Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN ANEMIA YANG


MENJALANI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA
DI RSU AGHISNA MEDIKA KROYA

Disusun Oleh :

VINNY ALVIONITA
108117029

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN 2021
SISTEMATIKA

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Vinny Alvionita

NIM 108117029

A. Hemodialisa Dengan Anemia Pengertian


1) Hemodialisa

Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis =


pemisahan atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang
digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh
ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin
yang dilengkapi dengan membrane penyaring semipermeabel (ginjal
buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat beracun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan
kematian (Mutaqin & Sari, 2011).

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti


fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).

2) Anemia dengan CKD


Menurut World Health Organization (WHO), anemia didefinisikan
sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dari 13.0 g/dL pada
pria dan wanita postmenopause dan lebih rendah dari 12.0 g/dL pada wanita
premenopause. Sedangkan anemia pada pasien dengan CKD didefinisikan
sebagai konsentrasi Hb di bawah 11.5 g/dL pada wanita, 13.5 g/dL pada pria
≤70 tahun, dan 12.0 g/dL pada pria lebih dari 70 tahun (The European Best
Practice Guidelines). Penyebab terjadinya anemia pada pasien dengan CKD
antara lain: kehilangan darah, pemendekan masa hidup sel darah merah,
uremic milieu, defisiensi erythropoietin (EPO), defisiensi zat besi, dan
inflamasi (Nurko, 2006).
a. Kehilangan darah
Pasien dengan CKD memiliki risiko kehilangan darah karena disfungsi
platelet. Penyebab utama kehilangan darah pada pasien CKD yaitu dialysis,
terutama hemodialisis, dan kehilangan darah ini menyebabkan defisiensi
zat besi yang berat. Pasien dengan hemodialisis mungkin mengalami
penurunan 3 sampai 5 gram zat besi per tahun. Secara normal, setiap orang
mengalami penurunan zat besi sebesar 1 sampai 2 mg per hari, jadi pada
pasien dengan dialysis terjadi penurunan zat besi 10 sampai 20 kali lipat
lebih besar dibanding individu normal.
b. Pemendekan masa hidup sel darah merah
Masa hidup sel darah merah mengalami penurunan kurang lebih
sebesar 1/3 pada pasien hemodialisis.
c. Uremic milieu
Uremic milieu merupakan istilah yang umum digunakan untuk
menjelaskan adanya disfungsi organ multiple pada CKD. Penelitian pada
pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis menunjukkan adanya
peningkatan hematokrit ketika terjadi peningkatan intensitas hemodialisis.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan menurunkan uremia dapat
mengembalikan atau meningkatkan fungsi sumsum tulang belakang.
d. Defisiensi EPO
Erythropoietin (EPO) adalah hormon peptida yang terlibat dalam
kontrol produksi erythrocyte oleh sumsum tulang. Sumber utama dari
erythropoietin adalah ginjal, walaupun disekresikan juga dalam jumlah
sedikit oleh hati. Sel ginjal yang mensekresi adalah sekumpulan sel di
interstitium. Stimulus dari pengsekresian erythropoietin adalah
berkurangnya tekanan parsial oksigen pada ginjal, seperti pada anemia,
hipoksia arterial, dan tidak adekuatnya aliran darah ginjal. Erythropoietin
menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan produksi eritrosit.
Defisiensi EPO diduga merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada
pasien CKD. Sel-sel yang memproduksi erythropoietin mengalami deplesi
atau kerusakan seiring dengan perkembangan CKD, sehingga produksi
EPO menjadi lebih rendah.
e. Defisiensi zat besi
Homeostasis zat besi dalam tubuh tergantung pada jumlah zat besi
yang diabsorbsi dalam duodenum dan dari sel darah merah yang telah mati.
Sebagian besar zat besi terikat pada hemoglobin dan disimpan dalam
hepatosit dan makrofag pada sistem reticuloendothelial. Zat besi
ditransport ke eritrosit yang matur oleh protein yang disebut transferrin,
yang mengangkut zat besi yang diserap dan dilepas makrofag. Pada pasien
dengan CKD terjadi gangguan pada homeostasis zat besi.
3) Etiologi Anemia
Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah jenis anemia normositik
normokrom, yang khas selalu terjadi pada sindrom uremia. Bisanya
hematokrit menurun hingga 20-30% sesuai derajat azotemia. Komplikasi ini
biasa ditemukan pada penyakit ginjal kronik stadium 4, tapi kadang juga
ditemukan sejak awal stadium 3.

Derajat Penjelasan LFG Komplikasi


(ml/mnt)
1 Kerusakan ginjal dengan ≥ 90 -
LGF normal
2 Kerusakan ginjal dengan 60 - 89 Tekanan darah mulai naik
penurunan LGF ringan
3 Penurunan LGF sedang 30 - 59 Hiperfosfatemia
Hipokalsemia Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
4 Penurunan LGF berat 15 – 29 Malnutrisi
Asidosis metabolik
Cenderung hiperkalemia
Dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 Gagal Jantung
Uremia
Penyebab utama anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
adalah kurangnya produksi eritropoietin (EPO) karena penyakit ginjalnya.
Faktor tambahan termasuk kekurangan zat besi, peradangan akut dan kronik
dengan gangguan penggunaan zat besi (anemia penyakit kronik),
hiperparatiroid berat dengan konsekuensi fibrosis sumsum tulang, pendeknya
masa hidup eritrosit akibat kondisi uremia.

4) Etiologi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik


Etiologi Penjabaran Etiologi
Penyebab utama Defisiensi relatif dari eritropoietin
Penyebab tambahan Kekurangan zat besi
Inflamasi akut dan kronik
Pendeknya masa hidup eritrosit
Bleeding diathesis
Hiperparatiroidisme/ fibrosis sumsum
tulang
Kondisi Komorbiditas Hemoglobinopati, hipotiroid, hipertiroid,
kehamilan, penyakit HIV, penyakit
autoimun, obat imunosupresif

5) Gagal Ginjal Kronis atau chronic kidney disease


a. Definisi
Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) adalah
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)
di dalam darah. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu
mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulasinya.
Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai peyakit urinary tract dan ginjal (Arif Muttaqin, 2011).
b. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien, maka GGK dapat terbagi
menjadi:
1) 100 – 76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang
2) 75 – 26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik
3) 25 – 5 ml/mnt disebut GGK
4) <5ml/mnt disebut gagal ginjal terminal
Berdasarkan stadiumnya gagal ginjal di bedakan menjadi 3 stadium :
1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal (GFR turun 50%)
a. Tahap ringan dimana faal ginjal masih bagus
b. Asimptomatik
c. Kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal
d. Gangguan dapat di lihat dengan : tes pemekatan urin dan GFR teliti
2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal
a. Tahap dimana dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak,
yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
b. Kreatinin dan BUN mulai meningkat diatas batas normal
(tergantung dari kadar protein diet pasien)
c. Nokturia dan poliuria (dapat terjadi karena gagal untuk melakukan
pemekatan urin)
d. Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40 % fungsi ginjal normal
3) Berat
<20% fungsi ginjal normal
3) Stadium 3 : tahap akhir (GGK terminal) atau uremia
a. GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa (sekitar 90% dari massa nefron telah hancur
dan rusak).
b. Kreatinin dan BUN meningkat sangat mencolok sehingga
penurunan fungsi ginjal.
c. Gejala parah karena ketidakmapuan ginjal menjaga homeostasis
cairan dan elektrolit tubuh
d. Oliguria bisa terjadi (output urin kurang dari 500 ml/ hari karena
kegagalan glomerulus)
e. Uremia terjadi.
f. Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif

C. Indikasi
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), merekomendasikan
untuk mempertimbangkan manfaat dan risiko memulai terapi pengganti ginjal
(TPG) pada pasien dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (elFG) kurang dari
15 Ml/menit/1,73 m2 (PGK tahap 5). Oleh karena itu pada PGK tahap 5, inisiasi
HD dilakukan apabila ada keadaan sebagai berikut:
1) Kelebihan (overload) cairan ekstraseluler yang sulit dikendalikan dan / atau
hipertensi.
2) Hiperkalemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan terapi farmakologis.
3) Asidosis metabolik yang refrakter terhadap pemberian terapi bikarbonat.
4) Hiperfosfatemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan terapi pengikat
fosfat.
5) Anemia yang refrakter terhadap pemberian eritropoietin dan besi.
6) Adanya penurunan kapasitas fungsional atau kualitas hidup tanpa penyebab
yang jelas.
7) Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama apabila disertai gejala
mual, muntah, atau adanya bukti lain gastroduodenitis.
8) Selain itu indikasi segera untuk dilakukanya hemodialisis adalah adanya
gangguan neurologis (seperti neuropati, ensefalopati, gangguan psikiatri),
pleuritis atau perikarditis yang tidak disebabkan oleh penyebab lain,serta
diatesis hemoragik dengan pemanjangan waktu perdarahan.

D. Proses Tindakan
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8
liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di
luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar
darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke
dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan
central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling
direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-tanda
vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialisis.
Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan di dalam
tubuh yang harus di buang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah
menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blood line (selang
darah) dan jarum ke akses vaskuler pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke
dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD,
melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri
merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD
mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan
darah, dan memberikan informasijumlah cairan yang dikeluarkan serta
informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke
dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari
darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah
dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.

E. Persiapan Alat
1. Mesin hemodialisa
2. Air water treatment (RO) sekali HD butuh 120 L
3. Cairan bicnat 20 L
4. Cairan asetat 15 L
5. Dializer
6. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL), terdiri dari arterial blood line
(ABL)/inlet/warna merah & nenouse blood line (VBL)/outlet/warna biru.
7. Nacl 0,9% 1000 cc
8. Heparin
9. Infus set makro
10. Spuit 20 cc
11. Spuit 5 cc
12. Spuit 1 cc
13. Sarung tangan
14. Alcohol 70%
15. Bethadine cair
16. Kassa steril
17. Set HD (bengkok, kom bethadine (2) & arteri klem)
18. Duk bolong (1 – 2 bh)
19. Timbangan BB & pengukur TB
20. Tensimeter
21. Stetoskope
22. Gelas ukur
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hypoalbuminemia
b. Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
c. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
d. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
e. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
f. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
g. Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
h. BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1
i. GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
j. Protein albumin : menurun
k. Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung
berapa banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.
l. Kalium, magnesium : meningkat

Pemeriksaan Urin

a. Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat yang
tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak, fosfat atau
urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.
c. Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
d. Klirens kreatinin : mungkin menurun.
e. Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
f. Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
g. Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
Pemeriksaan Radiologi:
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi:

a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram
memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
d. Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan
pengangkatan tumor selektif
e. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
f. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,
tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
g. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan
ekstravaskularisasi serta adanya masa.
h. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
a. Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik
atau perlu diketahui etiologi daru penyakit ini.

G. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul Pre Hemodialisa, Intra


Hemodialisa Dan Post Hemodialisa
a. Pre Hemodialisa
1. Kelebihan Volume Cairan b.d Kelebihan Asupan Cairan
2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit b.d Kelebihan Volume Cairan
b. Intra Hemodialisa
1. Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik
2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi Perkusi
3. Resiko Perdarahan
c. Post Hemodialisa
1. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
2. Resiko Infeksi b.d Penurunan Hemoglobin
H. NIC NOC Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Pre Hemodialisa
A. Kelebihan Volume Cairan b.d Kelebihan Asupan Cairan
NOC : Keseimbangan Cairan
1) Terbebas dari edema, efusi, anaskara
2) Suara nafas bersih, tidak ada dispneu/ortupneu
3) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
4) Menjaga tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung
dan tanda vital dalam batas normal
5) Menjelaskan indicator kelebihan cairan

NIC: Manajemen Cairan

1) Pertahankan masukan catatan dan keluaran yang akurat


2) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt,
osmolalitas urin)
3) Pantau tanda-tanda vital
4) Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan (cracales, CVP, edema,
distensi vena leher, asites)
5) Pantau masukan makanan/cairan dan hitung asupan kalori
6) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih memburuk
B. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit b.d Kelebihan Volume Cairan
NOC: Keseimbangan Cairan
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam

NIC: Keseimbangan Cairan


1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor status hidrasi
3) Monitor vital sign
4) Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
2. Intra Hemodialisa
A. Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik
NOC: Tingkat Nyeri
1) Nyeri yang dilaporkan
2) Tidak bias beristirahat
3) Mengerang dan kesakitan
4) Mengerinyit
5) Mual

NIC: Manajemen Nyeri

1) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif


2) Mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan menerangi nyeri
dengan tepat
3) Mengajarkan teknik non farmakologi
4) Menganjurkan untuk meningkatkan istirahat
5) Mengobservasi reaksi non serebral dari ketidaknyamanan
B. Resiko Perdarahan
NOC: Koagulasi Darah
1) Tekanan darah dalam batas normal sistol dan diastole
2) Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
3) Plasma, PT, PTT, dalam batas normal
NIC: Tindakan Pencegahan Perdarahan
1) Pantau ketat tanda-tanda perdarahan
2) Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan
3) Pertahankan tirah baring selama perdarahan aktif
4) Kegigihankonstipasi dengan mengesahkan untuk mempertahankan
asupan cairan yang adekuat dan pelembut feses
C. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi Perkusi
NOC: Respon Ventilasi Mekanik Dewasa
1) Kegelisahan
2) Kurang Istirahat
3) Hipoksia
NIC: Monitor pernapasan
1) Monitor kecepatan, irama, keadaan lama nafas dan kesulitan
bernafas
2) Monitor pola nafas
3) Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
3. Post Hemodialisa
A. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
NOC: Daya Tahan
1) Melakukan aktivitas rutin
2) Aktivitas fisik
3) Hemoglobin
4) Glukosa darah

NIC: Terapi Aktivitas

1) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan


2) Bantu klien memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social
3) Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
B. Resiko Infeksi b.d Penurunan Hemoglobin
NOC: Keparahan Infeksi
1) Demam
2) Hipotermia
3) Nyeri
4) Menggigil
5) Hilang nafsu makan
NIC: Kontrol Infeksi
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
3) Tingkatkan intake nutrisi
4) Proteksi terhadap infeksi
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Dialisis (Cucu darah)
2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemide (membantuberkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Tranfusi darah
5. Transplantasi ginjal

J. DAFTAR PUSTAKA
https://lpkeperawatan.Scribd.com/2013/11/laporan-pendahuluan-chronic-
kidney_10.html#.YBwJB-gzbIU
https://www.academia.edu/43809558/LAPORAN_PENDAHULUAN_HEMO
DIALISA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63389/047%20.pdf?seq
uence=1

Anda mungkin juga menyukai