LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA PADA NEONATUS
A. DEFINISI
Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir (Ai yeyeh & Lia, 2013:249)
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Anik &
Eka, 2013:296).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan
teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi
asfiksia (Asfiksia Primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa
saat setelah lahir ( Asfiksia Skunder) ( Icesmi & Sudarti, 2014:158).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(Prambudi, 2013).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara
respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi, 2013).
Menurut ai yeyeh & Lia (2013:250). Beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin
(Asfiksia) :
(1) Gangguan sirkulasi menuju janin, menyebabkan adanya gangguan aliran pada tali pusat seperti :
lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat
waktu, pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.
(2) Faktor ibu misalnya, gangguan his: tetania uterihipertoni, turunnya tekanan darah dapat mendadak,
perdarahan pada plasenta previa, solusio plasenta, vaso kontriksi arterial, hipertensi pada
kehamilan dan gestosis preeklamsia-eklamsia, gangguan pertukaran nutrisi/O2, solusio plasenta.
Menurut Vidia & Pongki (2016:362), beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir, Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:
1) Faktor Ibu
a) Pre Eklamsi dan Eklamsi
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
a) Lilitan Tali Pusat
b) Tali Pusat Pendek
c) Simpul Tali Pusat
d) Prolapsus Tali Pusat
3) Faktor Bayi
a) Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
C. KLASIFIKASI
Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR :
1) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2) Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4) Bayi normal dengan nilai APGAR 10.
Kerusakan
menelan
D. PATOFISIOLOGI
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara.
Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha
pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada
penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Pada
tingkat ini di samping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan
tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama
gangguan pertukaran gas/transpot O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme
Terdapat tumor
anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan
padapenyekresi GH di
hipofisis anterior
kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel
otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele)
Kelebihanhormonpertumbu
(Depkes RI, 2005). han
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Ai yeyeh dan Lia (2013:250), Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan
kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1) Denyut jantung janin : frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit. Apabila
frekuensi denyutan turun sampai dibawah 100 permenit diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur,
hal itu merupakan tanda bahaya.
2) Mekonium dalam air ketuban : adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin menunjukkan
gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga pristaltik usus
meningkat dan sfingter ani terbuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan Ph darah janin : adanya asidosis menyebabkan turunnya PH. Apabila PH itu turun
sampai bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda bahaya.
Menurut Anik dan Eka (2013:302), untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan dengan berbagai
cara dan pemeriksaan berikut ini:
1) Anamnesis : anamnesis diarahkan untuk mencari faktor resiko terhadap terjadinya asfiksia
neonatorium.
2) Pemeriksaan fisik : memperhatikan apakah terdapat tanda-tanda berikut atau tidak, antara lain:
a) Bayi tidak bernafas atau menangis
b) Denyut jantung kurang dari 100x/menit
c) Tonus otot menurun
d) Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi
e) BBLR
3) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat
jika:
a) PaO2 < 50 mm H2o
b) PaCO2 > 55 mm H2
c) pH < 7,30
G. PENATALAKSANAAN
Asfiksia bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Resusitasi dapat dilihat
dari berat ringannya derajat asfiksia, yaitu dengan cara menghitung nilai APGAR (Novita, 2011).
Menurut Novita (2011), prinsip melakukan tindakan resusitasi yang perlu diingat adalah:
a. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapasan tetap
bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigen dan pengeluaran CO2
berjalan lancar.
b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernapasan
lemah.
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
d. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Menurut Ilyas (2004), alat-alat resusitasi yang perlu dipersiapkan meliputi sebagai berikut :
a. Meja resusitasi dengan kemiringan kurang dari 10 derajat.
b. Guling kecil untuk menyangga/ekstensi
c. Lampu untuk memanaskan badan bayi
d. Penghisap slim
e. Oksigen
f. Spuit ukuran 2,5 cc atau 10 cc
g. Penlon back atau penlon masker
h. ETT (endo trakheal tube)
i. Laringoskop
j. Obat-obatan (natrium bikarbonat 7,5% (meylon), dekstrose 40%, kalsium glukonas, dekstrose 5%,
dan infus set).
Menurut Novita (2011), resusitasi dilakukan sesuai dengan derajat asfiksia. Penatalaksanaan
penanganan bayi dengan asfiksia bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
membatasi gejala sisa.
a. Asfiksia ringan-bayi normal (skor apgar 7-10)
Tidak memerlukan tindakan yang istimewa, seperti pemberian lingkungan suhu yang baik
pada bayi, pembersihan jalan napas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah, jika
diperlukan memberikan rangsangan, selanjutnya observasi suhu tubuh, apabila cenderung turun
untuk sementara waktu dapat dimasukan kedalam inkubator.
b. Asfiksia sedang (skor apgar 4-6)
Menerima bayi dengan kain yang telah dihangatkan, kemudian membersihkan jalan nafas.
Melakukan stimulasi agar timbul refleks pernapasan. Bila dalam 30-60 detik tidak timbul
pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dimulai.Ventilasi yang aktif yang sederhana
dapat dilakukan secara ‘frog brething’. Cara tersebut dikerjakan dengan meletakan kateter O2
intranasal dan O2 dialirkan dengan 1-2 liter/menit. Agar saluran napas bebas, bayi diletakan dalam
posisi dorsofleksi kepala. Apabila belum berhasil maka lakukan tindakan rangsangan
pernapasan dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil juga maka pasang
penlon masker kemudian di pompa 60x/menit. Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih
sianosis, berikan kolaborasi terapi natrium bikarbonat 7,5% dengan dosis 2-4 cc/kg berat
badan bersama dektrose 40% sebanyak 1-2 cc/kg berat badan dan diberikan melalui umbilikalis.
c. Asfiksia berat (skor apgar 0-3)
Menerima bayi dengan kain hangat, kemudian membersihkan jalan nafas sambil memompa jalan
nafas dengan ambu bag. Berikan oksigen 4-5 liter/menit. Apabila tidak berhasil biasanya
dipasang ETT (endo tracheal tube), selanjutnya bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT.
Bila bayi bernafas namun masih sianosis maka berikan tindakan kolaborasi berupa natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc dan dektrose 40% sebanyak 4cc. Bila asfiksia berkelanjutan,
maka bayi masuk ICU dan infus terlebih dahulu.
H. KOMPLIKASI
Menurut Anik dan Eka (2013:301) Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi pasca
hipoksia, yang dijelaskan menurut beberapa pakar antara lain berikut ini:
1) Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti
otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan
organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan resistensi vascular
pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya asistensi vascular di perifer.
2) Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vascular antara lain timbulnya
rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai saraf simpatis dan adanya
aktivitas kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopressin.
3) Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energy bagi
metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis an aerobik. Produk sampingan
proses tersebut (asam laktat dan piruverat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang
berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolic. Perubahan sirkulasi dan
metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara
ataupun menetap.
1. Pengkajian
A). Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara
dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan
diagnosa Asfiksia Neonatorum.
B). Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
C). Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki
atau sungsang
D). Kebutuhan dasar
a) Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama
lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi
pneumonia
b) Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan
belum sempurna
c) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan
b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d) Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
E). Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan
tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b) Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c) Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum
menutup dan kelihatan masih bergerak
e) Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f) Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g) Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang
cepat
h) Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
F). Gejala dan tanda
a) Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b) Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c) Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan imaturitas organ pernapasan
(00032)
b) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan imaturitas kontrol suhu dan berkurangnya
lemak tubuh subkutan (00008)
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan imaturitas
organ pencernaan, refleks lemah (00002)
3. Rencana Keperawatan
2. Neurological
status (0909)
· Tidak ada
penurunan kesadaran
3. Tissue
perfusion:periferal (0407)
· Tidak teraba
panas/dingin pada kulit
· Elastisitas kulit
· Tidak ada
sianosis
· Tidak terjadi
gangguan integritas kulit
4.Vital sign
(0802)
· Nadi Normal
· Respirasi Normal
· Suhu Normal
· Hipertemi/hipotemi
tidak ada.
Metabolisme anaerob
Gangguan perfusi
ventilasi
Timbunan asam laktat dan piruvat
Asidosis
Asidosis respiratorik
ASFIKSIA
Gangguan
Pola napas tidak metabolisme
efektif Janin kekurangan asam basa
O2 dan kadar CO2
Paru-paru terisi Bersihan jalan
Pernapasan cepat Suplai O2 ke paru Suplai O2 Rangsangan n. vagus cairan napas tidak efektif
↓ dalam darah
Apneu ↓ Janin mengadakan
Kerusakan otak
pernapasan intrauterin
DJJ dan TD ↘↓ Ketidakefektifa DJJ
n termoregulasi lambat
Resiko cidera DJJ↑, Irreguler dan
Janin tidak menghilang
n. vagus tidak dapat
bereaksi terhadap
mengkompensasi lagi
Perubahan proses Rangsangan n.
keluarga Kematian simpatikus
DAFTAR PUSTAKA
Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media.
Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia.
Depkes, (2000), PELATIHAN ASUHAN BERSIH DAN AMAN, KANWIL DEPKES PROP.
JAWA TIMUR, Jakarta
Fatkhiyah. (2008). Hubungan Antara Persalinan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSUD Dr. Soeselo Kabupaten Tegal. STIKES Bhamada Slawi
Maryuni, Anik dan Eka Puspita. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan neonatal.
Jakarta: Trans Info Media.
Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition.
Indonesia: Mocomedia.
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Trans
Info Media.
Sukarni, I dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan dan Masa Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.