Disusun Oleh :
VINNY ALVIONITA
108117029
TAHUN 2021
SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
NIM 108117029
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
C. Indikasi
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), merekomendasikan
untuk mempertimbangkan manfaat dan risiko memulai terapi pengganti ginjal
(TPG) pada pasien dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (elFG) kurang dari
15 Ml/menit/1,73 m2 (PGK tahap 5). Oleh karena itu pada PGK tahap 5, inisiasi
HD dilakukan apabila ada keadaan sebagai berikut:
1) Kelebihan (overload) cairan ekstraseluler yang sulit dikendalikan dan / atau
hipertensi.
2) Hiperkalemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan terapi farmakologis.
3) Asidosis metabolik yang refrakter terhadap pemberian terapi bikarbonat.
4) Hiperfosfatemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan terapi pengikat
fosfat.
5) Anemia yang refrakter terhadap pemberian eritropoietin dan besi.
6) Adanya penurunan kapasitas fungsional atau kualitas hidup tanpa penyebab
yang jelas.
7) Penurunan berat badan atau malnutrisi, terutama apabila disertai gejala
mual, muntah, atau adanya bukti lain gastroduodenitis.
8) Selain itu indikasi segera untuk dilakukanya hemodialisis adalah adanya
gangguan neurologis (seperti neuropati, ensefalopati, gangguan psikiatri),
pleuritis atau perikarditis yang tidak disebabkan oleh penyebab lain,serta
diatesis hemoragik dengan pemanjangan waktu perdarahan.
D. Proses Tindakan
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8
liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di
luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar
darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke
dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan
central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling
direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.
Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-tanda
vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialisis.
Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan di dalam
tubuh yang harus di buang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah
menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blood line (selang
darah) dan jarum ke akses vaskuler pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke
dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin HD,
melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri
merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD
mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan
darah, dan memberikan informasijumlah cairan yang dikeluarkan serta
informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke
dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari
darah. Pompa yang ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah
dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
E. Persiapan Alat
1. Mesin hemodialisa
2. Air water treatment (RO) sekali HD butuh 120 L
3. Cairan bicnat 20 L
4. Cairan asetat 15 L
5. Dializer
6. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL), terdiri dari arterial blood line
(ABL)/inlet/warna merah & nenouse blood line (VBL)/outlet/warna biru.
7. Nacl 0,9% 1000 cc
8. Heparin
9. Infus set makro
10. Spuit 20 cc
11. Spuit 5 cc
12. Spuit 1 cc
13. Sarung tangan
14. Alcohol 70%
15. Bethadine cair
16. Kassa steril
17. Set HD (bengkok, kom bethadine (2) & arteri klem)
18. Duk bolong (1 – 2 bh)
19. Timbangan BB & pengukur TB
20. Tensimeter
21. Stetoskope
22. Gelas ukur
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hypoalbuminemia
b. Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
c. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
d. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
e. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
f. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
g. Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
h. BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1
i. GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
j. Protein albumin : menurun
k. Natrium serum : rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung
berapa banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.
l. Kalium, magnesium : meningkat
Pemeriksaan Urin
a. Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat yang
tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak, fosfat atau
urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.
c. Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
d. Klirens kreatinin : mungkin menurun.
e. Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
f. Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
g. Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
Pemeriksaan Radiologi:
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi:
a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostat.
b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah
ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram
memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
d. Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan
pengangkatan tumor selektif
e. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
f. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,
tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
g. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan
ekstravaskularisasi serta adanya masa.
h. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
a. Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik
atau perlu diketahui etiologi daru penyakit ini.
J. DAFTAR PUSTAKA
https://lpkeperawatan.Scribd.com/2013/11/laporan-pendahuluan-chronic-
kidney_10.html#.YBwJB-gzbIU
https://www.academia.edu/43809558/LAPORAN_PENDAHULUAN_HEMO
DIALISA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63389/047%20.pdf?seq
uence=1