PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut.Ketoasidosis diabetik juga
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit, dan asidosis.Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat
dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia<65 tahun.
Ketoasidosis diabetikum lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki.
Surveillance Diabetes Nasional Program Centers for Disease Control (CDC)
memperkirakan bahwa ada 115.000 pasien pada tahun 2003 di Amerika Serikat,
sedangkan pada tahun 1980 jumlahnya 62.000. Di sisi lain, kematian KAD per
100.000 pasien diabetes menurun antara tahun 1985 dan 2002 dengan
pengurangan kematian terbesar di antara mereka yang berusia 65 tahun atau lebih
tua dari 65 tahun. Kematian di KAD terutama disebabkan oleh penyakit
pengendapan yang mendasari dan hanya jarang komplikasi metabolik
hiperglikemia atau ketoasidosis.
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi ketoasidosis
diabetik manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa,
ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan
pubertas, aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang
berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi rehidrasi,
pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin. Beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia,
infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut
ialah hipoglikemia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
2. Apaetiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
3. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD)?
4. Bagaimana patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
5. Apa saja manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD)?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?
7. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?
8. Apa komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
9. Bagaimana prognosis dari klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD)?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi ketoasidosis diabetikum (KAD).
2. Mengetahui etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)
3. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD).
4. Mengetahui patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
5. Menyebutkan manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD).
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada ketoasidosis diabetikum
(KAD).
7. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD).
8. Mengetahui komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
9. Mengetahui prognosis klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD).
10.Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD).
D. Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan tentang ketoasidosis diabetikum (KAD).
2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang
ketoasidosis diabetikum (KAD).
3. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD).
BAB II
PEMBAHASAN
C. Faktor pencetus
D. Patofisiologi
Pada ketoasidosis diabetic, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat,
glukoneogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progresif. Terjadi
poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat (ketosis) akibat penggunaan
asam lemak yang hamper total untuk menghasilkan ATP. Keton keluar melalui
urine (ketonouria) dan menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis, pH
turun di bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolic dan
menstimulasi hiperventilasi, yang disebut pernapasan kussmaul, karena individu
berusaha untuk mengurangi asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksisa (asam
volatile).
1. Hiperglikemi
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan;
Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
Penglihatan yang kabur
Kelemahan
Sakit kepala
Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata
mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata
disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.
Mengantuk (letargi) atau koma.
Glukosuria berat.
Asidosis metabolik.
Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan
elektrolit.
Hipotensi dan syok.
Koma atau penurunan kesadaran.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl
atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari
bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai
kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian
lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
2. Natrium
3. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan.EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
4. Bikarbonat
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
7. Keton
8. β-hidroksibutirat
9. Urinalisis (UA)
11. Fosfor
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien
yang mengalami insufisiensi renal.
G. Pemeriksaan Fisik
FJ: takikardi
Kulit:
Kering, kemerahan
Pulmoner:
Paru-paru bersih
Abdomen:
Muskuloskeletal:
Kelemahan
H. Temuan Diagnostik
pH darah <7,3
Kalium serum pada awalnya mungkin normal atau tinggi, tetapi akan menurun
kembali ke dalam kompartemen intraselular.
1. Cairan
2. Insulin
3. Potassium
J. Komplikasi
4. Kelainan Jantung
5. Hipoglikemia
6. Impotensi
7. Hipertensi
8. Komplikasi lainnya
Tujuan Terapi
Terapi insulin
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Anamnese didapat :
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien
Mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
Menderita Diabetes Militus
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak).Tanda : Lapar udara, batuk
dengan/tanpa sputum purulen Frekuensi pernapasan meningkat.
b. B2 (Blood)
1. Tachicardi
2. Disritmia
c. B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
d. B4 (Brain)
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang
(tahap lanjut dari DKA)
e. B5 (Bowel)
1. Distensi abdomen
2. Bising usus menurun
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur.
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
Kristaloid
Koloid
Terapi elektrolit
1. Diagnosis Keperawatan
Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotik sekunder
akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral yang adekuat
Kriterial Hasil
CVP 2-6 mm Hg
SAP 15-30 mm Hg
DAP 5-15 mm Hg
TDS 90-140 mm Hg
MAP 70-105 mm Hg
FJ 60-100 kali/menit
P 12-20 kali/menit
Glukosa serum 25 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah
mencapai kadarglukosa serum yang normal sebesar 70-12 mg/dl
Pemantauan Pasien
1. Periksa tekanan AP (jika dapat dilakukan), dan CVP setiap jam atau lebih
sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan. Kedua
parameter tersebut menggambarkan kapasitas sistem vaskular untuk
menerima volume cairan dan dapat digunakan untuk memantau status
volume cairan. Peningkatan nilai pemeriksaan menunjukkan kelebihan
cairan; penurunan nilai pemeriksaan menunjukkan hipovolemia.
2. Pantau MAP; MAP <60 mm Hg dapat berpengaruh buruk pada perfusi
serebral dan perfusi ginjal.
3. Pantau EKG secara kontinu untuk mendeteksi adanya disritmia yang
mengancam jiwa yang dapat disebabkan oleh hiperglikemia atau
hipokalemia.
4. Pantau kadar glukosa serum dengan menggunakan glukometer setiap 1-2
jam selama fase akut untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
5. Pantau status volume cairan secara akurat: ukur haluran urine setiap jam,
tentukan keseimbangan cairan setiap 8 jam, dan bandingkan berat badan
serial. Defisit cairan mungkin sebanyak 6 L.
6. Hitung osmolalitas serum dan pantau kecenderungan hasil pemeriksaan.
Pengkajian Pasien
1. Periksa TTV: TD, MAP, FJ, dan frekuensi pernapasan setiap jam atau
lebih sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan
untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi. Pernafasan kussmaul
dikaitkan dengan pH <7,2.
2. Kaji status hidrasi: catat turgor kulit pada paha bagian dalam atau dahi,
kondisi membran bukal, dan perkembangan edema atau bunyi kreteks
setelah dilakukan resusitasi cairan.
3. Kaji tingkat kesadaran secara cermat selama resusitasi cairan karena
edema serebral dapat disebabkan oleh penggantian volume cairan yang
sangat agresif. Anak-anak dengan diabetes tipe 1 yang mengalami KAD
pada saat diagnosis terutama beresiko mengalami edema serebral, yang
sering kali fatal.
4. Kaji status pernapasan untuk menentukan frekuensi dan kedalaman
pernapasan atau suara napas tambahan. Ketidakseimbangan kalium dapat
menyebabkan henti napas; resusitasi cairan yang cepat dapat menyebabkan
kelebihan cairan.
5. Kaji status GI: mual, distensi abdomen, dan tidak adanya bising usus dapat
mengindikasikan terjadinya ileus.
6. Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan sekuele klinis.
Intervensi :
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin, albumin, total protein )
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Pengkajian Diagnostik
1. Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur)
untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi insulin.
2. Tinjau elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) karena
ketidakseimbangan elektrolit dikaitkan dengan diuresis osmotik. Kalium
khususnya harus dievaluasi setiap 1-2 jam. Kejang dapat dikaitkan dengan
hiponatremia; ileus dan disritmia dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan kalium.
3. Tinjau indikator fungsi ginjal: BUN dan kreatinin. Pasien dapat berisiko
mengalami gagal ginjal akut prarenal akibat deplesi volume vaskular yang
berat.
4. Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik
yang membaik atau memburuk.
5. Tinjau laporan pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi adanya
organisme yang menyebabkan infeksi.
Penatalaksanaan Pasien
1. Berikan kristaloid sesuai instruksi untuk mengoreksi dehidrasi. Bolus NS
sampai 1.000 ml/jam mungkin diperlukan hingga haluran urine. TTV, dan
pengkajian klinis menggambarkan status hidrasi yang adekuat. Resusitasi
cairan yang kurang agresif mungkin diperlukan pada pasien dengan
riwayat penyakit kardiovaskular, terutama gagal jantung. Salin setengah
normal mungkin diperlukan pada pasien tersebut, bukan NS. Tambahkan
dektrosa 5% pada infusi intravena ketika glukosa serum ≤250 mg/dl, untuk
mencegah hipoglikemia rebound.
2. Berikan seteguk air atau kepingan es sedikit dan sering jika pasien
diizinkan mengkonsumsi cairan melalui mulut.
3. Berikan higiene oral secara sering karena dehidrasi menyebabkan
kekeringan pada membran mukosa.
4. Berikan terapi insulin intravena sesuai instruksi. Regimen tipikal dimulai
dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi
rumatan 0,1 U insulin/kg/jam. Drip insulin mungkin dihentikan dan insulin
SK mungkin diberikan pada saat glukosa serum ≤250 mg/dl, asidosis
dikoreksi, dan pasien mampu menoleransi asupan per oral.
2. Diagnosis Keperawatan:
Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental sekunder akibat
asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan penggunaan glukosa
sekunder akibat kekurangan insulin
Kriteria Hasil
Pasien sadar dan berorientasi
Pasien tidak akan mencederai diri sendiri
Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah
mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120
mg/dl
pH 7,35-7,45
Tidak ada keton serum dan keton urine
Bikarbonat serum 22-26 mEq/L
Pemantauan Pasien
Tidak ada yang spesifik
Pengkajian Pasien
1. Kaji tingkat kesadaran, yang dapat berkisar dari kebingungan sampai
koma yang nyata. Penurunan glukosa serum yang terlalu cepat (>100
mg/dl/jam) juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi serebral. jika
pasien mengalami sakit kepala, latergi, atau mengantuk selama terapi yang
berhasil, curigai terjadinya edema serebral.
2. Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan skuele klinis.
Pengkajian Diagnostik
1. Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur
dengan menggunakan glukometer) untuk mengevaluasi respons pasien
terhadap terapi insulin.
2. Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik
yang membaik atau memburuk.
Penatalaksanaan Pasien
1. Berikan insulin reguler sesuai instruksi setelah hasil pemeriksaan kadar
kalium serum didapatkan. Beberapa pasien jarang ditemukan mengalami
KAD hipokalemia; dalam hal ini, pemberian insulin intravena sebelum
kadar kalium dikoreksi dapat menjadi letal. Regimen tipikal dimulai
dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi
rumatan 0,1 U insulin/kg/jam. Glukosa harus turun 40-80 mg/dl/jam.
Penurunan kadar glukosa serum yang terlalu cepat dapat menyebabkan
edema serebral. jika kadar glukosa serum tidak menurun dalam 2 jam,
menggandakan dosis infusi insulin mungkin diperlukan. Jika edema
serebral terjadi, antisipasi pemberian manitol.
2. Dekstosa seharusnya dikombinasikan dengan salin setengah normal (0,45
NS) pada saat kadar glukosa ≤250 mg/dl untuk mencegah hipoglikemia
dan edema serebral.
3. Pemberian insulin reguler melalui SK dapat dimulai pada saat glukosa
serum ≤250 mg/dl, pH >7,2 atau CO 2 sebesar 15-18 mEq/L, dan pasien
mampu menoleransi asupan per oral. Biasanya, infusi insulin akan
dihentikan 1-2 jam setelah pasien mendapatkan insulin SK.
4. Antisipasi suplementasi kalium (kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium
asetat) untuk mengganti kehilangan kalium akibat eksresi urine, akibat
koreksi asidosis metabolik, atau sekunder akibat uptake selular pada terapi
insulin. Validasi haluaran urine sebelum memberikan kalium. Jika
hipokalemia refraktori terhadap terapi, pertimbangkan penggantian
magnesium.
5. Pemberian natrium bikarbonat dipertimbangkan hanya jika pH serum <7.
6. Intubasi NG mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko muntah dan
aspirasi pada pasien yang mengalami perubahan mentasi. Pertahankan
pasien tetap NPO sampai pasien sadar, berhenti muntah, dan bising usus
kembali ada.
7. Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika pasien tidak
mampu melindungi jalan napas atau tidak mampu melakukan ventilasi dan
osigenasi dengan adekuat.
8. Bantu pasien yang sadar untuk batuk dan napas dalam guna mencegah
stasis paru dan atelektaksis. Ubah posis pasien yang tidak sadar setiap 1-2
jam dan lakukan pengisapan sekresi sesuai kebutuhan.
9. Berikan perawatan kulit yang cermat umat mencegah kerusakan integritas
kulit; inspeksi tulang yang menonjol. Pertahankan kesejajaran tubuh pada
pasien yang tidak sadar.
10. Orientasi pasien dengan sering terhadap lingkungan sekitarnya.
Pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan naikkan sisi pengaman.
3. Diagnosis Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Menurut Nanda Nic Noc
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Kriteria Hasil
Berat badan target stabil
Prealbumin 15-32 mg/dl
Albumin serum 3,5-5 g/dl
Transferin serum > 200 mg/dl
Limfosit >1.500 sel/mm3
Keseimbangan nitrogen positif
Intervensi
1. Kaji kebutuhan energi dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict
atau bantu dengan kalorimetri tidak langsung. Kebutuhan kalori untuk
pasien sakit kritis didasarkan pada berat badan aktual dan diperkirakan
sekitar 20 sampai 30 kcal/kg.
2. Hitung berat badan ideal dengan rumus berikut: 50 kg (pria) atau 45 kg
(wanita) = 2,3 (untuk setiap inci di atas 5 kaki) ± 10%.
3. Bandingkan berat badan serial; perubahan yang cepat (0,5 sampai 1,0
kg/hari) menunjukkan ketidakseimbangan cairan dan bukan
ketidakseimbangan antara kebutuhan nutrisi dan asupan.
4. Kaji status GI: muntah, diare, atau nyeri abdomen dapat mengganggu
absorpsi nutrisi.
5. Tinjau profil nutrisi untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
6. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk evaluasi nutrisi formal.
7. Berikan perawatan mulut untuk mengcegah stomatitis, yang dapat
berpengaruh buruk pada kemampuan pasien untuk makan.
8. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk meningkatkan nafsu
makan pasien; hindari pandangan yang menghina di sisi tempat tidur;
siapkan pasien dengan memastikan tangan dan wajah telah dicuci.
9. Bantu pasien sesuai kebutuhan karena keletihan dan kelemahan atau
adanya pelatan invasif dapat menyebabkan pasien tidak mau makan
sendiri.
10. Berikan nutrisi enteral sesuai instruksi.
11. Berikan nutrisi parenteral sesuai instruksi.
4. Diagnosa Keperawatan:
Risiko Gangguan proses keluarga
Kriterial Hasil
Keluarga akan menyatakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi.
Keluarga akan memperlihatkan perilaku koping yang adekuat.
Intervensi
1. Perkenalkan diri anda kepada keluarga dan siapkan keluarga untuk
menghadapi lingkungan unit perawatan intensif (ICU). Antisipasi
kebutuhan pelayanan pendukung untuk pasien dan keluarga selama krisis
ini. Sediakan kontinuitas pemberi perawatan kapan pun memungkinkan.
2. Tunjukkan kompetensi dalam merawat kerabat mereka. Keluarga ingin
dinyakinkan bahwa perawatan yang sebaiknya mungkin diberikan kepada
kerabat mereka.
3. Tunjukan pengetahuan personal tentang pasien. Hormati keyakinan agama
dan budaya dan integrasikan keyakinan tersebut dalam asuhan
keperawatan.
4. Lakukan pendekatan pada keluarga dengan sikap relaks dan humanistik
serta berikan informasi dengan sering tanpa menunggu untuk ditanya.
Dengarkan ungkapan ketakutan, kemarahan, atau ansietas mereka. Hindari
jawaban yang defensi. Berikan waktu kepada keluarga meninggalkan
tempat tidur untuk melepaskan kekhawatiran mereka. Jawab pertanyaan
dengan jujur dan berikan fakta dengan sering tentang kondisi kerabat
mereka. Antisipasi mengulangi informasi dan memberikan waktu untuk
mereka memahami informasi selama periode krisis ini.
5. Kaji titik kritis atau titik resiko yang dapat memengaruhi harapan keluarga
dan kepuasan (mis., keluarga yang mengungkapkan kemarahan, pasien
yang menunggu pembedahan atau sebentar lagi pulang).
6. Berikan informasi tertulis kepada keluarga tentang kebijikan unit dan
pelayanan yang tersedia. Informasi harus meliputi nomor telepon unit dan
lokasi ruang tunggu.
7. Dengan nomor telepon keluarga dan hubungi juru bicara keluarga
sedikitnya setiap hari dengan memberitahukan informasi tentang kondisi
pasien dan setiap perubahan dalam layanan medis atau asuhan
keperawatan.
8. Klirifikasi persepsi keluarga tentang penyakit kerabat mereka dan validasi
pemahaman mereka tentang situasi tersebut. Izinkan keluarga mengetahui
bahwa staf merawat kerabat mereka dan memberikan perawatan yang
terbaik.
9. Berikan waktu kunjungan khusus, jelaskan peralatan yang digunakan dan
mengapa berbagai hal dilaksanakan, kaji kebutuhan anggota keluarga
untuk berpartisipasi dalam perawatan kerabat mereka, dan izinkan
keluarga untuk berpartisipasi semampu mereka. Sensitif terhadap
kebutuhan keluarga untuk ditinggalkan bersama kerabat mereka. Susun
peralatan sehingga anggota keluarga dapat menyentuh kerabat mereka.
10. Yakinkan keluarga bahwa mereka akan dihubungi jika kondisi kerebat
mereka memburuk.
11. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk menemui rohaniwan rumah
sakit atau pekerja sosial.
12. Dorong keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan personal mereka
sendiri seperti makan dan tidur.
A. Kesimpulan
B. Saran
kehidupan.www.jurnalilmiahkedokteran.blogspot.com