

suhu tubuh.
e) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,

berkurang kesadaran diri.


10) Interaksi social

Data obyektif:
a) Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,

sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi


pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien

dengan peingkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun


yang sering didapatkan pada klienstroke dengan penurunan tingkat

kesadaran koma (Harsono, 2008). Pada klien dengan tingkat kesadaran


comos mentis, pengkajian inspeksi pernafasannya tidak ada kelainan. Palpasi
thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Askultasi tidak

didapatkan bunyi nafas tambahan.


2. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok


hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya

terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200
mmHg).

3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada

lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya
tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak

yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (brain)


merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian

sistem lainnya Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien meruakan parameter yang paling mendasar dan

parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat


keterjagaan klien respons terhadap lingkungan adalah indicator paling

sensiitf untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan


keterjagaan.Pengkajian Fungsi Serebral. Pengkajian ini meliputi status

mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer.

a. Status mental.

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, eksresi wajah dan
aktifitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status

mental klien mengalami perubahan.

b. Fungsi intelektual.
Didaptkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Penurunan kemamuan berhitung dan kalkulasi.


Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan

untuk mengenal persamaan dan perbedaaan yang tidak begitu nyata.


c. Kemampuan bahasa.
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang

memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang


dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area

Wernicke ) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami


bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior

dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif,


yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat

dan bicaranya tidak lancer. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukkan


dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot

yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. Apraksia


(Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha


menyisir rambutnya.

d. Lobus frontal.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan

telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mugkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah

frustasi dalam program rehabilitasi mereka.

e. Hemisfer.
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh,

penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral


sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada

stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan


sangat berhati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia

global, afasia dan mudah frustasi.


Pengkajian Saraf Kranial
Saraf I.

biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II.

Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara


mata dan korteks visual. Gangguan hunbungan visual-spasial (mendapatkan

hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa

bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian


tubuh.

Saraf III, IV dan VI.


Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis

didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang


sakit.

Saraf V.
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,

penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan


rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoiderus

internus dan eksternus.


Saraf VII.

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan otot wajah
tertarik pada bagian sisi yang sehat.

Saraf VIII.
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X.
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. i.


Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta

indra pengecapan normal.


nspeksi umum. Didaptkan hemiplegia (paralisis pada salah sisi) karena lesi

pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain. b.Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot

ekstremitas.c.Tonus Otot. Didapatkan meningkatkan. d.Kekuatan Otot. Pada


penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit

didapatkan tingkat 0. e.Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan


mengalami gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.

Pengkajian Refleks.

Pemeriksaan Refleks Profunda.


Pengekutukan pada tendon, ligamentum atau periusteum derajat reflex pada

respons normal

Pemeriksaan Refleks Patologis.


Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah

beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan


refleks patologis (Judith, 2011). Gerakan involunter. Tidak ditemukan adanya

tremor, tic dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami
kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu

tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.

Pengkajian Sistem Sensorik.

Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk


menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras

sensori primer di antara mata dan korteks visual


Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan

atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan


untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam

menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius

4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementera

karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan dan


ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena control

motorik dam postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateteritasi intermiten dengan

teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan


neurologis luas.

5. B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual


muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan

produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.


Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis


luas

6. B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control


volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas

menyilang, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang

berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia


(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.

Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.

f. Diagnosa

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif


b. Gangguan mobilitas fisik

c. Defisit perawatan diri


d. Pola nafas tidak efektif

e. Resiko jatuh

g. Rencana Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI

1. Risiko perfusi Perfusi serebral Pemantauan tanda-

serebral tidak Definisi : tanda vital


efektif Keadekuatan aliran darah Definisi :

Definisi serebral untuk Mengumpulkan dan


Beresiko mengalami menunjang fungsi otak menganalisis data hasil

penurunan sirkulasi Kriteria Hasil : pengukuran fungsi vital


darah ke otak 1. Gelisah kardiovaskuler,

Faktor Risiko 2. Sakit kepala pernapasan dan suhu


1. Aterosklerosis 3. Tekanan darah sistolik tubuh

aorta 4. Tekanan darah Tindakan


2. Aneurisma diastolic 1. Monitor tekanan

serebri Keterangan darah


3. Cedera kepala 1 : Menurun 2. Monitor
4. Penurunan keja 2 : Cukup menurun nadi(frekuensi,

ventrikel kiri 3 : Sedang kekuatan , irama)


Kondisi Klinis 4 : Cukup meningkat 3. Monitor pernapasan

Terkait 5 : Meningkat 4. Monitor suhu


1. Stroke 5. Identifikasi penyebab

perubahan tanda vital


6. Dokumentasikan hasil

pemantauan

2. Gangguan Mobilisasi fisik Dukungan mobilisasi

mobilisasi fisik Definisi : Definisi :


Definisi : Kemampuan dalam Memfasilitasi pasien

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu untuk meningkatkan


gerakan fisik dari atau lebih ekstremitas aktivitas pergerakan fisik

satu atau lebih secara mandiri


ekstremitas secara Tindakan

mandiri Kriteria Hasil 1. Identifikasi adanya

Penyebab 1. Kekuatan otot nyeri atau keluhan


1. Penurunan massa 2. Nyeri fisik lainnya

otot 3. Kaku sendi 2. Identifikasi toleransi


2. Penurunan 4. Gerakan tidak fisk melakukan

kekuatan otot terkoordinasi pergerakan


3. Gangguan 5. Kelemahan fisik 3. Monitor frekuensi

neuromuscular Keterangan jantung dan tekanan


4. Gangguan 1 : Menurun darah sebelum

sensoripersepsi 2 : Cukup menurun memulai mobilisasi


Kondisi Klinis 3 : Sedang 4. Monitor kondisi

Terkait 4 : Cukup meningkat umum selama


1. Stroke 5 : Meningkat melakukan mobilisasi

5. Libatkan keluarga
untuk membantu

pasien dalam
meningkatkan

pergerakan

3. Defisit perawatan Perawatan diri Dukungan perawatan

diri Definisi : diri


Definisi : Kemampuan melakukan Definisi :

Tidak mampu atau menyelesaikan Memfasilitasi


melakukan atau aktivitas perawatan diri pemenuhan kebutuhan

menyelesaikan Kriteria Hasil perawatan diri


aktivitas perawatan 1. Kemampuan Tindakan

diri mengenakan pakaian 1. Idetifikasi kebiasaan


Penyebab 2. Verbalisasi keinginan aktivitas perawatan

1. Gangguan melakukan perawatan diri sesuai usia


neuromuscular diri 2. Monitor tingkat

2. Kelemahan 3. Minat melakukan kemandirian

3. Gangguan perawatan diri 3. Identifikasi kebutuhan


muskuloskletal 4. Mempertahankan alat bantu kebersihan

Kondisi Klinis kebersihan diri diri, berpakaian,


Terkait 5. Mempertahankan berhias, dan makan

1. Stroke kebersihan mulut 4. Sediakan lingkungan


Keterangan teraupetik (mis.

1 : Menurun Suasana hangat,


2 : Cukup menurun rileks, privasi)

3 : Sedang 5. Damping dalam


4 : Cukup meningkat melakukan perawatan

5 : Meningkat diri sampai mandi

4. Pola napas tidak Pola napas Manajemen jalan napas

efektif Definisi : Definisi :


Definisi : Inspirasi dan/atau Mengidentifikasi dan

Inspirasi dan/atau ekpirasi yang mengelola kepatenan


ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi jalan napas

memberikan adekuat Tindakan


ventilasi adekuat Kriteria Hasil : 1. Monitor pola napas

Penyebab 1. Dispnea (frekunesi, kedalaman,


1. Hambatan upaya 2. Penggunaan otot usahan napas)

nafas (mis. Nyeri bantu napas 2. Monitoring bunyi


saat bernapas, 3. Pernapasan cuping napas tambahan

kelemahan otot hidung (mis.gurgling, mengi,


pernapasan) 4. Frekuensi napas wheezing, ronkhi

2. Penurunan Keterangan kering)


energy 1 : Menurun 3. Posisikan semi-Fowler

3. Gangguan 2 : Cukup menurun atau fowler


neurologis ( mis. 3 : Sedang 4. Berikan minuman

Elektroensefalogr 4 : Cukup meningkat hangat


am [EEG] positif, 5 : Meningkat 5. Berikan oksigen, jika

cedera kepala, perlu


gangguan

kejang).
4. Kecemasan

Kondisi Klinis
Terkait

1. Stroke

5. Resiko jatuh Tingkat jatuh Pencegahan jatuh

Definisi : Definisi : Definisi :


Beresiko mengalami Derajat jatuh berdasarkan Mengidentifikasi dan

kerusakan fisik dan observasi atau sumber menurunkan resiko


gangguan informasi terjatuh akibat

kesehatan akibat Kriteria Hasil : perubahan kondisi fisik


terjatuh 1. Jatuh dari temat tidur atau psikologis.

Penyebab 2. Jatuh saat berdiri Tindakan


1. Penuruna tingkat 3. Jatuh saat duduk 1. Identifikasi factor

kesadaran 4. Jatuh saat dipindahkan risiko jatuh


2. Kekuatan otot Keterangan 2. Idetifikasi factor risiko

menurun 1 : Menurun jatuh setidaknya


3. Lingkungan tidak 2 : Cukup menurun sekali setiap shift atau

aman (mis. Licin, 3 : Sedang sesuai denga


gelap, 4 : Cukup meningkat kebijakan instusi

lingkungan asing 5 : Meningkat 3. Identifikasi factor


4. Gangguan lingkungan yang

keseimbangan meningkatkan resiko


Kondisi Klinis jatih (mis. Lantai licin,

Terkait penerangan kurang)


1. Penyakit 4. Pastikan roda tempat

serbrovaskular tidur dan kursi roda


selalu dalam kondisi

terkunci
5. Tempatkan pasien

berisiko tinggi jatuh


dengan pemantaun

perawat dari nurse


station
DAFTAR PUSTAKA

Adib,M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan
Stroke. Edisi ke-2.Yogyakarta : Dianloka Printika.

Artini, Ria.2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Tim Pokja, SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja, SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja, SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai