Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DAN DIABETIC FOOT

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIK KEPERAWATAN 3

(RUANG POLI KAKI)

Oleh:

JONI TRILIWIJAYA

(PO.62.20.1.15.128)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKARAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN

2017
A. KONSEP DASAR DIABETES TIPE 2
1. Pengertian
Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar
insulin tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa
glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang
dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi. (FKUI, 2011).
Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus
(DM).Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam
yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai
bawah. Tiga faktor penyebab utama masalah diabetic foot adalah neuropati, buruknya
sirkulasi dan menurunnya resistensi terhadap infeksi (Maryunani, 2013)
2. Patofisiologi
A. Patogenesis diabetik foot

Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat
sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang
sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai
dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik
dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun
jaringan lain, akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren
yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.

Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata
mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme
karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat
menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis),
akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang
mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan
oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah
kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati
dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak
disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani,
maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan
amputasi.

Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah
(KGD) diatas 200 mg%. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang
akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah
penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan
oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman
anaerob berkembang biak.
B. Proses terjadinya luka diabetes melitus

Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes melitus selama
bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan syaraf atau masalah
sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka diabetes
melitus (Maryunani, 2013).
Ada 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetes secara umum yaitu:
a. Neuropati
Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat diabetes melitus
karena kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa merusak urat syaraf
penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki,
sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang- kadang tidak terasa.
Gejala- gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak
kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari ( Maryunani,2013).
b. Angiopathy
Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada penderita
diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada
tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka pada
kaki yang merah kehitaman atau berbau busuk. Angiopathy menyebabkan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit
sulit sembuh. (Maryunani, 2013).
Infeksi dapat dibagi menjadi tiga yaitu superfisial dan lokal, selulitis dan
osteomyelitis. Infeksi akut pada penderita yang belum mendapatkan antibiotik
biasanya monomikrobial sedangkan pasien dengan ulkus kronis, gangrene dan
osteomyelitis bersifat polimikrobial. Kuman yang paling sering dijumpai pada infeksi
ringan adalah Staphylococcus Aereus dan streptococcal serta isolation of Methycillin-
resstant Staphyalococcus aereus (MRSA). Jika penderita sudah mendapat antibiotik
sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya dijumpai juga bakteri batang gram
negatif (Enterobactericeae, enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa).

3. Tanda dan Gejala


A. Tanda dan Gejala Kaki Diabetik
Tanda dan gejala kaki diabetes melitus seperti sering kesemutan, nyeripada kaki
saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis),penurunan
denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kakimenjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal serta kulit kering.
4. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan penunjang antara lain:
a. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau
plasma. Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat
langsung dan dapat mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia.
Pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer lebih baik
daripada kasat mata karena informasi yang diberikan lebih objektif kuantitatif.
(FKUI,2013)
b. Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine
Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah
secara tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal yang
bagi kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak memberikan
informasi tentang kadar glukosa darah tersebut, sehingga tak dapat
membedakan normoglikemia atau hipoglikemia. (FKUI, 2013)
c. Kadar Glukosa Serum Puasa dan Pemeriksaan Toleransi Glukosa
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia,
pemeriksaan glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi
glukosa oral lebih membantu menegakan diagnosis karena lansia mungkin
memiliki kadar glukosa puasa hampir normal tetapi mengalami hiperglikemia
berkepanjangan setelah makan. Diagnosis biasanya dibuat setelah satu dari
tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
1) Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
2) Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
3) Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200 mg/dlatau
lebih.
d. Pemeriksaan Hemoglobin Terglikosilasi (hemoglobin A atau HbA1c)
Menggambarkan kadar rata-rata glukosa serum dalam 3 bulan
sebelumnya, biasanya dilakukan untuk memantau keefektifan terapi
antidiabetik. Pemeriksaan ini sangat berguna, tetapi peningkatan hasil telah
ditemukan pada lansia dengan toleransi glukosa normal. (Jaime Stockslager L
dan Liz Schaeffer, 2007)
e. Fruktosamina serum
Menggambarkan kadar glukosa serum rata-rata selama 2 sampai 3
minggu sebelumnya, merupakan indicator yang lebih baik pada lansia karena
kurang menimbulkan kesalahan. Sayangnya pemeriksaan ini tidak stabil
sehingga jarang dilakukan. Namun pemeriksaan ini dapat bermanfaat pada
keadaan dimana pengukuran AIC tidak dapat dipercaya, misalnya pada
keadaan anemia hemolitik. (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
f. Pemeriksaan keton urine
Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dan kurang hormone insulin
menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber energy. Keton urin
dapat diperiksa dengan menggunkan reaksi kolorimetrik antara benda keton
dan nitroprusid yang menghasilkan warna ungu. (FKUI,2013)
g. Pemeriksaan Hiperglikemia Kronik (Test AIC)
Pada penyandang DM, glikosilasi hemoglobin meningkat secara
proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 8-10 minggu
terakhir. Bila kadar glukosa darah dalam keadaan normal antara 70-140 mg/dl
selama 8-10 minggu terakhir, maka test AIC akan menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan AIC dipengaruhi oleh anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan
hemoglobinnopati. Pengukuran AIC dilakukan minimal 4bulan sekali dalam
setahun. (FKUI, 2011)
h. Pemantauan Kadar Glukosa Sendiri (PKGS)
PKGS memberikan informasi kepada penyandang DM mengenai
kendali glikemik dari hai kehari sehingga memungkinkan klien melakukan
penyesuaian diet dan pengobatan terutama saat sakit, latihan jasmani dan
aktivitas lain. PKGS memberikan feedback cepat kepada pasien terhadap
kadar glukosa setiap hari. (FKUI,2011)
i. Pemantauan Glukosa Berkesinambungan (PGB)
Merupakan metode sample glukosa cairan intestinal ( yang
berhubungan dengan glukosa darah) telah banyak digunakan untuk
mengetahui kendali glikemik. Caranya adalah menggunakan sistem
mikrodialisis yang dinsersi secara subkutan, konsentrasi glukosa kemudian
diukur dengan detector elektroda oksidasi glukosa. Sensor glukosa pada PGB
memiliki alaram untuk mendeteksi kondisi hipoglikemi dan hiperglikemi.
(FKUI,2011)
B. Diagnosis Kaki Diabetik
Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kakidiabetik
ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik,pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa kakidiabetes melitus dapat
ditegakkan melalui beberapa tahap pemeriksaan sebagai berikut
a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
1) Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi :
2) Lama diabetes
3) Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet
4) Olahraga dan obat-obatan
5) Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata
6) Alergi
7) Pola hidup
8) Medikasi terakhir
9) Kebiasaan merokok
10) Minum alkohol
selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki,pernah
terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejalaneuropati dan
gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernahadanya luka dan ulkus
meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman,penampakan ulkus, temperatur
dan bau.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi meliputi kulit dan otot
Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit,
pecahpecah;berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau
bula;bentuk kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti
sikapdan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw
toeatau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan;
dankekuatan kaki.
2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamentditambah
dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kakiuntuk
mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadipada
arteri kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulitdan kuku
dan pengukuran ankle brachial index.
4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dannyaman,
tipe sepatu dan ukurannya.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinispasien,
yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atausewaktu,
glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count (CBC),urinalisis, dan lain-
lain.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik menjadiinfeksi dan
menentukan kuman penyebabnya.
e. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki
diabeticadalah dengan menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu
pemeriksaansistolik brachial tangan kiri dan kanan kemudian nilai sistolik
yang palingtinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling tinggi di
tungkai.Nilai normalnya adalah O,9-1,3. Nilai dibawah 0,9 itu
diindikasikanbawah pasien penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki
diabeticdengan melihat gangguan aliran darah pada kaki. Alat pemeriksaan
yangdigunakan ultrasonic doppler. Doppler dapat dikombinasikan
denganmanset pneumatic standar untuk mengukur tekanan darah
ekstremitasbawah.
5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
A. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
Dalam penatalaksanaan medis, sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat
berupa:
a. Obat Hipoglikemik Oral
1) Pemicu sekresi insulin
a) Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Efek ekstra pankreas yaitu
memperbaiki sensitivitas insulin ada, tapi tidak penting karena ternyata
obat ini tidak bermanfaat pada pasien insulinopenik. Mekanisme kerja
golongan obat ini antara lain:
a. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan ( Stored insulin)
b. Menurunkan ambang sekresi insulin
c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
(FKUI, 2011)
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea,
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivate asam benzoat) dan
Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati.(FKUI, 2011)
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
a) Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.
Etformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada
efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah
dan menghambat absorbsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah
makan. (FKUI, 2011)
b) Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sesitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja
meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi
glukosa dihati.(FKUI, 2011)
3) Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase
alfa dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa
dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus
dan tidak menyebabakan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada
kadar insulin.(FKUI, 2011)
4) Incretin mimetic, penghambat DPP-4
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dan penekanan terhadap sekresi
glukagon dapat menjadi lama, dengan hasil kadar glukosa dapat diturunkan.
(FKUI, 2011)
b. Insulin
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari pulau
Langerhanss kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila
kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar glukosa darah akan
terbelah untuk menghasilkan insulin dan peptide penghubung (C-peptide)yang
masuk kedalam aliran darah dalam jumlah ekuimolar.
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM Tipe II akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Pada DM
Tipe II tertentu akan butuh insulin bila:
1) Terapi jenis lain tida dapat mencapai target pengendalian kadar
glukosa darah
2) Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan,
infark miocard akut atau stroke.
Pengaruh insulin tehadap jaringan tubuh antara lain insulin
menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan
mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi
pemasukan glukosa ke dalam sel untuk di gunakan sebagai sumber energi dan
membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati.(FKUI,2013).
Pada penatalaksanaan keperawatanpada kasus DM Tipe II antara lain:
a. Memberikan penyuluhan tentang keadaaan penyakit, symptom, hasil yang
ditemukan dan alternative tindakan yang akan diambil pada pasien maupun
keluarga pasien.
b. Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat memanfaatkan
potensi atau sumber yang ada guna menyembuhkan anggota keluarga yang
sakit dan menyelesaikan masalah penyakit diabetes dan resikonya
c. Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam pengobatan
dan pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut
d. Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih, menghindari
alkohol, penggunaaan waktu luang yang positif untuk kesehatan,
menghilangkan stress dalam rutinitas kehidupan atau pekerjaan, pola makan
yang baik
e. Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan keluhan dan
meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang terkena DM atau yang
memiliki resiko
f. Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan jasmani
atau kebugaran yang sesuai.
Penatalaksanaan diet pada diabetes tipe II bertujuan untuk membantu orang dengan
diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatakan control
metabolic yang lebih baik, dan beberapa tambahan tujuan khusus yaitu:
a. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangan asupan makanan dengan insulin(endogen/eksogen) atau obat
hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas
b. Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
c. Memberikan energy yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat
badan yang memadai pada orang dewasa mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang normal pada anak dan remaja, untuk peningkatan
kebutuhan metabolic selama kehamilan dan laktasi atau penyambuhan dari
penyakit metabolic
d. Dapat mempertahankan berat badan yang memadai
e. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes yang
menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit jangka pendek,
komplikasi kronik diabetes seperti penyakit ginjal, hipertensi, neuropati
autonomic dan penyakit jantung
f. Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.
B. Manajemen Kaki Diabetik
Manajemen kaki diabetik dilakukan secara komprehensif melaluiupaya; mengatasi
penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangitekanan beban (offloading),
menjaga luka agar selalu lembab (moist),penanganan infeksi, debridemen,
revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.
Penyakit diabetes melitus melibatkansistem multi organ yang akan mempengaruhi
penyembuhan luka. Hipertensi,hiperglikemia, dislipidemia, gangguan
kardiovaskular (stroke, penyakitjantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan
lainnya harus dikendalikan.
1. Debridement
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus
kakidiabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkanbenda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan
sembuhapabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus,
fistula/ronggayang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan
debridementluka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau
pembersih laindan dilakukan dressing (kompres).Ada beberapa pilihan
dalamtindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik, enzimatik,
autolitik,biologik, dan debridement bedah.(79,80) Debridemen mekanik
dilakukanmenggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser,
dansebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik.Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogensecara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkanresidu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan
kolagen danelastin. Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah
papin,DNAse dan fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami
apabilaseseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan
enzimproteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan
nekrotik.Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat
menciptakankondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak
sebagaiagent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses
granulasi.Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan
untukdebridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang
dapatmenghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan
jenisdebridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah
adalah untuk.
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat
mempercepatpenyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi local

2. Mengurangi Beban Tekanan (off loading)


Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.Pada
penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati permukaanplantar kaki
mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibattekanan beban
tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salahsatu hal yang sangat
penting namun sampai kini tidak mendapatkanperhatian dalam perawatan kaki
diabetik adalah mengurangi ataumenghilangkan beban pada kaki (off loading).
Upaya off loadingberdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat
kesembuhan ulkus.Metode off loading yang sering digunakan adalah:
mengurangi kecepatansaat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas
kaki, removable castwalker, total contact cast, walker, sepatu boot
ambulatory. Total contactcast merupakan metode off loading yang paling
efektif dibandingkanmetode yang lain. Berdasarkan penelitian bahwa dapat
mengurangitekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan
antara73%-100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai,
dandirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata.
Telapakkaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan
permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).
3. Perawatan Luka kaki Diabetes
Perawatan luka moderen menekankan metode moist wound healing
ataumenjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi
cepatsembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam
keadaanlembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari
infeksidan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah
satukomponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsipdressing
adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembabsehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapafaktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akandigunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknyainfeksi, kondisi kulit sekitar dan
biaya. Ada beberapa jenis dressing yangsering dipakai dalam perawatan luka,
seperti: hydrocolloid, hydrogel,calcium alginate, foam, kompres anti mikroba,
dan sebagainya.
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka lukatertentu
yang akan diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap
keringselama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan
tidakmenyebabkan maserasi pada luka
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat
tidaksering diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga
lukasehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.
B. KONSEP KEPERAWATAN
A. KONSEP KEPERAWATAN DIABETIC FOOT
1. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
d. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan
tingginya kadar gula darah.
e. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
2. Perencanaan
a. Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis - Kulit sekitar luka teraba
hangat.
3. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
4. Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan
mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok,
dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol tinggi dapat
mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi
efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi
pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki,
sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b. Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil .
1. Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rasional :
Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan
yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional
: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik. Rasional : insulin
akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.
c. Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri .
Pergerakan penderita bertambah luas.
Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0
C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional :
untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional :
pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang
berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan
relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran
pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa
nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional : Obat
–obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
d. Diagnosa no. 4
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan
tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,50 C)
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka. Rasional :
Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat
membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan
diri selama perawatan. Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan
salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
3. Lakukan perawatan luka secara aseptik. Rasional : untuk mencegah
kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan. Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat
meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat
penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran
infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
e. Diagnosa no. 5
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secara positif
Kriteria Hasil :
Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa
malu dan rendah diri.
Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi
secara normal. Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien
terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional
: dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan
dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan. Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses
berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional :
Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu, Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pegurus Pusat PPNI

E kaputra, E. (2013). Evolusi Manajemen Luka Menguak 5 Keajaiban Moist Dressing.


Jakarta: TIM.

Maryunani, Anik. (2013). Perawatan Luka (Modern Woundcare) Terlengkap dan


Terkini. Jakarta : In Media

Corwin, EJ. 2010. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai